Anda di halaman 1dari 6

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TANGERANG

NOMOR : 445 / 024 / RSUD / 2016


LAMPIRAN : 1 (Satu) Berkas

TENTANG
KEBIJAKAN PENGORGANISASIAN INSTALASI INTENSIF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TANGERANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TANGERANG,

Menimbang :
a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Tangerang, maka diperlukan sistem pengorganisasian di Ruang Intensif Care
Unit ;

b. bahwa agar pengorganisasian Intensif Care Unit di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Tangerang dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang sebagai landasan bagi
pengorganisasian diRuang Intensif Care Unit di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Tangerang;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b ,perlu


ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Tangerang.

Mengingat :
1. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentangRumahSakit
2. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor36tahun 2009 tentangKesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1239 /Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi
dan Praktek Perawat
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 tahun 2013tentang Perubahan atas
peraturan menteri kesehatan nomor HK.02.02/menkes/148/I/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik perawat
7. Peraturan Menteri Kesehatan No 49 tahun 2013 tentang Komite Keperawatan
Rumah Sakit

8. Peraturan Walikota Kota Tangerang Nomor 95 Tahun 2014 tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat.
9. Peraturan Walikota Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2013 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA


TANGERANG TENTANG KEBIJAKAN PENGORGANISASIAN DI
RUANG INTENSIF CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA TANGERANG

Kedua : Kebijakan pengorganisasian Intensif Care Unit Rumah Sakit Umum


Daerah Kota Tangerang sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan pengorganisasian ruang Intensif Care Unit


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang dilaksanakan oleh Manajer
Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa
segala sesuatunya akan ditinjau lagi dan diperbaiki kembali sebagaimana
mestinya apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini.
DITETAPKAN DI : TANGERANG
PADA TANGGAL : 3 MARET 2016
DIREKTUR,

dr. FERIYANSYAH
NIP. 197912202007011010

Tembusan :

1. Pertanggal.

Lampiran Keputusan Direktur RSUD Kota Tangerang


Nomor : ...................
Tanggal : .....
Perihal : Kebijakan Pengorganisasian di Instalasi Intensif RSUD Kota Tangerang
KEBIJAKAN PENGORGANISASIAN DI INSTALASI INTENSIF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TANGERANG

Kebijakan Umum
1. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
2. Semua petugas unit wajib memilik iizin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
4. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien.
5. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam.
6. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
7. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan
minimal satu bulan sekali.
8. Setiap bulan wajib membuat laporan.

KebijakanKhusus
1. Ruang intensif penerimaan rujukan pasien dari rumahsakit lain sesuai dengan standar
dan fasilitas yang dimiliki dan bila pasien memerlukan perawatan insentif yang lebih
tinggi tingkatannya dapat di rujuk kerumah sakit lain sesuai dengan kondisi pasien.
2. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada informed consent.
3. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, dokter jaga ICU atau dokter
spesialis anestesi dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan dan informasi
dapat diberikan pada kesempatan pertama.
4. Apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resuitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien, dokter dapat membuat
keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dalam menghadapi tahap terminal, dokter ICU harus mengikuti pedoman penentuan
kematian batang otak dan penghentian peralatan life-supporting.
6. Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis tetapi dengan
pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu
dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.
7. Kriteria dokter ICU adalah dokter spesialis Anaestesi telah mengikuti pelatihan /
pendidikan perawatan ICU dan telah mendapat sertifikat Intensive care Medicine (KIC,
Konsultan Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diikuti oleh
perhimpunan profesi yang terkait.
8. Mampu melakukan prosedur Critical Care biasa, antara lain :
a. Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi tracheal dan ventilasi
mekanis.
b. Fungsi arteri untuk mengambil sampel arteri.
c. Memasang kateter intravascular dan peralatan monitoring, termasuk :
Kateterarteri
Kateter vena perifer
Kateter vena central (CVP)
Kateterarteripulmonalis
d. Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer
e. Resusitasi kardio pulmoner
f. Pipathoracostomy
9. Fungsi dan kewenangan Kepala Instalasi Intensif sebagai coordinator pengelolaan
pasien :
Fungsi :
Melakukan evaluasi menyeluruh, menngambil kesimpulan, memberi instruksi terapi dan
tindakan secar atertulis dengan mempertimbangkan usulan anggota tim.

Kewenangan/ peran :
Mampu berperan sebagai pimpinan tim dan memberikan pelayanan di ICU,
menggabungkan dan ntitrasi layanan pada pasien berpenyakit kompleks atau cedera
termasuk gagal organ multi sistem.
Intensivist memberi pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter spesialis
sebelumnya. Mampu mengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat pada pasien
sakit kritis seperti :
a. Haemodinamiktidakstabil
b. Gangguanataugagalnafas,
denganatautanpamemerlukantunjanganventilasimekanis.
c. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi cranial
d. Gangguan atau gagal ginjal akut
e. Gangguan endokrindan / metabolic akut yang mengancam nyawa
f. Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat
g. Gangguan koagulasi
h. Infeksi serius
i. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi
10. Tata cara dan indikasi masuk / keluar ICU dari dalam rumah sakit dan luar rumah sakit :
a. Tata cara pasien masuk / keluar ICU
Penanggungjawab pasien melakukan register/ pendaftaran di bagian
admission.
b. Indikasi pasien masuk ICU
Pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilasi, infuse obat-obat vasoaktif kontinyu dan lain-lainnya
c. Indikasi pasien keluar ICU :
Bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lag iatau bila terapi intensif
telah gagal atau tidak bermanfaat sehingga prognosis jangka pendek jelek
11. Setia ppenggunaan peralatan medis diinformasikan kepada penanggungjawab pasien
12. Seluruh fasililtas pelayanan yang ada di Intensif baik medis maupun non medis menjadi
tanggungjawab KaRu termasuk pemeliharaan dan perbaikan berkoordinasi dengan
bagian teknisi.
13. Untuk pencegahan infeksi nosokomial, setiap petugas diwajibkan mencucitangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
14. Indikasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi berdasarkan permintaan dari DPJP
(Dokter penanggung Jawab Pasien) atau dokter konsulen lain berkoordinasi dengan
dokter penanggung jawab ICU
15. Setiap permintaan laboratorium dan radiologi dituliskan pad aformulir yang sudah
ditentukan lalu di input oleh petugas administrasi untuk selanjutnya di informasikan pada
bagian terkait
16. Prosedur konsulan ntar spesialis / konsulen :
a. Pada dasarnya DPJP pasien yang dirawat di ICU adalah dokter spesialis
anestesi yang bertugas di ICU
b. DPJP pasien yang di rujuklangsungke ICU olehdokterjaga IGD ialah dokter
spesialis anestesi yang bertugas di ICU
c. Bila dokter spesialis anestesi memerlukan rawat bersama dengan dokter
spesialis lain, maka sebagai DPJP utama adalah dokter spesialis anestesi
yang bertugas di ICU
d. Pasien yang dirujuk oleh dokter spesialis untuk di rawat di ICU harus jelas
apakah aka nrawat bersama atau di rujuk. Bila rawat bersama, maka DPJP
utamanya ialah dokter spesialis anestesi yang bertugas di ICU
e. DPJP utama berwenang dalam melaksanakan praktek kedokteran yang di
bantu sepenuhnya oleh seluruh perawat dan staf ICU yang bertugas.
Kewenangan tersebut harus dengan tetap memperhatikan dan
mempertimbangkan saran dari DPJP atau dokter spesialis lain yang terkait
dengan parawatan pasien
f. Bila ada keberatan DPJP lain atas pelayanan medis yang diberikan oleh
DPJP utama, maka masukan / keberatan harus dikomunikasikan langsung ke
DPJP utama atau di tulis dalam status integrasi Intensif Care Unit pasien
g. Bila tidak dicapai kesepakatan antara DPJP utama dengan DPJP lain yang
menangani pasien sejak awal perawatan, maka dapat ditetapkan ulang siapa
DPJP utama pasien tersebut. Hal tersebutharusdicatatdalam status
integrasiIntensif Care Unit
h. Bila terjadi masalah dalam penepatan DPJP utama, maka hal tersebut
dilaporkan kepada Manajer Pelayanan sesegera mungkin
i. Untu kmeningkatkan mutu pelayanan rumahsakit, setiap hal yang terkait
dengan mutu pelayanan dan kepentingan pasien akan di ajukan untuk
dilakukan audit medisoleh Sub Komite Audit pasien

DIREKTUR,

dr. FERIYANSYAH
NIP. 19630408 199212 2 001

Anda mungkin juga menyukai