Anda di halaman 1dari 6

Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 1999


Tentang Telekomunikasi

Penjelasan UU No.36 Tentang Telekomunikasi

Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan


penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis
dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan
keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan
memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan
lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat
mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru,
dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi
dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan
kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi

Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui
reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam
rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan
usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak
kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat
karena ada beberapa alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar
dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan
bagi para pengguna teknologi informasi.
Pasal 36

1) Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke
wilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32.
2) Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke
wilayah udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
a. untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda,
bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keselamatan lalu lintas
penerbangan; atau
b. disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara
telekomunikasi; atau
c. merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas
bergerak penerbangan.
3) Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setelah kita mengetahui bunyi dari pasal 36, selanjutnya saya akan membahas sebuah kasus
yang melanggar pasal 36, kasus tersebut saya dapat dari

http://www.postel.go.id/info_view_c_26_p_2080.htm .

CONTOH KASUS
JUDUL KASUS :

Pelanggaran Penyadapan Australia Dari Aspek UU Telekomunikasi Dan UU ITE

(Jakarta, 18 November 2013). Menanggapi sejumlah pemberitaan hari ini terkait dengan
beberapa kali tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat
pemerintah Indonesia, bersama ini disampaikan sikap dan pandangan Kementerian Kominfo
sebagai berikut:

1. Kementerian Kominfo searah dengan penyataan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa
dalam jumpa persnya pada tanggal 18 November 2013 sangat menyesalkan tindakan
penyadapan yang dilakukan oleh Australia.

2. Untuk langkah selanjutnya, Kementerian Kominfo akan menunggu langkah-langkah


berikutnya dari Kementerian Luar Negeri mengingat penanganan masalah tersebut adalah
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

3. Sikap sangat keprihatinan dan sangat kecewa yang ditunjukkan oleh Kementerian
Kominfo ini selain berdasarkan aspek hubungan diplomatik, juga karena mengacu pada
aspek hukum, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No.
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.

4. Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan


kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi
dalam bentuk apapun. Demikian pula Pasal 31 ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi
atau penyadapan atas informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dalam suatu
komputer dan / atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi
informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke,
dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik tertentu milik orang lain,
baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan dan / atau penghentian informasi elektronik dan / atau dokumen
elektronik yang sedang ditransmisikan.

5. Memang benar, bahwa dalam batas-batas dan tujuan tertentu, penyadapan dapat
dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi itupun berat pesyaratannya dan harus
izin pimpinan aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU
Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1), bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib
merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa
telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang
diselenggarakannya; dan ayat (2) bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana,
penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau
diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang
diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik
Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. permintaan penyidik untuk tindak pidana
tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Demikian pula kemungkinan
penyadapan yang dibolehkan dengan syarat yang berat pula yang diatur dalam Pasal 31
ayat (3) UU ITE yang menyebutkan, bahwa kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejasaan, dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang
dilakukan berdasarkan undang-undang.

6. Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal
56 UU Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE
yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,-

7. Memang benar, bahwa misi diplomatik asing dimungkinkan untuk memperoleh


kekebalan diplomatik sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri, seperti disebutkan pada Pasal 16, yang menyebutkan,
bahwa pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan dari kewajiban tertentu
kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, misi khusus, perwakilan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, perwakilan badan-badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan
organisasi internasional lainnya, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Namun demikian, masih di UU
tersebut, pada Pasal 17 disebutkan ayat (1) bahwa berdasarkan pertimbangan tertentu,
Pemerintah Republik Indonesia dapat memberikan pembebasan dari kewajiban
tertentu kepada pihak-pihak yang tidak ditentukan dalam Pasal 16 dan ayat (2)
pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasar
pada peraturan perundang-undangan nasional. Penjelasan Pasal 17 tersebut di
antaranya disebutkan, bahwa pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak
yang tidak disebutkan dalam Pasal 16 hanya dapat diberikan oleh pemerintah atas dasar
kasus demi kasus, demi kepentingan nasional, dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan nasional. Dengan demikian, pemberian imunitas tersebut tidak
boleh bertentangan dengan UU yang ada. Sehingga dalam hal ini, jika dugaan
pelanggaran penyadapan oleh Australia melalui misi diplomatiknya telah dibuktikan,
maka imunitas tersebut dapat dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku, dalam hal
ini UU Telekomunikasi dan UU ITE.

8. Kementerian Kominfo sejauh ini berpandangan, bahwa kegiatan penyadapan tersebut


belum terbukti dilakukan atas kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi di
Indonesia. Namun jika kemudian terbukti, maka penyeleggara telekomunikasi yang
bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur daam UU Tekomunikasi dan UU ITE.

9. Bahwasanya kegiatan penyadapan oleh Australia tersebut sangat mengusik kedaulatan


dan nasionalisme Indonesia adalah benar. Namun demikian Kementerian Kominfo
melalui siaran pers ini menghimbau agar kepada para hacker untuk tidak melakukan
serangan balik kepada pihak Australia. Hal itu selain dapat berpotensi memperburuk
situasi, tetapi juga justru berpotensi melanggar UU ITE.

10. Juga perlu diingatkan kepada publik, bahwa apapun perakitan, perdagangan dan atau
penggunaan perangkat sadap yang diperdagangkan secara bebas adalah suatu bentuk
pelanggaran hokum, karena bertentangan dengan UU Telekomunikasi. Kementerian
Kominfo tidak pernah memberikan sertifikasi perangkat sadap terkecuali yang digunakan
oleh lembaga penegak hukum yang disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan
Pasal 31 UU ITE.Demikian pula anti sadap pun juga illegal, karena Kementerian
Kominfo tidak pernah mengeluarkan sertidikat untuk perangkat (baik hard ware maupun
software) anti sadap.

SUMBER

http://silvergrey23.blogspot.co.id/2012/04/uu-no36-tentang-telekomunikasi.html

https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2012/11/uu-no-36-tahun-1999-tentang-
telekomuniksi.pdf

http://www.postel.go.id/info_view_c_26_p_2080.htm

Anda mungkin juga menyukai