Anda di halaman 1dari 20

KEMENTERIAN RISET, DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALUOLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

LAPORAN FIELDTRIP GEOMORFOLOGI

KONDISI MORFOLOGI DAERAH AMARILIS

KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

KENDARI

2017

i1
KEMENTERIAN RISET, DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALUOLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

LAPORAN FIELDTRIP GEOMORFOLOGI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meluluskan mata kuliah geomorfologi pada Jurusan

Teknik Pertambangan Fakultas ilmu dan teknologi kebumian

Universitas Halu Oleo

OLEH

KELOMPOK 9

KENDARI

2017

i2
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALUOLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

LAPORAN FIELDTRIP GEOMORFOLOGI

Disetujui Oleh:

Kordinator Asisten Asisten

La Ode Miqdad Husein Novtrian Exceline Ekslesya


NIM: F1B2 14 022 NIM: F1B2 14 038

Mengetahui :

Dosen Pembimbing Mata Kuliah Geomorfologi

Erwin Anshari S.Si, M.Eng

NIP:19880628 2015 04 1001

KATA PENGANTAR

i3
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Laporan

Lapangan Fieldtrip Geomorfologi ini yang syukur dan alhamdulillah selesai tepat pada waktunya.

Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis banyak mengalami kesulitan. Namun

berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak, terutama kepada yang terhormat dosen

pembimbing Geomorfologi Bapak Erwin Anshari S.Si, M.Eng dan Dosen penanggung jawab

laporan lapangan bapak Dr.Ir(reg).Muh. Chairul.S.T,S.Km,M.Sc serta para asisten yang

memberikan bimbingan dan koreksi sehingga laporan ini dapat terselesaikan, untuk itu penulis

mengucapkan banyak terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya, dan semoga Tuhan

yang maha Esa dapat melimpahkan Rahmat-Nya atas segala amal yang dilakukan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan

saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan

laporan ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan

serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan yang maha Esa

senantiasa meridhoi segala usaha yang telah dilakukan.

Kendari, 12 Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

i4
Hal Judul..........................................................................................................................................

Hal Pengesahan..............................................................................................................................

Hal Tujuan......................................................................................................................................

Kata Pengantar................................................................................................................................

Daftar Isi..........................................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................


1.2 Maksud dan Tujuan..................................................................................................................
1.3 Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah...................................................................................
1.4 Alat dan Bahan.........................................................................................................................
1.5 Peneliti Terdahulu.....................................................................................................................

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional.............................................................................................................

2.2 Stratigrafi Regional....................................................................................................................

2.3 struktur geologi Regional..........................................................................................................

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan................................................................................................................................

4.2 Saran.........................................................................................................................................

DAFTAR TABEL

i5
DAFTAR FOTO

i6
BAB I

PENDAHULUAN

i7
1.1 Latar Belakang

Sulawesi dan daerah sekitarnya terletak pada pertemuan tiga lempeng yang saling

bertabrakan; Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat

dan Lempeng Australia-Hindia yang bergerak ke utara, sehingga kondisi tektoniknya sangat

kompleks, dimana kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan

bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses

tektonik lainnya. Adapun struktur geologi yang berkembang didominasi sesar-sesar mendatar,

dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model

simple shear.

Pulau Sulawesi adalah pulau di negara Indonesia yang mempunyai batuan penyusun paling

kompleks diantara batuan penyususun pulau-pulau yang lain. Dari beberapa provinsi di wilayah

Sulawesi itu sendiri , salah satu daerah yang memiliki struktur geologi yang kompleks adalah

Sulawesi tenggara. Daerah Sulawesi tenggara merupakan bagian dari kepingan benua

kepulauan. Meski demikian ada beberapa daerah yang temasuk dalam Sulawesi tenggara yang

struktur geologinya masih berkaitan erat dengan proses-proses geologi yang ada di mandala

timur yang terkenal dengan kompleks ofiolitnya.

Dari perkembang pengetahuan tentang peristiwa geologi sejak dahulu, manusia ingin

mengetahuai bagaimana terbentuknya batuan yang mempunyai beraneka jenis bentuk, struktur,

tekstur, warna yang berbeda untuk setiap jenisnya bagaimana terbentuknya gunung api,

perlapisan bumi atau lapisan-lapisan bumi, gempa, tanah longsor dan lainnya. Juga bagaimana

menentukan jurus dan kemiringan batuan serta menentukan posisi pada peta. pengkajian secara

teori mengenai identifikasi batuan, menentukan strike dan dip serta menentukan posisi pada peta

tidaklah cukup hanya di lakukan di laboratorium saja. Dilakukannya praktikum lapangan supaya

mahasiswa kebumian dapat mengamati sendiri bentuk morfologi, jenis aliran sungai ,jeini sungai

i8
serta dapat menentukan posisi pada peta berdasarkan koordinat yang di berikan oleh GPS yang

digunakan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum lapangan Fieltrip geomorfologi adalah untuk mengamati kondisi

morfologi daerah Amarilis Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.

Adapun tujuan dari praktikum lapangan Fieltrip Geologi Dasar adalah sebagai berikut

1. Mengetahiu jenis-jenis pola aliran sungai yang ada di daerah amarilis

2. Mengetahiu tipe-tipe aliran sungai yang ada di daerah amarilis

3. mengetahui jenis morfologi daerah amarilis

1.3 Waktu, Letak dan Kesampaian daerah


Praktikum lapangan Geomorfologi dilaksanakan pada hari saptu tanggal 17 Desember 2016.

Perjalanan ke lapangan di Desa .....kecamatan...., dimulai dari pelataran kampus paskasarjana

(kampus lama) Universitas Halu Oleo pukul 7.00 WITA. Di lapangan terdapat 5 stasiun yang akan

menjadi pusat pengamatan. Semua praktikan beserta dosen dan asisten pendamping berjalan

menuju daerah yang telah ditentukan dengaan berjalan kaki Dari pelataran pelataran kampus

paskasarjana (kampus lama) Universitas Halu Oleo menuju stasin 1 membutukan waktu 20

menit . Dari stasiun 1 menuju stasiun 2 membutuhkan waktu 30 menit. Dari stasiun 2 menuju

stasiun 3 membutuhkan waktu 30 menit. Dari stasiun 3 menuju stasiun 4 membutuhkan waktu

sekitar 1 jam 30 menit. Dari stasiun 4 menuju stasiun 5 membutuhkan waktu sekitar 25 menit.

Identifikasi perstasiun membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit.

1.4 Alat dan bahan


1.4.1 Tabel alat dan bahan

i9
NO Alat dan bahan Kegunaan
1. Kompas Sebagai alat penunjuk arah, penentuan strike, dip,dan

arah penyebaran batuan


2. GPS Sebagai alat untuk menentukan titik koordinat
3. Buku Lapangan Untuk menulis darta singkapan dan geomorfologi.
4. Tabel deskripsi

geomorfologi
5. Kamer Untuk memotret singkapan

6 Tabel penampang

geomorfologi
7 ATK

1.5 Peneliti Terdaluhu

Adapun nama-nama peneliti terdahulu adalah sebagai berikut :

1. Rusman, E Sukido, Sukarna. D. Haryono, E, Simanjuntak T.O 1993. Keterangan Peta

Geologi lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi Tenggara, skala 1 : 250.000


2. Surono dan Bachri S., 2001 Stratigraphy, Sedimentation, and Paleogeographic Significance

of the Triassic Meluhu pormation, southeast arm of Sulawesi, eastern Indonesia Geological

research and development center.


3. Sukamto, R. 1975. Struktural of Sulawesi in the light of Plate Tektonik. Dept. of Mineral and

Energi.

4. Surono, 2013. Geologi lengan Tenggara Sulawesi. Badan geologi. Kementrian energi dan

sumber daya mineral

i10
BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional

Pulau Sulawesi, yang mempunyai luas sekitar 172.000 km2 (van Bemmelen, 1949),

dikelilingi oleh laut yang cukup dalam.Sebagian besar daratannya dibentuk oleh pegunungan

yang ketinggiannya mecapai 3.440 m (gunung Latimojong). Seperti telah diuraikan sebelumnya,

Pulau Sulawesi berbentuk huruf K dengan empat lengan: Lengan Timur memanjang timur laut

barat daya, Lengan Utara memanjang barat timur dengan ujung baratnya membelok kearah

utara selatan, Lengan tenggrara memanjang barat laut tenggara, dan Lengan Selatan

mebujur utara selatan. Keempat lengan tersebut bertemu pada bagian tengah Sulawesi.

Sebagian besar Lengan Utara bersambung dengan Lengan Selatan melalui bagian

tengah Sulwesi yang merupakan pegunungan dan dibentuk oleh batuan gunung api. Di ujung

timur Lengan Utara terdapat beberapa gunung api aktif, di antaranya Gunung Lokon, Gunung

Soputan, dan Gunung Sempu. Rangakaian gunung aktif ini menerus sampai ke Sangihe.Lengan

Timur merupakan rangkaian pegunungan yang dibentuk oleh batuan ofiolit.Pertemuan antara

i11
Lengan Timur dan bagian Tengah Sulawesi disusun oleh batuan malihan, sementara Lengan

Tenggara dibentuk oleh batuan malihan dan batuan ofiolit.

Seperti yang telah di uraikan sebelumnya,pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya

merupakan pertemuan tiga lempeng yang aktif bertabrakan.Akibat tektonik aktif ini,pulau

Sulawesi dan daerah sekitarnya dipotong oleh sesar regional yang masih aktif sampai

sekarang.Kenampakan morfologi dikawasan ini merupakan cerminan system sesar regional yang

memotong pulau ini serta batuan penyusunya bagian tenga Sulawesi,lengan tenggara,dan

lengan selatan dipotong oleh sesar regional yang umumnya berarah timur laut barat daya.

sesar yang masih aktif sampai sekarang ini umumnya merupakan sesar geser mengiri.

2.1.1 Morfologi
Van bemmelen (1945) membagi lengan tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian: ujung

utara, bagian tengah,dan ujung selatan (gambar 4.2), Ujung utara mulai dari palopo sampai teluk

tolo; dibentuk oleh batuan ofiolit, Bagian tengah ,yang merupakan bagian paling lebar (sampai

162,5 km), didominasi oleh batuan malihan dan batuan sedimen mesozoikum. Ujung selatan

lengan tenggara merupakan bagian yang relative lebih landai ; batuan penyusunya didominasi

oleh batuan sedimen tersier ,uraian dibawah ini merupakan perian morfologi dan morfogenesis

lengan tengah Sulawesi.

2.1.2 Ujung utara

Ujung utara lengan tenggara Sulawesi mempunyai cirri khas de3ngan munculnya

kompleks danau malili yang terdiri atas danau matano,danau towuti,dan tiga danau kecil

disekitarnya (danam mahalona,danau lantoa, dan danau masapi; (gambar 4.2). Pembentuka

kelima danau itu diduga akibat sistem system sesar matano,yang telah diketahui sebagai sesar

geser mengiri. Pembedaan ketinggian dari kelima danau itu memungkinkan air dari suatu danau

mengalir ke danau yang terletak lebih rendah.

i12
2.1.3 Bagian Tengah

Morfologi bagian tengah Lengan Tenggara Sulawesi didominasi oleh pegunungan yang

umumnya memanjang hampir sejajar berarah barat laut - tenggara. Pegunungan tersebut

diantaranya adalah Pegunungan Mengkoka, Pegunungan Tangkelamboke, dan Pegunungan

Matarombeo. Morfologi bagian tengah ini sangat kasar dengan kemiringan lereng yang tajam.

Puncak tertinggi pada rangkaian pegunungan Mengkoka adalah Gunung Mengkoka yang

mempunyai ketinggian 2790 m dpl. Pegunungan Tangkelamboke mempunyai puncak Gunung

Tangkelamboke (1500 m dpl). Sedangkan Pegunungan Matarombeo berpuncak di barat laut

Desa Wawonlondae dengan ketinggian 1551 m dpl.

2.1.4 Satuan Morfologi

Setidaknya ada lima satuan morfologi yang dapat dibedakan dari citra IFSAR bagian

tengah dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi, yakni satuan pegunungan, perbukitan

tinggi, perbukitan rendah, dataran rendah, dan karst. Uraian di bawah ini merupakan perian

secara singkat dari kelima satuan morfologi tersebut.

2.1.4.1 Satuan Pegunungan

Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini, terdiri atas

Pegunungan Mengkoka, Pegunungan Tangkelemboke, Pegunungan Mendoke dan Pegunungan

Rumbia yang terpisah di ujung selatan Lengan Tenggara. Satuan morfologi ini mempunyai

topografi yang kasar dengan kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini

mempunyai pola yang hampir sejajar berarah barat laut tenggara. Arah ini sejajar dengan pola

struktur sesar regional di kawasan ini. Pola ini mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi

pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar regional.

Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan

ofiolit. Ada perbedaan yang khas di antara kedua penyusun batuan itu. Pegunungan yang

i13
disusun oleh batuan ofiolit mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus dengan lereng

relatif lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang dibentuk oleh

batuan malihan, punggung gunungnya terputus pendek-pendek dengan lereng yang tidak rata

walaupun bersudut tajam.

2.1.4.2 Satuan Perbukitan Tinggi


Satuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan Tenggara,

terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 m

dpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sediman klastika

Mesozoikum dan Tersier.


2.1.4.3 Satuan Perbukitan Rendah
Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung selatan

Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang

bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan

Tersier.
2.1.4.4 Satuan Dataran

Satuan morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan

Tenggara Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung

dengan satuan morfologi pegunungan. Penyebaran satuan dataran rendah ini tampak sangat

dipengaruhi oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha). Kedua sistem

ini diduga masih aktif, yang ditunjukkan oleh adanya torehan pada endapan aluvial dalam kedua

dataran tersebut (Surono dkk, 1997). Sehingga sangat mungkin kedua dataran itu terus

mengalami penurunan. Akibat dari penurunan ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut,

di antaranya pemukiman dan pertanian di kedua dataran itu akan mengalami banjir yang semakin

parah setiap tahunnya.

Dataran Langkowala yang melampar luas di ujung selatan Lengan Tenggara, merupakan

dataran rendah. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa

i14
Formasi Langkowala. Dalam dataran ini mengalir sungai-sungai yang pada musim hujan berair

melimpah sedang pada musim kemarau kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir dan

konglomerat sebagai dasar sungai masih lepas, sehingga air dengan mudah merembes masuk

ke dalam tanah. Sungai tersebut di antaranya Sungai Langkowala dan Sungai Tinanggea. Batas

selatan antara Dataran Langkowala dan Pegunungan Rumbia merupakan tebing terjal yang

dibentuk oleh sesar berarah hampir barat-timur. Pada Dataran Langkowala, terutama di dekat

batas tersebut, ditemukan endapan emas sekunder. Surono (2009) menduga emas tersebut

berasal dari batuan malihan di Pegunungan Rumbia dan sekitarnya.

2.1.4.5 Satuan Karst

Satuan morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah. Satuan ini

dicirikan perbukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah. Sebagian besar batuan

penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping berumur Paleogen dan selebihnya

batugamping Mesozoikum. Batugamping ini merupakan bagian Formasi Tampakura, Formasi

Laonti, Formasi Tamborasi dan bagian atas dari Formasi Meluhu. Sebagian dari batugamping

penyusun satuan morfologi ini sudah terubah menjadi marmer. Perubahan ini erat hubungannya

dengan pensesar-naikkan ofiolit ke atas kepingan benua. Di sekitar Kendari batugamping terubah

tersebut ditambang untuk bahan bangunan.

2.2. Statigrafi Regional

Nama Formasi Meluhu diberikan oleh Rusmana & Sukarna (1985) kepada satuan batuan

yang terdiri batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan batulumpur di bagian bawah; dan

perselingan serpih hitam, batupasir, dan batugamping di bagian atas. Formasi Meluhu menindih

takselarasan batuan malihan dan ditindih takselaras oleh satuan batugamping Formasi

Tampakura.

i15
Formasi Meluhu mempunyai penyebaran yang sangat luas di Lengan Tenggara

Sulawesi.Formasi ini telah dipublikasikan secara luas; di antaranya oleh Surono dkk.(1992);

Surono (1997b, 1999), serta Surono & Bachri (2002), Sebagian besar bahasan selanjutnya

merupakan terjemahan dan/atau kompilasi dari publikasi tersebut.

Surono (1997b) membagi Formasi Meluhu menjadi tiga anggota (dari bawah ke atas):

1. Anggota Toronipa yang didominasi oleh batupasir dan konglomerat,


2. Anggota Watutaluboto didominasi oleh batulumpur, batulanau, dan serpih,
3. Anggota tuetue dicirkan oleh hadirnya napal dan batu gamping.

Anggota toronipa formasi meluhu didominasi batupasir dan konglomerat dengan sisipan serpih,

batulanau dan batulempung. Sisipan tipis lignit ditemukan setempat seperti di sungai kecil dekat

Mesjid Nurul Huda, Kota kendari dan Tebing tepi jalan di selatan tinobu. Lokasi tipe anggota

toronipa berada di tanjung toronipa, sebelah tenggara desa toronipa. Penampang tegak hasil

pengukuran statigrafi terperinci di tanjung toronipa. Dibeberapa tempat, batupasir pejal

tersingkap baik dan diduga merupakan hasil pengendapan grain flow. Secara setempat,

batupasir kerikilan sering dijumpai diatas permukaan bidang erosi. Ketebalan anggota toronipa

pada lokasi tipe tersebut adalah 800 m. Ketebalan maksimum anggota ini diduga kearah timur.

Struktur sedimen yang terekam pada anggota toronipab erupa silang siur, tikas seruling,

gelembur gelombang, perlapisan bersusun, dan permukaan erosi. Batang, ranting dan atau

cetakan daun juga ditemukan pada endapan klastik halus. Setiap runtunan batuan sedimen

menunjukan penghalusan keatas, yang menunjukan energi melemah kearah atas. Semua fakta

dilapangan ini memberikan gambaran bahwa anggota toronipa diendapkan pada lingkungan

sungai kekelok. Arah arus purba, yang sebagian diukur pada silang siur, menunjukan hasil

kecendrungan unimodal. Kondisi seperti ini umum ditemui pada arus sungai kekelok.

2.3 Struktur Regional

i16
Lengan tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah tumbukan adalah

sesar geser mengiri, termasuk sesar matarombeo, sistem sesar Lawanopo (yang berasosiasi

dengan batuan campur-aduk toreo), sistem sesar Konaweha, sesar kolaka, dan banyak sesar

lainnya serta liniasi. Sesar dan liniasi menunjukkan sepasang arah utama tenggara-barat laut

(3320), dan timur laut barat daya (42 0). Arah tenggara barat laut merupakan arah umum dari

sesar geser mengiri dilengan tenggara sulawesi.

Sistem sesar Lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-tenggara yang

memanjang sekitar 260 Km dari Utara Malili sampai tanjung Toronipa. Ujung barat laut sesar ini

menyambung dengan sesar Matano, sementara ujung tenggaranya bersambung dengan sesar

Hamilton, Yang memotong sesar naik Tolo. Sistem sesar ini diberi nama sesar Lawanopo oleh

Hamilton (1979) bedasarkan dataran Lawanopo yang ditorehnya.

Kenampakan fisiografi sistem sesar Lawanopo tergambar jelas lebih dari pada 50 Km

pada citra pengindraan jauh, termasuk citra langsat dan IFSAR. Citra tersebut menggambarkan

adanya lembar linear panjang, scap, offset, dan pembelokan aliran sungai. Aliran sungai yang

tergeser mengiri dapat diidentifikasi dibeberapa tempat antara Tinobu, dan soropia, utara

kendari; contohnya pergeseran mengiri 2 Km sungai Andonohu (selatan Tinobu). Jarak

pergeseran, yang membesar semakin besar dengan sesar yang bersangkutan, merupakan tanda

sesar geser (silvester, 1988). Pergeseran Mengiri sepanjang Formasi Meluhu yang berada

ditengah lengan tenggara Sulawesi.

Interprestasi citra foto udara disekitar Tinobu menunjukan penyebaran batuan campur-

aduk Toreo. Kepingan batuan yang berasal dari Formasi Meluhu, Formasi Tampakura, dan ofiolit,

dijumpai sebagai bodin dalam batuan campur-aduk itu. Analisis stereografi orientasi bodin, yang

diukur pada tiga lokasi, menunjukan keberagaman azimuth rata-rata/plunge: 30 o 44o, 356,3o/49o,

dan 208,7o/21o.

i17
Adanya mata air panas di Desa Toreo, sebelah tenggara Tinobu serta pergeseran pada

bangunan dinding rumah dan jalan sepanjang sesar ini menunjukan bahwa sistem sesar

Lawanopu masih aktif sampai sekarang.

Lengan Sulawesi tenggara juga merupakan kawasan pertemuan lempeng, yakni

lempeng benua yang berasal dari Australia dan lempeng samudra dari Pasifik. Kepingan benua

di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara (South East Sulawesi

Continental Terrane) dan Mintakat Matarambeo oleh Surono (1944). Kedua lempeng dari jenis

yang berbeda ini bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa Sulawesi. Bahasan

selanjutnya akan mengikuti pola sebelum tarbrakan dan setelah tabrakan tersebut yakni :

1. Kepingan Benua
2. Kompleks Ofiolit
3. Molasa Sulawesi

Sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada Oligosen Akhir-Miosen Awal,

kompleks ofiolit tersesarnaikkan ke atas mintakat benua.

Molasa sulawesi, yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat, terendapkan selama

akhir dan sesudah tumbukan, sehingga, molasa ini menindih takselaras Mintakat Benua Sulawesi

Tenggara dan Kompleks Ofiolit tersebut. Pada akhir kenomikum lengan ini di koyak oleh Sesar

Lawanopo dan beberapa pasangannya, termasuk Sesar Kolaka.

i18
BAB III

LANDASAN TEORI

i19
BAB IV

PENUTUP

i20

Anda mungkin juga menyukai