Tugas Kelompok
Tugas Kelompok
HIV AIDS
DISUSUN OLEH:
1. HERNITA 6. LISMAWATI
2. HIKMA 7. MARDATINA
Puji syukur alhamdulillah senantiasa Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV AIDS
dengan baik dan lancar.
Laporan ini Penulis sajikan secara sistematis agar mudah dipahami oleh pembaca.
Dengan penyusunan laporan ini, Penulis berharap dapat membantu pembaca untuk
mempermudah dalam mempelajari materi ini sesuai dengan judul laporan yang telah
ditentukan.
Penulis menyadari benar bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan di dalam
penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
setiap pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan pada pembuatan laporan
kelompok selanjutnya. Semoga laporan yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.
Akhir kata Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya laporan ini terutama kepada KELOMPOK 2, serta kepada Allah SWT jualah
diserahkan atas segala sesuatunya.
Penulis
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.. 1
B. Rumusan Masalah 1
C.Tujuan Penulisan............................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi 3
B. Anatomi Fisiologi Organ 3
C. Landasan Teoritis Penyakit
a. Etiologi 4
b. Manifestasi Klinis 5
c. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik 6
d. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan 6
e. Komplikasi 7
f. Patoflowdiagram 8
BAB III. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 9
B. Perumusan Diagnosa 13
C. Penentuan Kritera Hasil dan Perumusan Intervensi Keperawatan 13
BAB IV. PENJELASAN TERKAIT DIAGNOSA.
BAB V. PENUTUP
A. KESIMPULAN
17
B. SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian penyakit HIV AIDS?
2. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologinya?
3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya penyakit HIV AIDS?
4. Mahasiswa mampu mengenali tanda dan gejala penyakit HIV AIDS?
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang dan diagnostik pada HIV
AIDS?
6. Mahasiswa mampu memberikan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada HIV
AIDS?
7. Mahasiswa mampu meminimalisasi komplikasi pada penderita HIV AIDS?
8. Mahasiswa mampu mengerti patofiologi pada HIV AIDS?
9. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada penderita HIV AIDS?
10. Mahasiswa mampu menentukan kriteria hasil pada penderita HIV AIDS?
11. Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada penderita HIV AIDS?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam
family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA
penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang.
Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan
utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA
dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah gambarkan berbagai gejala
dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun
manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam
tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk
mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat
lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis
penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem pertahanan tubuh
terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT,
2011).
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau
virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus.
Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA)
setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan
HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus
hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa
protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx
pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi
dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang
pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada
tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan
dengan HIV-1 (Sylvia, 2005).
2. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
o Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
o Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
o Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
o Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
o Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
o Batuk menetap lebih dari 1 bulan
o Dermatitis generalisata
o Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
o Kandidias orofaringeal
o Herpes simpleks kronis progresif
o Limfadenopati generalisata
o Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
o Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala
klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tida k akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi
kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan,
ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi,
penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar
getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam,
batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi
primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit
kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare,
meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan
erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan
plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas
beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus
HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang
akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi
secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi
dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih
cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV
yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS.
3. CARA PENULARAN
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan
dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)
1. Seksual. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti
kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu.
Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu
yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam
tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna
narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan
medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan
dan sesudah lahir melalui ASI.
8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu
pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan
spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik
melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan.
Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000).
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial,
atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3) Terapi Antiviral Baru.
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imundengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksivirus pada prosesnya. Obat-
obat ini
adalah :
o Didanosine
o Ribavirin
o Diedoxycytidine
o Recombinant CD 4 dapat larut
4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus.
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5) Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalahTujuan Umum Diet
Penyakit HIV/AIDS adalah memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit
infeksi HIV, mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang
diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass), Memenuhi kebutuhan energy dan
semua zat gizi, mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah Mengatasi gejala diare, intoleransi
laktosa, mual dan muntah, meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian,
yang terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan
kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan, mencapai dan
mempertahankan berat badan normal, mencegah penurunan berat badan yang berlebihan
(terutama jaringan otot), memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang
adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
a) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas
fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan
Suhu 1C. Protein tinggi, yaitu 1,1 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti
jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan
hati.
b) Lemak cukup, yaitu 10 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan
dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan
rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3)
diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
c) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di
anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan
Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus
dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
d) Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
e) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi
menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang
sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick
fluid) dan cair (thin fluid).
f) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium,
kalium dan klorida).
Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien
dengan:
a) Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b) Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan,
sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
c) Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d) Infeksi HIV dengan TBC.
e) Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makana n untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara
rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai
tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II
dan III.
a) Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi,
sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera
setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama
beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada
kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi
makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan
makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi,
tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa
polimer (misalnya polyjoule).
b) Diet AIDS IIdiberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi.
Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah
nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zatgizinya,
diberikan makanan enteral atau sonde
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
c) Diet AIDS IIIdiberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien
dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa diberikandalam porsi
kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila
kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat badan,
maka dianjurkan pemberian makanan sondesebagai makanan tambahan atau makanan
utama.
6. KOMPLIKASI
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
b. Neurologik
o (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
o Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
o Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder
dan sepsis.
f. Sensorik
o Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
o Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.
7. WOC
BAB III
LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
A. DATA DEMOGRAFI
B. PENGKAJIAN
I. Biodata.
a. Identitas pasien.
Nama : Tn. Y
Suku/bangsa :-
Agama :-
Status perkawinan :-
Pendidikan/pekerjaan :-
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Alamat :-
b. Penanggung jawab pasien :
Tidak ada.
II. Alasan masuk rumah sakit
a. Alasan dirawat : klien mengeluh diare sudah hampir 1 bulan yg lalu
b. Keluhan utama : Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut penyebab tidak
diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bila bergerak dan usaha yang
dilakukan adalah diam.
3. Subyektif :
Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan yang lalu,
mengatakan menceret 5-7 kali/hari, kadang
demam dan keringat pada malam hari, minum 2-
3 gelas/hari.
Obyektif : Resiko defisit cairan tubuh Diare
Turgor masih baik, inkontinensia alvi, BAB Intake kurang
encer, membran mukosa kering, bising usus
meningkat 20 X/menit
4. Subyektif :
Pasien mengatakan kadang demam.
Obyektif :
Nadi 120 X/menit, RR 22 X/menit, TD 110/70
mmHg, suhu 37,8. Resiko Infeksi Immunocopromise
5. Subyektif :
Klien merasa diasingkan oleh keluarga dan
teman-temannya, klien tidak punya uang lagi,
klien merasa frustasi karena tidak punya teman
Resiko bunuh diri Harga diri rendah
dan merasa terisolasi. Minta dipanggilkan Pastur
Jelantik dari Gereja Katedral.
Obyektif :
Mencoba melakukan percobaan bunuh diri
tanggal 14-1-2002, dengan berusaha
menceburkan diri dari lantai II.