Kti Jiwa
Kti Jiwa
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa
penulis mengucapkan terimakasih pada dosen pembimbing dan teman- teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam menyusun makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Dapot P. Gultom SPKJ, selaku Direktur Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera
Utara Medan.
2. Kapten CKM Eka Saputra, SKM, selaku Direktur Akper Kesdam IM Lhokseumawe
3. Ibu Lince Herawati, S.Pd, S.Kep, Ns, Selaku Pembimbing yang sudah banyak
memberikan arahan kepada penulis
5. Lasmina Lumban Gaol, S.Kep Ns. Selaku coordinator PBL Akper Kesdam IM
Lhokseumawe
6. Kepala Ruangan dan seluruh staf pegawai ruang Pusuk Buhit RSJD Provinsi
Sumatera Utara
7. Bapak/Ibu Staf pegawai Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara Medan yang
telah membantu dalam proses praktek klinik.
Demikian makalah ini kami perbuat, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca,
khususnya dalam bidang keperawatan jiwa. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. i
BAB I. 1
PENDAHULUAN.. 1
BAB II. 4
TINJAUAN TEORI. 4
2.1 Pengertian. 4
2.2 Etiologi 8
BAB III. 13
TINJAUAN KASUS. 13
3.3 Psikososial 14
3.3.1 Genogram.. 14
3.3.4 Spiritual 16
3.4 Status Mental 16
3.8 Penatalaksanaan. 20
3.11 Diagnosa. 23
3.13 EVALUASI. 37
STRATEGI PELAKSANAAN.. 38
A. Proses Keperawatan. 38
A. Proses Keperawatan. 39
BAB IV.. 42
PEMBAHASAN.. 42
5.1. Pengkajian. 42
5.3. Perencanaan. 43
5.4. Pelaksanaan. 43
5.5. Evaluasi 44
BAB V.. 45
PENUTUP. 45
A. Kesimpulan. 45
B. Saran. 45
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proyek integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas dan rumah sakit menunjukkan adanya
kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih terkoordinasi dengan baik di semua unsur
kesehatan. Hakekat pembangunan kesehatan merujuk pada penyelengaraan pelayanan
kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk.(Depkes RI, 2006).
Pravelensi penderita Skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 1 persen dan biasanya timbul pada
usia sekitar 18-45 tahun namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita
Skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2
juta jiwa menderita Skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di RS jiwa di Indonesia adalah
penderita Skizofrenia. Gejala-gejala Skizofrenia mengalami penurunan fungsi /
ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terlambat produktifitasnya dan nyaris
terputus relasinya dengan orang lain. ( Arif, 2006).
Masalah keperawatan yang paling sering ditemukan di RS. Jiwa adalah perilaku kekerasan,
halusinasi, menarik diri, harga diri rendah, waham, bunuh diri, ketergantungan napza, dan
defisit perawatan diri. Dari delapan masalah keperawatan diatas akan mempunyai manifestasi
yang berbeda, proses terjadinya masalah yang berbeda dan sehingga dibutuhkan penanganan
yang berbeda pula. Ketujuh masalah itu dipandang sama pentingnya, antara masalah satu
dengan lainnya. ( Depkes 2006). Sedangkan perilaku kekerasan sendiri adalah suatu keadaan
dimanan seorang individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap
diri / orang lain. (Townsend, 1998)
Walau demikian meskipun perilaku kekerasan kadang bernilai negative tapi tetap ada karena
sebenarnya marah juga berguna yaitu untuk meningkatkan energi dan membuat seseorang
lebih berfokus/bersemangat mencapai tujuan. Kamarahan yang ditekan atau pura-pura tidak
marah akan akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan intra personal.
(Harnawatiaj,2008, 3,http://www.gaya hidup sehat online.com,27 januari 2008).
Hal ini melihat fenomena-fenomena diatas baik gejala yang muncul / akibat dari masalah itu
sendiri yang akhirnya mengurangi produktifitas pasien. Untuk itu Askep yang professional
pada pasien perilaku kekerasan sangat diharapkan oleh pasien atau keluarga.
3. Penulis dapat mendiskripsikan hasil analisa data yang diperoleh pada Tn. S dengan
prilaku kekerasan
4. penulis dapat mendiskripsikan diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. S dengan
prilaku kekerasan
5. penulis dapat mendiskripsikan implementasi yang telah dilakukan pada Tn. S dengan
prilaku kekerasan
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi kasus dan teknik
deskripsi dengan pendekatan proses keperawatan. Sedangkan teknik pengambilan data yang
penulis gunakan adalah wawancara yaitu penulis lakukan secara langsung terhadap pasien,
keluarga, perawat dan team kesehatan lain.
2. Dokumentasi yaitu dengan catatan medik dan perawatan yang pernah dilakukan.
3. Studi kepustakaan atau literature yaitu dengan membaca, kemudian menyadur dan
mencocokan dengan kategori.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku
yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri / orang lain. (Towsend, 1998).
Struart and Sundeen, (1991) menyatakan kemarahan adalah : Perasaan jengkel yang timbul
sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konduktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya.
Perasaan marah normal bagi individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan
marah seperti berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. (Keliat, 1992)
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara, yaitu : Mengungkapkan secara
verbal, menekan, menentang. Dari tiga cara ini yang pertama adalah kontruktif dan
sedangkan dua cara lain destruktif.
Dengan melarikan diri / menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan cara ini di
pakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri / lingkungan dan
akan tampak sebagai depresi dan psikomotik / agresif dan mengamuk. (keliat, 1992)
3. Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak
lingkungan, amuk dan agresif
6. Spritual: Merasa dirir berpuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terlambat
(Fitria, 2009)
Frustasi adalah kemarahan yang diungkapkan sebagai respons yang terjadi akibat
kegagalan dalam mencapai tujuan karena tidak realistis atau adanya hambatan dalam
proses pencapaian.
Pasif adalah respon lanjutan dari frustasi, dimana individu tidak mampu
mengungkapkan perasaan.
Kekerasan adalah adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan control diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Apabila marah tidak terkontrol sampai respon maladaptif (kekerasan),
maka individu dapat menggunakan perilaku kekerasan. Individu merasa perilaku
kekerasan merupakan cara yang dirasakan dapat menyelesaikan masalahnya.
( Stuart & Laraia, 1998 dikutip dari Marlindawani Jenny, dkk, 2010)
Adapun faktor faktor lain yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara
lain sebagai berikut:
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Status mental
5. Putus obat
Stress, emosi, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat mengakibatkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam kecemasan tersebut bisa menimbulkan kemarahan. (keliat,1992)
Menurut Stuart and Sundeen, 1991. Perbandingan perilaku marah asertif, pasif, agresif adalah
sebagai berikut :
1 Dilihat dari pembicaraan
Asertif prilaku yang ditunjukan di antaranya yaitu positif, menawarkan diri saya dapat ,
saya akan
Pasif prilaku yang di tunjukan di antaranya yaitu negative, merendahkan diri dapatkan saya
Agresif prilaku yang di tunjukan yaitu sombongkan diri, merendahkan orang lain kamu
selalu , kamu tak pernah
Asertif prilaku yang ditunjukan di antaranya yaitu mempertahankan jarak yang nyaman
Pasif perilaku yang di tunjukan di antaranya yaitu menjaga jarak (sikap yang tak acuh)
Agresif , prilaku yang ditunjukan di antaranya yaitu siap dengan jarak menyerang orang lain
Asertif prilaku yang di tunjukan yaitu mempertahankan kontak mata sesuai kebutuhan yang
berlangsung
Pasif prilaku yang di tunjukan di antaranya yaitu sedikit / sama sekali tidak
Agresif prilaku yang di tunjukan yaitu mata melotot dan dipertahankan.
2.2 Etiologi
Etiologi dari perilaku kekerasan : marah menurut Struart & sundeen, ( 1991)
1 Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
2. Psyhosomatis Theory
Pengalaman rasa marah adalah sebagai akibat dari respon psikologi terhadap stimulus
eksternal, internal dan lingkungan.
b. Faktor psikologis
Frustasi terjadi bila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal sehingga akan
menyebabkan suatu keadaan yang akan mendorong individu untuk berlaku agresif.
2. Behabehavioral theory
Kemarahan adalah respon belajar dan hal tersebut dapat dicapai bila ada fasilitas / situasi
yang mendukung.
3. Exintentinal theory
Berperilaku adalah kebutuhan manusia, bila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi lewat hal yang
positif, maka individu akan melakukan hal negatif.
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Norma
kebudayaan dapat mendukung individu untuk berespon asertif / kasar (agresif).
Perilaku agresif dapat dipelajari secara langsung maupun imitasi dari proses sosialisasi.
2. Faktor prespitasi
Menurut Struart and Sundeen (1991), Secara umum marah terjadi karena adanya tekanan /
ancaman yang unik atau berbeda-beda. Ada 2 macam yang mengakibatkan terjadi kemarahan,
stresor tersebut yang pertama dapat di sebabkan dari luar yaitu eksternal stresor dapat
berupa serangan fisik, kehilangan dan kematian sedangkan penyebab stresor ke dua stresor
disebabkan dari dalam yaitu internal stresor dapat berupa putus cinta, kehilangan pekerjaan,
ketakutan pada penyakit yang di derita.
1. 1. Motor agitation
Gelisah, mondar-mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang, rahang mengencang,
pernafasan meningkat, mata melotot, pandangan mata tajam.
1. 2. Verbal
Memberi kata-kata ancaman melukai, disertai melukai pada tingkat ringan, bicara keras, nada
suara tinggi, berdebat.
1. 3. Efek
1. 4. Tingkat kesadaran
Bingung, kacau, perubahan status mental, disorientasi dan daya ingat menurun.
1) Psikoterpeutik
1. bina hubungan saling percaya
buat kontrak dengan pasien : perkenalkan diri perawat, waktu dan interaksi
2) Pendidikan Kesehatan
jelaskan kepada pasien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-kata seperti
dengan menulis, menangis, menggambar, berolahraga dan bermain music.
-jelaskan dan anjurkan keluarga untuk tetap mengadakan hubungan dengan pasien
3) Kehidupan sehari-hari
5. Lingkungan Terapeutik
a. Lingkungan fisik
cegah agar pasien tidak berada sendiri dalam ruangan dalam jangka yang lama
beri rangsangan sensori seperti : suara music dan gambar hiasan yang ceria di ruangan
pasien
b. lingkungan sosial
libatkan pasien dalam interaksi dengan pasien dan perawat lain secara bertahap
fasilitas pasien untuk berperan serta dalam tali, okupasi, rekreasi serta terapi keluarga
6. Evaluasi
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pasien dibawa ke RSJ karena dirumah, mengamuk, memukul orang dan bicara kasar.
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalunya lebih kurang 2 tahun yang lalu di
RSJ Provinsi Sumatera utara dan akhirnya sembuh. Akan tetapi kurang berhasil dikarenakan
Pasien jarang control dan minum obat karena pasien mengatakan malas dan jenuh dengan
obat.
Pada keluarga pasien tidak ada satupun yang mengalami sakit seperti yang diderita pasien.
Klien pada masa lalu pernah mengalami kebangkrutan pada usahanya sehingga pasien merasa
seperti tidak berguna bagi keluarga, dan juga karena meninggalnya sang ayah menyebabkan
pasien semakin merasa terbebani.
Tekana darah : 110/70 mmHg, nadi : 80 kali/menit, tinggi badan : 168 cm, berat badan : 70
kg.
3.3 Psikososial
3.3.1 Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Satu rumah
Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, pasien mempunyai 2 Adik perempuan
masih siswa SMA dan SD. Pasien di rumah dididik secara baik oleh orang tuanya.
Gambaran Diri
Pasien Pasien mengatakan dirinya sangat menyukai terhadap tubuhnya karena menganggap
dirinya tidak ada kekurangan yang berarti
Identitas Diri
pasien adalah anak pertama dari 3 bersaudara dan telah menempuh sekolah sampai dengan
SMP saja
Peran Diri
Klien dalam keluarga memiliki peran sebagai pencari nafkah menggantikan ayahnya nya
yang telah tiada
Pasien mengatakan ingin bias pulang dari rumah sakit jiwa, serta bisa berguna bagi
keluarganya, pasien pun ingin sukses agar bisa membuat bangga orang tua.
Harga Diri
Pasien mengatakan tidak lagi bisa membantu orang tua merasa tidak layak sebagai kakak dan
sungkan untuk berkumpul dengan masyarakat. Pasien mengatakan menyesal tidak bisa
membantu orang tua tapi malah menjadi beban mereka.
Pasien jika ada masalah sering cerita dengan ibu dan adik pertamanya. Di masyarakat pasien
jarang punya teman karena pasien jarang kumpul dengan warga. Di Rumah Sakit lebih
banyak memisahkan diri karena merasa tidak kenal dan malu menceritakan tentang
masalahnya.
3.3.4 Spiritual
Pasien yakin terhadap Tuhan yang telah menciptakannya akan tetapi klien tidak pernah
mengikuti kegiatan ibadah yang dianutnya
Penampilan pasien tidak rapi, baju kotor, kuku kotor, resliting terbuka/tidak dikunci dan bau
badan.
1. 2. Pembicaraan
Klien berbicara cepat, keras dan klien menjawab pertanyaan sesuai yang ditanyakan dan klien
mampu memulai pembicaraan
1. 3. Aktivitas Motorik
Klien masih dapat beraktivitas diruangan dengan baik dan pada saat melaksanakan aktivitas
klien tidak banyak bicara
Masalah Keperawatan : Tidak ada
1. 4. Alam Perasaan
Klien mengatakan merasa sedih dan putus asa, sejak klien bercerai dengan suaminya,
sehingga klien merasa tidak berarti lagi di lingkungan keluarga dan tempat tinggalnya
1. 5. Afek
Afek klien labil, emosi klien berubah-ubah, mudah tersinggung dan cepat marah
Selama wawancara dilaksanakan Kontak mata ada, wajah tegang, pasien kooperatif
menjawab pertanyaan namun tiba-tiba bicara pasien sedikit kasar ketika menuju ke arah
permasalahan.
1. 7. Persepsi
1. 8. Proses Fikir
Tidak ada ditemukan pada klien proses pikir yang disebutkan diatas
1. 9. Isi Fikir
1. 11. Memori
Pasien dapat berkonsentrasi terhadap pertanyaan yang diajukan pasien mampu berhitung
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10. pasien mengatakan umurnya 32 th.
Ketika perawat menanyakan perbuatan jahat dan baik, klien mampu membandingkannya dan
klien mampu menetukan pilihan ketika diberi pilihan, seperti duluan mana mandi atau makan,
klien menjawab mandi dulu karena kalau mandi badan terasa segar setelah itu baru makan.
Klien tahu dan menyadari kalau dirinya mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJ.
Dirumah pasien mau makan tanpa disuruh, di SRJ pasien makan teratur.
1. BAK / BAB
Dirumah pasien BAK/BAB pada tempatnya, di RSJ pasien juga selalu BAK/ BAB di
tempatnya.
1. Mandi
Pasien mengatakan dirumah mandi 2x sehari, dirumah sakit mandi tanpa disuruh.
1. Berpakaian
Selama dirumah tidak pernah memperdulikan cara berpakaian/ penampilan, cara berpakaian
tidak rapi, di RSJ pasien juga tidak perduli dengan penampilannya.
1. Kebersihan Diri
Pasien mandi rutin tapi Kalau tidak diingatkan gosok gigi pasien tidak mau gosok gigi di
Rumah Sakit juga.
1. Penggunaan Obat
Setelah pasien pulang dari RSJ pasien suka kontrol, tapi pasien mengatakan jenuh dan malas
dengan obat. Pasien mengatakan 2 bulan tidak lagi mengkonsumsi obat. Di RSJ harus
dipaksa dulu minum obat.
3.8 Penatalaksanaan
1. Diagnosa : Prilaku Kekerasan
Cpz 22 mg
Trihexiphenidil THP 22 mg
Diazepam 1 Amp
No Data Masalah
DO :
4. Isolasi Sosial
3.11 Diagnosa
1. Perilaku kekerasan berhubungan dengan ketidakmampuan mengungkapkan marah
secara asertif
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah, berhubungan dengan ketidaksesuaian peran
Bersama
akibat car
klien.
Tanyakan
ingin mem
sehat?
Berikan p
mengetah
Diskusika
yang seha
1. Secara fis
sedang ke
bantal
2. Secara ve
anda seda
(saya kesa
itu, saya m
memenuh
3. Secara sp
sholat, be
pada Tuha
Ajarkan k
minum te
Anjurkan
perawat ji
tidak men
Berikan p
obat deng
Berikan k
mengungk
setelah m
TUK 1 :
Melakukan fungsi
kesehatan individu
keluarga dapat
mengidentifikaasikan masalah
yang dihadapi klien
TUK 3 :Keluarga
mampu menangani Keluarga dapat
masalah kesehatan jiwa mengidentifikasi masalah yang
yang dialami pasien dihadapi klien
TUK 4 :Keluarga
mampu merawat klien keluarga mampu merawat
dirumah klien dirumah
TUK 5 :Keluarga
mampu menerima Keluarga mampu menerima
keadaan klien klien
o Memberikan perhatian
yang lebih,maka klien
tidak merasa dikucilkan
P: Intervensi dilanjutk
P : Intervensi dilanjutk
P : interrvensi di henti
A : Masalah teratasi S
P : intervensi di lanjut
TUK 3 :Klien dapat Mendiskusikan beberapa aktivitas S : Klien mengatakan
memilih dan menetapkan yang dapat dilakukan dan dipilih oleh hariO : klien tampak s
kegiatan yang sesuai pasien untuk kegiatan sehari- dan juga melaksanaka
dengan kemampuannya harinya.- Membantu klien
menetapkan aktivitas mana yang dapat A : Masalah teratasi se
dilakukan secara mandiri oleh pasien
P : intervensi di lanjut
P : intervensi di hentik
P: Intervensi dilanjutk
P : Intervensi dilanjutk
P : interrvensi di henti
A : Masalah teratasi S
P : intervensi di lanjut
3.13 EVALUASI
Pada Diagnosa pertama yaitu Prilaku Kekerasan telah di lakukan evaluasi pada tanggal 10
Mei 2011 dengan melakukan intervensi dari diagnose 2 klien dapat memparcayai orang
disekitarnya dan juga pasien pun sudah mulai berani untuk mengungkapkan setiap
perasaanya.
Pada diagnosa Kedua yaitu risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
dilakukan evaluasi pada tanggal 10 Mei 2011 dengan melakukan Intervensi dari diagnose ke
2 klien dapat dukungan dari keluarga. Data subyektif yang di dapat keluarga mau
mengajarkan pasien bagaimana cara marah yang sehat dengan menanyakan apa yang
mengakibatkan marahnya, dan keluarga juga mengatakan saat pasien marah tidak akan
mendiamkan dan memarahi tetapi akan mengajarkan bagaimana marh yang sehat . keluarga
mengatakan senang bisa bertemu dengan pasien dan lega sudah mengerti masalah yang
dihadapi pasien Data obyektif yang di dapat keluarga kooperatif dan tersenyum, keluarga
mau mengerti kondisi pasien. Sedangkan evaluasi yang di dapat pada pasien yaitu pasien
tenang, bicara dengan nada rendah tidak agresif, kontak mata ada. pasien mengungkapkan
masalah yang membuatnya marah. Pada TUK 2 diagnosa yang ke 2 yaitu klien dapat minum
obat dengan benar sudah dilakukan rada tanggal 10 Mei 2011.
Pada diagnose ke 3 yaitu regiment terapeutik inefektif, pada evaluasi tanggal 10 Mei
2011 menunjukkan klien mulai bisa menjaga kesehatan dirinya dan berusaha untuk cepat
sembuh
Dan pada TUK 2 klien mulai tampak lebih mengetahui dan rutin minum obat setelah
mengetahui apa fungsi obat tersebut untuk dirinya
STRATEGI PELAKSANAAN
4.1 STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perilaku kekerasan
Pertemuan : Ke 1 (satu)
A. Proses Keperawatan
1. 1. Kondisi :
Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marah-marah dan
memecahkan piring dan gelas.
1. 2. Diagnosa :
1. 3. TUK :
1. 1. Orientasi
Salam terapeutik
Selamat pagi, nama saya Sujatna. Panggil saya Sujatna. Namanya siapa, senang
dipanggil apa? Saya akan merawat Tn. S
Evaluasi/ validasi
1. 2. Kontrak
Topik
Tempat
Waktu
1. 3. Kerja
Apa yang membuat Tn. S membanting piring dan gelas?
1. 4. Terminasi
Evaluasi Subyektif
Evaluasi Obyektif
Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Tn. S ingat lagi, penyebab Tn. S marah
yang belum kita bicarakan.
Kontrak
Topik
Nanti akan kita bicarakan perasaan Tn. S pada saat marah dan cara marah yang biasa
Tn. S lakukan.
Tempat
Waktu
Pertemuan: Ke 2 (dua)
A. Proses Keperawatan
1. 1. Kondisi
Klien dapat menyebutkan penyebab marah.
1. 1. Diagnosa
2 TUK :
1. 1. Orientasi
Salam terapeutik :
Evaluasi/ validasi :
1. 2. Kontrak
Topik :
Tempat :
Waktu :
1. 3. Kerja
Tn. S pada saat dimarahi Ibu (salah satu penyebab marah), apa yang Tn. S rasakan?
Tn. S, coba dipraktekkan cara marah Tn. S pada mantri Budi. Anggap mantri budi
adalah Ibu yang membuat Tn. S jengkel. Wah bagus sekali.
Betul, tangan jadi sakit, meja bisa rusak, masalah tidak selesai dan akhirnya dibawa
ke rumah sakit
Bagaimana Tn. S, maukah belajar cara mengungkapkan marah yang benar dan sehat?
1. 4. Terminasi
2. a. Evaluasi Subyektif
b. Evaluasi Obyektif
Benar, perasaan marah. Apa saja tadi? Ya betul, lagi, lagi, oke.
Lalu cara marh yang lama, apa saja tadi? Ya betul, lagi, oke.
Dan akibat marah apa saja? Ya betul, sampai dibawa ke rumah sakit.
Baiklah, sudah banyak yang kita bicarakan. Nanti coba diingat-ingat lagi perasaan Tn.
S sewaktu marah, dan cara Tn. S marah serta akibat yang terjadi. Kalau di runah sakit ada
yang membuat Tn. S marah, langsung beritahu mantri.
1. d. Kontrak
Waktu
Tempat
Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat. Sampai besok.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan utama
perilaku kekerasan di ruang Pusuk Buhit RSJ Daerah Provsu, maka penulis pada bab ini akan
membahas beberapa kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus.
5.1.Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian penulis tidak banyak menemukan kesulitan karena klien
kooperatif dalam memberikan keterangan keterangan yang perawat butuhkan. Penulis
memperoleh data langsung dari klien dengan teknik komunikasi dengan klien, selain itu juga
untuk mendukung data tersebut penulis melihat data klien yang ada diruangan.
Secara umum pengkajian yang terdapat di dalam teori dengan pengkajian yang terdapat
dalam tinjauan kasus terdapat banyak kesamaan, namun ada beberapa perbedaan yang timbul
antara landasan teoritis dengan tinjaun kasus, khususnya yang terdapat pada landasan teoritis
tetapi tidak terdapat pada tinjauan kasus, dimana secara teoritis ditemukan tanda dan gejala
berupa muka merah dan tegang, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan,
jalan mondar mandir, mengancam secara verbal atau fisik.
Pada tinjauan kasus penulis tidak menemukan gejala muka merah dan tegang karena pada
saat dilakukan pengkajian tidak ditemukan adanya muka klien merah, aktivitas motorik klien
tidak tampak tegang. Klien tidak mengatupkan rahang dengan kuat karena aktivitas motorik
klien tidak ada ditemukan tanda tik yaitu gerak gerak kecil pada otot muka yang tidak
terkontrol, tidak adanya ditemukan mengepalkan tangan pada tinjauan kasus karena klien
tidak ada tanda tanda mau melakukan tindakan kekerasan, kontak mata baik dan mau
menatap lawan bicara, tidak ditemukan jalan mondar mandir pada tinjauan kasus karena
klien tidak terlihat gelisah. Klien tidak mengancam secara verbal atau fisik karena interaksi
selama wawancara dengan klien, tidak menunjukan adanya permusuhan, klien tampak
kooperatif, dan klien mau menatap lawan bicara.
5.2. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
Dalam tahap ini penulis menemukan adanya perbedaan didalam perumusan diagnosa
keperawatan antara landasan teoritis dan kasus, yaitu :
diagnosa ini tidak ada pada landasan teoritis, tetapi ditemukan pada tinjauan kasus karena
klien merasa tidak berarti dan dihargai di keluarga semenjak usahanya bangkrut.
Diagnosa ini juga tidak ditemukan dalam landasan teoritis, tetapi ditemukan dalam tinjauan
kasus karena kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit klien sehingga klien tidak
terkontrol, dan akhirnya klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa untuk diadakan rawatan intensif.
5.3.Perencanaan
Pada tahap intervensi penulis tidak menemukan adanya kesulitan karena kegiatan pada tahap
ini adalah suatu usaha untuk merencanakan sesuatu yang akan dilaksanakan pada tahap
selanjutnya dan perencanaan pada tinjauan teoritis sesuai dengan penemuan yang kelompok
lakukan pada tinjaun kasus.
5.4.Pelaksanaan
5.5.Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dimana telah melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditulis, maka penulis melakukan
penilaian terhadap klien dengan melihat hal hal dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
Setelah melakukan asuhan keperawan pada klien selama 3 hari ditemukan 3 diagnosa yang
didapat melalui pengkajian pada klien. Dari 3 diagnosa tersebut masalah yang telah teratasi
ada 1 diagnosa, sedangkan yang belum teratasi adalah regiment teraupetik inefektif, hal ini
disebabkan keluarga klien tidak pernah mengunjungi klien sehingga perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan pada masalah yang belum teratasi, maka penulis mendelegasikan
kepada pegawai Ruangan Pusuk Buhit agar tindakan keperawatan dapat dilakukan dan
diteruskan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan masalah yang telah kami sampaikan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
Pasien yang mengalami perilaku kekerasan, pasien akan condong menunjukkan tanda-tanda
pandangan mata tajam, bibir kasar / dengan nada tinggi, otot tegang, memukul bila tidak
tenang dengan memberikan asuhan keperawatan dengan komunikasi terapeutik kepada pasien
akan dapat membantu meminimalkan tindakan kekerasan yang terjadi.
Pada saat melakukan asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan masalah yang
sering didapatkan yaitu melakukan komunikasi terapeutik, menciptakan hubungan terapeutik,
sikap jujur, sabar dan terbuka, sangat tepat diterapkan dalam rangka membina hubungan
saling percaya dengan pasien
Keikutsertaan keluarga dalam lingkungan dan memberikan asuhan keperawatan pasien masih
kurang, selama pasien dirawat hanya ibu saja yang menjenguk pasien, keluarga yang lain,
saudara ataupun tetangga jarang yang menengok pasien. Tetapi kebersihan asuhan
keperawatan pada pasien tidak lepas dari peran serta keluarga, sering perlunya
mengikutsertakan pasien, keluarga dan rekan yang ada di lingkungan sekitar secara rutin.
Kebersihan keluarga dan lingkungan dalam asuhan keperawatan agar lebih ditingkatkan lagi
dengan mengaftifkan petugas sosial rumah sakit untuk memberikan motivasi pada keluarga
dan lingkungan sekitar untuk ikut memperhatikan / mengetahui keadaan pasien di rumah
sakit sehingga keluarga dan lingkungan dapat ikut aktif dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien.
B. Saran
Bagi perawat diperlukan pendekatan yang optimal pada klien dengan masalah perilaku
kekerasan untuk memberikan perawatan secara optimal agar klien dapat melakukan marah
secara asertif dan dapat mengontrol emosinya saat marah
Bagi institusi rumah sakit untuk menunjang keberhasilan keperawatan klien dengan perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan lagi hubungan kerja sama antara pihak rumah sakit dan keluarga
dalam perawatan klien baik di rumah sakit maupun sudah pulang di rumah
Bagi keluarga diharapkan memberik motivasi kepada klien dengan perilaku kekerasan
dengan cara inilah rasa optimisme dan perasaan positif terhadap diri sendiri ataupun orang
lain akan muncul sehingga pasien dapat mengontrol emosinya saat marah
Bagi institusi pendidikan agar senantiasa mengembangkan sayap melalui secara aktual dalam
menyelesaikan masalah klien dengan perilaku kekerasan
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi Ana, 1996, Hubungan Therapeutik Perawat pasien. EGC Jakarta
Keliat Budi Ana dan Sinaga Cristina, 1992, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, Arcan
Jakarta
Stuart and Sundeen, SJ, 1991, Principle and Practive of Psychiatrik Nursing, Masby Year
Book, St. Louis
Towsend, Mary C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri :
Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan, Edisi 3, Alih Bahasa, Novi Helena C
Daulian, EGC, Jakarta
Stuart, G. W and Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3 alih bahasa :
Achiryani S hamid, D. N. Sc. EGC Jakarta.