DEFINISI SYOK
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang
bersirkulasi secara efektif. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka
sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan disfungsi
dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian.
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskular seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah
perifer. Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh
pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada
resiko syok distributif yaitu :
1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal
2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan
lebah
3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun,
malnutrisi
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk
membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan
mencuci tangan secara menyeluruh.
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang
merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik dapat terjadi
bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada
pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi
usus.
Syok septic yaitu infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi
untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan ketidak
adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8,
2002). Syok septic sering terjadi karena adanya infeksi nosokomial, yaitu terpapar oleh
bakteri di RS. Sebagian besar syok septic disebabkan oleh bakteri gram negative tapi bakteri
gram positif dan virus juga dapat menyebabkan syok septic.
Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik <
90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan
sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).
Syok septic adalah suatu bentuk syok yang menyebar dan vasogenik yang dicirikan
oleh adanya penurunan daya tahan vascular sistemik serta adanya penyebaran yang tidak
normal dari volume vascular.
C. ETIOLOGI
D. FASE-FASE
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Biakan: dari darah, sputum, urine, luka operasi atau non operasi dan aliran invasif (selang
atau kateter) hasil positip tidak perlu untuk diagnosis.
2. Lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, CRP (+), LED meningkat
dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
3. Gas-gas darah arteri: alkalosis respiratorik terjadi pada sepsis (PH > 7,45, PCO2 < 35)
dengan hipoksemia ringan (PO2 < 80)
4. Kultur ( luka, sputum, urine, darah ) untuk mengindentifikasi organisme penyebab sepsis.
Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling efektif. Ujung jalur
kateter/intravaskuler mungkin diperlukan untuk memindahkan dan memelihara jika tidak
diketahui cara memasukannya.
5. SDP : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leukopenia ( penurunan SDP ) terjadi sebelumnya, dikuti oleh pengulangan leukositosis
( 15.000 30.000 ) dengan peningkatan pita ( berpiondah ke kiri ) yang mempublikasikan
produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
6. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
7. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan ( trombositopenia ) dapat terjadi
karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang mengindentifikasikan koagulopati
yang diasosiasikan dengan iskemia hati / sirkulasi toksin / status syok.
8. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
9. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneogenesis dan
glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan selulaer dalam metabolisme.
10. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
11. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya dalam tahap
lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena kegagalan
mekanismekompensasi.
12. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein dan SDM.
13. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan udara bebas
didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
14. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan disritmia yang
menyerupaiinfarkmiokard.
H. PENATALAKSANAAN
Pasien dengan syok septic memerlukan pemantauan cepat dan agresif serta
penatalaksanaan dalam unit perawatan kritis penatalaksanaannya melibatkan seluruh sistem
organ yang memerlukan pendekatan tim dari bebagai disiplin antara lain:
Terapi-terapi definitif
Identifikasi dan singkirkan sumber infeksi
Multipel antibiotik spektrum luas
Terapi-terapi suportif
Pulihkan volume intra vaskuler
Pertahankan curah jantung yang adekuat
Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Berikan lingkungan metabolik yang sesuai
Terapi-terapi penelitian
Anti histamin
Antibodi monoklonal untuk:
Nalokson
Inhibitor neutrofil
Inhibitor prostagladin (obat-obat anti inflamatori nonsteroidal)
Steroid
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama,
dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b)
circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.
Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena
sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke
jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard
menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan
menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi
juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan
penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di
darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid
maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak
kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari
peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit
dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan
tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan
penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi
tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu
diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu
misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis
dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan
mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90
mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit,
norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit,
dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase
(amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9 meq/l,
dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan gradien
tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan
gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan
bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak
memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan
diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis
50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan
penurunan mortalitas dibanding kontrol.(Chen dan Pohan, 2007).
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
a. Airway
Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
Kaji saturasi oksigen
Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
Periksa foto thorak
c. Circulation
Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
Monitoring tekanan darah, tekanan darah
Periksa waktu pengisian kapiler
Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
Berikan cairan koloid gelofusin atau haemaccel
Pasang kateter
Lakukan pemeriksaan darah lengkap
Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari
360C
Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
b. Sirkulasi
- Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
- Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
c. Integritas Ego
- Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
- Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
d. Makanan/Cairan
- Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
- Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya
bowel sounds
e. Neurosensori
- Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
f. Respirasi
- Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, air hunger
- Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
g. Rasa Aman
- Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi
darah, episode anaplastik
h. Seksualitas
- Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi
eklampsia
J. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Suhu tubuh dalam rentang Beri kompres hangat pada bagian lipatan tubuh ( Paha dan
normal aksila ).
Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Jakarta, EGC
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA
NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.