4.LP SC
4.LP SC
DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas
500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro,
2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
INDIKASI SC
Para ahli kandungan atau para penyaji perawatan yang lain menganjurkan sectio
caesarea apabila kelahiran melalui vagina mungkin membawa resiko pada ibu dan
janin. Indikasi untuk sectsio caesarea antara lain meliputi:
a. Indikasi Medis
Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :
Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan
lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi
tenaga.
Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak mahal dengan kelainan letak
lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu
lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut
jantung janin kacau dan melemah).
Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada
jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa
menular ke anak, umpamanya herpes kelamin (herpes genitalis), condyloma lota
(kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma acuminata (penyakit infeksi
yang menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin wanita), hepatitis
B dan hepatitis C. (Dewi Y, 2007, hal. 11-12).
b. Indikasi Ibu
Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun,
memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40
tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang
beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, darah
tinggi, preeklamsia. Eklampsia (keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu
kejang sehingga dokter memutuskan persalinan dengan sectio caesarea.
Tulang Panggul
Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
melahirkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan mulus tidaknya
proses persalinan.
Persalinan Sebelumnya dengan sectio caesarea
Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila
memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan,
sepertibayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak
maumembuka, operasi bisa saja dilakukan.
Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.
Kelainan Kontraksi Rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate
uterineaction) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat mele bar pada
proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat melewati
jalan lahir dengan lancar.
c. Indikasi Janin
Ancaman Gawat Janin (fetal distress)
Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin berkisar
120- 160. Namun dengan CTG (cardiotography) detak jantung janin melemah,
lakukan segera sectio caesarea segara untuk menyelematkan janin.
Bayi Besar (makrosemia)
(Cendika, dkk. 2007, hal. 126).
Letak Sungsang
Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan
arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong
pada posisi yang lain.
d. Faktor Plasenta
Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau selruh jalan
lahir.
Plasenta lepas (Solution placenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim
sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin
segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air
ketuban.
Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada umumnya dialami
ibu yang mengalami persalinan yang berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil
(di atas 35 tahun), dan ibu yang pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas
yang menyebabkan menempelnya plasenta.
PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi
TEKHNIK PENATALAKSANAAN
1) Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2) Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1
cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting
sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan
dua jari operator.
Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang
plain catgut no.1 dan 2
Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b) Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c) Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
d) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
e) Sepsis setelah pembedahan, frekuensi dari komplikasi ini lebih besar bila sectio
caesaria dilaksanakan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim,
f) Cidera pada sekeliling struktur usus besar, kandung kemih yang lebar dan ureter,
g) Infeksi akibat luka pasca operasi,
h) Bengkak pada ekstremitas bawah,
i) Gangguan laktasi,
j) Penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar panggul, dan
k) Potensi terjadinya penurunan kemampuan fungsional.
PENATALAKSANAAN
Perawatan awal
Letakan pasien dalam posisi pemulihan
Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
Transfusi jika diperlukan
Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
Fungsi gastrointestinal
Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
ASUHAN KEPERAWATAN
a) Pengkajian
1) Data subyektif
Biodata (Nama Ibu, Umur, Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan,
Alamat, Telpon, Identitas suami).
Anamnesa
Alasan masuk rumah sakit (MRS)
Yang dikaji, hari, tanggal, jam masuk rumah sakit, mengapa klien datang/
masuk ke ruamh sakit.
Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat pengkajian baik fisik maupun
psikis, apakah merasakan mules-mules, bagaimana gerakan bayinya,
pengeluaran cairan dari jalan lahir.
Riwayat menstruasi
Menarche umur berapa, siklus dan lamanya teratur/tidak, banyaknya darah
yang keluar, warnanya, dysmenorche, fluor albus, kapan menstruasi yang
terakhir, untuk mengetahui usia kehamilan, dan tafsiran persalinan.
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
Yang dikaji perkawinan yang ke berapa, usia kehamilan yang lalu cukup bulan
atau kurang, pernah keguguran atau tidak, jenis atau cara persalinan, normal
(spontan) atau dengan tindakan, ditolong siapa, tempat melahirkan dimana, ada
penyulitnya atau tidak, jenis bayi, berat badan dan panjang badan waktu lahir,
umur, hidup atau mati, menetek atau tidak, lamanya, keluarga berencana yang
pernah diikuti.
Riwayat kehamilan sekarang
Data yang dikaji, hamil anak yang ke berapa, usia kehamilan, pergerakan anak
yang pertama kali kapan dirasakan, dimana memeriksakan kehamilannya,
berapa kali sudah mendapat suntik imunisasi TT atau belum, berapa kali, obat-
obatan apa yang didapat, keluhan apa yang dirasakan, sudah mendapat
penyuluhan mengenai apa saja dari petugas kesehatan atau bidan.
Riwayat persalinan sekarang
Yang dikaji hari, tanggal dan jam berapa melahirkan, jenis bayi, keadaan waktu
lahir, berat dan panjang badan, bagaimana proses persalinannya, berapa lama,
bila dengan tindakan atas indikasi apa.
Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Pernahkah mengikuti KB sebelumnya, jenis kontrasepsi yang digunakan, kalau
pernah ikut berapa lama, efek samping yang dirasakan, alasan pemberian, bila
klien berhenti, rencana penggunaan kontrasepsi lagi, apakah ada ikut KB lagi
setelah melahirkan, rencana metode KB apa yang akan digunakan.
Riwayat Kesehatan
Apakah klien pernah atau sedang menderita penyakit , menahun, menular dan
apakah klien pernah dioperasi, alasan dioperasi, kapan dan dimana.
Riwayat Psiko sosial
Apakah kehadiran anak diharapkan atau tidak.
Hubungan klien dengan anggota keluarga.
Keadaan emosi klien.
Pola aktivitas sehari-hari
2) Data obyektif
Pemeriksaan umum
Keadaan umum, kesadaran, berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
1. Muka : odema/tidak, bagaimana lidah
pucat/tidak dan gigi ada caries/tidak, adakah
kloasma grafidarum.
2. Mata : konjugativa anemis atau tidak.
3. Leher : adakah pembesaran kelenjar tiroid dan vena
jugularis.
4. Dada : pigmentasi pada areola mammae,
putting susu menonjol atau tidak, pembesaran buah
dada, adakah benjolan yang mencurigakan pada
payudara.
5. Perut : Pembesaran perut sesuai atau tidak
dengan umur kehamilan adakah luka bekas operasi
atau tidak, tampak lineanigra dan sitrie lividum atau
tidak.
6. Genetalia: pada vulva atau vagina dilihat keadaan
perineum, kondiloma,fluor albus, tumor atau infeksi
penyakit kelainan lain, pada anus adakah
haemorroid.
7. Ekstrenitas : Atas (bergerak bebas), bawah (adakah
varices dan odema).
Palpasi
1. Leher meliputi tiroid dan limfe, vena jugularis : untuk mengetahui
kelainan sedini mungkin.
2. Dada : untuk mengetahui adanya tumor mammae dan pengeluaran
kolostrum.
3. Abdomen meliputi :
Leopold I: Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam
fundus, konsistensi uterus.
Leopold II: Menentukan batas samping rahim kanan dan kiri,
menentukan letak punggung janin, pada letak lintang tentukan
dimana letak kepala janin.
Leopold III: Tidak dilakukan palpasi.
Leopold IV: Untuk menentukan seberapa bagian yang masuk PAP.
Auskultasi
Memeriksa pasien dengan mendengarkan djj untuk menentukan
keadaan janin dalam rahim hidup atau mati.
Mengetahui janin dalam keadaan sehat atau sakit.
Untuk menentukan apakah ibu benar dalam keadaan hamil.
Djj normal 120-160x/menit.
Perkusi
Memeriksa pasien dengan mengetuk lutut bagian depan menggunakan
fefleks hammer, untuk mengetahui kemungkinan pasien mengalami
kekurangan vitamin B1.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium, protein urine (albumin), HB, reduksi, HbSAG dan USG.
Observasi/temuan
Cairan ketuban keluar dari vagina
Pemeriksaan Laboratorium
Test kertas nitrazin positif
Kultur cairan sesuai indikasi
Adanya cairan amnion pada vagina
Potensial Komplikasi
Perdarahan
Leukositosis pada ibu hamil
Suhu maternal naik
Takikardi pada ibu hamil
Takikardi janin >160X/menit
Bradikardi janin <120X/menit
Pengkajian pra bedah di kamar bedah :
a. Pengkajian Psikososial
- Perasaan takut/cemas
- Keadaan emosional pasien
b. Pengkajian Fisik
- TTV
- Sistem integumentum : pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan
- Sistem kardiovaskuler
Apakah ada gangguan pada sisitem cardio?
Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung?
Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
Kebiasaan merokok, minum alcohol
Oedema
Irama dan frekuensi jantung.
Pucat
- Sistem pernafasan
Apakah pasien bernafas teratur ?
Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
- Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?
- Sistem reproduksi : Apakah pasien mengalami menstruasi?
- Sistem saraf : kesadaran
- Validasi persiapan fisik pasien
Apakah pasien puasa ?
Lavement ?
Kapter ?
Perhiasan ?
Make up ?
Scheren / cukur bulu pubis ?
Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
Pengkajian intra bedah di kamar bedah :
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi
anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka
sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan
memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
- Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera
diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
- Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus
segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
- Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam
Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1.
Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui yang benar
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien menunjukkan respon breast feeding adekuat dengan indikator:
klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk menyusui
klien mampu mendemonstrasikan perawatan payudara
Health Education:
Berikan informasi mengenai :
o Fisiologi menyusui
o Keuntungan menyusui
o Perawatan payudara
2.
Nyeri akut b.d agen injuri fisik (luka insisi operasi)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nteri berkurang dengan indicator:
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
-
3.
Kurang pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan perawatan post operasi b/d kurangnya sumber informasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pengetahuan klien meningkat dengan indicator:
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi terkontrol dengan indicator:
Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat