Anda di halaman 1dari 9
2 LAMPIRAN ‘Surat Direktur Peraturan Perpajakan | Nomor : S- Fy /PJ,02/2016 Tanggal : 7° Kneeref 2016 JAWABAN PERTANYAAN MENGENAI PPN/PPNBM PT. A berada di dalam kawasan berikat, tanggal 01 Juli 2016 menerima FP masukan dengan kode FP 07 (fasilitas TDP), tanggal 15 Agustus 2015 kawasan tersebut bukan merupakan kawasan berikat lagi. Apakah atas berakhimya status kawasan berikat tersebut berpengaruh kepada FP masukan yang diterima PT. A sebelumnya? Jawaban: Untuk pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat, pengusaha di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap "Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 TAHUN 2009." (Pasal 14 ayat (5) dan penjelasan PP 32 TAHUN 2009), atas Faktur Pajak yang diterbitkan sampai tanggal 15 Agustus 2015 masin menggunakan kode FP 07 dan apabila kawasan tersebut bukan merupakan kawasan berikat lagi maka mekanisme terkait Faktur Pajak masukan berlaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagaimana perlakuan PPN atas pengalihan aktiva yang disebabkan oleh perubahan bentuk badan dari BUT menjadi PT? Jawaban: — Pasal 1A huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, mengatur bahwa yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan Pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak — Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, “Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terjadi pada saat: a. Penyerahan Barang Kena Pajak” ~ Pasal 17 ayat (3) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, “Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk: e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungen, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalinan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal IA ayat (2) huruf d Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat: 7. disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalinan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau Kp.PJ.022/PJ,0201/2016 2. ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris. — Adapun penjelasan Pasal 17 ayat (3) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, mengatur bahwa yang dimaksud dengan "perubahan bentuk usaha" adalah berubahnya bentuk usaha yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak, misalnya semula bentuk usaha Pengusaha Kena Pajak adalah Commanditaire Vennotschap kemudian berubah menjadi Perseroan Terbatas. — Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut di atas pengalihan aktiva yang disebabkan perubahan bentuk dari BUT menjadi PT adalah terutang dan dipungut PPN. 3. a. PER-46/PJ/2010 menyatakan bahwa atas pengajuan SKB PPN, terdapat persyaratan diantaranya Grosse Akta, bagaimana isi/criteria Grosse Akta secara ketentuan perpajakan? b. Bagaimana mekanisme pengajuan SKB PPN atas impor/penyerahan kapal laut oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional yang dilakukan di bulan September 2015? Jawaban: a. Definisi Grosse Akfa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan adalah salinan pertama dari asli akte pendaftaran hak milik atas kapal yang dibuat oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal yang diberikan kepada pemilik kapal, dalam ketentuan perpajakan Grosse Akta tidak diatur secara spesifik. Kaitan dokumen Grosse Akta dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-46/PJ/2010 adalah sebagai salah satu bukti hak kepemillikan kapal yang akan dimintakan fasilitas SKB PPN. b. Ketentuan yang berlaku untuk pengajuan SKB PPN atas impor/penyerahan kapal laut oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional yang dilakukan pada bulan September 2015 adalah sebagai berikut: 1) Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003. 2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu. 3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2003 tentang Tata Cara Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu. Permohonan untuk memperoleh SKB PPN atas impor atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu untuk kapal laut, kapal angkutan sungai, Kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia, sebagai berikut: a, Permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak cq.Kepala Kantor Pelayanan Pajak (Kepala KPP) dengan menggunakan formulir Permohonan sebagaimana contoh lampiran Il Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2003. Permohonan dibuat 2 (dua) rangkap, lembar ke-2 untuk Kepala KPP dan Lembar ke-2 untuk pemohon. b. Permohonan SKB PPN diajukan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Kp./PJ.022/P,0201/2016 4 a b, -3- Danau dan Penyeberangan Nasional kepada Kepala KPP tempat Perusahaan tersebut terdaftar. ¢. _ Permohonan dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut 1) 2) 3) 6) Fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); Surat kuasa khusus apabila menunjuk orang lain untuk pengurusan SKB PPN; Surat pernyataan bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang diimpor atau diperoleh tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukkannya dan apabila ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukkannya maka bersedia membayar kembali Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; Dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau pengusahaan Penangkapan {kan Nasional atau pengusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, atau pengusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, misalnya surat pernyataan yang diterbitkan oleh Departemen Perhubungan atau instansi lain yang berwenang; Dalam hal impor, dilengkapi pula dengan dokumen impor berupa a) Invoice; b) Bill of Lading (BIL) atau Air way Bil; ©) Dokumen Kontrak Pembelian yang bersangkutan atau dokumen yang dapat dipersamakan; d) — Penjelasan secara terinci mengenai kegunaan dari Barang Kena Pajak tertentu yang diimpor, e) _Dokumen pembayaran berupa Letter of Credit atau bukti transfer atau bulk lainnya yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Dalam hal perolehan dalam negeri, dilengkapi pula dengan Foto kopi kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen lain yang dapat dipersamakan. Bagaimana mekanisme pengajuan SKB PPnBM atas Impor/penyerahan kendaraan angkutan umum? Jika Pihak pengimpor/penerima kendaraan pengangkutan umum tersebut telah memiliki SKB sedangkan oleh pihak pemungut telah terlanjur dilakukan pemungutan PPnBM, apa yang dapat dilakukan pihak pengimpor/penerima kendaraan pengangkutan umum agar PPnBM dapat dikembalikan? Jawaban: a. Tata cara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian PPnBM atas impor atau penyeranan kendaraan bermotor dilakukan sesuai dengan KEP - 229/P/2003 yaitu sebagai berikut 1) Pihak yang dapat mengajukan SKB PPnBM adalah : a) Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan: * kendaraan ambulan; + kendaraan jenazah; © kendaraan pemadam kebakaran; © kendaraan tahanan b) Pengusaha Angkutan Umum; ©) Sekretariat Negara; d) TN POLRI Kp.:Pu.022/P4.0201/2016 eae 2) Permohonan SKB PPnBM menggunakan formulir permohonan yang ada di dalam Lampiran Il KEP-228/P.J/2003, permohonan dibuat 2 (dua) rangkap, yaitu: a. _Lembar ke-1 : untuk KPP; b, Lembar ke-2 : untuk pemohon; 3) Permohonan pembebasan PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan angkutan umum harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang diperlukan sebagaimana yang terdapat dalam Lampiran | huruf B KEP-229/P/2003, yaitu a) Fotokopi kartu NPWP; b) Surat Kuasa Khusus bila menunjuk pihak lain untuk pengurusan SKB PPn BM; ©) Surat Keterangan atau dokumen lain yang menunjukkan pengunaan kendaraan dimaksud; d) Surat Pemyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan dipindahtangankan atau diubah_peruntukannya dan apabila_temyata dipindahtangankan atau diubah peruntukannya, bersedia membayar kembali PPn BM yang dibebaskan ditambah sanksi dengan ketentuan yang berlaku; €) Perjanjian jual-beli kendaraan bermotor yang memuat keterangan-keterangan antara lain: o Nama penjual; © Nama pembeli; © Jenis dan spesifikasi kendaraan yang diel; © Ijin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang (untuk kendaraan angkutan umum selain taksi) atau Persetujuan (\jin) Prinsip yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat (untuk taksi); ) _Khusus untuk impor kendaraan bermotor, dilengkapi dengan dokumen impor berupa: Invoice; © Bill of Lading (BIL) atau Airway Bill (AWB); © Dokumen Kontrak Pembelian yang bersangkutan atau dokumen yang dapat dipersamakan; © Dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit (L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya berkaitan dengan pembayaran tersebut, 4) Permohonan diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q Kepala KPP tempat pemohon terdaftar, 5) Permohonan dapat itindaklanjuti dengan syarat OP atau Badan yang mengajukan SKB PPnBM tidak mempunyai tunggakan hutang pajak yang telah jatuh tempo, kecuali yang telah mendapat izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; 6) Jangka Waktu penyelesaian SKB PPnBM adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima lengkap. 7) Bagi OP atau Badan yang melakukan impor dan telah memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM harus: a) Mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM pada Pemberitahuan Pabean Impor yang akan disampaikan ke Kantor Pabean; dan b) Menyerahkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM beserta Pemberitahuan Pabean Impor kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean pada saat mengimpor kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM. 8) Bagi OP atau Badan yang menerima penyerahan dan yang melakukan penyerahan Kendaraan Bermotor. a) Orang Pribadi atau Badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor dan telah memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM harus menyerahkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM pada saat menerima penyerahan kendaraan Kp.:PJ.022/PJ.0201/2018 +Be bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM kepada Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan kendaraan bermotor. b) Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM, wajib menerbitkan faktur pajak dan membubuhkan Cap "PPnBM DIBEBASKAN SESUAI DENGAN PP NOMOR 22 TAHUN 2014" serta mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM pada setiap lembar faktur pajak dimaksud b. Berdasarkan Pasal 4 KEP - 229/PJ/2003 Orang Pribadi atau Badan dapat mengajukan permohonan pengembalian PPnBM dalam hal atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPn BM telah dibayar atau dipungut PPnBM- nya Importir, distributor, dealer, agen, penyalur, showroom, atau pihak lainnya yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPn BM dapat juga mengajukan permohonan pengembalian PPn BM, dalam hal: ‘* Orang Pribadi atau Badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor tersebut telah memiliki SKB PPn BM; dan + PPn BM yang telah dipungut tersebut telah disetor ke kas negara. Ketentuan pengembalian PPnBM tersebut yaitu: 1) Permohonan pengembalian PPnBM diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.g. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemohon terdaftar. 2) Pengajuan permohonan pengembalian PPn BM harus dilakukan paling lambat 12 (dua Belas) bulan setelah bulan terjadinya impor atau penyerahan kendaraan bermotor. 3) Permohonan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut a) Fotofopi kartu NPWP; b) Fotokopi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKP) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) kendaraan ambulan, kendaraan janazah, kendaraan pemadam kebakaran, atau kendaraan tahanan; ©) Asli dan Fotokopi Faktur Pajak dari penjual; 4d) Fotokopi Faktur Pajak dari Pabrikan kepada Distributor! Dealer/ Agen/ Penyalur/ ‘Showroom yang didalamnya dicantumkan PPn BM yang telah dipungut; ) Khusus untuk kendaraan bermotor eks impor kendaraan CBU, dilengkapi dengan Surat Ketarangan yang memuat nama, alamat dan NPWP importir kendaraan bermotor yang diterbitkan oleh penjual kendaraan bermotor yang dimaksud; f) Surat pemyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukannya dan apabila_temyata dipindahtangankan atau diubah peruntukannya, bersedia membayar kembali PP BM yang dibebaskan ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; g) Khusus atas impor kendaraan bermotor yang dilakukan sendiri oleh pemakai kendaran bermotor, dilengkapi dengan dokumen impor berupa: + Pemberitahuan Impor Barang dan Surat Setoran Pajak; © Invoice, «Bill of Lading (BIL) atau Airway Bill (AWB); + Dokumen Kontrak Pembelian atau Purchase Order yang bersangkutan atau dokumen yang dapat dipersamakan; ‘* Dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit (LIC) atau bukti transfer atau buldi lainnya yang berkaitan dengan Pembayaran tersebut. kp.:P.022/P,.0201/2016 5. <6. 4) Atas permohonan pengembalian PPn BM tersebut harus diterbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. PT. Amenjual mesin kepada PT. B, keduanya berada di kawasan berikat yang sama. Oleh PT. B mesin tersebut akan digunakan untuk kegiatan produksi. Atas transaksi penyerahan tersebut apakah terdapat fasilitas PPN tidak dipungut? Jawaban: Dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013, “(1) Penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan tidak dipungut PDRI diberikan terhadap barang yang dimasukan ke Kawasan Berikat berupa: b. Barang Modal asal luar daerah pabean dan Barang Modal dari Kawasan Berikat lain yang dipergunakan di Kawasan Berikat”. Dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011, “Barang Modal adalah barang yang digunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berkat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB berupa: a. peralatan untuk pembangunan, perluasan, atau konstruksi Kawasan Berikat; b. mesin; dan_c. cetakan (moulding), tidak meliputi bahan dan perkakas untuk pembangunan, perluasan, atau kontruksi Kawasan Berikat serta suku cadang yang dimasukkan tidak bersamaan dengan Barang Modal yang bersangkutan Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut di atas atas penjualan mesin dari PT. A ke PT. B yang keduanya berada di kawasan berikat yang sama, hanya diberikan fasilitas tidak dipungut PDRI. a. Adakah ketentuan perpajakan yang mengatur aspek PPN khusus untuk perusahaan pertambangan batu bara yang terkait kontrak karya dengan pemerintah? . Jika perusahaan tersebut membayarkan sejumiah uang atas jasa pengangkutan batu bara yang dilakukan perusahaan lain, bagaimana aspek PPN atas transaksi tersebut? Jawaban: a. Perusahaan pertambangan batubara dibagi menjadi empat berdasarkan jenis kontraknya: 1, Perusahaan pertambangan berdasarkan kontrak PKP2B Generasi | 2. Perusahaan pertambangan berdasarkan kontrak PKP2B Generasi II 3. Perusahaan pertambangan berdasarkan kontrak PKP2B Generasi Ill 4. Perusahaan pertambangan berdasarkan kontrak IUP Perlakuan PPN terhadap perusahaan pertambangan batubara’ 1, Perusahaan pertambangan berdasarkan kontrak PKP2B Generasi | berlaku ketentuan Undang-Undang Pajak Penjualan (PPn) 2. Perusahaan pertambangan berdasarkan Kontrak PKP2B Generasi II berlaku ketentuan Undang-Undang PPN yang berlaku dari waktu ke waktu 3. Perusahaan pertambangan berdasarkan kontrak PKP2B Generasi Ill terdapat dua perlakuan, yaitu berlaku Ketentuan UU Nomor 11 Tahun 1994 dimana batubara adalah BKP dan berlaku ketentuan UU PPN yang berlaku dari waktu ke waktu dimana batubara adalah non BKP. Kedua pendapat tersebut masing-masing didukung oleh hukum positif yang ada (Tethadap perlakuan PPN atas PKP28 Generasi Ill sedang dalam pembahasan) 4, Perusahaan pertambangan berdasarkan kontrak IUP berlaku ketentuan Undang- Undang PPN yang beriaku dari waktu ke waktu. Kp.P4.022/P4.0201/2016 “7. b. Terhadap pembayaran jasa pengangkutan batubara yang dilakukan perusahaan lain berlaku ketentuan perundang-undangan perpajakan sesuai dengan Undang-Undang PPN yang diatur datam kontrak, JAWABAN PERTANYAAN MENGENAI KUP 4. Peraturan terkait a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2015. 1) Pasal 2 Ayat (1) huruf h, Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM dapat dikembalikan dalam hal terdapat Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung. 2) Pasal 5 Ayat (1) huruf g, Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi 3) Pasal 5 Ayat (2), Dalam hal setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak, atas permohonan Wajib Pajak, sisa kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau dengan Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain. 4) Pasal 7 Ayat (1), Penghitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditindaklanjuti dengan kompensasi Utang Pajak, dan dalam hal tidak ada Utang Pajak, seluruh Kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak bersangkutan. 5) Pasal 7 Ayat (2), Kompensasi Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui potongan SPMKP dan dianggap sah apabila kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Penerimaan Potongan (NPP) 6) Pasal 8 Ayat (1), Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPKPP untuk pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan/atau kompensasi Utang Pajak. 7) Pasal 8 Ayat (4), Atas dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP. 8) Pasal 12 Ayat (1) huruf e, Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah diperhitungkan dengan Utang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikembalikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana Kp. PJ.022/P),0201/2016 -8- dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf h diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, 9) Pasal 12 Ayat (3) huruf a, KPP wajib menyampaikan SPMKP beserta SKPKPP dan/atau Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, ke KPPN dengan ketentuan paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampauii b, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan Dan Pemberian Imbalan Bunga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2015 1) Pasal 2 Ayat (1) huruf d, Imbalan bunga yang terkait dengan PPh, PPN, dan PPnBM untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali, terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) Undang- Undang KUP. 2) Pasal 2 Ayat (2) huruf c, Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan terbatas pada kelebinan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) Peraturan Pemerintah. 3) Pasal 111 Ayat (1), Dalam hal terdapat imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPIB. 4) Pasal 11 Ayat (6), SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan setelah Wajib Pajak mengajukan permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak 5) Pasal 11 Ayat (7), Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak mencantumkan nomor rekening Waljib Pajak, SKPIB tidak diterbitkan ¢. Peraturan Direktur Jenderal nomor PER-7/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak 1) Pasal 11 Ayat 1, Wajib Pajak harus memberikan nomor dan nama rekening bank atas nama Wajib Pajak yang bersangkutan ke KPP untuk keperluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) atau ayat (6), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum jangka waktu penerbitan SPMKP berakhir. 2) Pasal 11 Ayat 2, Dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan nomor dan nama rekening bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP tetap menerbitkan SKPKPP dan SPMKP, kemudian disampaikan ke KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). kp.:PJ.022/PJ,0201/2016 d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-41/PJ/2014 tentang Tata Cara Penanganan Dan Pelaksanaan Putusan Banding, Putusan Gugatan, Dan Putusan Peninjauan Kembali, di dalam Materi dan Penjelasan Angka 7 huruf m dinyatakan bahwa, dalam hal Putusan Banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, Kepala KPP menerbitkan SKPKPP dalam jangka waltu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterima putusan 2. Berdasarkan hal tersebut, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut a, Dalam hal putusan banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak tersebut harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang Giadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi. Dalam hal masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak, maka sisa kelebihan pembayaran pajak tersebut, atas permohonan Wajib Pajak, dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau dengan Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain. Penghitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak tersebut, kemudian ditindaklanjuti dengan kompensasi Utang Pajak, dan dalam hal tidak ada Utang Pajak, seluruh kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak bersangkutan, sesuai ketentuan di dalam PMK nomor 186/PMK.03/2015, b. Wajib Pajak harus memberikan nomor dan nama rekening bank atas nama Wajib Pajak yang bersangkutan ke KPP untuk keperluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum jangka waktu penerbitan SPMKP berakhir sebagaimana sebagaimana diatur dalam PER-7/PJ/2011 ¢. Dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan nomor dan nama rekening bank sebagaimana dimaksud, KPP tetap menerbitkan SKPKPP dan SPMKP, kemudian disampaikan ke KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) PER-7/P/2011 4. Dalam hal terdapat imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal § Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2015, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPIB setelah Wajib Pajak mengajukan permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud tidak mencantumkan nomor rekening Wajib Pajak, SKPIB tidak diterbitkan. awan IP 19670822 198803 1 001% kp.:PJ.022/PJ,0201/2018

Anda mungkin juga menyukai