Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Semakin berkembangnya zaman maka semakin berkembang segala aspek bidang
khususnya bidang kesehatan dan keperawatan memuat makin meningkatnya masalh
kesehatanyang perlu diatasai dan harus mendapatkan perhatian yang besar dalam mencapai
tujuantercapainya Indonesia sehat 2011. Oleh karena itu, peranan perawat dalam
menjalankantugasnya sebagai perawat harus diwujudkan dalam pengetahuan,sikap serta
keterampilanyang sangat diperlukan oleh banyak masyarakat.
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah
penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya
perubahan sistem imun (Albar, 2003).
Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk
melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu
sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ
tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang
tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan
perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah (Sukmana, 2004).
Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia (Yayasan Lupus
Indonesia). Prevalensi pada berbagai populasi berbeda-beda bervariasi antara 3 400 orang
per 100.000 penduduk (Albar, 2003). SLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu
seperti bangsa Afrika Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina. Di Amerika, prevalensi
SLE kira-kira 1 kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus per 10.000 populasi
(Bartels, 2006). Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000 (Isenberg and
Horsfall,1998). Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai prevalensi yang
tinggi terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang ditemukan pada orang kulit hitam
yang hidup di Afrika. Di Inggris, SLE mempunyai prevalensi 12 kasus per 100.000
populasi, sedangkan di Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand, prevalensi
penyakit ini pada Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dan hanya 14,6 kasus
per 100.000 populasi pada orang kulit putih (Bartels, 2006). Di Indonesia sendiri jumlah
penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah

1 | Page
penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus Indonesia). Berdasarkan
hasil survey, data morbilitas penderita SLE di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 2005
sebanyak 81 orang dan prevalensi penyakit ini menempati urutan keempat setelah
osteoartritis, reumatoid artritis, dan low back pain. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang,
penderita SLE pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2006 ada 14 orang dengan 1 orang
meninggal dunia.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Anatomi Fisiologi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
2. Apa Definisi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
3. Apa Etiologi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
4. Apa Klasifikasi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
5. Apa Patofisiologi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
6. Apa Manifestasi klinis Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
8. Bagaimana penatalaksanaan Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
9. Apa saja Komplikasi dari Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
10. Asuhan Keperawatan Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)?
1.3. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien demgam Systemic
lupus erytematosus (SLE)
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
2. Untuk mengetahui definisi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
3. Untuk mengetahui etiologi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
4. Untuk mengetahui klasifikasi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
5. Untuk mengetahui patofisiologi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
6. Untuk mengetahui manifestasi klinik Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
9. Untuk mengetahui komplikasi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
10. Untuk mengetahui konsep keperawatan Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

1.4 Manfaat
a) Untuk Mahasiswa
Makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Systemic
Lupus Erithematosus untuk mahasiswa. Dan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa
apabila mendapat tugas untuk membuat makalah tentang Systemic Lupus Erithematosus.
b) Untuk Kampus

2 | Page
Makalah ini dapat menjadi tambahan bahan bacaan di perpustakaan. Dan dapat di
gunakan juga sebagai bahan acuan untuk mencari referensi tentang Systemic Lupus
Erithematosus beserta asuhan keperawatannya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Kulit
Kulit mempunyai tiga lapisan utama : Epidermis , Dermis dan Jaringan sub kutis.
Epidermis (lapisan luar) tersusun dari beberapa lapisan tipis yang mengalami tahap
diferensiasi pematangan.
Kulit ini melapisi dan melindungi organ di bawahnya terhadap kehilangan air , cedera
mekanik atau kimia dan mencegah masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Lapisan
paling dalam epidermis membentuk sel sel baru yang bermigrasi kearah permukaan luar

3 | Page
kulit. Epidermis terdalam juga menutup luka dan mengembalikan integritas kulit sel sel
khusus yang disebut melanosit dapat ditemukan dalam epidermis. Mereka memproduksi
melanin , pigmen gelap kulit. Orang berkulit lebih gelap mempunyai lebih banyak melanosit
aktif.
Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :
1) Stratum Korneum
Selnya sudah mati , tidak mempunyai intisel , intiselnya sudah mati dan
mengandung zat keratin.
2) Stratum lusidum
Selnya pipih , bedanya dengan stratum granulosum ialah sel sel sudah
banyak yang kehilangan inti dan butir butir sel telah menjadi jernih sekali
dan tembus sinar.
Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
3) Stratum Granulosum
Stratum ini terdiri dari sel sel pipih. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir
yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin.\
4) Stratum Spinosum / Stratum Akantosum
Lapisan yang paling tebal.
5) Stratum Basal / Germinativum
Stratum germinativum menggantikan sel sel yang diatasnya dan merupakan
sel sel induk.

Dermis terdiri dari 2 lapisan :


Bagian atas , papilaris ( stratum papilaris )
Bagian bawah , retikularis ( stratum retikularis )
Kedua jaringan tersebut terdiri dari jaringan ikat longgar yang
tersusun dari serabut serabut kolagen , serabut elastis dan serabut
retikulus. Serabut kolagen untuk memberikan kekuatan pada kulit. Serabut
elastis memberikan kelenturan pada kulit.
Retikulus terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut
dan memberikan kekuatan pada alat tersebut.
Subkutis
Terdiri dari kumpulan kumpulan sel sel lemak dan diantara
gerombolan ini berjalan serabut serabut jaringan ikat dermis.

4 | Page
Fungsi kulit :
- Proteksi Pengatur suhu
- Absorbsi Pembentukan pigmen
- Eksresi Keratinisasi
- Sensasi Pembentukan vit D

2.2. Definisi Sistemik Lupus Eritematosis (SLE)

SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya
belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik
remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.

5 | Page
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan organ
tubuh yang sehat. Sistem imun yang terbentuk berlebihan. Kelainan ini dikenal dengan
autoimunitas.

Systemic Lupus Erythematosus adalah suatu penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh
terbentuknya antibodi-antibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan. Antibodi-antibodi
tersebut biasanya adalah IgG atau IgM dan dapat bekerja terhadap asam nukleat pada DNA atau
RNA, protein jenjang koagulasi, kulit, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Komplek
antigen antibodi dapat mengendap di jaringan kapiler sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas III,
kemudian terjadi peradangan kronik (Elizabeth, 2009).

Jadi, SLE (Systemic Lupus Erythematosus) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau
kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun dalam tubuh.

2.3. ETIOLOGI

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh


dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini
berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri.
Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.

Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya dimengerti.
Penyebab dari lupus tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor:

a. Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:
1. Infeksi
2. Sinar ultraviolet
3. Stres yang berlebihan
4. Paparan sinar matahari, memancarkan sinar ultraviolet yang dapat
merangsang peningkatan hormon estrogen yang cukup banyak sehingga
mempermudah terjadinya reaksi autoimun
5. Virus

b. Obat-obatan tertentu

6 | Page
Tabel II.1 Obat yang menginduksi SLE (Herfindal et al.,2000).
Definitely Possible Unlikely
Hidralazin Antikonvulsan Propitiourasil Griseofulvin
Prokainamid Fenitol Metimazol Penisilin
Isoniazid Karbamazepin Penisilinamin Garam emas
Klorpromazin Asam valproat Sulfasalazin
Metildopa Etosuksimid Sulfonamid
-bloker Nitrofurantoin
Propranolol Levodopa
Metoprolol Litium
Labetalol Simetidin
Acebutolol Takrolimus
Kaptropil
Lisinopril
Enalapril
Kontrasepsi oral
Ket : definitely : tinggi, possible : sedang, unlikely : randah
c. Keturunan (genetic).
Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya
tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya
10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang
telah maupun akan menderita lupus.
Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang
akan menderita penyakit ini.
d. Hormonal
Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering
menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi
dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen)
mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Lupus seringkali disebut sebagai
penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia
berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan
pada wanita.

7 | Page
Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian
pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.

2.4. KLASIFIKASI
1. Discoid Lupus Erythematosus
a. Paling sering menyerang dan merupakan lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis
kelainan kulit.
b. Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung, pipi, telinga atau
leher).
c. Ruam kulit berupa makula eritem, berbatas jelas dengan sumbatan keratin pada
folikel-folikel rambut (follicular plugs). Bila ruam atau lesi di atas hidung dan pipi
berkonfluensi dapat seperti kupu-kupu (Butterfly Erythema).
d. Ruam biasanya tidak nyeri dan bukan penyakit gatal, tetapi bekasnya dapat
menyebabkan hilangnya rambut permanen. 5-10 % pasien dengan lupus diskoid dapat
berkembang menjadisystemic lupus erythematosus.
e. Ruam ini pulih dengan meninggalkan parut, diskoid lupus tidak serius dan jarang
sekali melibatkan organ-organ lain.
2. Sistemic Lupus Erythematosus
a. Kriteria A.R.A (The American Rheumatism Association) 1982 :
1) Eritema fasial (butterfly rash)
2) Lesi discoid
3) Fotosensitivitas
4) Ulserasi di mulut dan rinofaring
5) Arthritis (non erosif, mengenai dua atau lebih sendi perifer)
6) Serositis (pleuritis, perikarditis)
7) Kelainan ginjal :
(a) Proteinuri 0,5 g/dl atau > 3+
(b) Cellular cast : sel darah merah, Hb, granular, tubular atau mix
8) Kelainan neurologi : (kelelahan, psikosis)
9) Kelainan darah :
(a) Hemolitik anemia dengan retikulosit
(b) Leukopenia : mL
(c) Trombositopenia mL
10) Kelainan imunologi :
(a) Anti- DNA
(b) Anti-Sm
(c) Positif semu test serologik untuk sifilis
11) Anti-bodi antinuklear (8).
3. Lupus Obat

8 | Page
a. Timbul akibat efek samping obat akan sembuh sendiri dengan memberhentikan obat
terkait, biasanya pemakaian obat hydralazine (obat hipertensi) dan procanamide
(untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur)
b. Hanya 4 % dari orang yang mengkonsumsi obat-obat yang bakal membentuk anti-bodi
penyebab lupus.

2.5. PATOFISIOLOGI

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan


peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.

Kelainan mendasar pada SLE adalah kegagalan mempertahankan toleransi diri.


Akibatnya, terdapat autoantibodi dalam jumlah besar yang dapat merusak jaringan secara
langsung ataupun dalam bentuk endapan kompleks imu. Telah diidentifikasi bahwa antibodi
tersebut melawan komponen nuklear dan sitoplasma sel seorang pejamu yang tidak spesifik
terhadap organ atau spesies. Suatu kelompok lain antibodi diarahkan untuk melawan antigen
permukaan sel unsur darah, sementara yang lain diarahkan untuk melawan protein yang
membentuk kompleks dengan fosfolipid (antibodi antifosfolipid). Yang akan dibahas pertama
kali adalah spektrum autoantibodi, diikuti dengan tinjauan singkat mengenai teori yang berupaya
menjelaskan asal usulnya.

Antibodi Antiknuklear (ANA). ANA diarahkan untuk melawan beberapa antigen nukleus
dan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori: (1) antibodi terhadap DNA, (2) antibodi

9 | Page
terhadap histon, (3) antibodi terhadap protein nonhiston yang terikat pada RNA, dan (4) antibodi
terhadap antigen nukleolus. Beberapa teknik digunakan untuk mendeteksi ANA. Secara klinis,
metode yang paling sering digunakan imunofluoresensi indirek, yang mendeteksi berbagai
macam antigen indirek, yang mendeteksi berbagai macam antigen nukleus, termasuk DNA,
RNA, dan protein (ANA generik). Pola fluoresensi nukleus menunjukkan jenis antibodi yang
terdapat dalam serum pasien, dan di kenal adanya empat pola dasar: Perwarnaan homogen,
perwarnaan melingkar, pola bercak dan pola nukleolar.

Pewarisan genetik kembar monozigot ( > 20% ( dan pengelompokan familiar serta HLA
klustering menunjukan predisposisi genetik. Di sampng itu, faktor-faktor eksogen seperti obat-
obatan, pejanan sinar ultra violet dan penggunaan hormon esterogen juga ikut terlibat, meskipun
penyebabnya belum di ketahui, petogenesis SLE di anggap melibatkan beberapa efek dasar
pemeliharaan toleransi ferifer sel B terhadap diri sendiri. Hal ini dapat terjadi sekunder akibat
beberapa kombinasi :

1. Defek yang diturunkan pada pengaturan koliferasi sel-B.


2. Hiperaktivitas sel T-helper: defek primer pada sel T-helper CD 4+ dapat
menggerakkan selB spesifik antigen sendiri untuk menghasikan autoantibody.
Kerusakan jaringan terjadi lewat pembentukan kompleks imun (hipersensitivitas tipe 3 )
atau lewat jejas yang dimediasi-ant obodu pada sel darah ( persentivitas tipe 2) meskipun ANA
tidak dapat menembus sel tubuh tetapi autoantibody yang beredar dalam darah ini dapat
membentuk kompleks imun bersama dengan isi intrasel yang di bebaskan dari sel yang rusak.
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada penyakit
lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak diketahui) menentukan gejala
mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap
penderita.
Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang
berat. Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan
masa kekambuhan (eksaserbasi).

Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari akan
melibatkan organ lainnya.

10 | P a g e
Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan
kebanyakan menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian
jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di
daerah tersebut.

Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar
matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang
terpapar oleh sinar matahari.
Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di
dalam sel-sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus
(peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal
sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.
Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering
ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa
terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf.
Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa
kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
Darah ( hematologi )
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan
emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang
melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang
berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai
akibat dari keadaan tersebut.
Paru-paru

11 | P a g e
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

Gejala dari penyakit lupus:


demam
lelah
merasa tidak enak badan
penurunan berat badan
ruam kulit
ruam kupu-kupu
ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari
sensitif terhadap sinar matahari
pembengkakan dan nyeri persendian
pembengkakan kelenjar
nyeri otot
mual dan muntah
nyeri dada pleuritik
kejang
psikosa.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
hematuria (air kemih mengandung darah)
batuk darah
mimisan
gangguan menelan
bercak kulit
bintik merah di kulit
perubahan warna jari tangan bila ditekan
mati rasa dan kesemutan
luka di mulut
kerontokan rambut
nyeri perut
gangguan penglihatan.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan darah/ hematologi

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada
hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada penyakit lain.
Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk

12 | P a g e
antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik
untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
2. Pemeriksaan serum
Anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia
3. Tes auto antibody
Proses patogenik setiap penyakit tidak terlepas kaitannya dengan berbagai proses
imunologik, baik yang non spesifik atau spesifik. Kaitan tersebut tentunya terlihat lebih nyata
pada penyakit-penyakit autoimun termasuk di dalamnya LES, Arthritis Reumatoid, sindroma
Sjogren dan sebagainya. Adanya antibodi termasuk autoantibodi sering dipakai dalam upaya
membantu penegakkan diagnosis maupun evaluasi perkembangan penyakit dan terapi yang
diberikan.
Pembentukan autoantibodi cukup kompleks dan belum ada satu kajian yang mampu
menjelaskan secara utuh mekanisme patofisiologiknya. Demikian pula halnya dengan masalah
otoimunitas. Pada masalah yang terakhir, dikatakan terdapat kekacauan dalam sistim toleransi
imun dengan sentralnya pada T-helper dan melahirkan banyak hipotesis, antara lain modifikasi
autoantigen, kemiripan atau mimikri molekuler antigenik terhadap epitop sel-T, cross reactive
peptide terhadap epitop sel-B, mekanisme bypass idiotipik, aktivasi poliklonal dan sebaginya.
Mekanisme lain juga dapat dilihat dari sudut adanya gangguan mekanisme regulasi sel baik dari
tingkat thymus sampai ke peripher. Kekacauan ini semakin besar kesempatan terjadinya sejalan
dengan semakin bertambahnya usia seseorang.
Umumnya, autoantibodi itu sendiri tidak segera menyebabkan penyakit. Oleh karenanya,
lebih baik autoantibodi dipandang sebagai petanda (markers) proses patologik daripada sebagai
agen patologik. Kadarnya yang dapat naik atau turun dapat berkaitan dengan aktivitas penyakit
atau sebagai hasil intervensi terapi. Kompleks autoantigen dan autoantibodilah yang akan
memulai rangkaian penyakit autotoimun. Hingga saat ini hipotesis yang dianut adalah
autoantibodi baru dikatakan memiliki peran dalam perkembangan suatu penyakit reumatik
autoimun apabila ia berperan dalam proses patologiknya.
4. Ruam kulit atau lesi yang khas
5. CBC
6. Hb atau platelet
7. X- Ray Dada menunjukkan pleuritis atau pericarditis dan pemeriksaan dada dengan
bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung
8. Tes Urine Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein

13 | P a g e
9. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
10. Biopsi ginjal
11. Pemeriksaan saraf.
12. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes Anti ds-DNA
Batas normal : 70 200 IU/mL
Negatif : < 70 IU/mL
Positif : > 200 IU/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65% 80% penderita dengan SLE aktif dan
jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan
spesifik untuk SLE. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan pengobatan yang
tepat.
b. Antibodi anti-DNA
Merupakan subtipe dari Antibodi antinukleus (ANA). Ada dua tipe dari
antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang double-stranded DNA (anti ds-DNA)
dan yang menyerang single-stranded DNA (anti ss-DNA). Anti ss-DNA kurang
sensitif dan spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang lain.
c. Tes Antinuclear antibodies (ANA)
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang lain.
ANA adalah sekelompok antibodi protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu
sel. ANA cukup sensitif untuk mendeteksi adanya SLE, hasil yang positif terjadi
pada 95% penderita SLE. Jumlah ANA yang tinggi berkaitan dengan kemunculan
penyakit dan keaktifan penyakit tersebut. Setelah pemberian terapi maka penyakit
tidak lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil tes negatif
maka pasien belum tentu negatif terhadap SLE karena harus dipertimbangkan
juga data klinik dan tes laboratorium yang lain, tetapi jika hasil tes positif maka
sebaiknya dilakukan tes serologi yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa
pasien tersebut menderita SLE.
d. Tes Laboratorium lain
Tes laboratorium lainnya yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta
untuk monitoring terapi pada penyakit SLE antara lain adalah lupus antikoagulan,
Coombs test, anti-histon, marker reaksi inflamasi, kadar komplemen (C3 dan C4),
Complete Blood Count (CBC), urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hepar,
kreatinin kinase .

14 | P a g e
2.8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diit tinggi kalori tinggi protein dan pemberian
vitamin
Beberapa prinsip dasar tindakan pencegahan eksaserbasi pada SLE,yaitu:
Monitoring teratur
Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup
Fotoproteksi dengan menghindari kontak sinar matahari atau dengan
pemberian sun screen lotion untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotik yang
adekuat.
Diet
Restriksi diet ditemukan terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang di perbolehka adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak dan rendah garam. Pasien di sarankan
berhati-hati dengan suplemen makanaan dan obat tradisional.
Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olaharaga di perlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan BB normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karna
lelah dan stressering di hubungkan dengan ke kambuhan. Psien disarankan untuk
menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus
menggunakan crim pelindung matahari setiap 2 jam. Lampu fluoresscence juga dapat
meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
Penatalaksanaan Medis
a. Tes Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan:
Hematologi: ditemukan anemia, leukopenia, trombositopenia
kelainan imunologis: ditemukan sel LE, antibodi antinuklear, komplemen
serum menurun trioglobulin, faktor reumatoid dan uji terhadap lues yang positif
(semu).
Pemeriksaan khusus :
Biopsi ginjal
Biopsi kulit
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukan deposit IgG granular pada

15 | P a g e
dermaepidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada
kulit yang tidak terkena (70%).
b. Terapi
1) Obat-obatan non-steroidal anti inflammatory, seperti ibuprofen (advil &
motrin), naproxen, naprosyn (aleve), clinoril, feldene, voltaren membantu
mengurangi peradangan dan sakit pada otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan-
jaringan lain
2) Obat-obatan corticosteroid, seperti prednison, prednisolone, medrol,
deltasone, cortison. dapat mengurangi peradangan dan memugarkan kembali
fungsi ketika penyakit aktif. Corticosteroids terutama berguna ketika organ-
organ internal terlibat. Corticosteroids dapat diberikan secara oral, disuntikkan
langsung kedalam sendi-sendi dan jaringan-jaringan lain, atau dimasukkan
melalui urat nadi (intravenously). Sayangnya, corticosteroids mempunyai
efek-efek sampingan yang serius jika diberikan dalam dosis tinggi untuk
periode-periode waktu yang panjang, termasuk penambahan berat badan,
penipisan dari tulang-tulang dan kulit, infeksi, diabetes, muka yang bengkak,
katarak, dan kematian (necrosis) dari sendi-sendi besar.
3) Obat-obatan anti malaria sangat efektif untuk persendian yang sakit, luka
kulit dan borok di dalam hidung atau mulut, dan gejala kutaneus,
muskuloskeletal dan sistemik ringan. Obat anti malaria yang sering diberikan
adalah plaquonil (hydroxichloroquine). Efek-efek sampingannya meliputi
diare, gangguan perut, dan perubahan-perubahan pigmen mata. Perubahan-
perubahan pigmen mata adalah jarang, namun memerlukan pengawasan
(monitoring), dan mengurangi secara signifikan frekuensi dari gumpalan-
gumpalan darah abnormal pada pasien-pasien dengan SLE sistemik.
4) Immunosuppressants/ chemotherapy. Obat ini untuk menyetop over aktifitas
sistem kekebalan dan juga membantu membatasi kerusakan yang terjadi dan
mengembalikan fungsi organ. (lupus bukan sejenis cancer) disebut obat-obat
cytotoxic. Obat-obat peneken imunitas digunakan untuk merawat pasien-
pasien dengan manisfestasi-manifestasi yang lebih berat dari SLE dengan
kerusakan pada organ-organ internal. Contoh-contoh dari obat-obat peneken
kekebalan termasuk methotrexate (Rheumatrex, Trexall), azathioprine
(Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil (Leukeran), dan

16 | P a g e
cyclosporine (Sandimmune). Semua obat-obat peneken kekebalan dapat
menekan secara serius jumlah sel darah dan meningkatkan risiko infeksi dan
perdarahan. Efek-efek sampingan lainnya adalah khas untuk setiap obat.
Contohnya, Rheumatrex dapat menyebabkan keracunan hati, sedangkan
Sandimmune dapat menggangu fungsi ginjal.
5) Penelitian baru-baru ini mengindikasikan keuntungan-keuntungan dari
rituximab (Rituxan) dalam merawat lupus. Rituximab adalah suatu antibodi
yang diinfus melalui urat nadi yang menekan suatu sel darah putih yang
tertentu, sel B, dengan mengurangi jumlahnya didalam sirkulasi. Sel-sel B
telah ditemukan memainkan suatu peran pusat pada aktivitas lupus, dan ketika
mereka ditekan, penyakitnya cenderung menuju remisi.
Pada pertemuan National Rheumatology tahun 2007, ada suatu makalah
yang disajikan menyarankan bahwa tambahan makanan dari minyak ikan
omega-3 dalam dosis rendah dapat membantu pasien-pasien lupus dengan
mengurangi aktivitas penyakit dan kemungkinan mengurangi risiko penyakit
jantung.
2.9. KOMPLIKASI
Penyakit lupus yang berat dapat berdampak kerusakan organ tubuh antara lain:
1) Ginjal (nefritis lupus) dengan akibat gagal ginjal.
2) Jantung dengan akibat radang selaput jantung (perikarditis) dan penyakit jantung
iskemik.
3) Paru yaitu radang selaput paru (pleuritis) dan radang paru (pneumonia).
4) Sistem saraf dan kejiwaan berupa kejang, lumpuh, stroke, depresi dan psikosis
5) Mata, antara lain: katarak
6) Pada ibu hamil dapat terjadi keguguran, lahir prematur dan lupus neonatal
7) Kelainan sistem darah berupa anemia, kurang sel darah putih (lekopenia) dan
kurang sel pembekuan darah (trombositopenia).
2.10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur jenis kelamin, agama alamat,tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nama penanggung jawab.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien atau alasan sehingga klien dirawat klien
mengeluh nyeri, demam, lelah, merasa tidak enak badan , penurunan berat badan,
ruam kulit, mual dan muntah, sensitive terhadap sinar matahari sehingga kulit ruam.
c. Riwayat kesehatan

17 | P a g e
Riwayat kesehatan sekarang
Apakah keluhan klien pada saat melakukan pengkajian, biasa berupa tanda
dan gejala dari penyakit SLE seperti demam, lelah, merasa tidak enak
badan ,penurunan berat badan, nyeri pada dada, ruam kulit, mual dan muntah
( anoreksia ), pembengkakan dan nyeri persendian, kaku otot, nyeri otot dan
efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien, malu dengan
keadaannnya, mudah memerah bila terkena matahari
Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien mempunyai riwayat menderita penyakit infeksi, riwayat
pemakaian antibiotic (terutama golongan sulfa dan penisilin), riwayat
pemakaian lama obat ( hidralazin, prokainamid dan beta-bloker ) dan riwayat
stres yang berlebihan.
Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit infeksi menular,
dan penyakit keturunan, penyakit kelainan darah dan penyakit seperti yg di
alami klien.
d. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Persepsi pasien terhadap kesehatan dan bagaimana kebiasaan pasien dalam
memelihara / pencegahan penyakit.
Pola nutrisi dan metabolisme
Berapa kali pasien makan atau minum dan komposisinya bagaimana per-hari
dan pada pasien SLE terdapat kesulitan untuk makan karena tenggorokannya
sakit.
Pola eliminasi
Berapa kali klien BAB dan BAK dalam sehari dan bagaimana konsistensinya
dan apakah terjadi kesulitan atau tidak.
Pola istirahat dan tidur
Mengetahui bagaimana pola istirahat dan tidur pasien dan barapa jam dalam 1
hari, apakah ada gangguan atau tidak.
Pola aktivitas dan latihan
Mengkaji bagaimana aktivitas klien apakah terjadi gangguan atau tidak dan
biasanya pada klien dengan SLE mengalami gangguan pada pola aktivitas.
Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana tanggapan pasien terhadap penyakit yang dialami.

18 | P a g e
Pola sensori dan kognitif
Panca indra klien apakah mengalami perubahan atau tidak dalam penyakit
SLE.
Pola reproduksi dan seksual
Bagaimana pola reproduksi dan seksual apakah ada perubahan atau tidak
dalam penyakit SLE.
Pola hubungan peran
Pada penderita SLE biasanya terjadi gangguan terhadap hubungan peran
karena terjadi kelainan psikiatrik.
Pola penaggulangan stress
Apakah terjadi ketidakefektifan dalam mengatasi masalah.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Kepercayaan atau agama yang dianut oleh klien serta ketaatan dalam
menjalani ibadahnya.

e. Pemeriksaan fisik

19 | P a g e
PEMERIKSAAN FISIK

ASPEK YANG DINILAI GAMBARAN

Tingkat kesadaran (GCS) Penurunan tingkat kesadaran

Tanda vital TD : biasanya naik


N : biasanya naik
S : biasanya naik
P : biasanya naik

Kulit dan kuku lesi akut pada kulit


perubahan warna kuku bila
ditekan
kulit terasa panas
turgor kulit jelek

Kapala Inspeksi: adanya plak


eritematous pada kulit kepala,
rambut rontok

Wajah Inspeksi: adanya ruam


berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta
pipi , wajah tampak meringis
kesakitan
Klien menutupi daerah yang
terkena ruam

Mata konjungtiva anemis dan adanya


gangguan penglihatan

Telinga Inspeksi: kulit telinga tampak


berlesi

Hidung Inspeksi: terdapat ruam

Mulut inpeksi : ulkus oral

Leher Inspeksi leher: Ruam


eritematous, plak eritematous
pada kulit kepala, muka atau
leher.

Dada Pleuritis atau efusi pleura


Sistem pernafasan adanya nyeri dada dan sesak
napas
System kardiovaskuler Friction rub perikardium yang
menyertai miokarditis dan efusi
pleura.
Lesi eritematous papuler dan
purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan
20 | P a g e
vaskuler terjadi di ujung jari
tangan, siku, jari kaki dan
permukaan ekstensor lengan
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah/ hematologi
Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia,
leukositosis atau leukopenia
Tes antibody / Tes imunologi
X- Ray Dada
Tes Urine Analisa
2) Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman ; nyeri b/d imflamasi dan kerusakan jaringan
b) Intoleransi aktivitas b/d Penurunan rentang gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada
saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik
c) Gangguan integritas kulit b/d Perubahan fungsi barier kulit
d) Gangguan citra tubuh ( body image ) b/dperubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang diakibatkan penyakit kronik
3) Rencana Keperawatan
N Diagnosa Noc (Tujuan Dan Intervensi (Nic)
O Keperawatan Kriteria Hasil)

1 Gangguan rasa Tujuan : Manajemen nyeri


nyaman ; nyeri b/d Nyeri dapat Lakukan penilaian nyeri

imflamasi dan berkurang secara komperansif

kerusakan jaringan Kaji kenyamanan secara


nonverbal

Kriteria Hasil : Pastikan klien mendapatkan

Defenisi : Kontrol nyeri perawatan dengan analgesik


Sensori yang tidak Tingkat Gunakan komunikasi yang
menyenangkan dan kenyamanan teraupetik agar klien dapat
pengalaman Tingkatan nyeri menyatakan pengalamannya
emosional yang terhadap nyeri
muncul secara actual Pertimbangkan pengaruh
atau potensial, budaya terhadap respon
kerusakan jaringan nyeri
atau menggambarkan Tentukan dampak nyeri
adanya kerusakan terhadap kehidupan sehari-

21 | P a g e
jaringan. hari
Menyediakan informasi
tentang nyeri
Mendorong klien dalam
meminitor nyerinya sendiri
Pemberian analgetik
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
hebatnya nyeri sebelum
mengobati pasien
Cek order medis mengenai
obat, dosis, dan frekuensi
analgesik yang diberikan
Cek riwayat alergi obat
Evaluasi kemampuan pasien
untuk berpartisipasi dalam
pemilihan analgesic
Pilih analgesik yang tepat
Tentukan pilihan analgesic
Pilih rute IV daripada IM
untuk nyeri
Monitor tanda- tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian obat analgesic
2 Intoleransi aktivitas Tujuan : Manajeman Energi
b/d Penurunan Observasi adanya
Energy
rentang gerak, pembatasan klien dalam
conservation
kelemahan otot, rasa Self Care : ADLs melalukan aktivitas

nyeri pada saat Kriteria Hasil :


Dorong anak untuk
bergerak, Berpartisipasi
mengungkapkan perasaan
keterbatasan daya dalam aktivitas
terhadap keterbatasan
tahan fisik fisik tanpa disertai Kaji adanya bourgeois yang
peningkatan menyebabkan kelelahan
tekanan darah, Monitor nutrisi dan sumber

22 | P a g e
nadi dan RR
Defenisi: Mampu energi tangadekuat
Monitor pasien akan adanya
Ketidakcukupan melakukan
energu secara kelelahan fisik dan emosi
aktivitas sehari
fisiologis maupun secara berlebihan
hari (ADLs)
Monitor respon
psikologis untuk secara mandiri
kardivaskuler terhadap
meneruskan atau
aktivitas
menyelesaikan Monitor pola tidur dan
aktifitas yang lamanya tidur/istirahat
diminta atau aktifitas pasien
sehari hari.
Therapy

Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi
dan social
Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti

23 | P a g e
kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

3 Gangguan integritas Tujuan : Manajemen Obat


kulit b/d Perubahan Dapat Kaji obat- obat yang
fungsi barier kulit menyembuhkan dibutuhkan dan berikan
jaringan sesuai resep
Kaji kemampuan pasien

Defenisi : Kerusakan Kriteria Hasil : dalam melaksanakan


Epidermis dan Integritas pengobatan

dermis lapisan kulit jaringan : Monitor keefektifan


membran kulit pemberian obat
dan mokosa Monitor efek teraupetik
Penyembuhan pengobatan obat
luka : tujuan Monitor efek buruk obat
primer Pengaturan posisi
Penyembuhan Tempatkan pasien pada
luka : tujuan tempat tidur yang sesuai
sekunder Gunakan pada posisi tidur

24 | P a g e
yang kuat dan kokoh
Posisi kesejajaran tubuh
yang baik
Memperbaiki bagian tubuh
yang terkena, sesuai
kebutuhan
Immobilisasi atau sokong
bagian tubuh yang terkena,
sesuai kebutuhan
Perawatan luka
Catat karakteristik luka
Bersihkan area yang rusak
pada air mengalir
Perawatan luka
Gunakan salep kulit yang
tepat
Perawatan kulit
Hindari penggunaan alas
kasur yang kasar
Bersihkan dengan sabun anti
bakteri
Gunakan pakaian yang
longgar
Gunakan antibiotic topical
Dokumentasikan karusakan
jaringan
4 Gangguan citra tubuh Tujuan : Pengontrolan dorongan
( body image ) Dapat menerima Bantu klien untuk
b/dperubahan dan diri apa adanya mengidentifikasi masalah
ketergantungan fisik Bantu klien klien

25 | P a g e
serta psikologis yang Kriteria Hasil : memberikan dorongan
diakibatkan penyakit Menerima Berikan reinforcement
kronik pengungkapan positif
penerimaa diri Dorong klien untuk
Defenisi : menhargai diri sendiri
Kebingungan tentang Bantu klien untuk memilih
gambaran mental tindakan yang paling
fisik pribadi menguntungkan
Gunakan rencana modifikasi
tingkah laku yang disarankan

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh
banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan diproduksi antibodi yang
berlebihan. Yang biasanya ditandai dengan munculnya pembentukan jaringan parut yang
terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan pada bagian tubuh lainya. Klasifikasi SLE ada 3
yaitu Discoid Lupus, Systemic Lupus Erythematosus, Lupus yang diinduksikan oleh obat.
SLE lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, Manifestasi klinik secara umum
yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah, malaise, demam, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit
yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Tidak ada satu tes laboratorium tunggal yang
dapat memastikan diagnostik SLE. Pengobatan yang digunakan pada SLE adalah

26 | P a g e
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), Corticosteroids dan lain-lain yang dapat
mendukung pengobatan penyakit SLE.

3.2 Saran
Sebagai seorang calon perawat kita diaharapkan mampu memberikan asuhan
keperawatan terhadap penderita SLE sesuai dengan standar prosedur.

DAFTAR PUSTAKA

Bare, Brenda G dan Smelttzer, Susane G. 2002. Keperawatan medikal- bedah. Jakarta: EGC
Sylvia, A.P & Lorraine, M.W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC

Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi


6.Jakarta:EGC.Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made
Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, EGC ; Jakarta.

27 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai