Anda di halaman 1dari 12

2.1. Masalah Utama.

Isolasi sosial : Menarik diri.

2.2. Proses Terjadinya Masalah.

A. Pengertian.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend, 1998 dikutip Farida Kusumawati dan
Yudi Hartono, 2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Farida Kusumawati dan Yudi
Hartono, 2012).
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
B. Penyebab.
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan
sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan (Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).

C. Rentang Respon Emosi.


Manusia adalah mahluk Sosial untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan mereka harus
membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika
individu yang terlibat saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi masih tetap
dipertahankan. Juga perlu untuk membina perasaan saling ketergantungan dan kemandirian dalam
suatu hubungan. Perilaku yang teramati pada respon Sosial maladaptive mewakili supaya individu
untuk mengatasi ansietas yang betrhubungan dengan kesepian, rasa takut , kemarahan, malu,
bersalah dan merasa tidak aman. Seringkali respon yang terjadi meliputi manipulasi, narkisme dan
impulsive.
a) Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial budaya yang umum berlaku atau individu tersebut masih
dalam batas normal dalam menyelesaikan masalahnya. Respon ini meliputi:
1) Menyendiri (solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
dan perasaan dalam hubungan sosial.
3) Kebersamaan
Merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal di mana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.
4) Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.

b) Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang


menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungan. Respon maladaptif yang
paling sering ditemukan adalah:
1) Menarik diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan seseorang.
2) Tergantung (dependent)
Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
3) Manipulatif
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak bisa membina
hubungan sosial secara mendalam.
4) Impulsif
Individu impulsive tidak mampu membicarakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan.
5) Narcisisme
Pada individu narcisisme terdapat harga diri yang rapuh secara terus-menerus,
berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu,
marah jika orang lain tidak mendukung.

Respon adaptif
Menyendiri
Otonomi
Kerjasama
Saling tergantung
Merasa sendiri
Menarik diri
Tergantung
Manipulatif
Impulsif

D. Manifestasi Perilaku.
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindar dari orang lain (menyendiri).
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut
botak karena terapi).
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakiri kehidupannya.

E. Penerapan Proses Keperawatan


1) Memenuhi kebutuhan Biologis
Monitor intake dan output
Memperhatikan kebersihan diri
2) Komunikasi verbal dan non verbal
Sikap empati
Pilih topik pembicaraan dari klien
Kontak mata
Sentuhan halus
3) Melibatkan orang lain dengan klien
Awal hubungan perawat klien kemudian lanjut dengan orla.
4) Intervensi Keluarga
Bantu untuk mengerti kebutuhan klien
Bantu untuk selalu berkomunikasi dengan klien
Beri penjelasan proses pengobatan

F. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi menarik diri.


Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
I. Pengkajian.
1. Identitas.
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas.
2. Keluhan Utama.
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit biasanya akibat
adanya kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi.
3. Faktor Predisposisi.
Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni keturunan,
endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
4. Psikososial.
a) Genogram.
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16 % skizofrenia,
bila keduanya menderita 40-68 %, saudara tiri kemungkinan 0,9-1,8 %, saudara kembar
2-15 %, dan saudara kandung 7-15 %.
b. Konsep Diri.
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien akan
memengaruhi konsep diri pasien.
c. Hubungan Sosial.
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, dan berdiam
diri.
d. Spiritual.
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
5. Status Mental.
a. Penampilan diri.
Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat,
resleting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik sebagai manifestasi
kemunduran kemauan pasien.
b. Pembicaraan.
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
c. Aktivitas Motorik.
Kegiatan yang dilakukan tidak berfariatif, kecenderungan mempertahankan pada
satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
d. Emosi.
Emosi dangkal.
e. Efek.
Efek dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
f. Interaksi selama wawancara.
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara,
diam.
g. Persepsi.
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
h. Proses Berfikir.
Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.
i. Kesadaran.
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta pembatasan dengan
dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan
kenyataan (secara kualitatif).
j. Memori.
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan orang.
k. Kemampuan Penilaian.
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan,
selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.
l. Tilik Diri.
Tak ada yang khas.

6. Kebutuhan Sehari-hari.
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin
mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB / BAK, mandi,
berpakaian dan istirahat tidur.

II. Analisa Data.


Data Etiologi Masalah
DS : klien mengeluh kurang percaya kepada orang lain disekitarnya
DO :
Klien tidak mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi
dengan orang lain.
Klien tidak mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
Klien tidak mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain
dengan cara yang sesuai / dapat diterima.
kurangnya rasa percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau. Isolasi sosial
DS : klien mengeluh kurang komunikasi dengan orang lain
DO :
Klien tidak mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan
diterima orang lain.
Pesan non verbal klien tidak sesuai dengan verbalnya.
Klien tidak mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan
komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.
ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap
perkembangan sebelumnya, menarik diri. Kerusakan komunikasi verbal
DS : -
DO :
Klien tidak mampu makan sendiri tanpa bantuan.
Klien tidak mampu memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya
tanpa bantuan.
Klien tidak mampu mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan
mandi setiap hari dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
menarik diri, regresi.
Sindrom kurang perawatan diri

III. Diagnosis Keperawatan.


1. Isolasi sosial b.d. kurangnya rasa percaya kepada orang lain, panik, regresi ke
tahap perkembangan sebelumnya, sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa
lampau.
2. Kerusakan komunikasi verbal b.d. ketidakmampuan untuk percaya kepada orang
lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, menarik diri.
3. Sindrom kurang perawatan diri b.d. menarik diri, regresi.

IV. Intervensi Keperawatan.


Diagnosa 1 : Isolasi sosial b.d. kurangnya rasa percaya kepada orang lain, panik,
regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, sukar berinteraksi dengan orang lain
pada masa lampau.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan
orang lain.
Kriteria Hasil :
Klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi
dengan orang lain.
Klien mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
Klien mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain
dengan cara yang sesuai / dapat diterima.

1. Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi
singkat.

2. Perlihatkan penguatan positif pada pasien.


3. Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang
mungkin merupakan hal yang menakutkan atau sukar bagi pasien.
4. Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berinteraksi
dengan orang lain.
5. Berikan obat-obat penenang sesuai program pengobatan pasien. 1. Sikap
menerima dari orang lain akan meningkatkan harga diri pasien dan memfasilitasi
rasa percaya kepada orang lain.
2. Pasien merasa menjadi orang yang berguna.
3. Kehadiran seseorang yang dipercaya akan memberikan rasa aman bagi pasien.

4. Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendorong pengulangan


perilaku tersebut.
5. Obat-obat anti psikosis menolong orang untuk menurunkan gejala psikosis pada
seseorang sehingga memudahkan interaksi dengan orang lain.
Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal b.d. ketidakmampuan untuk percaya
kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, menarik diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima
orang lain.
Kriteria Hasil :
Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima
orang lain.
Pesan non verbal klien sesuai dengan verbalnya.
Klien mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi
verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.

1. Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi pasien.

2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.

3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidak mengancam bagaimana perilaku
dan pembicaraannya diterima dan mungkin juga dihindari oleh orang lain.
4. Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara (autisme), gunakan teknik
mengatakan secara tidak langsung.

5. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang


memuaskan kembali.

1. Teknik ini menyatakan kepada pasien bagaimana klien dimengerti oleh orang
lain, sedangkan tanggung jawab untuk mengerti ada pada perawat.
2. Memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan dan
komunikasi pasien.
3. Teknik ini untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara perawat dan
pasien, serta pasien dengan lingkungannya.

4. Hal ini menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan


mendorong pasien mendiskusikan hal-hal yang menyakitkan dirinya.
5. Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas keperawatan.
Diagnosa 3 : Sindrom kurang perawatan diri b.d. menarik diri, regresi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
Klien makan sendiri tanpa bantuan.
Kriteria Hasil :
Klien makan sendiri tanpa bantuan.
Klien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
Klien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari
dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.

1. Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat


kemampuan pasien.

2. Dukung kemandirian pasien, tetapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat
melakukan beberapa kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri.

4. Perlihatkan secara konkret, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut pasien


sulit melakukannya.
5. Buat catatan secara rinci tentang makanan dan cairan. 1. Keberhasilan
menampilkan kemandirina dalam melakukan aktifitas akan meningkatkan harga
diri.
2. Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam keperawatan.
3. Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung pengulangan
perilaku yang diharapkan.
4. Penjelasan harus sesuai dengan tingkat pengertian yang nyata.

5. Informasi penting untuk mendapatkan gambaran nutrisi yang adekuat.

V. Evaluasi.
1. Klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi
dengan orang lain.
2. Klien mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
3. Klien mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain
dengan cara yang sesuai / dapat diterima.
4. Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima
orang lain.
5. Pesan non verbal klien sesuai dengan verbalnya.
6. Klien mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi
verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.
7. Klien makan sendiri tanpa bantuan.
8. Klien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
9. Klien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari
dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.

BAB IV
STRATEGI PENERAPAN TEKNIK KOMUNIKASI PADA KLIEN ISOLASI
SOSIAL MENARIK DIRI

4.1. Penerapan Strategi Komunikasi.


1. Kondisi Klien
Klien dengan isolasi sosial menarik diri jarang bahkan tidak mampu melakukan
interaksi dengan orang lain (Rawlins, 1993). Klien sering menunjukan tanda dan
gejala seperti kurang spontan, apatis, akspresi wajah kurang berseri, afek datar,
kontak mata kurang, komunikasi verbal menurun, mengisolasi diri (menyendiri),
dan ceritakan kondisi klien.
2. Diagnosa keperawatan: Isolasi Sosial Menarik Diri
3. Tujuan
Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial menarik diri
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Klien mampu berkenalan dengan orang lain.
4. Strategi pelaksanaan:
Orientasi :
Orientasi (Perkenalan):
Selamat pagi
Saya Agung Nugroho Saya senang dipanggil Agung Saya mahasiswa keperawatan
USKW salatiga, saya yang akan membantu merawat ibu dari sekarang sampai 2
minggu kedepan
Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?
Apa keluhan S... hari ini? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman ibu S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Mau berapa lama S...? Bagaimana kalau 15 menit

Kerja:
(Jika pasien baru)
Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?
(Jika pasien sudah lama dirawat)
Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal di ruangan ini
Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?
Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?
Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ?
(sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain
Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita
dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S,
senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak
Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?
Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya!
Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali
Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang
hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.

Terminasi:
Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?
S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali
Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan
ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal
kegiatan hariannya.
Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?
Baiklah, sampai jumpa.

Daftar Pustaka
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta.
ECG
Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta : ECG
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai