Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR PUSTAKA

1. Andra. (2006). Sindrom Koroner Akut. Pendekatan Invasif Dini atau


Konservatif. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?
IDNews=197

2. Jakarta: EGC Rilantono, dkk. (1996). Buku Ajar Kardiologi

3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru
Penanganan akut

coroner sindrom.

4. NANDA.2015 .Diaknosis keperawatan definisi dan klasifikasi,edisi


10.jakarta :EGC

5. NIC. 2015,Nursing intervention clasivication ,phila delphila:Elsevier

6. NOC.2015 ,nursing out omeclasification .phila delphina :elsevier


A. KONSEP LAPORAN PENYAKIT/GANGGUAN TRAUMA

1. PENGERTIAN

Andra (2006) mengatakan akut coroner sindrom (ACS) adalah kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner.Wasid (2007) menambahkan bahwa ACS adalah suatu fase akut dari
Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q
(IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST
elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis
yang tak stabil. Harun (2007) berpendapat istilah ACS banyak digunakan saat ini untuk
menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner. Sindrom coroner Akut
merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit coroner yaitu, angina tak stabil
(unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun
angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom coroner
Akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau
gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

2. TANDA DAN GEJALA

Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada


penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat
hal, meliputi:

a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi


kolesterol tinggi.
b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).
c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.
d. Infeksi pada pembuluh darah.

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya ACS dipengaruhi oleh beberapa


keadaan, yakni:

a. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)


b. Stress emosi, terkejut
c. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan
kontraktilitas jantung meningkat.
d. Infeksi pada pembuluh darah. Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya ACS
dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:
e. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)
f. Stress emosi, terkejut
g. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan
kontraktilitas jantung meningkat.
3. MANIFESTASI KLINIS

Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut menurut


Braunwald (1993) adalah:

a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam. Secara Klinis:

1) Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
2) Kelas B: Primer.
3) Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina
(penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin
intravena.

4. PATOFISIOLOGI

Rilantono (1996) mengatakan ACS dimulai dengan adanya ruptur plak arter koroner,
aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah coroner yang
mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada pla coroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang
tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption disrupsi plak. Setelah plak
mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor).dikeluarkan dan bersama faktor VIIa
membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai
penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan
agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis
trombosi akut. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi
tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan
antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam
monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan
peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian coroner akut(IMA) dan
mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun
troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi
berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka
segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat
disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif,
yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH ( nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat
terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung.

Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding
pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga
merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding
pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan
protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial. Fase selanjutnya ialah
terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons
terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni
endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid
dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan
migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui
efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas
miokard, dilatasi coroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom coroner akut
yang diteliti secara angiografi 60-70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan
sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya
fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress
mekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh
beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi,
terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan
(Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis
sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran coroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat
tempat sebagai pencegahan dan terapi.

5. PATHWAY

6. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIK
Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus
ditemukan, yakni:

a. Sakit dada
b. Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombangQ
patologik
c. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama
CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai
normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.
7. PENATALAKSANAAN MEDIK

Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien ACS adalah:

a. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen
pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2 3 liter/ menit secara kanul
hidung.
b. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x
NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5 10 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel; dilatasi arteri coroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta
menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
c. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan
tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun,
sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak
kesakitan. Dosis 2 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual,
bradikardi, dan depresi pernapasan
d. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase
1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut
menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
e. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin
menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The Antiplatelet Trialists
Colaboration" melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari
14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160 325
mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada
stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual
atau muntah 4. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau
UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark
miokard, dan berulangnya angina pectoris.
f. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat
agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah
dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet.,
sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46%
kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk
prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi
stent koroner. Pada pemasangan stent coroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi
dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine
2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko
trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari
10 16% menjadi 0,2 5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan
trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik
trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun
tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila
dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan
setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi
darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi
sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40 60% inhibisi
dicapai dalam 3 7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of
Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).

Rilantono (1996) menambahkan penanganan akut coroner sindrom (ACS) meliputi:

a. Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih
aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa
aPTT). Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan
trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir
(1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus ,
yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg.
b. Low Molecular Heparin Weight Heparin( LMWH): Diberikan pada APTS atau
NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH,
yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose independent
clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak
mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia
sangat rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih
banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam
pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin,
Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg
intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan
selama 6 hari: 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi Synthelabo).
c. Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan
jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan
antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS
Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin.
d. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada NSTEMI
SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan
(IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek
reperfusi. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat
terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin. Ada 3
perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena.
Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I
secara intravena jelas menurunkan kejadian coroner dengan segera, namun pemberian
peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas.
Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk
mengurangi akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar telah dilakukan, baik
GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat
tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi
perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun
ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml
4,17,26. Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada
Abciximab tetapi tidak terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum
jelas. Diduga karena Abciximab menyebabkan respons antibodi yang merangsang
kombinasi platelet meningkat dan menyokong terjadinya trombositopenia. Penelitian
TARGET menunjukkan superioritas Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada
perbedaan antara intergillin dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram
untuk persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS.
e. Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino
polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap
12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang
bermakna terhadap mortalitas 17,28.
f. Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB)
baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak
menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen
activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari
Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90
menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi
arteri coroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena
mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar
membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan
dan risiko perdarahannya sama saja.
g. Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi jantung saat ini
juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang
kekurangan atau bahkan tidak memperoleh darah bisa dilaksanakan dengan membuka
sumbatan pembuluh darah coroner dengan balon dan lalu dipasang alat yang
disebutstent.Dengan demikian aliran darah akan dengan segera dapat kembali mengalir
menjadi normal.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY & KRITIS

1) PENGKAJIAN EMERGENCY & KRITIS


a. Primary survey
1) Airway

a) Sesak napas ,hipoksia ,retraksi interkosta ,napas cuping hidung,kelemahan


b) Sumbatan atau penumpukan secret
c) Gurgling ,snoring ,crowing ,whzing ,krekels,stridor
d) Diaporesi
2) Breathing
a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b) RR lebih dari 24kali /menit ,irama regular dangkal
c) Ronki ,krekels
d) Ekspansi dada tidak maksimal /penuh
e) Penggunaan obat bantu napas
f) Tampak sianosis/pucat
g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri
3) Circulation
Hipotensi(termasukpostural),takikardi,disritmia,
(hipovlemia,hipoksemia),kelemahan /nadi perifer lemah,pengisian kapiler lambat
/perlahan (vasokontriksi )warna kulit :pucat,sianosis,(tergantung pada jumlah
kehilangan darah ,kelembapan kulit /membrane mukosa :berkeringat (menunjukan
status syok nyeri akut respon psikologik)
a) Nadi lemah
b) Takikardi dan bradi kardi bias terjadi
c) Td meningkat menurun
d) Edema
e) Gelisah
f) Akral dingin
g) Gangguan system teroregulasi (hipertermia dan hipotermia)
h) kulit pucat atau sianosis
i) output urine menurun
4) disability
a) penurunan kesadaran
b) penurunan refleks
c) tonus otot menurun
d) kekuatan otot menurun karena kelemahan
e) kelemahan
f) iritabilitas
g) turgor kulit tidak elastis
5) exposure
nyeri kronis pada abdomen ,perdaraha peses ,nyeri saat mau bab dan bak ,distensi
abdomen ,perkusi hiper timpani ,hiperperistalitik usus,mual muntah ,hasil foto
rontegen infeksi saluran cerna.

b. Scoundarys urvey
1. TTV
a) Tekanan darah bias normal/naik /turun (perubahan postural di catat dari
sampai duduk sampai duduk /berdiri .
b) Nadi dapat normal /penuh atau tidak kuat lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat ,tidak teratur ( disritmia)
c) RRlebih dari 20x /menit
d) Suhu hipotermi /hipertemia
2. Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tabahan
b) Nyeri abdomen ,hiperperistalik usus,produksi ,anoreksia ,mual ,muntah,(mual
yang memenjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan
luka duodenal),masalah menelan :cegukan ,nyeri ulu hati ,sendawa bau
asam,mual muntah,tidak toleran terhadap makanan ,contoh makanan
pedas,coklat ;diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya ,penurunan berat
badan
Tanda:muntah :warna kopi gelap atau merah cerah ,dengan atau tanpa bekuan
darah membrane mukosa kering ,penurunan produksi mukosa,turgor kulit
buruk (pendarahan kronis)berat jenis urin meningkat .urin menurun ,pekat
c) Peningkatan frekuensi pernafasan ,nafas sesak ,bunyi nafas(bersih ,
krekels,mengi ,whwzing),sputum
d) Odem ekstremitas ,kelemahan ,diaphoresis
3. Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen
b) Obat obat anti biotic,analgetik
c) Makan makanan tinggi natrium
d) Penyakit penyerta DM,hipertensi ,hepatitis ,gastroenteritis.
e) Riwayat alergi .
c. Tirtery survey
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Patolgi klinis :darah lengkap,hemostasis(waktu perdarahan ,pembekuan
,protrobin),elektrilit(Na,K cl)fungsi hati ( SGPT/SGOT,albumin,globulin )
b) Patologi anatomi :pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
c) CPKMB,LDH,AST
d) Elektrolit ,ketidakseimbangan (hipoklemi)
e) Seldarah putih (10.000-20.000)
f) GDA( hipoksia)
g) Radiologi :endoskopi SCBA,USG hati

2. Diaknosa keperawatan emergency dan kritis


a) DX1:Ketidak efektifan pola napas bd disfungsi neuro moskuler
(domsin 4:aktifitas istirahat ,kelas 4 respon kardio vaskuler )
b) DX2:Nyeri kronis berhubungan dengan cedera otot
( domain 12:kenyamanan,kelas 1 kenyamanan fisik )
c) DX3:Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
(domsin 4:aktifitas istirahat ,kelas 4 respon kardio vaskuler )

3. Tujuan dan rencana tindakan keperawatan emergency dan kritis


DX1:Ketidak efektifan pola napas bd disfungsi neuro moskuler
(domsin 4:aktifitas istirahat ,kelas 4 respon kardio vaskuler )
NOC(domain 2kesehatan fisiologis ,kelas E jantung paru )
KH:
Frekuensi pernafasan kembali normal
Irama pernafasan kembali normal
Kepatenan jalan napas
NIC(domain 2 manajemen pernapasan
Monitor suara napas seperti ngorok atau mengi
Monitor peningkatan kelemahan kecemasan dan kekurangan udara
Ajari pasien tehnik nonfarmakologi
DX2:Nyeri kronis berhubungan dengan cedera otot
( domain 12:kenyamanan,kelas 1 kenyamanan fisik )
NOC(domain 4 pengetahuan tentang kesehatan dan prilaku,kelas Qprilaku
sehat
KH:
Mengenali kapan nyeri terjadi
Tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic
Melaporkan nyeri yang terkontrol
NIC:(domain 1 peningkatan kenyamanan fisik )
Lakukan pengkajian nyeri
Gali bersama pasien factor factor yang dapat menurunkan atau yang
memperberat nyeri
Mengarjarkan tehnik non farmakologi

DX3:Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen
(domsin 4:aktifitas istirahat ,kelas 4 respon kardio vaskuler )
NOC:(domain 2 kesehatan fisiologis kelas E jantung paru)
KH:
Tekanan darah sistolikkembali normal
Tekanan darah diastolic kembali normal
Tingkat pennapasan kembali normal
NIC(domain 1fisiologi dasar aktifitas dan latihan )
Terapi aktifitas
Dorong aktifitas yang kreatif yang tepat
Bantu klien menngidentifikasi aktifitas yang bermakna
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY &KRITIS

PADA KLIEN ACS

DI SUSUN OLEH :

NAMA MAHASISWA : CAHYO WIDODO

NIM :010114A016

PROGTAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIFERSITAS NGUDI WALUYO

Jl .gedong songo ,kelurahan candirejo-kecamatan ungaran barat

Anda mungkin juga menyukai