Anda di halaman 1dari 18

METODE PENELITIAN

Beberapa parameter objek penelitian yang diperlukan dalam pemetaan geologi


teknik, yaitu:
1. Tanah Meliputi sifat material tanah, mengamati dan mendeskripsikannya
berdasarkan karakteristik fisik, dan membagi satuan geologi teknik berdasarkan
zona pelapukan horizon tanah dan penamaan berdasarkan klasifikasi USCS (Unified
Soil Classification System).
2. Batuan Meliputi singkapan batuan yang tersingkap di permukaan, mengamati dan
mendeskripsikannya berdasarkan karakteristik fisik, tekstur, dan struktur pada
batuan tersebut.
3. Unsur unsur geomorfologi Meliputi karakteristik pola pengaliran bentuk lahan,
kemiringan lereng, dan morfogenetik.
4. Potensi sumberdaya lahan dan kebencanaan geologi Untuk mengidentifikasi
potensi sumberdaya lahan maupun kebencanaan geologi pada daerah penelitian.

Peralatan yang digunakan untuk pengujian di lapangan antara lain:


1. Peta dasar.
2. Kompas geologi, digunakan untuk mengukur kemiringan lapisan tanah dan
azimuth lokasi singkapan.
3. Pita ukur, digunakan untuk mengukur panjang lintasan dan ketebalan lapisan.
4. HCl 0,1 N, digunakan untuk mengetahui adanya kandungan karbonat dari lapisan
tanah.
5. Kamera, digunakan sebagai alat dokumentasi.
6. Komparator besar butir.
7. GPS (Global Positioning System), digunakan untuk mengetahui posisi dan
menyimpan titik koordinat singkapan.
8. Alat-alat tulis, terdiri dari bolpoin, pensil, pensil warna, penghapus, busur derajat,
penggaris, spidol, jangka, buku lapangan, dan clipboard.
9. Tas lapangan/ransel, untuk membawa peralatan geologi dan perlengkapan
lapangan.

Tahap penelitian yang dilakukan dalam pemetaan geologi teknik meliputi:


1. Tahap Persiapan,
2. Tahap Pekerjaan Lapangan,
3. Tahap Analisis Data, dan
4. Tahap Penyusunan Laporan dan Pembuatan Peta.
Tahap persiapan meliputi perizinan, inventarisasi data sekunder, studi awal,
penyediaan alat, metode penelitian yang akan digunakan dan penyusunan rencana
kerja. Selain itu sebelumnya juga telah diadakan pembekalan oleh asisten praktikum
dan diskusi internal dan dilakukan studi pustaka dengan mempelajari keadaan
daerah penelitian dari penelitian-penelitian yang terdahulu untuk dijadikan
pegangan dasar teori agar memudahkan dalam penggambaran kondisi daerah
penelitiannya. Pada tahap ini juga dilakukan pengerjaan peta dasar untuk
pelaksanaan kegiatan pemetaan geologi teknik. Dalam tahap pekerjaan lapangan
digunakan beberapa metode pemetaan geologi teknik yang umum untuk
menghasilkan data yang optimal, berupa pendeskripsian tanah di lapangan, sketsa,
serta pengukuran ketebalan dan kemiringan lapisan tanah. Tahap analisis data
meliputi pembagian satuan geologi teknik berdasarkan zonasi pelapukan dengan
mempertimbangkan aspek geomorfologi dan penamaan batuan berdasarkan
klasifikasi USCS. Informasi yang didapat sangat detail. Jenis peta ini identik dengan
Peta Singkapan Detail berskala besar yang memuat sifat fisik-mekanik material,
derajat pelapukan, konsistensi, dan lain-lain. Sebagai contoh pada peta longsoran,
longsoran kecil sampai longsoran terkecil yang biasanya masih aktif dapat
dipetakan, biasanya terdapat di sepanjang sungai, tebing, maupun lereng sekitar
jalan. Jenis dan arah longsoran, retakan, dan kemiringan bangunan maupun jalan,
dapat dibedakan dan dicantumkan
TAHAPAN PENGERJAAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK

Persiapan

Pada tahapan ini dilakukan kegiatan pengumpulan peta topografi, data curah hujan,
peta hidrogeologi, peta penggunaan lahan, dan peta geologi sebagai dasar penyusun
peta geologi teknik. Selain itu, dilakukan studi literatur dari laporan laporan
terdahulu.

Pekerjaan lapangan
Pekerjaan lapangan meliputi pengamatan morfologi dan struktur geologi,
pengamatan sebaran tanah dan batuan, pengamatan fenomena geologi teknik,
pengujian keteknikan tanah dan batuan, pengambilan contoh tanah dan batuan,
pengamatan sebaran sumberdaya bahan bangunan, pemboran tangan, pekerjaan
sondir, dan pengamatan kondisi airtanah.

Pekerjaan laboratorium
Pekerjaan laboratorium yang akan dilaksanakan meliputi pengujian pengujian
terhadap sifat indeks tanah. Jenis analisis yang dilakukan meliputi : analisis ukuran
butir, kadar air, berat isi dan berat jenis tanah.

Analisis data dan pembuatan laporan


Analisis data dimaksudkan untuk mempelajari dan mencari hubungan serta
pengaruh dari faktor-faktor morfologi, geologi, struktur geologi, tataguna lahan dan
aktifitas manusia terhadap pengelompokan formasi geologi teknik, penentuan
satuan geologi teknik, analisis perhitungan daya dukung tanah dan perosokan tanah.
Sedangkan pekerjaan pembuatan laporan terdiri atas laporan hasil pemetaan beserta
peta geologi tekniknya, yang dilengkapi dengan peta-peta tematik, gambar, dan
tabel yang diperlukan untuk memperjelas pemahaman isi laporan hasil pemetaan.
DIAGRAM ALIR

Persiapan

Menetapkan penyebaran lateral dan jenis lapisan tanah serta batuan

Menentukan kebencanaan geologi termasuk lereng-lereng yang tidak


stabil, patahan/sesar, penurunan tanah dan collapse, runtuhan dataran
banjir dan kegempaan

Mengambil data struktur geologi dilapangan (kekar/patahan), bidang


diskontinuitas, koordinat, kemiringan lereng/slope, foto, dll

Memperoleh sampel- sampel material geologi untuk diidentifikasi dibuat


klasifikasi dan pengukuran sifat-sifat keteknikannya.

Melakukan pengujian di tempat (insitu) untuk dari sifat material tanah,


pengujian tanah/ batuan pada laboratorium

Interpretasi daerah pemetaan berdasarkan pengolahan data dan hasil data


yang diperoleh

Pembuatan laporan dan poster geologi teknik

Selesai
GEOLOGI REGIONAL

Kondisi Geologi Daerah Kabupaten Demak


Kabupaten Demak terletak di dataran rendah dengan ketinggian berkisar 0-
100 m dpl dengan luas kemiringan lahan meliputi; datar (0-2%) seluas 88,765 Ha,
bergelombang (2-15%) seluas 834 Ha, curam (15-40%) seluas 408 Ha serata sangat
curam (>40%) seluas 136 Ha. Kabupaten Demak ini dilintasi beberapa sungai besar
yaitu Sungai Sayung, Tuntang, Serang dan Buyaran. Kabupaten Demak memiliki
dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada tahun 2008 di wilayah
Kabupaten Demak curah hujan yang terjadi sekitar 458 mm sampai 1661 mm
dengan kisaran 1.072- 2.547mm/tahun dan suhu udara relatif konstan sekitar 250-
330 C.Wilayah Kabupaten Demak terletak di bagian utara Pulau Jawa dengan luas
wilayah 89.743 ha dengan jarak bentangan Utara ke Selatan 41 km dan Timur ke
Barat 49 km dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Adapun kecamatan yang
berbatasan langsung dengan Laut Jawa adalah kecamatan Sayung, Bonang, dan
Wedung. Secara geografis Kabupaten Demak terletak pada 1102758-1104847
Bujur Timur dan 64326-70943 Lintang Selatan.
Wilayah Kabupaten Demak masuk kedalam zona kendeng. Stratigrafi
penyusun Zona Kendeng merupakan endapan laut dalam di bagian bawah yang
semakin ke atas berubah menjadi endapan laut dangkal dan akhirnya menjadi
endapan non laut. Endapan di Zona Kendeng merupakan endapan turbidit klastik,
karbonat dan vulkaniklastik. Stratigrafi Zona Kendeng terdiri atas 7 formasi batuan,
urut dari tua ke muda sebagai berikut (Harsono, 1983 dalam Rahardjo 2004):
1.FormasiPelang
Formasi ini dianggap sebagai formasi tertua yang tersingkap di Mandala
Kendeng. Formasi ini tersingkap di Desa Pelang, Selatan Juwangi. Tidak jelas
keberadaan bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena singkapannya pada
daerah upthrust ,berbatasan langsung dengan formasi Kerek yang lebih muda. Dari
bagian yang tersingkap tebal terukurnya berkisar antara 85 meter hingga 125 meter
(de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama
penyusunnya adalah napal, napal lempungan dengan lensa kalkarenit bioklastik
yang banyak mengandung fosil foraminifera besar.
2. Formasi Kerek
Formasi Kerek memiliki kekhasan dalam litologinya berupa perulangan
perselang-selingan antara lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir
tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan
bersusun (graded bedding). Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan
Solo, 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe formasi ini terbagi
menjadi tiga anggota (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004), dari
tua ke muda masing-masing :
a. Anggota Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, lempung
dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270
meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan batupasir gampingan dan tufaan
setebal 5 meter, sedangkan bagian atasnya ditandai dengan adanya perlapisan
kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tuf halus. Anggota ini berumur
N10 N15 (Miosen tengah bagian tengah atas).
b. Anggota Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama dengan anggota
Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal. Ketebalan anggota
Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur N16 (Miosen atas bagian
bawah).
c. Anggota Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek, tersusun oleh perselingan antara
batugamping tufaan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan anggota ini
mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini adalah N17 (Miosen atas
bagian tengah).
3. Formasi Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian atas. Bagian
bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter,
berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu kebiru-biruan, kaya akan
kanndungan foraminifera plangtonik.
a. Formasi Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat beberapa perlapisan tipis
batupasir yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu
endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi Banyak (Harsono, 1983
dalam Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi
dan Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa Timur, yaitu di sekitar
Gunung Pandan, Gunung Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini
berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit.
Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo, 2004).
b. Formasi Kaliben bagian atas
Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983) disebut sebagai Formasi
Sonde, yang tersusun mula-mula oleh anggota Klitik yaitu kalkarenit putih
kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera plangtonik maupun besar,
moluska, koral, algae dan bersifat napalan atau pasiran dengan berlapis baik.
Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen gamping berukuran
kerikil dan semen karbonat. Kemudian disusul endapan napal pasiran, semakin
keatas napalnya bersifat semakin bersifat lempungan. Bagian teratas ditempati
oleh lempung berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan
sepanjang sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng dengan ketebalan
berkisar 27 589 meter dan berumur Pliosen (N19 N21).
4. Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas. Di Kendeng
bagian barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di Mandala
Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies
vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai
endapan lahar yang menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies lempung hitamnya
berkembang dari fasies laut, air payau hingga air tawar. Di bagian bawah dari
lempung hitam ini sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan lapisan
tipis yang mengandung foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Semakin ke atas
akan menunjukkan kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan adanya
fosil moluska penciri air tawar.
5. Formasi Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang.
Formasi ini tersusun oleh batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa,
berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat, mengandung moluska air tawar
dan fosil-fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai penyebaran geografis yang luas.
Di daerah Kendeng barat formasi ini tersingkap di kubah Sangiran sebagai batupasir
silang siur dengan sisipan konglomerat dan tuf setebal 100 meter. Batuan ini
diendapkan fluvial dimana terdapat struktur silang siur, maupun merupakan endapan
danau karena terdpaat moluska air tawar seperti yang dijumpai di Trinil.
6. Formasi Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Notopuro, Timur Laut Saradan,
Madiun yang saat ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf
berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan konglomerat vulkanik. Makin
keatas sisipan batupasir tufaan semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa breksi
volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari andesit dan batuapung juga ditemukan
yang merupakan cirri formasi Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras
diatas formasi Kabuh, tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng dengan ketebalan
lebih dari 240 meter. Umur dari formasi ini adalah Plistosen akhir dan merupakan
endapan lahar di daratan.
7. Endapan undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen napal dan
andesit disamping endapan batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di
daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat
dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi
pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.

Stratigrafi Daerah Demak


Jenis Tanah di Kabupaten Demak adalah mediteran coklat tua, komplek regosol
dan gromosol kelabu tua, asosiasi aluvial kelabu dan kekelabuan, gromosol kelabu
tua dan aluvial hidromorf. Persebaranya sebagai berikut:
Aluvial Hidromorf terdapat di sepanjang pantai
Regosol terdapat di sebagian besar Kecamatan Mranggen danKarangawen.
Grumosol Kelabu Tua terdapat di daerah Bonang, WedungMijen, Karanganyar,
Gajah, Demak, Wonosalam, Dempet dan Sayung.
Mediteran terdapat di sebagian besar di daerah Kecamatan Mranggen
dan Karangawen.

Kondisi Topografi
Kabupaten Demak mempunyai relief yang beraneka ragam, terdiri dari pantai,
dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan. Kondisi topografi wilayah
Kabupaten Demak antara 0 100 m di atas permukaan air laut (dpl). Pembagian
daerah berdasarkan ketinggian adalah sebagai berikut:
Region A :
- Ketinggian 0 3 meter
Lokasi : Kecamatan Demak, Bonang, Karangtengah, Mijen, Sayung dan
Wedung.
Region B
- Ketinggian 3 10 m
Lokasi : sebagian besar Kecamatan di Kabupaten Demak
- Ketinggian 10 25 m
Lokasi : sebagian dari Kecamatan Dempet, Karangawen dan Mranggen.
- Ketinggian 25 100 m
Lokasi : sebagian kecil dari Kecamatan Mranggen dan Karangawen.
Region C
- Ketinggian lebih dari 100 m
Lokasi : sebagian kecil dari Kecamatan Mranggen dan Karangawen.

Struktur Geologi
Tekstur tanah dari wilayah Kabupaten Demak dibagi dua region :
Region A :
Tekstur tanah halus (liat), meliputi sebagian dari hampir seluruh kecamatan
dari wilayah Kabupaten Demak kecuali Kecamatan Karangtengah seluas : 49.066
Ha.
Region B :
Tekstur tanah sedang (lempung) meliputi sebagian dari hampir seluruh
kecamatan dari wilayah Kabupaten Demak kecuali Kecamatan Dempet dan Gajah
seluas : 40.677 Ha.
Struktur Geologi Kabupaten Demak terdiri dari struktur Aluvium, miosen
fasies sedimen, pliosen fasies sedimen, plistosen fasies gunung api dan pliosen
fasies batu gamping.
- Struktur Aluvium terdapat hampir semua kecamatan di Kabupaten Demak yaitu di
Kecamatan Mijen, Bonang, Demak, Gajah, Karanganyar, Wonosalam,
Karangtengah, Dempet, Sayung, Guntur, Mranggen dan Karangawen.
- Miosen, fasies sedimen terdapat di sebagian Kecamatan Karangawen yaitu di Desa
Jragung dan sebagian di Kecamatan Mranggen.
- Pliosen, fasies sedimen terdapat di sebagian Kecamatan Karangawen yaitu di Desa
Jragung dan sebagian di Kecamatan Mranggen.
- Plistosen, fasies gunung api terdapat di sebagian kecamatan Karangawen yaitu Desa
Margohayu dan Wonosekar dan terdapat di Kecamatan Mranggen khususnya di
Desa Sumberejo.
- Pliosen, fasies batu gamping yaitu hanya terdapat di Kecamatan Mranggen.

Geologi Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang -


Semarang(RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai
berikut :
Aluvium
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai
litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya
mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil,
kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3 m. Bongkah tersusun andesit, batu
lempung dan sedikit batu pasir.
Batuan Gunung api Gajah Mungkur
Batuannya berupa lava andesit, berwarna abu-abu kehitaman, berbutir halus,
holokristalin, komposisi terdiri dari felspar, hornblende dan augit, bersifat keras dan
kompak. Setempat memperlihatkan struktur kekar berlembar (sheeting joint).
Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk)
BatuanGunungapi Kaligesik berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman,
halus, komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.
Formasi Jongkong
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan
gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen
berukuran 1 - 50 cm, menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan,
posositas sedang, kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir
halus, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga).
Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik.
Batu pasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi
terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas
sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman,
komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar
tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin
diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari
andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut - membundar tanggung, agak
keras.
Formasi Kaligetas
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus
sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung
moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan
komponen berupa andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen
umumnya menyudut - menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi
bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam
kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus - kasar, porositas
tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam
keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat
kekuningan, halus - sedang, porositas sedang, agak keras.
Formasi Kalibeng
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal
berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral
lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam
keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat
mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus -
kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal,
berwarna putih kelabu, keras dan kompak.
Formasi Kerek
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi
volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian
bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan
koral-koral koloni. Lapisan tipis konglomerat terdapat dalam batu lempung di K.
Kripik dan di dalam batupasir. Batu gamping umumnya berlapis, kristallin dan
pasiran, mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m.

Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Semarang umumnya berupa sesar
yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif
berarah barat - timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara
selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat -
timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi
Kalibening dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier. Geseran-geseran
intensif sering terlihat pada batuan napal dan batu lempung, yang terlihat jelas pada
Formasi Kalibiuk di daerah Manyaran dan Tinjomoyo. Struktur sesar ini merupakan
salah satu penyebab daerah tersebut mempunyai jalur lemah, sehingga daerahnya
mudah tererosi dan terjadi gerakan tanah.
KONDISI LINGKUNGAN UMUM

Kondisi Lingkungan Kabupaten Demak


Demak sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah terletak pada koordinat 6 0
4326 7 0 0943 Lintang Selatan dan 110 0 2758 110 0 4847 Bujur Timur.
Wilayah ini sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Laut Jawa,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang,
serta sebelah barat berbatasan dengan Kota Semarang. Jarak terjauh dari barat ke
timur adalah sepanjang 49 km dan dari utara ke selatan sepanjang 41 km. Dilihat
dari ketinggian permukaan tanah dari permukaan laut (elevasi), wilayah Kabupaten
Demak terletak mulai dari 0 m sampai dengan 100 m dari permukaan laut, yang
dibatasi atas tiga region, yaitu: a.) Region A dengan elevasi 0 3 m meliputi
sebagian besar Kecamatan Bonang, Demak, Karangtengah, Mijen, Sayung dan
Wedung; b.) Region B dengan tiga elevasi, yaitu elevasi 3 10 m meliputi sebagian
besar dari tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Demak, elevasi 10 25 m meliputi
sebagian dari Kecamatan Dempet, Karangawen dan Mranggen, serta elevasi 25
100 m meliputi sebagian kecil dari Kecamatan Mranggen dan Kecamatan
Karangawen; c.) Region C dengan elevasi lebih dari 100 m meliputi sebagian kecil
dari Kecamatan Karangawen dan Mranggen. Sedang dari tekstur tanahnya, wilayah
Kabupaten Demak terdiri atas dua region, yaitu Region A dengan tekstur tanah
halus (liat) seluas 49.066 ha meliputi sebagian dari hampir seluruh kecamatan dari
wilayah Kabupaten Demak kecuali Kecamatan Karangtengah dan Region B dengan
tekstur tanah sedang (lempung) seluas 40.677 ha meliputi sebagian dari hampir
seluruh kecamatan dari wilayah Kabupaten Demak kecuali Kecamatan Dempet dan
Gajah. Secara administratif luas wilayah Kabupaten Demak adalah 89.743 ha,
terdiri atas 14 kecamatan, 241 desa dan 6 kelurahan. Sebagian penduduk bermata
pencaharian petani karena sebagian besar wilayah adalah berupa lahan sawah yang
cukup potensial yaitu 48.778 ha (54,35 persen) dan selebihnya sebesar 40.970 ha
(45,65 persen) berupa lahan kering. Menurut penggunaannya, sebagian besar lahan
sawah yang digunakan berpengairan tadah hujan 18,98 persen (17.029 ha), teknis
21,65 persen (19.430 ha), setengah teknis 6,19 persen (5.558 ha), sederhana PU
2,72 persen (2.439 ha) dan sederhana non PU 4,81 persen (4.317 ha). Sedang untuk
lahan kering 17,31 persen (15.532 ha) digunakan untuk tegal/kebun, 14,84 persen
(13.319 ha) digunakan untuk bangunan dan halaman, 8,04 persen (7.211 ha)
digunakan untuk tambak, 0,07 persen (63 ha) digunakan untuk tebat/empang/rawa,
1,75 persen (1.572 ha) berupa hutan negara, serta 3,65 persen (3.273 ha) untuk
keperluan lainnya. Sebagaimana musim di Indonesia pada umumnya, di Kabupaten
Demak hanya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan
Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak
mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada
bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang
berasal dari Asia dan Samudera Pasifik, sehingga terjadi musim penghujan.
Keadaan seperti itu berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan
pada bulan April Mei dan Oktober Nopember. Menurut data Dinas Kimpraswil
Kabupaten Demak, selama tahun 2004 di wilayah Demak telah terjadi sebanyak 51
sampai dengan 106 hari hujan dengan curah hujan antara 1.072 mm sampai dengan
2.547 mm. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi di daerah Buyaran dan paling sedikit
di daerah Banyumeneng, sementara curah hujan tertinggi terjadi di daerah Buyaran
dan paling sedikit di daerah Banyumeneng. Wilayah hutan di Kabupaten Demak
seluas 1.572 ha. Dari hutan yang hanya seluas itu pada tahun 2003 dihasilkan kayu
jati pertukangan sebanyak 103 m 3 , kayu rimba pertukangan sebanyak 43 m 3 , dan
kayu bakar yang meliputi jati dan kayu bakar rimba masing-masing sebanyak 7 m 3
dan sebanyak 25 m 3 . Sedangkan pada tahun 2004, tidak ada kayu yang dapat
diproduksi. Kondisi lingkungan pantai di wilayah Kabupaten Demak mengalami
penurunan kualitas yang cukup memprihatinkan. Panjang pantai di Kabupaten
Demak yang terbentang dari barat ke timur sepanjang 34,1 kilometer mengalami
kerusakan yang cukup serius akibat abrasi air laut dan mengakibatkan kerusakan
serta banyak hilangnya areal pertambakan yang dimiliki petani tambak di
Kabupaten Demak. Sejak tahun 2000 sampai dengan 2004, panjang pantai yang
terkena abrasi menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu 12,6 km, 13,1 km,
13,6 km, 14 km, dan 14,6 km masing-masing untuk tahun 2000, 2001, 2002, 2003
dan 2004. Kondisi ini bila dibiarkan berlarut akan mengakibatkan daya dukung
lingkungan yang tidak seimbang karena adanya abrasi, pencemaran laut, penyakit
ikan dan rusaknya mangrove yang akan mengancam potensi sumberdaya perikanan
dan kelautan. Lingkungan hidup yang baik merupakan kebutuhan yang mendasar
bagi manusia. Lingkungan pantai yang bagi sebagian warga Demak merupakan
sumber menggantungkan hidup merupakan sesuatu yang harus dijaga
kelestariannya. Kondisi lingkungan pantai yang sustainable akan memberikan
manfaat yang optimal bagi masyarakat sehingga akan mampu menciptakan sebuah
wilayah yang maju dan memiliki daya saing. Pelestarian lingkungan hidup akan
menjamin kelangsungan hidup bagi generasi selanjutnya. Pemanfaatan sumber daya
alam secara bijak dan efisien akan menjamin kontinuitas pasokan sumber daya alam
yang dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Pemanfaatan sumber daya alam
tersebut seyogyanya dilakukan dengan memperhatikan prinsip berkelanjutan
sehingga kelestarian sumber daya alam dan kondisi lingkungan hidup yang baik
dapat dicapai.

Kondisi Lingkungan Kota Semarang


Batas wilayah administratif Kota Semarang sebelah barat adalah Kabupaten Kendal,
sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan dengan Kabupaten
Semarang dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai
mencapai 13,6 kilometer. Letak dan kondisi geografis, Kota Semarang memiliki
posisi astronomi di antara garis 60 50 7o 10 Lintang Selatan dan garis 1090 35
1100 50 Bujur Timur. Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada
pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan
Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni koridor pantai
Utara; koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang,
Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah
Kabupaten Demak/Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam
perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama
dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta
transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa
Tengah dan Kota Transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah
pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai
pusat wilayah nasional bagian tengah. Secara topografis Kota Semarang terdiri dari
daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai, dengan demikian topografi
Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah
pantai 65,22% wilayahnya adalah dataran dengan kemiringan 25% dan 37,78 %
merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40%. Kondisi lereng tanah
Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan yaitu lereng I (0-2%) meliputi
Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara dan
Tugu, serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen.
Lereng II (2-5%) meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan,
Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan, lereng III (15-40%) meliputi
wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian
wilayah kecamatan Mijen (daerah Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan
Banyumanik, serta Kecamatan Candisari. Sedangkan lereng IV (> 50%) meliputi
sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian wilayah
Kecamatan Gunungpati, terutama disekitar Kali Garang dan Kali Kripik. Kota
Bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung. Pemanfaatan
lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, permukiman atau perumahan, bangunan,
halaman, kawasan industri, tambak, empang dan persawahan. Kota Bawah sebagai
pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan
kebudayaan, angkutan atau transportasi dan perikanan. Berbeda dengan daerah
perbukitan atau Kota Atas yang struktur geologinya sebagian besar terdiri dari
batuan beku. Wilayah Kota Semarang berada pada ketinggian antara 0 sampai
dengan 348,00 meter dpl (di atas permukaan air laut). Secara topografi terdiri atas
daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang
disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Pada daerah perbukitan mempunyai
ketinggian 90,56 - 348 mdpl yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di
Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Tugu, Mijen, dan Gunungpati, dan di
dataran rendah mempunyai ketinggian 0,75 mdpl. Kota Semarang sangat
dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang membentuk suatu kota yang mempunyai
ciri khas yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai.
Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai
kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen (curam) dan ketinggian
antara 0,75 348,00 mdpl. Kondisi Geologi, Kota Semarang berdasarkan Peta
Geologi Lembar Magelang - Semarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan
stratigrafinya adalah sebagai berikut Aluvium (Qa), Batuan Gunungapi
Gajahmungkur (Qhg), Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk), Formasi Jongkong
(Qpj), Formasi Damar (QTd), Formasi Kaligetas (Qpkg), Formasi Kalibeng (Tmkl),
Formasi Kerek (Tmk). Pada dataran rendah berupa endapan aluvial sungai, endapan
fasies dataran delta dan endapan fasies pasang-surut. Endapan tersebut terdiri dari
selang-seling antara lapisan pasir, pasir lanauan dan lempung lunak, dengan sisipan
lensa-lensa kerikil dan pasir vulkanik. Sedangkan daerah perbukitan sebagian besar
memiliki struktur geologi berupa batuan beku. Struktur geologi yang cukup
mencolok di wilayah Kota Semarang berupa kelurusankelurusan dan kontak batuan
yang tegas yang merupakan pencerminan struktur sesar baik geser mendatar dan
normal cukup berkembang di bagian tengah dan selatan kota. Jenis sesar yang ada
secara umum terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal
relatif ke arah barat - timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser
berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan sesar normal relatif
berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi
Kerek, Formasi Kalibeng dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.
Berdasarkan struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas tiga bagian
yaitu struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah
bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang
diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada
daerah sekitar aliran Kali Garang merupakan patahan Kali Garang, yang membujur
arah utara sampai selatan, di sepanjang Kaligarang yang berbatasan dengan Bukit
Gombel. Patahan ini bermula dari Ondorante, ke arah utara hingga Bendan Duwur.
Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong formasi Notopuro, ditandai
adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan pelurusan Kali Garang serta
beberapa mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh,
Perumahan Bukit Kencana Jaya, dengan arah patahan melintas dari utara ke selatan.
Sedangkan wilayah Kota Semarang yang berupa dataran rendah memiliki jenis
tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Jenis Tanah di
Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua
kemerahan, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua,
Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua.
Kurang lebih sebesar 25 % wilayah Kota Semarang memiliki jenis tanah
mediteranian coklat tua. Sedangkan kurang lebih 30 % lainnya memiliki jenis tanah
latosol coklat tua. Jenis tanah lain yang ada di wilayah Kota Semarang memiliki
geologi jenis tanah asosiasi kelabu dan aluvial coklat kelabu dengan luas
keseluruhan kurang lebih 22 % dari seluruh luas Kota Semarang. Sisanya alluvial
hidromorf dan grumosol kelabu tua. Kondisi Hidrologi potensi air di Kota
Semarang bersumber pada sungai - sungai yang mengalir di Kota Semarang antara
lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjirkanal Timur, Kali Babon,
Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain sebagainya. Kali Garang yan
bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga
mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran Kali Kreo
dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang
mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang
berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit
Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7 %
selanjutnya Kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kali Garang memberikan airnya yang
cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkahlangkah untuk menjaga
kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kali Garang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang. Air Tanah Bebas ini
merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air ( aquifer ) dan tidak
tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi
oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang yang
berada di dataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat
sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m. Sedangkan untuk
peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim
penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m. Air Tanah Tertekan adalah
air yang terkandung di dalam suatu lapisan pembawa air yang berada diantara 2
lapisan batuan kedap air sehingga hampir tetap debitnya disamping kualitasnya juga
memenuhi syarat sebagai air bersih. Debit air ini sedikit sekali dipengaruhi oleh
musim dan keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang bawah lapisan aquifer
di dapat dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman lapisan aquifer
ini berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan pada mulut
sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang
dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok
aquifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat tawar.
untuk daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan air tanah artois ini
terletak pada endapan pasir dankonglomerat formasi damar yang mulai
diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan kondisi
artois masih mungkin ditemukan. karena adanya formasi damar yang permeable dan
sering mengandung sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung. Secara
Klimatologi, Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai iklim
tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari
bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW)
menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan. Sifat
periode ini adalah curah hujan sering dan berat, kelembaban relatif tinggi dan
mendung. Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Dari Juni
hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim
kemarau, karena membawa sedikit uap air. Sifat periode ini adalah sedikit jumlah
curah hujan, kelembaban lebih rendah, dan jarang mendung. Berdasarkan data yang
ada, curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran yang tidak merata
sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 9.891 mm per tahun. Ini
menunjukkan curah hujan khas pola di Indonesia, khususnya di Jawa, yang
mengikuti pola angin monsun SENW yang umum. Suhu minimum rata-rata yang
diukur di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 21,1 C pada September
ke 24,6 C pada bulan Mei, dan suhu maksimum rata-rata berubah-ubah dari 29,9
C ke 32,9 C. Kelembaban relatif bulanan rata-rata berubah-ubah dari minimum
61% pada bulan September ke maksimum 83% pada bulan Januari. Kecepatan
angin bulanan rata-rata di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 215
km/hari pada bulan Agustus sampai 286 km/hari pada bulan Januari. Lamanya sinar
matahari, yang menunjukkan rasio sebenarnya sampai lamanya sinar matahari
maksimum hari, bervariasi dari 46% pada bulan Desember sampai 98% pada bulan
Agustus.

Anda mungkin juga menyukai