A. Pengertian.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend, 1998 dikutip Farida Kusumawati dan
Yudi Hartono, 2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Farida Kusumawati dan Yudi
Hartono, 2012).
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
B. Penyebab.
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan
sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan (Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).
Respon adaptif
Menyendiri
Otonomi
Kerjasama
Saling tergantung
Merasa sendiri
Menarik diri
Tergantung
Manipulatif
Impulsif
D. Manifestasi Perilaku.
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindar dari orang lain (menyendiri).
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut
botak karena terapi).
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakiri kehidupannya.
6. Kebutuhan Sehari-hari.
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin
mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB / BAK, mandi,
berpakaian dan istirahat tidur.
1. Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi
singkat.
1. Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi pasien.
3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidak mengancam bagaimana perilaku
dan pembicaraannya diterima dan mungkin juga dihindari oleh orang lain.
4. Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara (autisme), gunakan teknik
mengatakan secara tidak langsung.
1. Teknik ini menyatakan kepada pasien bagaimana klien dimengerti oleh orang
lain, sedangkan tanggung jawab untuk mengerti ada pada perawat.
2. Memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan dan
komunikasi pasien.
3. Teknik ini untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara perawat dan
pasien, serta pasien dengan lingkungannya.
2. Dukung kemandirian pasien, tetapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat
melakukan beberapa kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri.
V. Evaluasi.
1. Klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi
dengan orang lain.
2. Klien mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
3. Klien mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain
dengan cara yang sesuai / dapat diterima.
4. Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima
orang lain.
5. Pesan non verbal klien sesuai dengan verbalnya.
6. Klien mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi
verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.
7. Klien makan sendiri tanpa bantuan.
8. Klien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
9. Klien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari
dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
BAB IV
STRATEGI PENERAPAN TEKNIK KOMUNIKASI PADA KLIEN ISOLASI
SOSIAL MENARIK DIRI
Kerja:
(Jika pasien baru)
Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?
(Jika pasien sudah lama dirawat)
Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal di ruangan ini
Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?
Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?
Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ?
(sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain
Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita
dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S,
senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak
Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?
Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya!
Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali
Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang
hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.
Terminasi:
Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?
S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali
Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan
ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal
kegiatan hariannya.
Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?
Baiklah, sampai jumpa.
Daftar Pustaka
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta.
ECG
Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta : ECG
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Salemba Medika