Anda di halaman 1dari 4

SCIENTIFIC ARTICLE

ANTIBIOTICS: HANDLE WITH CARE


Aturan Penggunaan Antibiotik? Perlu atau Tidak?
Andika Prasetyo Arifin, Raymond Wangsa, Joseph John Rivaldo

Antibiotik merupakan bahan kimiawi yang dihasilkan oleh organisme seperti bakteri dan jamur yang dapat
mengganggu mikroorganisme lain. Biasanya, bahan kimiawi ini dapat membunuh ataupun hanya sekadar
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Bezoen, 2001). Sejak ditemukan, antibiotik telah terbukti manfaatnya
bagi kehidupan manusia. Namun, penggunaannya yang meningkat telah menimbulkan berbagai masalah seperti
timbulnya galur bakteri resisten terhadap berbagai jenis antibiotik yang menyebabkan pengobatan penyakit infeksi
menjadi tidak efisien lagi. Apalagi, dampak terburuk yang dapat terjadi ialah saat tidak ada lagi antibiotik yang dapat
digunakan seseorang yang sudah terkena resistensi antibiotik pada penyakit yang dideritanya (Sudarmono, 1986).

Berdasarkan laporan terakhir dari badan kesehatan dunia (WHO) dalam temanya Antimicrobial
Resistance: Global Report on Surveilance menunjukkan bahwa Asia Tenggara memiliki angka tertinggi dalam
kasus resistensi antibiotik di dunia, khususnya infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus Aureus yang resisten
terhadap Methicillin sehingga mengakibatkan menurunnya fungsi antibiotik tersebut (WHO, 2015). Selain itu, juga
ditemukan sekitar 30% - 80% penggunaan antibiotik yang tidak berdasarkan indikasi seperti yang tertera di data
WHO pada tahun 2013 lalu yaitu terdapat sekitar 480.000 kasus multidrug-resistent tuberculosis (MDR-TB) di dunia
(WHO, 2013). Data-data tersebut dapat menunjukkan bahwa resistensi antibiotik memang telah menjadi masalah
yang serius dan harus segera diselesaikan.
Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang tidak patuh terhadap tatacara penggunaan antibiotik sehingga
menyebabkan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh resistensi antimikroba. Berdasarkan laporan
Kemenkes RI pada tahun 2014, angka kematian yang disebabkan oleh resistensi antimikroba mencapai 700.000 per
tahunnya dan diprediksi pada tahun 2050, angka ini akan dapat mengalahkan angka kematian yang disebabkan oleh
kanker yaitu sekitar 10 juta jiwa (Kemenkes, 2014). Oleh karena itu, kita harus mengetahui cara kerja dari antibiotik
agar dapat mengetahui apakah penting aturan pemakaian antibiotik ini.

Antibiotik bekerja dengan beberapa cara yaitu menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu
metabolisme (antagonis folat) dari mikroba, menghambat sintesis protein di ribosom, mengganggu membran sel dari
mikroba, serta menghambat sintesis asam nukleat dari mikroba (Glenn, 2004). Dari mekanisme kerja antibiotik yang
telah dipaparkan, pemberian antibiotik harus dilakukan dengan dosis serta waktu yang tepat (tidak boleh terlalu lama
ataupun singkat) sehingga khasiat antibiotik dapat dipertahankan dari serangan bakteri yang melawan (Damin S,
2008).
Mekanisme dari resistensi antibiotik adalah dengan sebuah gen resisten yang meningkatkan aktivitas enzim-
enzim yang mampu mendegradasi antibiotik atau secara kimiawi memodifikasi dan akhirnya menginaktivasi
antibiotik. Beberapa gen resisten dapat mengubah atau menggantikan molekul bakteri yang secara normal mampu
berikatan dengan antibiotik, perubahan ini dapat mengakibatkan terjadinya eliminasi dari target utama antibiotik itu
sendiri (antibiotik menjadi kehilangan tujuan kerjanya) di dalam sel bakteri, menutup pintu masuknya antibiotik ke
dalam sel bakteri, ataupun dapat membuat antibiotik tersebut terpompa lagi keluar sel sebelum mencapai target
bakteri yang ingin di musnahkan (Levy, 1998). Gen resisten dapat terjadi dengan cara yang unik yaitu yang pertama
resistensi yang diperoleh secara natural dimana resistensi dari suatu bakteri adalah hasil pewarisan bakteri
sebelumnya yang sudah terkena resisten, yang berikutnya adalah resistensi yang terjadi karena faktor lingkungan
atau acquired resistence yaitu karena adanya mutasi genetik dimana terjadi pertukaran resistensi antara bakteri
yang satu dengan bakteri lainnya (Powell, 2000)

Penyebab utama dari resistensi antibiotik yaitu kesalahan atau kelebihan dalam menggunakannya. Jika
resistensi antibiotik telah terjadi, maka hal ini tidak dapat dicegah lagi. Namun, kita masih dapat mengontrolnya
(Emanuele, 2010). Resistensi antibiotik dapat bekerja dengan beberapa metode yaitu mengaktivasi enzim yang
merusak obat, mengurangi akumulasi obat, mengubah tempat ikatan, serta perkembangan jalur metabolik alternatif
melalui seleksi dan resistensi yang ditransfer (Michael J, 2006). Jika resistensi antibiotik terjadi, maka akan
menimbulkan beberapa dampak seperti bertambahnya waktu penyembuhan penyakit, opname yang lebih lama, serta
membutuhkan antibiotik baru yang membutuhkan dosis yang lebih banyak dan kuat (Emanuele, 2010).

Namun, sebenarnya ada beberapa langkah untuk mencegah terjadinya resistensi dari antibiotik apapun jenis dan
penyakitnya. Caranya dengan memahami penggunaan antibiotik secara rasional. Karena pada dasarnya, kunci untuk
mengontrol perkembangan bakteri yang resisten adalah dengan menggunakan antibiotik secara tepat dan rasional
(kesesuaian antara dosis dan tingkat penyakit yang diderita). Pengobatan secara rasional dimaksudkan agar
masyarakat mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya dalam dosis yang tepat bagi kebutuhan
individunya (Darmansjah, 2011). Adapun WHO membuat kriteria penggunaan antibiotik secara rasional antara lain :
(1) sesuai dengan indikasi penyakit. Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik; (2)
diberikan dengan dosis, perhitungan umur, berat badan, dan kronologisnya yang tepat (tingkat perjalanan,
perkembangan, dan penjalaran penyakit); (3) cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat yaitu
dengan jarak minum antibiotik sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan; (4) memperhatikan lama
pemberian antibiotik sepertti pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu; (5) obat
yang diberikan harus efektif dan mutunya terjamin di setiap pengonsumsiannya; (6) perlu menghindari pemakaian
antibiotik yang kadaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis penyakit atau tidak sesuai dengan tingkat penyakitnya; (7)
meminimalisir efek samping dari penggunaan antibiotik dengan cara membaca setiap aturan pemakaian pada
antibiotik yang dikonsumsi (WHO, 2015).
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, antibiotik merupakan bahan kimiawi yang sangat bermanfaat untuk
melawan berbagai macam penyakit khususnya yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme. Namun, terbukti
bahwa masih banyak sekali orang-orang yang tidak menggunakan bahan kimiawi ini dengan benar sesuai
penggunaannya. Akibatnya, muncullah kasus resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik tertentu dimana
antibiotik yang telah dipakai tidak akan efektif lagi untuk membunuh atau melawan mikroorganisme tersebut. Hal
ini merupakan masalah serius karena apabila sudah tidak ada lagi antibiotik yang dapat melawan infeksi
mikroorganisme tertentu, maka perkembangan dari mikroorganisme itu tidak akan dapat dikontrol lagi. Akibatnya,
kasus kematian akibat mikroorganisme yang resisten dapat meningkat secara pesat. Ini membuktikan bahwa aturan
serta tatacara pemakaian dari antibiotik sangatlah penting dan wajib untuk ditaati oleh semua pengguna antibiotik..
Dengan adanya aturan serta tatacara pemakaian antibiotik yang tepat, maka kasus mikroorganisme yang resisten
dapat diturunkan dan dikontrol.

Namun, kembali lagi pada sumber daya manusianya yaitu masyarakat. Masyarakat, pemerintah, serta
tenaga medis harus bekerja sama untuk mengaplikasikan tata cara penggunaan antibiotik dengan tepat karena masih
banyak masyarakat dengan ekonomi kurang mampu membutuhkan pendidikan tambahan sehingga dapat mengerti
bahwa antibiotik jika tidak dipergunakan secara tepat dapat menimbulkan resistensi pada mikroorganismenya. Maka
dari itu, petugas medis harus mengadakan penyuluhan dengan program bantuan yang telah didukung oleh
pemerintah sehingga dapat mewujudkan penggunaan antibiotik yang tepat dan meminimalisir prevalensi kasus
kematian yang disebabkan oleh resistensi antibiotik. Selain itu, juga dibutuhkan kesadaran masyarakat agar dapat
menaati aturan yang dibuat untuk penggunaan antibiotik.

References

Darmansjah Iwan, & dkk, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Levy SR. The challange of antibiotic resistence. Scientific America 1998.

Powell WJ. Molecular mechanism of antimicrobial resistence. Techinical Report 2000.

Bezoem A, Van Haren W, Hanekamp JC, 2001, Antibiotics : Use and resistence mechanism. Human Health and
Antibiotic Growth Promoters (AGPs), Geidelberg Appeal Netherland.

Glenn dan Toole Susan, 2004, Essential AS Biology for OCR, Zrinski, Croatia.

Kemenkes RI.2017.Mari Bersama Atasi Resistensi Antimikroba (AMR).Depkes RI. dilihat 6 Februari
2017.<http://www.depkes.go.id/article/view/16060800002/mari-bersama-atasi-resistensi-antimikroba-amr-.html>.

Neal, MJ, 2006, At glance farmakologi medis, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Emanuele, P., 2010. Antibiotic Resistance. , 58(9), pp.363-365.

Soedarmono P. 1986. Kebijakan pemakaian antibiotika dalam kaitannya dengan terjadinya resistensi luman.
Simposium Perkembangan Antibiotik pada Penanggulangan Infeksi dan Resistensi Kuman, Jakarta.

WHO.2015. Antimicrobial resistence.World Health Organization. Dilihat 7 Februari 2017.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs194/en/

Anda mungkin juga menyukai