Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ASMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen


Pediatrik di Ruang HCU Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:

MIRA RAMDHANI
150070300011054

KELOMPOK 7

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ASMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen


Pediatrik di Ruang HCU Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:

MIRA RAMDHANI
150070300011054

KELOMPOK 7

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ASMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen


Pediatrik di Ruang HCU Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:

MIRA RAMDHANI
150070300011054

KELOMPOK 7

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA
1 PENGERTIAN
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik
saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes
RI, 2009)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu (Smeltzer&Bare, 2002).
Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh
spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara
dan penurunan ventilasi alveolus (Huddak & Gallo, 1997).
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas
obstruktif yang disebabkan oleh berbagai stimulan, yang ditandai dengan
spasme otot polos bronkiolus.
2 ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkial.
a Faktor predisposisi
1 Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b Faktor presipitasi
1 Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-
obatan.
c Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti :
perhiasan, logam dan jam tangan.
2 Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3 Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4 Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5 Olah raga atau aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3 PATOFISIOLOGI
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan dijalan
nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan selaput lender,
penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan yang lebih ringan
kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama dpat dijumpai pada
keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik derajat rendah ke satu atau
lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat pemicu tersebut merangsang
degranulasi sel mast dijalan nafas yang menyebabkan pembebasan berbagai
mediator yang bertanggung jawab untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang
terpenting mungkin adalah leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa
histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein yang
berasal dari eosinofil juga berperan penting dalam proses ini. obstruksi
menyebabkan peningkatan resistensi jalan nafas (terutama pada ekspirasi
karena penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi paru;
penurunan elastisitas dan frekuensi-dependent compliance paru; peningkatan
usaha bernafas dan dispneu; serta gangguan pertukaran gas oleh paru.
Obstruksi yang terjadi tiba-tiba besar kemungkinannya disebabkan oleh
penyempitan jalan nafas besar, dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus,
dan biasanya berespon baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap
dan terjadi setiap hari hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang
menyebabkan penyakit jalan nafas halus kronik dan kurang berespon terhadap
terapi bronkodilator saja. Eosinofil diperkirakan merupakan sel efektor utama
pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana beberapa mediatornya
menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel bronkus serta perubahan-
perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel mungkin sitokin (termasuk sel mast,
sel epitel, makrofag dan eosinofil itu sendiri) yang mempengaruhi diferensiasi,
kelangsungan hidup, dan fungsi eosinofil, sel T type TH2 dianggap berperan
sentral, karena sel ini mampu mengenali antigen secara langsung. Obstruksi
pada asma biasanya tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi menyebabkan
penurunan PaO2. Pada eksaserbasi asma terjadi hiperventilasi yang disebabkan
oleh dispneu. pada awalnya banyak keluar dan Pa CO 2 mungkin rendah namun
seiring dengan semakinparahnya obstruksi, PaCO2 meningkat karena
hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi berat yang timbul mencakup hipertensi
pulmonaris, peregangan ventrik.
4 KLASIFIKASI
a Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu:
1 Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan
oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh
karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan
di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan
asma ekstrinsik biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi dalam keluarganya.
2 Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3 Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Berdasarkan Derajat Penyakit
Derajat
No Gejala Gejala Malam Faal Paru Pengobatan
Asma
1 Intermitten- Gejala <1x/minggu 2 kali sebulan - VEP1 atau APE 80% - Inhalasi agonis B-2
- Tanpa gejala antar serangan - Variabilitas APE <20% jangka pendek
- Serangan singkat
2 Persisten - Gejala >1x/minggu tetapi > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE 80% - Bronkodilator
ringan <1x/hari - Variabilitas APE 20-30% jangka pendek +
- Serangan dapat obat anti inflamasi
mengganggu aktivitas dan
tidur
3 Persisten - Gejala setiap hari > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE 60-80% - Setiap hari
sedang - Serangan mengganggu - Variabilitas APE >30% memakai agonis B-
aktivitas dan tidur 2 jangka pendek
- Bronkodilator
jangka
pendek+kortikoster
oid
inhalasi+bronkodlat
or jangka panjang
(asma malam)
4 Persisten - Gejala terus menerus Sering - VEP1 atau APE 60%
berat - Sering kambuh - (Depkes RI, 2009; Mulia,
- Aktivitas fisik terbatas 2000)

c. Berdasarkan derajat serangan


Parameter Klinis,
Fungsi Faal Ringan Sedang Berat Ancaman Henti Napas
Paru,Laboratorium
Sesak (breathless) Aktivitas: Aktivitas:Berbicara Aktivitas:Istira
Berjalan Bayi : hat
Bayi : Tangis pendek dan Bayi :
Menangis lemah, kesulitan Tidak mau
keras menetek/makan makan/minu
m
Posisi Bisa Lebih suka duduk Duduk
berbaring bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Sianosis Tidak ada Ada Ada Nyata
Wheezing Sedang, Sulit/tidak
sering hanya terdengar
pada akhir
ekspirasi
Penggunaan otot Biasanya Biasanya ya Ya Gerakan paradok torako-abdominal
bantu napas tidak
Retraksi Dangkal, Sedang,ditambah Dalam, Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
retraksi retraksi ditambah
interkostal suprasternal napas cuping
hidung
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi 90%
(Gina, 2006 dalam Depkes RI 2009)
d. Berbagai pembagian asma pada anak, diantaranya adalah:
a Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-8 tahun. Pencetus utama dari
asma ini yaitu infeksi virus saluran nafas bagian atas, dengan banyaknya
serangan 3-4 kali pertahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari, jarang
merupakan serangan yang berat, gejala lebih berat pada malam hari.
b Asma episodik sering
Pada golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3
tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran
nafas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang
jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara,
allergen, aktivitas fisik dan stress. Frekuensi serangan 3-4 kali dalam
setahun, tiap serangan biasanya beberapa hari sampai beberapa minggu.
Frekuensi serangan paling tinggi pada umur 8-13 tahun. Pada golongan
lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau
persisten.
c Asma kronik atau persisten
Pada 25% anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur
6 bulan: 75% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih dari 50% anak terdapat
wheezing yang lama pada 2 tahun pertama, dan 50% sisanya serangannya
episodik. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran
nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat wheezing setiap hari, dan
pada malam hari terdapat batuk disertai wheezing. Aktivitas fisik juga sering
menyebabkan asma, seringkali memerlukan perawatan di rumah sakit.
Biasanya setelah mendapatkan penanganan anak dan orang tua baru
menyadari mengenai asma pada anak dan masalahnya. Obstruksi jalan
nafas mencapai puncaknya pada umur 8-14 tahun, baru kemudian terjadi
perbaikan. Pada golongan dewasa muda, 50% golongan ini biasanya tetap
menderita asma persisten.

5. TINGKATAN PENDERITA ASMA


a Tingkat 1
1 Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
2 Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
b Tingkat 2
1 Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
2 Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c Tingkat 3
1 Tanpa keluhan.
2 Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.
3 Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
d Tingkat 4
1 Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
2 Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.
e Tingkat 5
1 Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai.
2 Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita
tampak letih, takikardi.

6. TANDA DAN GEJALA


a Gejala awal berupa:
- Batuk terutama pada malam atau dini hari
- Sesak napas
- Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
- Rasa berat di dada
- Dahak sulit keluar.
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
b Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau
disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma,
diantaranya:
- Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan
asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
- Sianosis karena hipoksia
- Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

Asma episodik yang jarang:


gejala muncul pada malam hari;
timbul wheezing kurang dari 3-4 hari;
batuk-batuk berlangsung sampai 10-14 hari;
tumbuh kembang anak biasanya tidak terganggu.

Asma episodik sering:


gejala muncul pada malam hari disertai batuk, disertai wheezing;
sering terbangun pada malam hari akibat sesak dan batuk;
waktu serangan lebih dari 1-2 minggu.
Asma kronik atau persisten:
sesak saat beraktifitas;
perubahan bentuk toraks (pigeon chest, barrel chest);
terdapat sulkus horizon;
gangguan pertumbuhan (tubuh kecil);
kemampuan aktivitas menurun;
sering tidak masuk sekolah sehingga prestasi belajar terganggu;
sebagian kecil mengalami gangguan psikososial.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan
dangkal, terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan
sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah
untuk bernapas)
b Pemeriksaan Fungsi Paru
1 Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa
(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan
ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan
instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan
nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau
rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma,
yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan.
2 Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam
yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam
hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
(APE malam + APE pagi)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
c Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya dilakukan
pada penderita dengan serangan asma berat atau status asmatikus.

8. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronkhiale :
a Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit.

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :


a Pengobatan dengan obat-obatan, seperti :
1 Beta agonist (beta adrenergik agent)
2 Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3 Anti kolinergik (bronkodilator)
4 Kortikosteroid
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam
mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang,
secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya
kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi
kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
5 Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1 Oksigen 4-6 liter/menit.
2 Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam.
Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose
5% diberikan perlahan.
3 Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam.
4 Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera
atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat
berat.

9. KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:


1 Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang
kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter)
adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2 Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3 Hipoksemia adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan
oksigen secara sistemik akibat inadekuatnya intake oksigen ke paru oleh
serangan asma.
4 Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
5 Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

10. PENCEGAHAN

Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma


dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang
dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan
olah raga. Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
datangnya serangan penyakit asma, antara lain :

1 Menjaga Kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari
pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja
mudah terserang penyakit tetapi juga berarti mudah untuk mendapat
serangan penyakit asma beserta komplikasinya. Usaha menjaga kesehatan
ini antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak,
istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
2 Menjaga kebersihan lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi
timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting
diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya
matahari. Saluran pembuangan air harus lancar. Kamar tidur merupakan
tempat yang perlu mendapat perhatian khusus. Sebaiknya kamar tidur
sesedikit mungkin berisi barang-barang untuk menghindari debu rumah.
Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk, atau semprotan rambut
dan lain-lain mencetuskan penyakit asma. Lingkungan pekerjaan juga perlu
mendapat perhatian apalagi kalau jelas-jelas ada hubungan antara
lingkungan kerja dengan serangan penyakit asmanya.
3 Menghindari Faktor Pencetus
Alergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu
sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami. Alergen lain
seperti kucing, anjing, burung, perlu mendapat perhatian dan juga perlu
diketahui bahwa binatang yang tidak diduga seperti kecoak dan tikus dapat
menimbulkan penyakit asma. Infeksi virus saluran pernapasan sering
mencetuskan penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi
orang-orang yang sedang terserang influenza. Juga dianjurkan menghindari
tempat-tempat ramai atau penuh sesak. Hindari kelelahan yang berlebihan,
kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim, berlari-lari mengejar
kendaraan umum atau olahraga yang melelahkan. Jika akan berolahraga,
lakukan latihan pemanasan terlebih dahulu dan dianjurkan memakai obat
pencegah serangan penyakit asma. Zat-zat yang merangsang saluran napas
seperi asap rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat atau uap zat-zat kimia
dan udara kotor lainnya harus dihindari.
4 Menggunakan obat-obat antipenyakit asma
Pada serangan penyakit asma yang ringan apalagi frekuensinya jarang,
penderita boleh memakai obat bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul
maupun sirup. Tetapi bila ingin agar gejala penyakit asmanya cepat hilang,
jelas aerosol lebih baik. Pada serangan yang lebih berat, bila masih mungkin
dapat menambah dosis obat, sering lebih baik mengkombinasikan dua atau
tiga macam obat. Misalnya mula-mula dengan aerosol atau tablet/sirup
simpatomimetik (menghilangkan gejala) kemudian dikombinasi dengan
teofilin dan kalau tidak juga menghilang baru ditambahkan kortikosteroid.
Pada penyakit asma kronis bila keadaannya sudah terkendali dapat dicoba
obat-obat pencegah penyakit asma.
11. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a Identitas Klien
1 Riwayat kesehatan masa lalu :
Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat atau faktor
lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2 Riwayat kesehatan sekarang :
Keluhan sesak napas, keringat dingin.
3 Status mental :
Lemas, takut, gelisah
4 Pernapasan :
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
5 Gastro intestinal :
adanya mual, muntah.
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
6 Pola aktivitas :
Kelemahan tubuh, cepat lelah
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi

7) Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
8) Integritas ego/psikologis
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
9) Hubungan sosial
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
b Pemeriksaan Fisik
1 Dada
a Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
c Keabnormalan struktur Thorax
d Contour dada simetris
e Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna
merata
fRR dan ritme selama satu menit.
2 Palpasi
a Temperatur kulit
b Premitus : fibrasi dada
c Pengembangan dada
d Krepitasi
e Massa
f Edema
3 Auskultasi
a Vesikuler
b Broncho vesikuler
c Hyper ventilasi
d Rochi
e Wheezing
f Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c Pemeriksaan Penunjang
a Spirometri
b Tes provokasi
c Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g Pemeriksaan sputum.
h Foto toraks normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan.
i Faal paru (spirometri/ PEFR) menilai berat obstruksi, reversibilitas,
variabilitas
j Status alergi skin prick test, Ig E, eosinofil count

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
nafas (bronchospasme)
2 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(alveoli tertutup mukus)
4 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral akibat anoreksia
5 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat kekurangan
energi oksigen
7 Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pernafasan/asma
8 Keletihan berhubungan dengan infeksi akut/asma
9 Ketidakefektifan pemilihan kesehatan berhubungan dengan kurang
pendidikan/kurang informasi

INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
nafas bronkospasme
Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan nafas
kembali efektif
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum,
wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing,
ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
(empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses
infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak
duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi.
d Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien
lansia, sakit akut/kelemahan.
e Berikan air hangat.
Rasional : Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus.

f Libatkan keluarga dalam perawatan anak

Rasional: Memberikan pendidikan pada keluarga untuk perawatan


dirumah

g Kolaborasi obat sesuai indikasi.


Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi
mukosa.
h. Ajarkan cara batuk efektif
Rasional: Batuk yg terkontrol & efektif dapat memudahkan pengeluaran
sekret yang melekat di jalan nafas
i. Bantu klien latihan nafas dalam
Rasional: Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas & meningkatkan
gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan
j. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan
Rasional: Hidrasi yg adekuat membantu mengencerkan sekret dan
mengefektifkan pembersihan jalan nafas
k. Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik postural drainase, perkusi, &
fibrasi dada
Rasional: Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan
sekret.

2 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi


Tujuan :
Dalam waktu 1 x 24 jam pola napas klien kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal,
batuk berkurang, ekspansi paru mengembang. Klien tidak mengeluh sesak,
RR 16-20 x/menit, Wajah rileks, Tidak ada penggunaan otot bantu napas

Intervensi:
a Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran
nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
b Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels,
wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas /
kegagalan pernafasan.
c Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
d Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f Pantau dan kaji pasien tiap 2 jam sekali
Rasional: mengetahui keadaan pasien setelah diberikan penanganan
untuk mengetahui mengkaji kekambuhan asma
g Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit yang dapat kambuh
kapan saja
Rasional : memberikan pencegahan lebih parah terhadap pasien ketika
kambuh
h Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer. Bronkodilator
golongan B2, Nebulizer (via inhalasi) dg golongan terbutaline 0,25 mg,
fenoterol HBr 0,1% solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg.
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret.

3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen


(alveoli tertutup mucus)
Tujuan:

Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.


Kriteria Hasil:
Hasil AGD normal
PH (7,35 7,45)
PO2 (80 100 mmHg)
PCO2 ( 35 45 mmHg)
BE ( -2 - +2)
Tidak ada sianosis
Frekuensi nafas 16 20 kali/menit
Frekuensi nadi 60 120 kali/menit
Warna kulit normal, tidak ada dipnea
Intervensi:
a Mandiri
Kaji dan awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
Rasional: Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional: Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional : menjelaskan bahwa fungsi pernafasan akan meningkat dan
dispnea akan menurun dengan melakukan latihan
Ajarkan individu untuk latihan nafas dalam dan latihan batuk yang
terkontrol lima kali setiap jam
Rasional : dapat mengatasi jika penyakit kambuh sewaktu-waktu
Bantu untuk reposisi, mengubah posisi tubuh dengan sering
Rsional : untuk membantu mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
b Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan
toleransi pasien.
Rasional: Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
Berikan sedatif
Rasional : memberikan ketenangan pada pasien setelah proses
penyakit
4 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral akibat anoreksia
Tujuan :
Dalam waktu 3x24 jam intake dan output cairan seimbang setelah dilakukan
intervensi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit
baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, berat badan dalam
batas normal.
Intervensi:
a Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kerusakan makanan.
Rasional: Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena
dipsnea

Sering lakukan perawatan oral,buang sekret, berikan wadah khusus


untuk sekali pakai.
Rasional: Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan
nafas.
Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat
Rasional: untuk mengontrol kebutuhan kalori agar seimbang
Timbang berat badan
Rasional: penurunan berat badan merupakan indikasi asupan yang
tidak seimbang
Ajarkan individu untuk istirahat sebelum makan
Rasional : istirahat dapat membuat pasien lebih tenang
Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional : asupan nutrisi yang adekuat dapat menjaga keseimbangan
nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : menentukan asupan gizi yang seimbang
b Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk
makan, meningkatkan masukan.
5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien dan keluarga mengerti tentang definisi asma
- Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab dan
pencegahan dari asma
- Klien dan keluarga mengerti komplikasi dari asma

Intervensi:
a Jelaskan tentang penyakit individu
Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana pengobatan.
b Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak
diinginkan.
Rasional: Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping
mengganggu dan merugikan.
c Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler.
Rasional: Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifannya.
d Ajarkan perawatan pasien dirumah jika kambuh sewaktu-waktu
Rasional : mencegah terjadi resiko yang lebih parah tentang penyakit
e Berikan informasi tentang pengobatan yang tepat dan efektif
Rasional : pengobatan yang tepat dapat mengurangi proses penyakit
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat kekurangan
energi oksigen
Tujuan : dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, klien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria Hasil :
a KU klien baik
b Badan tidak lemas
c Klien dapat beraktivitas secara mandiri
d Kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
a Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : posisi yang nyaman dalam beristrirahat mampu meningkatkan
kualitas istirahat yang dijalani pasien
c Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.


Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Indonesia.
Direktorat BIna Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Asma.616.238 Ind P. Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A.
Davis Company
Hudack&Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Mulia, J Meiyanti. 2000. Perkembangan Patogenesis Dan Pengobatan Asma
Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol 19 No. 3. Bagian Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti
NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Wong, Donna, L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai