Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat


ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehinggar menghemat air akibat
ketiadaan efek vasopressin. Kelainan cukup jarang ditemukan. Beberapa
penelitian di Eropa menyatakan ini merupakan penyakit langka yang terdapat 1
tiap 2.000 orang. Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat
mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan
kegagalan tubuh dalam menkonversi air1,2.
Gejala dari diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia, hal ini dapat
terjadi karena defisiensi ADH atau disebut diabetes insipidus sentral dan tidak
sensitifnya vasopresin pada ginjal atau disebut juga diabetes insipidus nefrogenik.
Kedua jenis diabetes insipidus ini dapat terjadi akibat defek congenital
(kehamilan) atau bisa terjadi pada saat awal kelahiran2,4.
Diabetes insipidus sentral sering terjadi akibat mutasi gen autosomal
dominan pada awal 5 tahun kehidupan anak-anak sedangkan diabetes insipidus
nefrogenik sering terjadi pada neonatus atau awal beberapa minggu kehidupan,
dan lebih dari 50 persen kasus adalah idiopatik. gambaran klinis dan gejala jangka
panjang dari kekacauan ini sebagian besar tak tergambarkan. metode yang
dipelajari dari 79 pasien dengan diabetes insipidus sentral yang diteliti pada empat
pusat endokrinologi anak antara tahun 1970 dan 1996. Terdiri 37 laki-laki dan 42
pasien wanita dengan rata rata umur 7 tahun. Kebanyakan kasus-kasus yang
pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada
berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin2,4.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi
peningkatan rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang

1
rendah. Kondisi ini merupakan manifestasi klinis dari defisiensi pitresin
(ADH) yang diproduksi oleh hipofisis lobus posterior yang berperan dalam
mengatur metabolisme air di tubuh atau merupakan kondisi klinis akibat dari
berkurangnya sensitivitas tubulus ginjal terhadap ADH.5

A. ETIOLOGI
Penyebab diabetes insipidus dapat diklasifikasikan menjadi tiga
golongan, yaitu :
1. Kelainan organis2,4.6,7
Setiap lesi yang merusak unit neurohipofisis dan hipotalamus dapat
mengakibatkan diabetes insipidus. Kerusakan ini dapat terjadi sebagai
akibat dari :
Operasi (bersifat sementara)
Penyakit infeksi (meningitis, ensefalitis, tuberkulosis, lues, sarkoidosis,
aktinomikosis, dan lain-lain),
Tumor atau kista di daerah kiasma optika, infundibulum, ventrikel III,
atau korpus pinealis (terutama kraniofaringioma, glioma optik, dan
germinoma). Terutama tumor supraselar (30% kasus).
Xantomatosis (hand-schuller-christian),
Leukimia
Hodgkin
Pelagra
Trauma pada kepala terutama fraktur basis cranii, atau setelah suatu
prosedur operatif dekat kelenjar pituitaria atau hipotalamus
Sindrom laurence-moon riedel
Idiopatik DI (30% kasus)
Ensefalopati iskemik atau hipoksia
Familial DI
Radiasi
Edema serebri
Perdarahan intrakranial

2
Keadaan tersebut akan berakibat gangguan dalam :
Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat
rusaknya
akson pada traktus supraoptikohipofisealis
Sintesis ADH terganggu
Kerusakan pada nukleus supraoptik paraventricular
Gagalnya pengeluaran vasopressin
2. Kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik)3,4,8
Kelainan terletak pada ginjal yaitu tubulus yang tidak peka
terhadap hormon antidiuretik (ADH). Faktor keturunan yaitu gen sex
linked dominant merupakan penyebab kelainan ini. Diabetes insipidus
nefritogenik sering disertai retardasi mental. Dalam keadaan normal, ginjal
mengatur konsentrasi air kemih sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Pengaturan ini merupakan respon terhadap kadar hormon antidiuretik di
dalam darah. Hormon antidiuretik (yang dihasilkan dari kelenjar hipofisa),
memberikan sinyal kepada ginjal untuk menahan air dan memekatkan air
kemih. Diabetes insipidus nefrogenik adalah suatu kelainan dimana ginjal
menghasilkan sejumlah besar air kemih yang encer karena ginjal gagal
memberikan respon terhadap hormon antidiuretik dan tidak mampu
memekatkan air kemih. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik
adalah obat-obat tertentu yang bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal,
diantaranya :
Penyebab primer : primary familial: x-linked recessive dimana bentuk
berat terdapat pada anak laik-laki, dan bentuk yang lebih ringan
terdapat pada anak perempuan.
Penyebab sekunder :
1) Penyakit ginjal kronik :
Penyakit ginjal polikistik
Medullary cystic disease
Pielonefretis
Obstruksi ureteral
Gagal ginjal lanjut

3
2) Gangguan elektrolit
Hipokalemia
Hiperkalsemia
3) Obat obatan : Antibiotik aminoglikosid, demeklosiklin dan
antibiotik, litium, asetoheksamit, tolazamid, glikurid, propoksifen,
colchicine, fluoride, cidofovir, demeclocycline, methoyflurane.
4) Penyakit sickle cell
5) Gangguan diet : deprivasi protein
6) Amiloidosis
7) Sjogren syndrome
3. Idiopatik2,6,7,8
Selain karena penyebab sentral dan nefrogen, beberapa kasus
diabetes insipidus tidak diketahui penyebabnya. Pada sejumlah kecil
kasus, diabetes insipidus merupakan kelainan herediter. Bentuk autosom
dominan ditandai dengan onsetnya yang bervariasi mulai sejak lahir
sampai umur beberapa tahun, dan semakin lama ada variasi keparahan
dalam keluarga dan individu. Gejala menurun pada dekade ke 3 dan ke 5.

B. KLASIFIKASI
1. Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya
berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari
kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan
ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik,
paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu,
diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan
ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan akson
hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan
ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. DIS dapat juga terjadi karena tidak
adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi
kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir,

4
ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibodi
terhadap ADH.2
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian
sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray,
maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum
hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga
ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan
keseimbangan cairan dalam tubuh. 3
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal
ini dapat disebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik
ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle
cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi
desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan
hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang
dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya
boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.6,8,9
3. Diabetes insipidus dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal
sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin.
Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus
dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa
haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume
overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na
dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum
ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.2,
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim
yang dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes
insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada

5
kasus dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak
boleh digunakan sebagai terapi.2

C. PATOFISIOLOGI
Vasopresin dibuat oleh sel-sel hipotalamus (terletak di otak) dan
disimpan dan disekresi oleh bagian lain dari otak yang disebut kelenjar
hipofisis posterior. Hormon antidiuretik kemudian dilepaskan ke dalam aliran
darah dimana hal itu menyebabkan tubulus ginjal menyerap air. Air yang tidak
dapat diserap kembali dilewatkan keluar dari tubuh dalam bentuk urin.
Penurunan sekresi vasopressin menyebabkan sedikit air diserap kembali dan
lebih banyak urin yang akan dibentuk. Ketika vasopresin hadir pada tingkat
normal, lebih banyak air diserap kembali dan urin kurang terbentuk. Ada dua
jenis diabetes insipidus. Sedangkan gejala dari kedua gangguan yang serupa,
penyebab berbeda. Klasifikasi tersebut antara lain diabetes insipidus sentral
dan diabetes insipidus nefrogenik4,5.
Diabetes insipidus sentral terjadi apabila terdapat gangguan pada
proses sintesis, transpor dan sekresi dari AVP. Sekresi AVP dari pituitary
posterior utamanya tergantung pada informasi tonisitas yang disampaikan oleh
sel osmoreseptor pada hypothalamus anterior. AVP dan protein pembawanya,
neurophysin II, disintesis sebagai precursor oleh neuron magnoselular pada
nuclei supraoptik dan paraventrikular dari hypothalamus. Precursor tersebut
kemudian dikemas dalam bentuk neurosecretory granule dan ditranspor
melalui serabut saraf (axonally) menuju pituitary posterior. Saat menuju
neurohypophysis precursor tersebut. kemudian diproses menjadi hormone
aktif. AVP kemudian disimpan pada pituitary posterior dalam bentuk vesikel,
dan akan disekresikan secara eksositosis apabila terdapat peningkatan dari
osmolalitas serum7,9.
Pada Nephrogenic diabetes insipidus (NDI) terjadi hiperstimulasi dari
pituitary posterior akibat peningkatan osmolalitas plasma dalam memproduksi
AVP, namun ginjal tidak dapat memproduksi urine yang pekat sebagai respons
dari sekresi AVP. Pengikatan AVP pada reseptornya pada membran basolateral
dari sel collecting duct yang menyebabkan peningkatan dari aktivitas

6
adenylatecyclase dan mengkatalisasi pembentukan cAMP dari adenosine
triphosphate (ATP). cAMP kemudian akan mengaktivasi serinthreoninkinase ,
protein kinase A. Vesikelsitoplasmik yang membawa protein kanal air
(aquaporin-2 / AQP-2) kemudian bermigrasi dan mengalami fusi dengan
membran apical sehingga akan meningkatkan permeabilitas air pada sel-sel
collecting duct7,9.

D. GEJALA KLINIS
1. Poliuria dan polidipsia
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan
polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam
sangat banyak, dapat mencapai 510 liter sehari. Berat jenis urin biasanya
sangat rendah, berkisar antara 1,001 1,005 atau 50 200 mOsmol/kg
berat badan. Poliuria yang terjadi ialah primer dan untuk
mengimbanginya penderita akan minum banyak (polidipsia). Pada bayi
kecil yang diberikan minum biasa akan tampak gelisah yang terus-
menerus, kemudian timbul dehidrasi, panas tinggi dan kadang-kadang
dapat timbul syok. Untuk menghindari syok, harus diberikan cairan dalam
jumlah besar, sebaiknya air putih3,5.
Gejala lain yaitu lekas marah, letih, dan keadaan gizi kurang.
Enuresis bisa merupakan gejala dini penyakit ini. Kulit biasanya kering,
karena anak tidak berkeringat. Sering terdapat anoreksia. Kadang-kadang
terdapat gejala tambahan seperti obesitas, kakeksia, gangguan
pertumbuhan, pubertas prekoks, gangguan emosionil, dan sebagainya,
bergantung pada letak lesi di otak. Jika merupakan penyakit keturunan,
maka gejala poliuria dan polidipsia biasanya mulai timbul segera setelah
lahir. Bayi sangat sering menangis dan tidak puas dengan susu tambahan
tetapi senang bila mendapat air. Pada anak haus yang berlebih akan
mengganggu aktivitas tidur, bermain, dan belajar.2,7

2. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi.
Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang

7
disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis
dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami
keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan
menghambat perkembangan fisik3,6.
3. Hipertermia4,5
4. Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia8,9
5. Berat badan turun dengan cepat8,9
6. Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing8,9
7. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat1,8,9
8. Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat3,5
9. Gejala dan tanda lain
Tergantung pada lesi primer, misalnya penderita dengan tumor
daerah hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan, obesitas,
atau kakheksia prgresif, hiperpireksia, gangguan tidur, seksual prekoks,
atau gangguan emosional. Lesi yang pada awalnya menyebabkan diabetes
insipidus akhirnya dapat merusak hipofisis anterior, pada keadaan
demikian diabetes insipidus cenderung lebih ringan atau hilang sama
sekali4,5,7

F. DIAGNOSIS
Diagnosis diabetes insipidus ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
laboratorium (urinalisis fisis dan kimia dan tes deprivasi air). Guna mendiagnosa
penyebab suatu poliuria adalah akibat diabetes insipidus, bukan karena penyakit
lain, caranya adalah dengan menjawab tiga pertanyaan yang dapat kita ketahui
dengan anamnesa dan pemeriksaan.
1. Apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan tersebut
(dalam hal ini air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan.
Bila pada anamnesa ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka
wajar apabila poliuria itu terjadi.
2. Apakah penyebab poliuria ini adalah faktor renal atau bukan. Poliuria bisa
terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika

8
penyembuhan. Namun, apabila poliuria ini terjadi karena penyakit gagal ginjal
akut, maka akan ada riwayat oliguria (sedikit kencing).
3. Apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air
tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat
diabetes insipidus mengeluarkan air murni, namun tidak menutup
kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat
terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai
bahwa poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu differential
diagnosis dari diabetes insipidus.2
Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah diabetes insipidus,
maka harus melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk
membedakan apakah jenis diabetes insipidus yang dialami, karena
penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa
pemeriksaan pada diabetes insipidus, antara lain:
1. Hickey Hare atau Carter-Robbins
2. Fluid deprivation
3. Uji nikotin
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume,
berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat
dengan memberikan vasopresin sintetis, pada diabetes insipidus sentral akan
terjadi penurunan jumlah urin, dan pada diabetes insipidus nefrogenik tidak terjadi
apa-apa.2,4

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal,
osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin 300-450
mOsmol/l. Pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010,
osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmoll dan osmolalitas urin 50-150
mOsmol/l. Urin pucat atau jernih. Kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi
ginjal lainnya tampak normal.9

9
Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus
dengan defisiensi ADH parsial dan juga untk membedakan diabetes insipidus
dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari.
Hitung berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma maupun urin
tiap 2 jam. Pada individu normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output
urin akan berkurang dengan berat jenisyang naik (800-1200).6
3. Radioimunoassay untuk vasopresin
kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas
yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial.
Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial
dengan polidipsia primer.
4. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium
seperti kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau
makin melebarnya sutura.
5. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.
Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitaria anterior dan
posterior dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik terang/isyarat
terang. Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita normal, namun
tidak tambap pada penderita dengan lesi jaras hipotalamik-neurohipofise.
Penderita dengan dabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya
muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II.
Menebalnya tangkai kelenjar pituitaria dapat terlihat dengan MRI pada
penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis sel langerhans (LCH)
atau infiltrasi limfosit. Pada beberapa penderita abnormalitas MRI dapat
dideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain ada.9

H. DIAGNOSIS BANDING

10
1. Kelainan ginjal seperti penyakit polikistik, pielonefritis kronis,
nefronoptisis familial. Kenaikan kadar ureum dan kreatinin plasma,
anemia, dan urin isotonis merupakan khas penyakit ginjal primer.
2. Defisiensi AVP yang diwariskan atau di dapat. Kegagalan berespon
terhadap AVP atau desmopresin penting untuk membedakan diabetes
insipidus dengan defisensi AVP primer.
3. Hipokalemia dan hiperkalsemia bisa menyebabkan polidipsia, dan poliuria
dengan berat jenis urin yang rendah
4. Insufisiensi adrenal, diantaranya salt losing syndrom
5. Polidipsia psikogenik : compulsive water drinkers. Dalam keadaan ini
terdapat kelainan jiwa seperti neurosis yang dilatarbelakangi oleh keinginan
memperoleh perhatian. Anak yang terkena biasanya mampu dengan mudah
enghasilkan urin yang terkonsentrasi bila cairan dikurangi. Namun kadang-
kadang diagnosisnya sukar karena polidipsia yang lama menurunkan kadar
urin maksimum yang dapat dicapai setelah dehidrasi atau bahkan setelah
infus larutan garam hipertonik.
6. Adipsia atau hipodipsia
Merupakan manifestasi klinis dari defek pusat haus murni. Namun sangat
jarang terjadi. Hal ini dikarenakan osmoreseptor untuk haus dan AVP
menempati daerah hipotalamus anterior yang berdekatan, hipernatremia
hipodipsik biasanya disertai dengan defek pada fungsi ADH. Ini paling sering
terjadi pada penderita dengan tumor hipotalamus, terutama germinoma,
glioma, histiositosis, malformasi kongenital, dan mikrosefali.7,8

I. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi hipernatremik serta komplikasi neurologisnya
2. Retardasi mental
3. Hidronefrosis 6

J. PENATALAKSANAAN

11
Faktor penyebab patut mendapatkan pertimbangan pertama pada
pengobatan. Pengobatan pada diabetes insipidus harus sesuai dengan gejala yang
ditimbulkannya. Pada pasien diabetes insipidus sentral (DIS) parsial tanpa gejala
nokturia dan poliuria yang mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari tidak
diperlukan terapi khusus. Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi
hormone pengganti (hormonal replacement) yaitu desmopressin atau DDAVP (1-
desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Analog ini
lebih tahan terhadap degradasi oleh peptidase daripada AVP alami. Aktivitas
antidiuretik DDAVP adalah 2000-3000 kali lebih besar daripada aktivitas
pressornya, dan 1 mikrogram menghasilkan diuresis yang berakhir dalam waktu
8-10 jam, dibandingkan dengan hanya 2-3 jam untuk AVP alami. DDAVP
diberikan melalui sistem pemasukan pipa hidung yang mengalirkan sejumlah
tepat pada mukosa hidung. Dosis berkisar antara 5-15 mikrogram yang diberikan
sebagai dosis tunggal atau terbagi menjadi 2 dosis. Anak umur kurang dari 2
tahun memerlukan dosis yang lebih kecil (0,15-0,5 mikrogram/kg/24 jam).
Dosisnya harus secara individu dan penting disesuaikan jadwal dosisnya sehingga
memungkinkan penderita dalam keadaan poliuria ringan sebelum dosis berikutnya
diberikan. Untuk penderita yang memerlukan lebih dari 10 mikrogram dosis
preparat semprot hidung juga tersedia. Preparat parenteral DDAVP (0,03-0,15
mikrogram/kg) tersedia dan bermanfaat paska bedah transfenoidalis, bila
penyumbatan hidung menghalangi peniupan hidung.9
Desmopressin seperti halnya ADH memfasilitisasi reabsorbsi air di tubulus
kolektivus dengan cAMP-mediated insersion. Hasilnya volume urin berkurang
dan berat jenis urin meningkat. Efek samping dari desmopressin yaitu
hiponatremia dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan hipertensi.2
Harus berhati-hati pada penderita dengan diabetes insipidus yang koma,
menjalani pembedahan, atau mendapat cairan intravena karena alasan apapun.
Tanpa melihat bentuk terapi setiap dosis yang efektif boleh diulangi hanya setelah
pengaruhnya berkurang dan poliuria berulang. Diabetes insipidus paska bedah
sering sementara, penilaian kembali tiap hari untuk kebutuhan ADH diperlukan
setelah pengobatan dimulai.9

12
DDAVP juga berpengaruh pada reseptor eksternal seperti V2 yang
mengakibatkan keluarnya faktor VIII dan faktor Von Willebrand. Penderita
dengan hemofilia A ringan atau sedang atau penyakit von Wilebrand terpilih dapat
disembuhkan secara berhasil dengan dosis DDAVP 15 kali lebih tinggi daripada
dosis yang dipergunakan untuk antidiuresis. Desmopresin semakin banyak
dipergunakan pada penatalaksanaan anak dengan enuresis. Dosis yang diperlukan
adalah 20-40 gr, diberikan sebagai semprot hidung sebelum tidur.9
Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang
mengatur keseimbangan air, seperti:
- Diuretik Tiazid
- Klorpropamid
- Klofibrat
- Karbamazepin2
Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam
jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus. Penderita bayi dan anak-anak
harus sering diberi minum. Terutama pada bayi yang masih sukar
mengekspresikan rasa hausnya . Jika asupan cairan mencukupi, jarang terjadi
dehidrasi.3,4

K. PROGNOSIS
Diabetes insipidus jarang mengancam jiwa, tetapi mungkin
menunjukkan keadaan serius yang mendasari. Penderita dengan diabetes
insipidus tanpa komplikasi dapat hidup selama bertahun-tahun dengan
kesulitan poliuria dan polidipsia sepanjang mereka memiliki mekansme haus
yang utuh dan mendapatkan air dengan bebas.9
Diabetes insipidus ini mungkin hanya sementara setelah trauma atau
intervensi bedah pada daerah hipotalamus atau kelenjar pituitaria. Pada
beberapa penderita dengan retikuloendoteliosis sel Langerhans, remisi spontan
terjadi tetapi pada penderita lain, diabetes insipidus mungkin hanya sisa lama
setelah remisi keadaan primer. Perbaikan diabetes insipidus klinis dapat
menunjukkan perkembangan insufisensi kelenjar pituitari anterior. Prognosis
penderita dengan tumor otak tergantung pada lokasi lesi dan tipe sel
neoplastik.9

13
III. KESIMPULAN

1. Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi


peningkatan rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis
yang rendah akibat defisiensi ADH atau ketidakpekaan tubulus ginjal
terhadap ADH.
2. Penyebab diabetes insipidus dapat karena penyebab sentral yang
menyebabkan penurunan produksi ADH maupun kelainan ginjal (diabetes
insipidus nefrogenik) yang menyebabkan ginjal kurang peka terhadap
ADH, serta idiopatik.
3. Gejala klinis khas diabetes insipidus yaitu poliuria dan polidipsia. Gejala
lainnya yaitu dehidrasi, hipertermia, nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri
otot, hipotermia dan takikardia. Pada bayi dan anak terjadi penurunan
berat badan, enuresis, kulit kering pucat, dan anoreksia.
4. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan penunjang
(laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia), test deprivasi air,
radioimunoassay untuk vasopresin, rontgen cranium, dan MRI.
5. Komplikasi diabetes insipidus dapat terjadi dehidrasi hipernatremik serta
komplikasi neurologisnya, retardasi mental, hidronefrosis.
6. Terapi pada diabetes insipidus sentral berupa terapi hormon pengganti
(hormonal replacement) yaitu desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-
d-arginine vasopressin) merupakan pilihan utama.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Asman Boedi Santoso. 2006. Diabetes Insipidus. Dalam : Ilmu Penyakit


Dalam. FK UI : Jakarta. hal 816
2. National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse. 2009.
Diabetes insipidus. from http://www.niddk.org. Diakses 4 April 2015
3. Mahmud. 2009. Diabetes Insipidus Nefrogenik. From
http://www.perisaihusada.net. Diakses 4 April 2015
4. C.B. Pender dan Clarke Fraser. 2009. Dominant Inheritance Of Diabetes
Insipidus: A Family Study. American Academy of Pediatrics Journal. 15 : 246-
254
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Endokrinologi Anak. Dalam
Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak 1985. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI : Jakarta.

6. Endokrinologi Anak. Dalam : Manual textbook of Nelsons Pediatrics.


7. Sands, Jeff M., Bichet, Daniel G. Nephrogenic Diabetes Insipidus. Ann
Intern Med. 2006; 144:186-194.
8. Abdelazis Elamin. 2009. Diabetes Insipidus. Departement of Child Health
and Pediatric Endocrinologist Sultan Qaboos University.
9. Jamest R West dan James G. Kramer. Nephrogenic Diabetes Insipidus.
American Academy of Pediatrics Journal, 15 ;424-432

15
16

Anda mungkin juga menyukai