Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik
dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori)
dan mukosa hidung (mukosa olfaktori). Mukosa pernapasan terdapat
pada sebagian besar pada rongga hidung dan permukaannya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar
ephitelium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel
goblet.
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering
dijumpai, menyerang 20% dari populasi anak-anak dan dewasa
muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain, alergi
hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah,
terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita
Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi
hidung yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi
berulang cepat.
Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis
maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi
penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim
semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan.
Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah
dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu
hingga 6 kali setiap tahunnya.
Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun
dan akan menurun
secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Rinitis
merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di
amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan
ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti
asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas
hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya
seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur,
dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg
tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah :
1. Apa Defenisi dari Rhinitis ?
2. Bagaimana etiologi dari Rhinitis ?
3. Bagaimana manifestasi klisnisnya ?
4. Bagaimana Patofisiologinya ?
5. Komplikasi apa yang dapat ditimbulkan Rhinitis ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostiknya ?
7. Bagaimana penatalaksanaannya ?

C. TUJUAN
1. Memenuhi tugas kuliah
2. Memahami lebih luas mengenai Rhinitis

D. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini
adalah Metode Literatur.

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran
mukosa di hidung. (Dipiro, 2005). Rhinitis adalah peradangan
selaput lendir hidung. (Dorland, 2002). Rhinitis adalah istilah
untuk peradangan mukosa.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan
oleh reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang
sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan allergen
(zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama
serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa (Von
Pirquet, 1986).
Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-
gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang
mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA tahun 2001).
Menurut sifatnya Rhinitis Alergi dibagi mejadi :
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan
peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus
aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri.
Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada
suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin
dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan
musim semi.( Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan
Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika)
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada
membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang
berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor. .
( Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2.
Jakarta: Info Medika)
Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA
tahun 2000, menurut sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi
menjadi:
a. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu.
b. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu
dan/atau lebih dari 4 minggu.
Menurut tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi
menjadi (WHO Initiative ARIA tahun 2000) :
a. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, ganggu
an aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja
dan hal-hal lain yang mengganggu.
b. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari
gangguan tersebut di atas
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan
menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan
kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang
sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang
terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena
kontak dengan allergen yang sering berada di rumah
misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta
bau-bauan yang menyengat.( Junadi, purnawan dkk. 1982.
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius)
B. ETIOLOGI
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh
dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak
dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
2. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada
dua hingga empat jam dengan puncak 6 - 8 jam setelah
pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :


Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara
pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel
dari bulu binatang serta jamur.
Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa
makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.
Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,
misalnya penisilin atau sengatan lebah.
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau
perhiasan
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi
dibagi menjadi tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen,
reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang
membangkitkan system humoral, system selular saja atau
bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen
berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika
antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme
system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin
yang berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat
kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah
mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari
benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam
satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis
alergi. Adapun gejala Rhinitis Alergi adalah :
- Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada
pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
- Hidung tersumbat.
- Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang
disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat
menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika
berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
- Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga
dan tenggorok.
- Badan menjadi lemah dan tak bersemangat
Beberapa gejala lain yang tidak khas adalah :
- Allergic shiner bayangan gelap di bawah mata.
- Allergic salute Gerakan mengosok-gosokan hidung pada anak-
anak
- Allergi crease, timbulnya garis pada bagian depan hidung.
D. PATOFISIOLOGI
Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal
yang terjadi dengan perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi,
ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri atas berbagai macam
sel. Pada rinitis alergika selain granulosit, perubahan kualitatif
monosit merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak
saja diproduksi lokal pada mukosa hidung. Tetapi terjadi respons
selular yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan
migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan sitokin dan kemokin
antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan RANTES berpengaruh pada
penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan
inflamasi alergi.
Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel
termasuk: eosinofil, sel CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Alergen
menginduksi Sel Th-2, selanjutnya terjadi peningkatan ekspresi
sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10
yang merangsang IgE, dan sel Mast.
Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, dan
tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin akan mengadakan
upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES
menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel Mast.
Perpanjangan masa hidup sel terutama dipengaruhi oleh IL-5.
Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya
histamin dan cystenil-leukotrien yang merupakan mediator
utama dalam rinitis alergika menyebabkan gejala rinorea, gatal,
dan buntu. Penyusupan eosinofil menyebabkan kerusakan
mukosa sehingga memungkinkan terjadinya iritasi langsung
polutan dan alergen pada syaraf
parasimpatik, bersama mediator Eosinophil Derivative
Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala bersin.
Terdapat hubungan antara system imun dan sumsum tulang.
Fakta ini membuktikan bahwa epitel mukosa hidung
memproduksiStem Cell Factor (SCF) dan berperan dalam atraksi,
proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi alergi pada
mukosa hidung. Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari
respons imun di atas, merupakan tanda penting rinitis alergika.
E. KOMPLIKASI
a. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau
menimbulkan kekambuhan polip hidung.
b. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media
yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien
anak-anak.
c. Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari
rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung
sehingga menghambat drainase
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit,
tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau
menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila
ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas
merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis
alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala
minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo
dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan
eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih
terbatas pada bidang penelitian.
Beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah
- Pemeriksaan nasoendoskopi
- Pemeriksaan sitologi hidung
- Hitung eosinofil dalam darah tepi
- Uji kulit allergen penyebab
G. PENATALAKSANAAN
Adapun beberapa cara penatalaksaan dari Rhinitis Alergi itu
seperti :
- Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak
dengan allergen penyebab
- Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat
yang sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis
alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. Obat
Kortikosteroid dipil
- Jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat
tidak berhasil diatasi oleh obat lain
- Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil
dengan cara diatas
- Penggunaan Imunoterapi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA RHINITIS


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama
Jenis kelamin
Umur
Bangsa
2. Keluhan utama
3. Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat,
dan hidung gatal
4. Riwayat peyakit dahulu
Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
5. Riwayat keluarga
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di
alami pasien
6. Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
7. Pemeriksaan penunjang :
o Pemeriksaan nasoendoskopi
o Pemeriksaan sitologi hidung
o Hitung eosinofil pada darah tepi
o Uji kulit allergen penyebab
B. DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi /adanya secret yang
mengental
2. Pertukaran gas, kerusakan b/d gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi).
3. Ketidak nyamanan pasien b/d hidung yang meler
4. Rasa nyeri di kepala b/d kurangnya suplai oksigen
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi /adanya secret yang
mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung
INTERVENSI RASIONAL

- Kaji penumpukan secret yang - Mengetahui tingkat keparahan


ada. dan tindakan selanjutnya.

- Tingkat dari suatu keparahan


- Observasi tanda-tanda vital.
penyakit akan menyebabkan
diadakanya suatu tindakan.

- Kerjasama untuk menghilangkan


obat yang dikonsumsi
- Kolaborasi dengan team medis

2. Pertukaran gas, kerusakan b/d gangguan suplai oksigen


(obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Tujuan : Suplai oksigen terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak kesulitan bernafas lagi
b. Jalan nafas kembali normal sekresi beRkurang atau tidak
ada.
INTERVENSI RASIONAL

- Kaji frekuensi, kedalaman c - Catat penggunaan otot aksesori,


pernapasan. napas,bibir,ketidak mampuan
bicara/berbincang.

- Tehnik ini akan memberikan


- Tinggikan kepala tempat tidur,
kenyaman pada pasien.
bantu pasien untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernapas.

- Dorong mengeluarkan sputum;


penghisapan bila diindikasikan - Mempermudah pernafasan pada
a. Berguna dalam evaluasi derajat
pasien.
distres pernapasan Bentuk dan posisi klien sangat
b. Pengiriman oksigen dapat
menetukan peredaran oksigen ke
diperbaiki dengan posisi duduk
tubuh
tinggi

3. Ketidak nyamanan pasien b/d hidung yang meler


Tujuan : Hidung klien sudah tidak meler/tidak ada mucus
Kriteria Hasil : Klien sudah merasa nyaman

INTERVENSI RASIONAL

- Kaji jumlah mukus, bentuk dan - Melihat tingkat keparahan


warna penyakit

An- Ajurkan pasien mengeluarkan - Mengurangi mukus dalam


mucus. hidung agar bisa bernafas
dengan nyaman.
- Anjurkan pasien untuk
- Hidung akan menjadi bersih .
membersihkan hidung

4. Rasa nyeri di kepala b/d kurangnya suplai oksigen


Tujuan : Mengurangi rasa nyeri di kepala
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak merasa nyeri
b. Klien mengetahui cara pemijatan refleksi
INTERVENSI RASIONAL

- Kaji Skala nyeri - Mengetahui tingkatan sakit

- Memberikan pijatan refleksi di - Merasakan kenyamanan


kepala
- Mengembalikan kondisi yang baik
- Anjurkan pasien untuk pada tubuh
beristirahat

5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.


Tujuan : Membantu pasien dalam aktivitas
Kriteria hasil :
Klien sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

INTERVENSI RASIONAL

- Kaji kegiatan pasien - Pasien bisa melakukan aktivitas


seperti biasa
- Anjurkan Pasien untuk istirahat
- Mengembalikan kondisi pasien
- Berikan bantuan bila pasien tidak menjadi fit
bisA melakukan kegiatannya
- Aktivitas pasien berjalan lancar

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung
(Dipiro, 2005).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung (Dorland, 2002). Rhinitis
alergi secara umum didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yag
terjadi setelah paparan allergen melalui inflamasi yang diperantai IgE
pada mukosa hidung. Meksipun bukan penyakit berbahaya yang
mematikan rhinitis alergi dianggap penyakit yang serius karna akan
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Tak hanya aktivitas sehari-hari yang terganggu, biaya yang akan
dikeluarkanpun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera di
atasi apabila sudah terjadi kronik.

SARAN
Sebagai mahasiswa yang mempunyai banyak kesibukkan dan aktifitas
yang terbanyak diharapkan kita bisa menjaga kesehatan apa lagi terkait
dengan rhinitis alergi ini yang sangat rentan kepada siapa saja. Kesehatan
tidak hanya kita bisa memberikan penyuluhan ataupun merawat orang-
orang yang sakit tapi yang utama kita harus memperhatikan keadaan diri
kita sendiri dulu.
Penyusun sangat membutuhkan saran, demi meningkatkan kwalitas dan mutu
makalah yang kami buat dilain waktu. Sehingga penyusun dapat memberikan
informasi yang lebih berguna untuk penyusun khususnya dan pembaca
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
- Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2 Edisi
18. Jakarta: EGC

- Dorland, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi


29. Jakarta: EGC

- Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2.


Jakarta: Info Medika
- Junadi, purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius

- Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta: EGC

- Soepardi, efiaty arsyad. 1997. Telinga-Hidung-Tenggorok.


Jakarta : fakultas kedokteran universitas indonesia

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I :
PENDAHULUAN
1
A. Latar
Belakang
1
B. Rumusan
Masalah
1
C. Tujuan
..2
D. Metode
Penulisan
3
BAB II :
PEMBAHASAN
.3
A. Defenisi
..3
B. Etiologi
4
C. Manifestasi Klinis..
.5
D. Patofisiologi
...6
E. Komplikasi
7
F. Pemeriksaan
Diagnostik
.7
G. Penatalaksanaan
.7
BAB III :
PENUTUP
..12
A. Kesimpulan
..12
B. Saran
....12
DAFTAR
PUSTAKA
13

Anda mungkin juga menyukai