Laporan Praktikum Refleks Otot
Laporan Praktikum Refleks Otot
JURUSAN BIOLOGI
September 2016
A. Dasar Teori
Pada dasarnya semua sel memiliki sifat iritabilitas, artinya sel dapat menanggapi
(merespon) rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih sangat
menonjol pad asel otot dan sel saraf. Sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya
diberikan rangasangan lewat saraf atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel
otot umunya berupa kontraksi otot, sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapat diamati,
sebab berupa proses pembentukkan potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa
impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat diamati pada efektornya.
Sistem syaraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan sel-sel khusus yang
disebut neuron yang mengkoordinasikan tindakan binatang dan mengirimkan sinyal antara
berbagai bagian tubuhnya. Pada kebanyakan hewan sistem saraf terdiri dari dua bagian, pusat
dan perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf
perifer terdiri dari neuron sensorik, kelompok neuron yang disebut ganglia, dan saraf
menghubungkan mereka satu sama lain dan sistem saraf pusat. Daerah ini semua
saling berhubungan melalui jalur saraf yang kompleks (Kimbal,1983).
Lintasan impuls saraf dari reseptor sampai efektor disebut lengkung refleks. Lintasan
tersebut adalah sebagai berikut: reseptor saraf sensorik saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang) saraf motorik efektor. Apabila suatu saraf diberi
rangsangan, maka sel saraf akan merespon yaitu mengubah energi rangsangan menjadi energi
elektrokimia impuls saraf yang akan dirambatkan sepanjang serabut saraf. Rambatan impuls
saraf ini tidak dapat diamati dengan mata seperti kontraksi otot.
Otot merupakan alat gerak aktif karena memiliki kemampuan berkontraksi. Otot
memendek jika sedang berkontraksi dan memanjang jika berelaksasi. Kontraksi otot
terjadi jika otot sedang melakukan kegiatan, sedangkan relaksasi otot terjadi jika otot
sedang beristirahat. Ada sifat jaringan otot yaitu:
1. Kemampuan menegang, apabila otot mendapat rangsangan maka otot akan menegang
1
atau otot akan memendek. Pemendekan bisa mencapai 6 panjang semula bahkan
1
pada otot rangka mencapai 10 panjang semula
2. Kemampuan memanjang
3. Elastisitas atau kekenyalan. Setelah mengalami pemanjangan atau pengembangan,
otot dapat kembali pada bentuk dan ukuran semula
4. Peka terhadap rangsangan (iritabilitas) otot mampu mengadakan tanggapan (respon)
apabila otot dirangsang (Campbell.2004).
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat iritabilitas otot dan saraf. Sebelum saraf
di putus dari medula spinalis dan sesudah diputus dari medula spinalis.
Alat : Bahan :
1. Papan 1. Kapas
2. 1 set alat seksi 2. NaCl Kristal
3. Gelas Arloji 3. Larutan Ringer
4. Gelas piala 50 cc 4. HCL 1%
5. Pipet
6. Baterai
7. Korek api
8. Spatula
9. Serbet
10. Kabel
Bahan Uji :
D. Cara Kerja
Pembuatan Sediaan Otot-Saraf
-Otot
Mengamati
Mencatat respon padadiperoleh
hasil yang otot gastroknemius sebelah kanan maupun kiri
2) Rangsangan Termis
-Saraf
Menyentuh saraf kanan dengan batang gelas hangat
-Otot
3) Rangsangan Kimia
-Saraf
-
-
-Mencatat hasil yang diperoleh
Setelah selesai mencuci bagian yang terkena HCL dengan larutan Ringer
dan menghisap dengan kertas hisap
Setelah selesai mencuci bagian yang terkena HCL dengan larutan Ringer
dan menghisap dengan kertas hisap
-Otot
Setelah selesai mencuci bagian yang terkena HCL dengan larutan Ringer
dan menghisap dengan kertas hisap
4) Rangsangan Osmotis
- Saraf
-
- Mengamati agak lama respon pada otot gastroknemius sebelah kanan
- maupun kiri
Mencatat hasil yang diperoleh
- Otot
- Otot
E. Hasil Pengamatan
1) Perlakuan sebelum saraf diputus dari medula spinalis
F. ANALISIS DATA
a. Rangsangan Mekanis
Pada perlakuan yang pertama ini yaitu diberikan rangsangan mekanis dengan cara
dicubit pada saraf sebelah kanan, maka respon yang terjadi adalah pada otot sebelah kanan
sementara otot sebelah kiri, saraf sebelah kiri dan saraf kanan tidak terdapat respon.
Sedangkan setelah saraf dipotong dari medula spinalis dan diberi perlakuan yang sama
pada saraf kanan, yang terjadi respon adalah otot sebelah kanan, sedangkan otot sebelah
kiri, saraf kanan dan saraf kiri tidak terdapat respon. Hal ini berlaku juga pada perlakuan
saat saraf sebelah kiri dicubit dan yang merespon hanya otot sebelah kiri, sedangkan otot
kanan, saraf kanan dan saraf kiri tidak merespon. Setelah saraf dipotong dan dicubit saraf
sebelah kiri, yang merespon juga hanya otot sebelah kiri, dan yang lainnya tidak merespon.
Pada saat otot gastronekmius kanan dicubit, hanya otot sebelah kanan yang
merespon,setelah saraf dipotong dan otot gastronekmius kanan dicubit hanya otot sebelah
kanan yang merespon, sedangkan otot kiri, saraf kanan dan saraf kiri tidak merespon. Pada
perlakuan berikutnya yaitu saat otot gastronekmus kiri dicubit, hanya otot sebelah kiri yang
merespon, dan setelah saraf dipotong dan di beri perlakuan yang sama pada otot
gastronekmius kiri, yang merespon hanya otot sebelah kiri, otot kanan, saraf kanan dan
saraf kiri tidak merespon.
b. Rangsangan Termis
Pada perlakuan yang kedua ini adalah memberikan rangsangan termis pada katak
dengan cara menyentuh saraf kanan dengan batang gelas hangat, dan yang terjadi respon
hanyalah otot sebelah kanan, setelah saraf kiri dipotong dan saraf kanan di sentuhkan
batang gelas, yang merespon hanya otot sebelah kanan, otot kiri tidak merespon.
Selanjutnya batang gelas disentuhkan pada saraf kiri dan yang merespon hanya otot
sebelah kiri, begitu pula setelah saraf kiri dipotong dan batang gelas disentuhkan pada saraf
kiri yang merespon hanya otot kiri saja.
Pada perlakuan berikutnya batang gelas hangat disentuhkan pada otot
gastronekmius kanan, baik otot sebelah kanan maupun kiri tidak merespon. Setelah saraf
dipotong dan batang gelas disentuhkan pada gastronekmius kanan, juga tidak ada yang
merespon. Hal tersebut terjadi juga pada saat otot gastronekmus kiri sebelum dan setelah
saraf kiri dipotong dan disentuhkan pada batang gelas hanga tidak terjadi respon sama
sekali.
c. Rangsangan kimia
Pada perlakuan yang ketiga ini yaitu diberikan rangsangan kimia dengan cara
meneteskan 1-2 tetes HCL 1% pada saraf sebelah kanan, maka respon yang terjadi adalah
pada otot sebelah kanan, sementara otot sebelah kiri mendapatkan respon, otot kanan
tidak mendapatkan respon. Setelah saraf dipotong dari medula spinalis dan diberi
perlakuan yang sama pada saraf kanan, otot kanan dan kiri tidak terjadi respon. Hal ini
berlaku juga pada perlakuan saat saraf sebelah kiri ditetesi HCL otot kanan dan otot kiri
tidak terjadi respon.
Pada saat otot gastroknemius kanan ditetesi HCL, otot sebelah kanan
mendapatkan respon, tetapi sebelah kiri tidak terjadi respon. Kemudian otot
gastroknemius kiri ditetesi HCL, otot sebelah kanan tidak mengalami respon, tetapi otot
sebelah kiri mengalami respon. Setelah saraf kanan dipotong dari medula spinalis. Otot
gastroknemius sebelah kanan ditetesi dengan HCL, otot sebelah kanan dan sebelah kiri
tidak mengalami respon. Kemudian otot gastroknemius sebelah kiri ditetesi dengan HCL,
otot sebelah kanan dan sebelah kiri tidak mengalami respon.
d. Rangsangan osmotis
Pada perlakuan yang keempat ini yaitu diberikan rangsangan osmotis dengan cara
membubuhkan kristal NaCl. Saat membubuhkan kristal NaCl pada saraf kanan, maka
otot sebelah kanan mengalami respon, dan otot sebelah kiri tidak mengalami respon.
Membubuhkan kristal NaCl pada saraf bagian kiri, maka otot kanan tidak mengalami
respon, tetapi otot kiri mengalami respon. Setelah saraf dipotong dari medula spinalis dan
diberi perlakuan yang sama pada saraf kanan, maka otot kanan mengalami respon, tetapi
otot kiri tidak mengalami respon. Kemudian saraf kiri dibubuhkan dengan kristal NaCl
maka, otot kanan tidak mendapatkan respon, tetapi otot kiri mendapatkan respon.
Pada saat otot gastroknemius kanan dibubuhi dengan kristal NaCl, otot kanan
yang mengalami respon. Saat otot gastroknemius sebelah kiri dibubuhi dengan NaCl
yang mendapatkan respon hanya otot kiri. Setelah saraf kanan dipotong dari medula
spinalis dan diberikan perlakuan yang sama pada otot kanan, maka yang mendapatkan
respon hanya otot gastroknemius sebelah kanan. Kemudian membubuhkan kristral NaCl
pada otot kiri, maka yang mendapatkan respon otot sebelah kiri.
e. Rangsangan Listrik
Pada perlakuan ke empat dilakukan rangsangan listrik. Rangsangan listrik yang
pertama dilakukan pada saraf iskhiadikus yang belum dipotong. Perlakuan pertama
dilakukan dengan cara menempelkan kabel yang telah terhubung dengan baterei ke saraf
iskhiadikus kanan dan respon gerak terjadi pada otot gastrocnemius kanan sedangkan otot
gastrocnemius kiri tidak terdapat respon gerak. Perlakuan kedua dilakukan dengan cara
menempelkan kabel yang telah terhubung dengan baterei ke saraf iskhiadikus kiri dan
respon gerak terjadi pada otot gastrocnemius kiri sedangkan otot gastrocnemius kanan
tidak terdapat respon gerak. Perlakuan ketiga dilakukan sentuhan kabel pada otot
gastrocnemius kanan dan respon gerak terdapat pada otot gastrocnemius kanan
sedangkan otot gastrocnemius kiri tidak terdapat respon. Perlakuan keempat dilakukan
sentuhan kabel pada otot gastrocnemius kiri dan respon gerak terdapat pada otot
gastrocnemius kiri sedangkan otot gastrocnemius kanan tidak terdapat respon.
Rangsangan listrik yang kedua dilakukan pada saraf iskhiadikus yang telah
dipotong. Perlakuan pada saraf iskhiadikus kanan yang telah terpotong kemudian terdapat
respon gerak refleks pada otot gastrocnemius kanan sedangkan otot gastrocnemius kiri
tidak terdapat respon. Perlakuan kedua dilakukan dengan cara menempelkan kabel yang
telah terhubung dengan baterei ke saraf iskhiadikus kanan dan respon gerak terjadi pada
otot gastrocnemius kanan sedangkan otot gastrocnemius kiri tidak terdapat respon gerak.
Perlakuan ketiga dilakukan dengan cara menempelkan kabel yang telah terhubung
dengan baterei ke saraf iskhiadikus kiri dan respon gerak terjadi pada otot gastrocnemius
kiri sedangkan otot gastrocnemius kanan tidak terdapat respon gerak. Perlakuan keempat
dilakukan sentuhan kabel pada otot gastrocnemius kanan dan respon gerak terdapat pada
otot gastrocnemius kanan sedangkan otot gastrocnemius kiri tidak terdapat respon.
Perlakuan kelima dilakukan sentuhan kabel pada otot gastrocnemius kiri dan respon
gerak terdapat pada otot gastrocnemius kiri sedangkan otot gastrocnemius kanan tidak
terdapat respon.
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini tentang iritabilitas otot dan saraf, dilakukan percobaan dengan
menggunakan katak untuk mengetahui bagaimana sel otot dan saraf dalam menanggapi
rangsangan. Rangsangan adalah perubahan keadaan luar yang dalam organisme misalnya sel otot
dapat menimbulkan reaksi yang bersifat spesifik (anonim,2012). Dalam pelaksanaannya
dilakukan lima jenis rangsangan. Mulai dari rangsangan mekanik, rangsangan termik,
rangsangan kimia, rangsangan osmotis dan rangsangan listrik.
Pada dasarnya semua sel memiliki iritabilitas, artinya sel dapat menanggapi (merespon)
rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih sangat menonjol pada sel otot
dan sel saraf. Sel otot akan menunjukan respon apabila diberikan rangsangan lewat saraf atau
langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot,
sedangkan respon yang ada pada sel saraf tidak dapat diamati, sebab berupa proses pembentukan
potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat
diamati pada efektorna. Lintasan impuls saraf dari reseptor sampai efektor disebut lengkung
refleks ( Haryono, 2010).
Sistem saraf dalam tubuh sangat berperan dalam iritabilitas. Iritabilitas memungkinkan
makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan lingkungan yang terjadi.
Jadi iritabilitas adalah kemampuan suatu makhluk hidup untuk menanggapi rangsangan. Sifat
Iritabilitas kemampuan otot merupakan kemampuan otot untuk memberi tanggapan atau
merespon stimulus yang mengenainya baik langsung maupun melewati saraf . sifat iritabilitas ini
dapat melemah, misalnya otot dalam keadaan lelah akibat pemberian rangsang yang terus
menerus, dan dapat meningkat apabila otot dalam kondisi optimum, yaitu cukup energy dan
oksigen (Soewolo,1999).
Pada praktikum ini menggunakan katak yang sudah diambil serabut saraf iskhiadikus dan
otot gastroknemius. Serabut otot dan saraf tersebut harus dalam keadaan segar, oleh karena itu
harus selalu dibasahi oleh larutan ringer. Terdapat dua keadaan yang berbeda, yaitu katak
sebelum saraf iskhiadikus diputuskan dari medula spinalis dan katak setelah saraf iskhiadikus
diputuskan dari medula spinalis. Pembahasannya adalah sebagai berikut.
1. Perlakuan terhadap otot dan saraf rangsangan mekanis
Sebelum saraf iskhiadikus diputuskan dari medulla spinalis. Rangsangan yang pertama
adalah rangsangan mekanis. Saat mencubit saraf iskhiadikus kanan terlihat bahwa otot
gastroknemius kanan berdenyut sedangkan tidak terlihat perubahan dan pergerakan dari saraf
iskhiadikus. Demikian pula saat mencubit saraf iskhiadikus bagian kiri, otot gastroknemius kiri
berdenyut dan tidak terlihat perubahan atau pergerakan dari saraf iskhiadikus. Rangsangan
mekanis juga dilakukan pada otot gastroknemius sebelah kanan dengan cara mencubitnya. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa otot gastroknemius kanan terlihat berdenyut (berkontraksi) dan
tidak terjadi perubahan pada saraf iskhiadikus. Demikian pula saat mencubit otot gastroknemius
kiri.
Katak sesudah saraf iskhiadikus kanan diputuskan dari medula spinalis melalui perlakuan
mekanis. Rangsangan mekanik dilakukan dengan mencubit pelan pada saraf iskhiadikus bagian
kiri yang telah diputus dari medula spinalis. Hasilnya, tidak terdapat respon pada bagian saraf,
namun terdapat respon pada otot gastronekmius kiri. Hal ini juga terjadi ketika rangsangan di
pindah posisikan ke saraf iskhiadikus kanan yang masih menyambung dengan medula spinalis.
Hasilnya terdapat respon pada otot gastronekmius kanan. Selanjutnya, rangsangan mekanik
dilakukan pada bagian otot gastroknemius yang dirangsang baik bagian kanan maupun kiri. Pada
saat pemberian rangsangan mekanis berupa cubitan pelan pada otot gastroknemius sebelah kiri
yang saraf iskhiadikusnya telah diputus dari medula spinalis, terdapat respon baik bagian saraf
maupun ototnya, ketika rangsangan berupa cubitan pelan diberikan pada otot gastroknemius
bagian kanan yang saraf iskhiadikusnya masih tersambung dengan medula spinalis juga terdapat
respon dari otot gastroknemius yang diberi stimulus. Dan saraf tidak mengalami respon apapun.
Hasil dari praktikum ini bisa dihubungkan berdasarkan teori bahwa saraf iskhiadikus
merupakan saraf perifer yang kinerjanya diperlukan adanya medula spinalis. Sudah seharusnya
saraf iskhiadikus bagian kanan yang masih terhubung dengan medula spinalis menunjukkan
adanya respon ketika diberi rangsangan berupa gerakan otot gastroknemiusnya. Namun, pada
saraf iskhiadiskus kiri seharusnya tidak terdapat respon karena saraf kiri sudah diputus dari
medula spinalis. Hal ini terjadi karena beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya
diantaranya adalah masih terdapatnya enegy yang terdapat pada saraf ishkiadikus.
2. Perlakuan terhadap otot dan saraf rangsangan termis
Sebelum saraf iskhiadikus diputuskan dari medulla spinalis. Pengamatan selanjutnya
dilakukan dengan memberikan rangsangan termis dengan cara menghangatkan batang gelas
dengan dilewatkan pada pembakar bunsen. Batang gelas tersebut disentuhkan pada saraf
iskhiadikus sebelah kanan dan terlihat bahwa otot gastroknemius kanan berdenyut dan saraf
iskhiadikus tidak menunjukkan respon terhadap rangsangan tersebut. Sedangkan saat rangsangan
termis diberikan pada otot gastroknemius kanan, otot tersebut berkontraksi sedangkan otot kiri
tetap diam. Dan saat batang gelas disentuhkan pada otot gastroknemius kiri terdapat rangsangan
pada otot gastroknemius kiri (bergerak) tetapi pada saraf iskhiadikus sama sekali tidak terjadi
perubahan (diam).
Katak sesudah saraf iskhiadikus kanan diputuskan dari medula spinalis melalui perlakuan
termis. Rangsangan termis dilakukan dengan menyentuh pelan saraf iskhiadikus sebelah kiri
dengan batang gelas hangat yang sudah diputus dari medula spinalis. Hasilnya, tidak terdapat
respon pada bagian saraf namun terdapat gerakan pada otot gastronekmius kiri. Hal ini juga
terjadi ketika batang gelas hangat diberikan pada saraf iskhiadikus kanan yang masih
menyambung dengan medula spinalis. Tidak terdapat respon dari saraf namun terjadi gerakan
pada otot gastronekmius kanan. Hal ini disebabkan karena saraf yang menanggapi respon
mengalami penurunan fungsi karena adanya perlakuan sebelumnya namun masih terdapat energy
yang cukup pada saraf untuk melakukan reaksi berupa gerkan pada otot gastronekmius.
Selanjutnya, rangsangan termis dilakukan pada bagian otot gastroknemius dengan
menggunakan batang gelas hangat yaitu pada bagian otot gastroknemius yang dirangsang baik
bagian kiri maupun kanan. Pada saat pemberian rangsangan termis pada otot gastroknemius
sebelah kiri yang saraf iskhiadikusnya telah diputus dari medula spinalis, tidak terdapat respon
baik bagian saraf maupun ototnya. Begitu pula ketika rangsangan dilakukan pada otot
gastroknemius dengan menggunakan batang gelas hangat pada bagian kanan yang saraf
iskhiadikusnya masih tersambung dengan medula spinalis tidak terdapat respon berupa gerakan
dari otot gastroknemius kanan yang diberi stimulus maupun sarafnya. Hal tersebut bisa terjadi
karena kemungkinan panas kaca tidak terlalu panas sehingga otot tidak memberi respon berupa
gerakan.
3. Perlakuan terhadap otot dan saraf rangsangan kimia
Sebelum saraf iskhiadikus diputuskan dari medulla spinalis. Pengamatan selanjutnya
dengan memberikan perlakuan rangsangan kimia yaitu dengan meneteskan 1-2 tetes HCL 1%
pada saraf iskhiadikus dan otot gastroknemus. Meneteskan HCL pada saraf iskhiadikus
sebelah kanan dan terlihat bahwa otot gastroknemius kanan tidak bergerak dan saraf
iskhiadikus menunjukkan respon terhadap rangsangan tersebut. Sedangkan rangsangan kimia
diberikan pada otot gastroknemius kanan, otot tersebut berkontraksi sedangkan otot kiri juga
berkontraksi. Dan saat ditetesi HCL pada otot gastroknemius kiri terdapat rangsangan pada
otot gastroknemius kiri (bergerak)
Katak sesudah saraf iskhiadikus kanan diputuskan dari medula spinalis melalui perlakuan
kimia. Rangsangan kimia dilakukan dengan meneteskan HCL saraf iskhiadikus sebelah kiri
yang sudah diputus dari medula spinalis, hasilnya tidak terjadi respon pada bagian saraf dan
otot. Hal ini disebabkan mengalami penurunan fungsi karena perlakuan sebelum dipotong
masih terdapat energy yang cukup pada saraf untuk melakukan reaksi berupa gerakan.
Rangsangan kimia dilakukan pada bagian ototgastroknemius dengan meneteskan HCL
pada bagian otot gastroknemius yang dirangsang baik bagian kanan maupun kiri. Pada saat
memberi rangsangan kimia pada otot gastroknemius sebelah kiri yang saraf iskhiadiusnya
telah diputus dari medula spinalis, tidak mengalami respon. Saat rangsangan dilakukan saraf
iskhiadikusnya masih tersambung dengan medula spinalis juga tidak terdapat respon.
H. DISKUSI
1. Tidak terdapat perbedaan respon gerak pada saat diberi rangsangan pada otot atau
saraf.
2. Saat saraf dan otot masih terhubung pada medulla spinalis, hampir semua saraf dan
otot masih dapat melakukan iritabilitas (menanggapi rangsangan). Jika saraf yang
diberikan rangsang maka respon kontraksi kedua otot dapat diamati. Namun, jika otot
yang diberikan rangsangan maka respon saraf tidak bisa terlihat karena berupa proses
pembentukan potensial aksi. Sifat iritabilitas otot dan saraf sesudah diputus dari
medula spinalis akan mengalami penurunan atau tidak akan menanggapi rangsangan
yang diberikan karena tidak adanya medula spinalis sebagai pusat pengendali gerak
otot tubuh dan refleks spinalis serta refleks tungkai.
3. Simpulannya dengan memperlakukan rangsangan yang berbeda beda dapat
mengalami respon dan ada yang tidak mengalami respon. Karena otot sebuah jaringan
dalam tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai alat gerak aktif yang
menggerakkan tulang. Otot menyebabkan pergerakan suatu organisme maupun
pergerakan dari organ dalam organisme tersebut. Saraf adalah serat-serat yang
menghubungkan organ-organ tubuh dengan sistem saraf pusat (yakni otak dan
sumsum tulang belakang) dan antar bagian sistem saraf dengan
lainnya. Saraf membawa impuls dari dan ke otak atau pusat saraf.
4. iya ada perbedaan, respon yang tercepat terdapat pada otot yang saraf iskhiadikusnya
belum dipotong sedangkan respon terlambat terdapat pada otot yang saraf
iskhiadikusnya sudah terpotong.
I. KESIMPULAN
Sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya diberikan rangsangan lewat saraf
atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi
otot, sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapatdiamati, sebab berupa proses
pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Saat saraf dan otot
masih terhubung pada medulla spinalis, hampir semua saraf dan otot masih dapat melakukan
iritabilitas (menanggapi rangsangan). Jika saraf yang diberikan rangsang maka respon
kontraksi kedua otot dapat diamati. Namun, Jika otot yang diberikan rangsangan maka respon
saraf tidak bisa terlihat karena berupa proses pembentukan potensial aksi. Sifat iritabilitas otot
dan saraf sesudah diputus dari medula spinalis akan mengalami penurunan atau tidak akan
menanggapi rangsangan yang diberikan karena tidak adanyamedula spinalis sebagai pusat
pengendali gerak otot tubuh dan refleks spinalis serta refleks tungkai.
I. Daftar Pustaka
Anonim.2012.Anatomi Fisiologi Sistem Saraf.(Online)
(http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2012/11/Anatomi-Fisiologi-Sistem-Saraf.pdf)
(diakses 9 September 2016)
Campbell.2004.Biologi Edisi Kelima Jilid III.Jakarta:Erlangga
Haryono,setyo.2010.Jaringan Hewan.(Online)(http://ktp09004.files.wordpress.com/2010/03/
jaringan-hewan.pdf) (diakses 9 September 2016)
Soewolo.1999.Pengantar Fisiologi Hewan.Malang: Proyek pengembangan guru sekolah
menengah
John,W Kimball.1983.Biologi jilid I.Jakarta:Erlangga