Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI


ASUHAN KEPERAWATAN

HIV AIDS

DISUSUN OLEH:

1. HERNITA 6. LISMAWATI

2. HIKMA 7. MARDATINA

3. HJ. DEVI ANGRAENI 8. MUH. MUSAWIR

4. IRHAMIAH 9. MUH. YUSUF

5. ISMAWATI 10.KARMILA SANTI

PROGRAM STUDI LANJUTAN S1 KEPERAWATAN


STIKES KRNIA JAYA PERSADA
T.A 2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah senantiasa Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV AIDS
dengan baik dan lancar.

Laporan ini Penulis sajikan secara sistematis agar mudah dipahami oleh pembaca.
Dengan penyusunan laporan ini, Penulis berharap dapat membantu pembaca untuk
mempermudah dalam mempelajari materi ini sesuai dengan judul laporan yang telah
ditentukan.
Penulis menyadari benar bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan di dalam
penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
setiap pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan pada pembuatan laporan
kelompok selanjutnya. Semoga laporan yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.
Akhir kata Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya laporan ini terutama kepada KELOMPOK 2, serta kepada Allah SWT jualah
diserahkan atas segala sesuatunya.

Tertanggal, 30 Januari 2016

Penulis

Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.. 1
B. Rumusan Masalah 1
C.Tujuan Penulisan............................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi 3
B. Anatomi Fisiologi Organ 3
C. Landasan Teoritis Penyakit
a. Etiologi 4
b. Manifestasi Klinis 5
c. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik 6
d. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan 6
e. Komplikasi 7
f. Patoflowdiagram 8
BAB III. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 9
B. Perumusan Diagnosa 13
C. Penentuan Kritera Hasil dan Perumusan Intervensi Keperawatan 13
BAB IV. PENJELASAN TERKAIT DIAGNOSA.
BAB V. PENUTUP
A. KESIMPULAN
17
B. SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan


infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum
benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu
ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi
darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin,
atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik
paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8
juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000)
merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan
HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta
orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak
tahun 1981.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit HIV AIDS?
2. Bagaimana anatomi fisiologinya?
3. Apa penyebab terjadinya penyakit HIV AIDS?
4. Seperti apa tanda dan gejala penyakit HIV AIDS?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dan diagnostik pada HIV AIDS?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan pada HIV AIDS?
7. Apa komplikasi yang dialami pada penderita HIV AIDS?
8. Bagaiman WOC pada HIV AIDS?
9. Bagaimana menentukan diagnosa pada penderita HIV AIDS?
10. Bagaimana menentukan kriteria hasil pada penderita HIV AIDS?
11. Bagaimana menentukan intervensi keperawatan pada penderita HIV AIDS?
12. Bagaimana penjelasan kasus terkait penyakit HIV AIDS?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian penyakit HIV AIDS?
2. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologinya?
3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya penyakit HIV AIDS?
4. Mahasiswa mampu mengenali tanda dan gejala penyakit HIV AIDS?
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang dan diagnostik pada HIV
AIDS?
6. Mahasiswa mampu memberikan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada HIV
AIDS?
7. Mahasiswa mampu meminimalisasi komplikasi pada penderita HIV AIDS?
8. Mahasiswa mampu mengerti patofiologi pada HIV AIDS?
9. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada penderita HIV AIDS?
10. Mahasiswa mampu menentukan kriteria hasil pada penderita HIV AIDS?
11. Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada penderita HIV AIDS?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam
family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA
penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang.
Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan
utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA
dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah gambarkan berbagai gejala
dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun
manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam
tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk
mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat
lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis
penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem pertahanan tubuh
terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT,
2011).

B. ANATOMI FISIOLOGI ORGAN


HIV (Human Immunodeficiency Virus) Termasuk salah satu retrovirus yang secara
khusus menyerang sel darah putih (sel T). Retrovirus adalah virus ARN hewan yang
mempunyai tahap ADN. Virus tersebut mempunyai suatu enzim, yaitu enzim transkriptase
balik yang mengubah rantai tunggal ARN (sebagai cetakan) menjadi rantai ganda kopian
ADN (cADN). Selanjutnya, cADN bergabung dengan ADN inang mengikuti replikasi ADN
inang. Pada saat ADN inang mengalami replikasi, secara langsung ADN virus ikut
mengalami replikasi.
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu
antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam
usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Proses pembentukan sel T terjadi di sumsum tulang, sedangkan proses


pematangannya terjadi di kelenjar timus. Sel T berperan dalam pembentukan kekebalan
seluler, yaitu dengan cara menyerang sel penghasil antigen secara langsung. Sel T juga
membantu produksi antibodi oleh sel B plasma.
Sel T dapat dibedakan menjadi :
1. Sel T pembunuh, berfungsi menyerang patogen yang masuk dalam tubuh, sel tubuh
yang terinfeksi, dan sel kanker secara langsung.
2. Sel T pembantu, berfungsi menstimulasi pembentukan sel B plasma dan sel T lainya
serta mengaktivasi makrofag untuk melakukan fagositosis.
3. Sel T supresor, berfungsi menurunkan dan menghentikan respons imun dengan cara
menurunkan produksi antibodi dan mengurangi aktivitas sel T pembunuh. Sel T supresor
akan bekerja setelah infeksi berhasil ditangani.

C. LASAN TEORITIS PENYAKIT


1. ETIOLOGI

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau
virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus.
Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA)
setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan
HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus
hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa
protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx
pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi
dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang
pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada
tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan
dengan HIV-1 (Sylvia, 2005).

2. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
o Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
o Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
o Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
o Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
o Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
o Batuk menetap lebih dari 1 bulan
o Dermatitis generalisata
o Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
o Kandidias orofaringeal
o Herpes simpleks kronis progresif
o Limfadenopati generalisata
o Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
o Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala
klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tida k akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi
kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan,
ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi,
penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar
getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam,
batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi
primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit
kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare,
meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan
erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan
plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas
beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus
HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang
akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi
secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi
dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih
cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV
yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS.
3. CARA PENULARAN

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan
dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)
1. Seksual. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti
kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu.
Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu
yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam
tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna
narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan
medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan
dan sesudah lahir melalui ASI.
8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu
pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan
spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik
melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan.
Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000).

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah
a. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan
lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD 4, protein
purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS,
hepatitis, dan pap smear.Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4.
Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500
maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis
carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.Perlu juga dilakukan
pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau
hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau
flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit
total)-8.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial,
atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3) Terapi Antiviral Baru.
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imundengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksivirus pada prosesnya. Obat-
obat ini
adalah :
o Didanosine
o Ribavirin
o Diedoxycytidine
o Recombinant CD 4 dapat larut
4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus.
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5) Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalahTujuan Umum Diet
Penyakit HIV/AIDS adalah memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit
infeksi HIV, mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang
diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass), Memenuhi kebutuhan energy dan
semua zat gizi, mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah Mengatasi gejala diare, intoleransi
laktosa, mual dan muntah, meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian,
yang terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan
kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan, mencapai dan
mempertahankan berat badan normal, mencegah penurunan berat badan yang berlebihan
(terutama jaringan otot), memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang
adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
a) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas
fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan
Suhu 1C. Protein tinggi, yaitu 1,1 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti
jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan
hati.
b) Lemak cukup, yaitu 10 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan
dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan
rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3)
diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
c) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di
anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan
Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus
dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
d) Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
e) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi
menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang
sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick
fluid) dan cair (thin fluid).
f) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium,
kalium dan klorida).
Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien
dengan:
a) Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b) Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan,
sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
c) Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d) Infeksi HIV dengan TBC.
e) Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makana n untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara
rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai
tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II
dan III.
a) Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi,
sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera
setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama
beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada
kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi
makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan
makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi,
tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa
polimer (misalnya polyjoule).
b) Diet AIDS IIdiberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi.
Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah
nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zatgizinya,
diberikan makanan enteral atau sonde
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
c) Diet AIDS IIIdiberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien
dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa diberikandalam porsi
kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila
kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat badan,
maka dianjurkan pemberian makanan sondesebagai makanan tambahan atau makanan
utama.

6. KOMPLIKASI

a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
b. Neurologik
o (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

o Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan


elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.

o Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik


endokarditis.

o Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus


(HIV)
c. Gastrointestinal
o Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi,
dan dehidrasi.

o Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

o Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder
dan sepsis.
f. Sensorik
o Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

o Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.
7. WOC

BAB III
LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
A. DATA DEMOGRAFI

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31


Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari
2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus
yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan
5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli
epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara
80.000 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina
dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

B. PENGKAJIAN
I. Biodata.
a. Identitas pasien.
Nama : Tn. Y
Suku/bangsa :-
Agama :-
Status perkawinan :-
Pendidikan/pekerjaan :-
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Alamat :-
b. Penanggung jawab pasien :
Tidak ada.
II. Alasan masuk rumah sakit
a. Alasan dirawat : klien mengeluh diare sudah hampir 1 bulan yg lalu
b. Keluhan utama : Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut penyebab tidak
diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bila bergerak dan usaha yang
dilakukan adalah diam.

III. Riwayat kesehatan


A. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini : pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius
kecuali batuk dan pilek.
B. Riwayat kesehatan sekarang : sejak 12 tahun, yang lalu pasien mengkonsumsi obat
putaw dengan cara suntik. Karena menggunakan obat terlarang akhirnya dikucilkan oleh
saudara-saudaranya. Klien memakai obat karena merasa terpukul akibat ditinggal
menginggal ibunya. Klien tinggal di Surabaya sejak 6 bulan yang lalu, sebelumnya sejak
tahun 1986 bekerja di Bali sebagai Guide Freeland. Klien juga punya riwayat melakukan
Sex bebas dengan warga asing dan terakhir dengan warga Belanda. Di Surabaya klien
bekerja sebagai Guide freeland di Hotel Sangrila Surabaya. Sejak 1 bulan yang lalu klin
mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang lalu mencretnya makin keras dan tak
terkontrol. Klien tgl 10-1-2002, memeriksakan diri ke UGD RSUD Dr. Soetomo dan
selanjutnya di rawat di Ruang Tropik laki RSDS.
C. Riwayat kesehatan keluarga : Kedua orang tua sudah meninggal, tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama atau PMS. Tidak ada penyakit bawaan dalam
keluarga klien.
IV. Informasi khusus
A. Masa balita : tidak dikaji
B. Klien wanita : tidak dikaji

V. Aktivitas hidup sehari hari


Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit
A. Makan dan minum
1. Nutrisi Pola makan tidak teratur, Pola makan 3 kali/hari bubur,
tetapi tidak ada napsu namun tidak ada napsu makan,
makan, terutama jika sudah nyeri saat menelan, makan
2. Minum memakai obat. hanya 1/2 porsi.
Minum air putih dengan Minum air putih 2-3 gelas dan
jumlah tidak tentu kadang teh hangat 2-3 gelas.
minuman keras.
B. Eliminasi Mencret 5 X/hari,, seperti Mencret dengan frekuensi 5-7
lendir, tidak bercampur X/hari, encer, tidak ada isi
darah dan berbau. BAK 2 X tanpa diikuti sakit perut dan
hari dan tidak ada kelainan. BAK 2 X/hari serta tidak ada
kelainan.
C. Istirahat dan tidur Pasien tidak bisa istirahat Pasien istirahat di tempat tidur
dan tidur karena terus keluar saja. Pasien tidak bisa istirahat
memcret serta perasaan dan tidur karena terus keluar
tidak menentu akibat tidak mencret serta perasaan tidak
dapat putaw sejak 20 hari. menentu akibat tidak dapat
putaw sejak 20 hari.
D. Aktivitas Pasien sebagai guide Pasien mengatakan tidak bisa
freelance sejak sebulan tidak melakukan aktivitasnya karena
bekerja. lemah, merasa tidak berdaya
dan cepat lelah. Pasien partial
care.
E. Kebersihan diri Jarang dilakukan. Mandi dibantu petugas, dan
menggosok gigi dilakukan di
tempat tidur. Hambatan dalam
melakukan kebersihan diri
adalah lemah .
F. Rekreasi Tidak ada, hanya dengan Hanya ingin bercerita dengan
memakai putaw. petugas.
C.
D. VI. Psikososial.
E. A. Psikologis : pasien belum tahu penyakit yang dialaminya, klien hanya merasa
ditelantarkan oleh teman dan keluarganya. Klien punya kaka di Bandung, tetapi
sejak lama tidak berkomunikasi.Klien tidak percaya dengan kondisinya sekarang.
Mekanisme koping pasrah. Klien ingin diperlakukan manusiawi. Klien pada tanggal
14-1-2002 bermaksud melakukan bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari lantai II
akibat merasa tidak berguna lagi.
F. B. Sosial : sejak 12 tahun sudah berkomunikasi dengan keluarga sejak ayah dan
ibunya meninggal, teman-temanya sebagian pemakai putaw yang sekarang entah
dimana.
G. C. Spiritual : Pada waktu sehat sangat jarang ke Gereja. Klien minta didampingi
Pastur Jelanti dari Menara Kathedral Surabaya.
H.
I. VII. Pemeriksaan fisik
J. A. Keadaan umum : pasien nampak sakit berat, lemah kurus dan pucat. Kesadaran
kompos mentis, GCS : 4-5-6, T 110/70 mmHg, N 120 x/menit, S 37,8 0C, RR 22
X/menit.
K.
L. B. Head to toe :
M. 1. Kepala. Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala nampak kotor dan
berbau.
N. 2. Rambut. Rambut ikal, nampak kurang bersih.
O. 3. Mata (penglihatan). Ketajaman penglihatan dapat melihat, konjungtiva anemis,
refleks cahaya mata baik, tidak menggunakan alat bantu kacamata.
P. 4. Hidung (penciuman). Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum,
epistaksis, rhinoroe, peradangan mukosa dan polip. Fungsi penciuman normal.
Q. 5. Telinga (pendengaran). Serumen dan cairan, perdarahan dan otorhoe,
peradangan, pemakaian alat bantu, semuanya tidak ditemukan pada pasien.
Ketajaman pendengaran dan fungsi pendengaran normal.
R. 6. Mulut dan gigi. Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan tidak ada, ada
karang gigi/karies. Lidah bercak-bercak putih dan tidak hiperemik serta tidak ada
peradangan pada faring.
S. 7. Leher. Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena
jugularis tidak meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.
T. 8. Thoraks. Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi
paru normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur.
U. 9. Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada
nyeri tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
V. 10. Repoduksi
W. Penis normal, lesi tidak adai.
X. 11. Ekstremitas
Y. Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah.
Ektremitas atas kanan terdapat tatoo dan pada tangan kiri tampak tanda bekas
suntikan.
Z. 12. Integumen.
AA. Kulit keriput, pucat, akral hangat.
AB.
AC. VIII. Pemeriksaan penunjang
AD. A. Laboratorium :
AE. Tanggal 10-1 2002
AF.Hb : 8,7
AG. Leukosit : 8,8
AH. Trombosit : 208
AI. PCV : 0,25
AJ.
AK.
AL. Terapi : tanggal 14-1-2002
AM. - Diet TKTP
AN. - RL 14 X/mnt
AO. - Cotimoxazol : 2 X II tab
AP.- Corosorb : 3 X 1 tab
AQ. - Valium : 3 X 1 tab
AR.
AS.
AT.
AU.
AV.Analisa data
Data pendukung Masalah Etiologi
1. Subyektif :
Pasien mengatakan lemah, cepat lelah, bila Aktivitas Kelemahan
melaukan aktivitas, terbatas.
Obyektif :
Keadaan umum lemah, pucat, ADL sebagian
dibantu, pasien partial care.
2. Subyektif :
Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan, saat
menelan sakit, mengatakan tidak bisa
menghabiskan porsi yang disiapkan. Nutrisi Intake yang tidak
Obyektif : adekuat
Lemah, 4 hari tidak makan, mulut kotor, lemah,
holitosis, lidah ada bercak-bercak keputihan, Hb
8,7g/dl, pucat, konjungtiva anemis.

3. Subyektif :
Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan yang lalu,
mengatakan menceret 5-7 kali/hari, kadang
demam dan keringat pada malam hari, minum 2-
3 gelas/hari.
Obyektif : Resiko defisit cairan tubuh Diare
Turgor masih baik, inkontinensia alvi, BAB Intake kurang
encer, membran mukosa kering, bising usus
meningkat 20 X/menit

4. Subyektif :
Pasien mengatakan kadang demam.
Obyektif :
Nadi 120 X/menit, RR 22 X/menit, TD 110/70
mmHg, suhu 37,8. Resiko Infeksi Immunocopromise

5. Subyektif :
Klien merasa diasingkan oleh keluarga dan
teman-temannya, klien tidak punya uang lagi,
klien merasa frustasi karena tidak punya teman
Resiko bunuh diri Harga diri rendah
dan merasa terisolasi. Minta dipanggilkan Pastur
Jelantik dari Gereja Katedral.
Obyektif :
Mencoba melakukan percobaan bunuh diri
tanggal 14-1-2002, dengan berusaha
menceburkan diri dari lantai II.

AW. ANALISA DATA


AX. PERUMUSAN DIAGNOSA
AY. PENENTUAN KRITERIA HASIL
AZ. PERUMUSAN INTERVENSI
BAB 1V
ANALISA KASUS
A. ILUSTRASI KASUS
B. TANDA DAN GEJALA
C. TERAPI CAIRAN DAN OBAT
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
E. ALASAN DIAGNOSA
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai