PENDAHULUAN
2
c. Tidak memperberat biaya perawatan yang harus ditanggung oleh rumah
sakit.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
menyebabkan infeksi bai secara sporadik maupun endemik. Contohnya adalah
sebagai berikut :
Anaerobik gram positif : Clostridium pada gangrene
Bakteri gram positif : Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di
kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, tulang,
jantung, dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten
terhadap antibiotika.
Bakteri gram negatif : Enterobacteriaceae, seperti Escherichia coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering kali ditemukan
di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran
pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif bertanggug
jawab sekitar setegah dari semua infeksi di rumah sakit.
Serratia marcescens menyebabkan infeksi serius pada luka bekas
jahitan, paru, dan peritoenum.
b. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial oleh berbagai macam virus, seperti
virus hepatitis B dan virus hepatitis C dengan media penularan tranfusi, dialisis,
suntikan, dan endoskopi. RSV, rotavirus, dan enterovirus ditularkan dari kontak
tangan ke mulut atau rute fecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui
pemakaian jarum, suntik, dan tranfusi darah. Virus lain yang menyebabkan
infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, ebola, influenza, virus herpes
simpleks, dan virus varicella-zoster.
c. Parasit dan jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dari orang dewasa ke
anak anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat
antibiotika bakteri dan obat imunosupresan, seperti Candida albicans, Aspergillus
spp, Cryptococcus neoformans, dan Cryptosporidium.
5
2.4 Faktor yang mempengaruhi perkembangan infeksi nosokomial
1. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di
rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak
selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi
tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat
antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Penyakit yang
didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme
yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyakit pada orang normal.
2. Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh
pasien adalah usia, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan
malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan imunosupresan dan steroid,
intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh
terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit
kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan
AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi
dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat
immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi,
kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
3. Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung
Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung
dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan
baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang
diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen
kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan
tangan yang menyebabkan terjadinya infeksi silang.
4. Resistensi antibiotika
6
Banyak mikroorganisme yang kini menjadi resisten. Meningkatnya
resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien
yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan
faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri. Penyebab utamanya karena
penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika
yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu
singkat, dan kesalahan diagnosa.
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen
yang resisten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi
kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-
besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi.
5. Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi
dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi
dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang
tidak diganti-ganti. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan
mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa ekstravasasi infiltrat,
penyumbatan, flebitis, trombosis, kolonisasi kanul, septikemia, dan supurasi.
Beberapa faktor di bawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi
kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui
venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada
tungkai bawah, tidak mengindahkan prinsip anti sepsis, cairan infus yang
hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes
obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter
merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
2.5 Cara transmisi infeksi nosokomial
Penularan infeksi nosokomial dapat terjadi melalui beberapa jalur. Penularan
dapat terjadi secara kontak, melalui common vehicle, udara dan inhalasi, atau melalui
perantara vektor.
7
Penularan dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung, dan
droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung
dengan penjamu. Sebagai contoh adalah person to person pada penularan infeksi
virus hepatitis A secara fekal-oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila
penularan membutuhkan objek perantara, seperti benda mati. Hal ini dapat terjadi
karena benda mati itu terkontaminasi oleh mikroorganisme.
b. Penularan melalui common vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan
dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari 1 penjamu. Contohnya adalah
darah / produk darah, cairan intravena, obat obatan, dan sebagainya.
c. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat
kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui
saluran pernafasan.
Droplet : partikel droplet > 5 m melalui batuk, bersin, bicara,
jarak sebar pendek, tidak bertahan lama di udara, deposit pada
mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis,
Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus
Influenza, mumps, rubella.
Airborne : partikel kecil ukuran < 5 m, bertahan lama di udara,
jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium
tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
d. Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Penularan
eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang
menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonela oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan
dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk,
atau tidak terjadi perubahan biologis, seperti Yersenia pestis pada flea.
2.6 Kriteria diagnosis
Infeksi nosokomial disebut juga sebagai Hospital aqcuired infection apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
8
a. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijmupai tanda tanda klinis infeksi
tersebut.
b. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.
c. Tanda tanda infeksi baru timbul sekurang kurangnya 3x24 jam sejak mulai
dirawat.
d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda tanda infeksi, tetapi terbukti
bahwa infeksi didapat penderita pada waktu perawatan sebelumnya dan belum
pernah dilaporkan sebagai indeksi nosokomial.
2.7 Pengendalian infeksi nosokomial
Untuk meniadakan perkembangan infeksi pada penderita yang sedang dirawat
di rumah sakit, perlu diperhatikan beberapa hal yang pokok dalam kewaspadaan
universal. Kewaspadaan universal adalah suatu konsep penanggulangan infeksi
dimana strategi pelaksanaannya dititikberatkan pada pengendalian penyeberangan
infeksi yang terjadi melalui darah dan cairan tubuh secara universal tanpa memandang
status infeksi dan pasien. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan
tubuh sangat potensial menularkan penyakit. Prinsip utama prosedur kewaspadaan
universal kesehatan adalah menjaga higiene sanitasi individu, ruangan, dan streilisasi
peralatan. Kegiatan pokok kewaspadaan universal adalah:
1. Cuci tangan
Mencuci tangan adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang
dapat dilakukan oleh semua orang untuk mencegah penyebaran kuman.
Mencuci tangan adalah tindakan aktif, singkat dengan menggosok
bersamaan semua permukaan tangan dengan memakai sabun, yang
kemudian diikuti dengan membasuhnya dibawah air hangat yang mengalir.
Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang
menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada saat
itu. Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat
pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme
yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan
lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah
memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh
9
pemakaian sarung tangan. Aspek terpenting dari mencuci tangan adalah
pergesekan yang ditimbulkan dengan menggosok tangan bersamaan
mencuci tangan dengan sabun, dengan air mengalir dan pergesekan yang
dilakukan secara rutin.
Prosedur cuci tangan adalah sebagai berikut:
a. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air
mengalir.
b. Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa
secukupnya tanpa percikan.
c. Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan,
gosokan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan
sebaliknya, gosok kedua telapak tangan dengan jari saling mengait,
gosok kedua ibu jari dengan cara menggenggam dan memutar,
gosok telapak tangan. Proses berlangsung selama 10-15 detik.
d. Bilas kembali dengan air sampai bersih.
e. Keringkan tangan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu
atau handuk katun kain sekali pakai.
f. Matikan kran dengan kertas atau tisu.
g. Pada cuci tangan aseptik/ bedah diikuti larangan menyentuh
permukaan yang tidak steril.
10
Gambar 2.1 Enam Langkah Mencuci Tangan
12
Keselamatan menggunakan jarum suntik sebaiknya menggunakan tiap-
tiap jarum dan spuit hanya sekali pakai, tidak melepas jarum dari spuit
setelah digunakan, tidak menyumbat, membengkokkan, atau mematahkan
jarum sebelum dibuang dan membuang jarum dan spuit di wadah anti
bocor. Apabila jarum dan spuit sekali pakai tidak tersedia dan perlu
memasang kembali penutup jarum, maka gunakan metode penutupan satu
tangan dengan cara:
Tempatkan penutup jarum pada permukaan rata dan kokoh,
kemudian angkat tangan anda.
Kemudian dengan satu tangan memegang spuit, gunakan
jarum untuk menyekop tutup tersebut dengan penutup di
ujung jarum, putar spuit tegak lurus sehingga jarum dan
spuit mengarah ke atas.
Akhirnya, dengan sumbat yang sekarang ini menutup ujung
jarum sepenuhnya, peganglah spuit ke arah atas dengan
pangkal dekat pusat (dimana jarum itu bersatu dengan spuit
dengan satu tangan, dan gunakan tangan lainnya untuk
menyegel tutup itu dengan baik).
d. Sterilisasi Alat
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam mensterilkan instrumen
bedah/tindakan, sarung tangan dan peralatan lainnya yang kotor
(terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan tangan misalnya,
merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0,5 %
atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat membunuh HBV
dan HIV. Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani
sewaktu pembersihan. Setelah instrumen dan barang-barang lain
didekontaminasi, kemudian perlu dibersihkan, dan akhirnya dapat
disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi. Proses yang dipilih untuk
pemrosesan akhir bergantung pada apakah instrumen ini akan
bersinggungan dengan selaput lendir yang utuh atau kulit yang terkelupas
atau jaringan di bawah kulit yang biasanya steril.
e. Isolasi pasien
13
Tempatkan pasien yang mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak
dapat menjaga higiene lingkungan dalam ruangan tersendiri. Bila fasilitas
isolasi tidak memadai, berikut ini petunjuk pokok yang bisa digunakan :
1) Untuk mengontrol kontak pernapasan :
Tempatkan pasien di ruang terpisah atau sejauh mungkin dari
pasien-pasien lain.
Pakailah masker atau kain penutup hidung dan mulut bila
berdekatan dengan pasien.
Instruksikan pada pasien untuk menutup mulut saat batuk.
2) Untuk mengontrol kontak langsung :
Luka harus segera tertutup
Cucilah tangan dengan baik sebelum dan sesudah setiap
kontak dengan pasien
Buanglah pembalut, sputum dan cairan tubuh dengan cara yang
aman
3) Untuk mengontrol kontak tak langsung :
Jauhkanlah benda-benda yang berhubungan dengan pasien
isolasi dari pasien-pasien lain.
Cuci semua peralatan dan linen dengan baik
Cucilah tangan dengan baik sebelum dan sesudah setiap kontak
dengan pasien
4) Untuk mengontrol kontak melalui vektor :
Pakailah kelambu atau kawat nyamuk untuk kamar pasien pada
musim nyamuk.
Cegah adanya air tergenang di seluruh fasilitas medis
2.8 Peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial
Upaya dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat vital. Upaya
upaya yang dapat dilakukan dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah
sebagai berikut :
a. Menerapkan kewaspadaan universal dalam semua tindakan.
b. Imunisasi dan menjaga kesehatan untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
14
c. Profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan aseptik,
sterilisasi, dan desinfeksi dengan benar.
d. Manajemen setelah terpapar sumber infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
15
Babb, JR. Liffe, AJ. Pocket Reference to Hospital Acquired infection. Science Press
limited, Cleveland Street, London; 2000
Soeroso dr. H Santoso, SpA (K), 2010, Kewaspadaan Universal Pencegahan Infeksi
Nosokomial, http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=16, diakses
tanggal 20 November 2015
16