Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi pada anak merupakan suatu proses penyampaian dan transfer informasi yang
melibatkan anak, baik sebagai pengirim pesan maupun penerima pesan. Dalam proses ini
melibatkan usaha-usaha untuk mengelompokkan, memilih dan mengirimkan lambang- lambang
sedemikian rupa yang dapat membantu seorang pendengar atau penerima berita mengamati dan
menyusun kembali dalam pikirannya arti dan makna yang terkandung dalam pikiran
komunikator.

Pada anak, komunikasi yang terjadi mempunyai perbedaan bila dibandingkan dengan
yang terjadi pada usia bayi, balita,remaja, maupun orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik khusus yang dimiliki anak tersebut sesuai dengan usia dan perkembangannya.
Komunikasi pada anak sangat penting karena pada proses tersebut mereka dapat saling
mengekspresikan perasaan dan pikiran, sehingga dapat diketahui oleh orang lain. Disamping itu
dengan berkomunikasi anak - anak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya .

Pada anak -anak yang dirawat dirumah sakit karena banyaknya permasalahan yang
dialaminya baik yang berhubungan dengan sakitnya maupun karena ketakutan dan
kecemasannya terhadap situasi maupun prosedur tindakan , sering komunikasi menjadi
terganggu. Anak menjadi lebih pendiam ataupun tidak berkomunikasi. Keadaan ini apabila
dibiarkan akan dapat memberikan efek yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
disamping proses penyembuhan penyakitnya.

Perawat yang mempunyai banyak waktu dengan pasien , diharapkan dapat memulai
menciptakan komunikasi yang efektif. Keterlibatan perawat dalam berkomunikasi sangat penting
karena dengan demikian perawat mendapat informasi dan dapat membina rasa percaya anak pada
perawat serta membantu anak agar dapat mengekspresikan perasaannya sehingga dapat dicari
solusinya.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat untuk setiap orang agar meningkatnya darajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasar pada
perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata serta memiliki manfaat
dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, berusia tua (lansia),
dan keluarga miskin. (Renstra Kementerian Kesehatan, 2010).

Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang saat ini sedang giat melakukan
pembangunan disegala bidang kesehatan. Seperti yang tertulis dalam Pemikiran Dasar Sistem
Kesehatan Nasional, bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada hakekatnya adalah
penyelenggaraan upaya kesehatan oleh masyarakat untuk mencapai kemampuan untuk hidup
sehat untuk setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai
salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. (Depkes RI, 2008).

Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan millennium atau Millennium Development
Goals (MDGs) nomor 4 (empat), yaitu menurunkan angka kematian ibu dan anak sampai dua-
pertiganya pada tahun 2015. Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan
peningkatan kualitas hidup anak adalah upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih
baik. Upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peningkatan kuaalitas anak berperan
penting sejak masa dini kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan anak balita. (Renstra
Kementerian Kesehatan, 2010).

Kelangsungan hidup anak itu sendiri dapat diartikan bahwa anak, hakikat pembangunan
nasional adalah menciptakan manusia Indonesia seutuhnya serta pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasar pancasila dan undang-
undang dasar 1945. Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa
ditandai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Hal ini adalah suatu fenomena
yang memiliki pengaruh besar pada keberhasilan pembangunan kesehatan. Berdasarkan laporan
Analisis Uji Coba di Indonesia pada tahun 2005-2006 yang disusun oleh WHO (World Health
Organization) yang bekerja sama dengan Deperteman Kesehatan Republik Indonesia, tetanus
masih merupakam penyebab utama kematian dan kesakitan maternal dan neonatal. Kematian
akibat tetanus di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan Negara maju.
Di Indonesia 9,8% (18.032) dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian sebab
cakupan imunisasi Tetanus Toksoid yang rendah. (Depkes RI-WHO, 2010). Imunisasi dilakukan
dengan maksud untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas yang adalah salah satu
program dari Puskesmas. Bila ibu hamil tidak mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
dapat menyebabkan bayi rentan pada penyakit Tetanus Neonatorium. Pada saat ibu
memeriksakan kehamilan, ibu hamil diberikan suntikan imunisasi Tetanus Toksoid. Pemberian
vaksin tetanus toksoid melalui suntikan diperlukan untuk melindungi ibu dan bayi pada Tetanus
Neonatorium. Sosialisasi imunisasi TT perlu dilakukan mengingat masih tidak sedikit ibu hamil
yang belum mengetahui manfaat imunisasi TT untuk ibu itu sendiri dan bayi yang dikandungnya
dan berapa kali pemberian imunisasi TT serta jarak antara pemberian imunisasi TT1 dan TT2.

Berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan tahun 2014, cakupan imunisasi TT di


Indonesia masih tergolong cukup rendah, ini dapat dilihat dengan jumlah ibu hamil sebanyak
5.290.235 yang melaksanakan TT1 sebanyak 1.239.173 (23,4%) dan untuk TT2 sebanyak
1.155.907 (21,8%). (Kemenkes RI, 2014). Provinsi Sumatera Utara berdasar hasil sensus
penduduk tahun 2010, jumlah penduduk mencapai 12.985.075 jiwa, dengan jumlah penduduk
perempuan 6.506.024 jiwa. Cakupan imunisasi Tetanus Toksoid tahun 2013 dengan jumlah ibu
hamil sebanyak 331.834, pencapaian imunisasi TT1 131.034 (39,6%) dan TT2 112.027 (33,8%).
Pada tahun 2014 dengan jumlah ibu hamil sebanyak 338.258 untuk TT1 38.689 (11.4%) dan TT2
35.548 (10,5%). (Dinkes Propsu, 2015).

Kesadaran masyarakat khususnya ibu-ibu hamil untuk melaksanakan Imunisasi Tetanus


Toksoid masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dengan rendahnya cakupan imunisasi Tetanus
Toksoid. Kabupaten Mandailing Natal tahun 2013 dengan jumlah ibu hamil sebanyak 12.500
orang dengan cakupan imunisasi TT1 538 (4,3%) dan TT2 1.522 (12,2%) dan pada tahun 2014
dengan jumlah ibu hamil sebesar 16.407 dengan cakupan imunisasi TT1 318 (1,9%) dan TT2
274 (1,7%).

Untuk wilayah kerja Puskesmas Maga Kecamatan Lembah Sorik Marapi dengan jumlah
penduduk 19.018 jiwa dengan wilayah kerja 9 Desa,Pada Tahun 2013 dengan jumlah ibu hamil
sebanyak 226 yang melaksanakan imunisasi TT1 sebanyak 42 (18,6%), yang melaksanakan TT2
sebanyak 31 (13,7%) dan pada tahun 2014 dengan jumlah ibu hamil sebanyak 210 yang
melaksanakan imunisasi TT1 sebanyak 34 (16,2%),dan yang melaksanakan TT2 sebanyak 25
(11,9%). Keberhasilan program imunisasi masih terdapat kendala yang berpotensi menurunkan
pencapaian imunisasi yang dapat mengakibatkan dalam peningkatan kasus/kejadian Luar Biasa
(KLB) sampai wabah yang disebabkan oleh Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I).Terdapat kasus Tetanus Neonatorum (TN) dibeberapa wilayah Indonesia, pada tahun
2013 terdapat 119 kasus tetanus neonatorum, sebanyak 83 kasus tetanus neonatorum dengan
status imunisasinya tidak di imunisasi TT. Untuk tahun 2014 kasus Tetanus Neonatorum
sebanyak 84 kasus, terdapat 54 kasus dengan status tidak di imunisasi. Untuk Provinsi Sumatera
Utara pada tahun 2013 terdapat 3 kasus Tetanus Neonatorum dan pada tahun 2014 Provinsi
Sumatera Utara terdapat 1 kasus. (Kemenkes RI, 2014).

Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2013 khususnya wilayah kerja Puskesmas Maga
terdapat 1 kasus dengan status imunisasi tidak diiimunisasi, sedangkan pada tahun 2014
Kabupaten Mandailing Natal masih ditemukan 1 kasus terdapat diluar wilayah kerja Puskesmas
Maga.

Upaya ekselerasi eliminasi Tetanus Neonatorum ditargetkan dapat menurunkan insiden


Tetanus Neonatorum hingga kurang 1 per 1000 kelahiran hidup pertahun. Namun sampai
sekarang kejadian Tetanus Neonatorum masih dijumpai dan tidak dapat teratasi. Walaupun
program imunisasi TT sudah dilaksanakan, tetapi jangkauan imunisasi TT untuk ibu hamil
diwilayah kerja Puskesmas Maga masih jauh dari harapan, disebabkan masih kurangya informasi
mengenai manfaat dan pelaksanaan program imunisasi TT.

Faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi TT diwilayah kerja Puskesmas


Maga adalah kurangnya kegiatan promosi kesehatan di Puskesmas Maga serta rendahnya
pengetahuan masyarakat pada imunisasi TT meskipun imunisasi itu dapat diperoleh secara gratis
ditempat pelayanan kesehatan pemerintah. Dari uraian latar belakang diatas maka peneliti
tertarik melaksanakan penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu hamil dengan
pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT)
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebgai berikut :

1. Apakah pengertian komunikasi terapeutik pada anak?

2. Apakah tujuan komunikasi terapeutik pada anak?

3. Apakah prinsip dasar komunikasi terapeutik pada anak?

4. Apakah Macam-Macam dan Faktor Komunikasi Anak?

5. Bagaimana proses yang mempengaruhi komunikasi pada anak?

6. Bagaimanakah teknik komunikasi terapeutik pada anak?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang penulisan makalah ini, antara lain :

1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi terapeutik pada anak.

2. Untuk mengetahui tujuan komunikasi terapeutik pada anak.

3. Untuk mengetahui prinsip dasar komunikasi terapeutik pada anak.

4. Untuk mengetahui macam macam dan factor komunikasi pada anak.

5. Untuk mengetahui proses yang mempengaruhi komunikasi pada anak.

6. Siswa dapat menerapkan teknik komunikasi terapeutik pada anak.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik pada Anak

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,bertujuan dan


kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik pada anak adalah
komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien (anak), yang direncanakan secara sadar ,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan anak.

Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh kembang, antara lain :

1. Usia Bayi (0-1 tahun)

Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui gerakan-
gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping itu komunikasi
pada bayi dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai
dengan kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi
akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi
tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat
objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada
usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya.
Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba,
da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap
namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama
bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.

Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada
bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan seperti
mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain
2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa
anak d engan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun
ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.

Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus
kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya.
Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi,
inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa
bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap
ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara
(Behrman, 1996).

Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa
yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan
yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang
lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti
kata-kata jawab dong, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat
komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi
dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari
konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu
memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa
disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan
cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat
melakukan komunikasi.

3. Usia Sekolah (5-11 tahun)

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak
mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh
anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia
ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana yang
spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak
diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu
sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang
ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak
mampu berkomunikasi secara efektif.

4. Usia Remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan


berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan
perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang
direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang
lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi
dewasa.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat
pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga
kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan
masa transisi dalam bersikap dewasa.

2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Anak

Adapun tujuan yang diharapkan dalam melakukan komunikasi terapeutik pada anak adalah :

1) Membantu anak untuk memperjelas dan mengurangi beban


perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
percaya pada hal- hal yang diperlukan.

2) Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.

3) Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

2.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada Anak


Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers, seperti :

1) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami dirinya


sendiri serta nilai yang dianut.

2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan menghargai.

3) Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien

4) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental.

5) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas berkembang tanpa
rasa takut.

6) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah - masalah yang dihadapi.

7) Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan ,maupun frustasi.

8) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.

9) Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati
bukan tindakan yang terapeutik.

10) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi terapeutik.

11) Mampu berperan sebagai role model.

12) Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.

13) Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.

14) Berpegang pada etika.

15) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas
tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain.
Menurut Ummu Izzati (2013), terdapat beberapa prinsip komunikasi pada anak, yaitu
sebagai berikut:

1. Jangan pernah menganggap anak bodoh atau tak tau apa-apa

Berbeda dengan anggapan banyak orang dewasa ini, anak yang paling kecil sekalipun
sebenarnya sudah menyerap banyak hal dari lingkungannya. Ia melihat, merasakan, mendengar
dan memikirkan (meski masih dalam kapasitas yang terbatas). Kadang-kadang bahkan dengan
kepekaan yang luar biasa. (Expect more, they`ll give you more).

2. Hati-hati dengan kemampuan orang tua menghipnotis anak

Prinsip programming komputer garbage in garbage out ( sampah yang masuk, sampah
yang keluar), benar-benar terbukti dalam pendidikan anak. Kalau orang tua ingin memperoleh
output yang berkualitas, masukkan bahan-bahan mentah yang baik seperti pujian, penghargaan,
kata-kata yang manis, omelan yang proporsional dan tidak merendahkan harga diri anak,
semuanya menentukan output itu. Sebaliknya celaan dan hinaan akan menghipnotis anak bahwa
dirinya tak berharga sampai ia dewasa.

3. Dibutuhkan kelenturan dan fleksibilitas

Kadang-kadang orang tua perlu menjadi "pelindung dan pahlawan", kadang-kadang


sebagai teman dan sahabat, dan pada waktunya nanti sebagai seorang ayah/ibu yang realistis
menenerima berbagai kondisi dan keterbatasan. Tentu dibutuhkan kepekaan untuk itu. Misalnya
pada saat sulit, orang tua justru berhenti bersikap sebagai sahabat dan lebih bertindak sebagai
pelindung. Sesudah konfrontasi atau krisis, tidak peduli berapapun usianya, anak membutuhkan
suasana terlindungi. Ia dan juga kita, membutuhkan "ruang" yang lebih tenang; kita bisa
memberinya dengan bersikap sebagai pelindung. Misalnya dengan berbicara tenang dan pandang
mata anak, jangan hujani dengan terlalu bayak pertanyaan. Syukur alhamdulilah, kebanyakan
orang tua sebenarnya sudah dibekali naluri untuk bertindak peka seperti ini, meski semata-mata
mengandalkan naluri pun tak terlalu tepat.

4. Semaksimal mungkin menyediakan tiga unsur penting komunikasi yakni waktu, sentuhan
dan bicara
Tiga faktor utama inilah yang menentukan apakah komunikasi orang tua dan anak akan
sehat, apakah anak akan tumbuh kembang normal dan sehat serta siap memasuki dunia luas.
Apakah ia akan tumbuh menjadi anak yang penuh percaya diri dan siap menghadapi tantangan
Bahkan ayah/ibu yang sangat sibuk pun sebenarnya bisa tetap menyedikan waktu yang cukup
bagi anak mereka. Ada teknik-teknik untuk itu, misalnya dengan memberi anak beberapa menit
perhatian yang tidak terbagi dalam sehari.

Semua orang memiliki yang disebut "skin hunger", artinya rasa lapar akan sentuhan. Tak
perduli berapa usia kita, kita membutuhkan kasih sayang yang diwujudkan dengan sentuhan. Ini
bisa berarti cubit sayang, gelitikan, gulat atau ciuman. Selama masih bisa, sebanyak-banyaknya
sentuhan itu pada anak; tidak akan lama lagi mereka sudah akan merasa malu dicium oleh
ayah/ibu mereka. Namun jangan berhenti karena malu dicium; sentuh dengan cara lain, misalnya
merangkul bahu atau menggelitik. Pada dasarnya, mereka tetap membutuhkannya.

Akan halnya bicara, banyak hal yang bisa diperhatikan. Misalnya saja, orangtua dapat
berbicara kepada anak lewat mendongeng, bacaan ayat suci, nyanyian/nasyid, goda-menggoda,
humor dan lelucon. Berbicara adalah juga mendengar dengan baik dan peka, membaca raut muka
serta pengungkapan isi hati. Berbicara adalah memuji, mengomeli, sesekali mengancam,
menyatakan cinta, menyatakan kesedihan dan kekecewaan. Berbicara adalah menghargai
pendapat anak, memintanya menghargai pendapat orang lain, berbicara serius, ringan ataupun
sambil lalu.

5. Menggunakan kreativitas

Tidak semua keterampilan dan pengetahuan bisa diperoleh seketika. Karena itu
dibutuhkan keberanian mencoba dan kreativitas. Dua faktor itu dapat membantu orang tua
menghadapi berbagai tantangan yang mungkin tak bisa dicegah, seperti godaan dari luar rumah.
Contoh, ketika seorang ibu terpaksa mengambil keputusan pindah dari lingkungan yang
sekarang, karena dirasa tak lagi aman bagi perkembangan anak-anaknya. Bagaimana bila orang
tua merasa "terlanjur" salah dalam berkomunikasi dengan anak ? Untungnya manusia dilengkapi
dengan kemampuan melupakan suatu pengalaman buruk dan bangkit kembali dari kegagalannya.

2.4 Macam-Macam dan Faktor Komunikasi Anak


Komunikasi adalah kombinasi dari penggabungan tingkah laku verbal dan non verbal
dengan tujuan untuk memberikan informasi.

Komunikasi verbal dihubungkan dengan penggunaan kata yang memerlukan mekanisme


psikologis dan kognitif. Sedangkan komunikasi non verbal adalah semua bentuk komunikasi
selain berbahasa. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan maksud dan tujuan yang
ingin dicapainya. Proses komunikasi akan melibatkan perilaku dan hubungan yang
memungkinkan individu berhubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya
(Potter dan Perry, 2013).

Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan anak usia dini
yaitu pendidikan, pengetahuan, sikap, usia tumbuh kembang, status kesehatan anak, sistem
sosial, saluran, dan lingkungan(Perawatmaju, 2013).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Komunikasi Terapeutik


Menurut Aziz Alimul Hidayat (2005), dalam proses komunikasi terkadang ada hambatan,
karena selama proses komunikasi melibatkan beberapa komponen dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya:

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang
dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
dan makin bagus pengatahuan yang dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara
efektif akan dapat dilakukannya. Dalam komunikasi dengan anak atau orang tua juga perlu
diperhatikan tingkat pendidikan khususnya orang tua karena berbagai informasi akan mudah
diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.

2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indra yang


dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan. Faktor pengetahuan dalam proses komunikasi dapat diperlihatkan apabila
seseorang pengetahuan cukup, maka informasi yang disampaikan akannjelas dan mudah
diterima oleh penerima kan tetapi apabila pengetahuan kurang maka akan menghasilkan
informasi yang kurang.

3. Sikap

Sikap dalam komunikasi dapat mempengaruhi proses kemungkinan berjalan efektif atau
tidak, hal tersebut dapat ditunjukkan seseorang yang memiliki sikap kurang baik akan
menyebabkan pendengar kurang percaya terhadap komunikator, demikian sebaliknya
apabila dalam komunikasi menunjukkan sikap yang baik maka dapat menunjukkan kepercayaan
dari penerima pesan atau informasi. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti
terbuka, percaya, empati, menghargai dan lain-lain, kesemuanya dapat mendukung berhasilnya
komunikasi terapeutik.

4. Usia Tumbuh Kembang

Faktor usia ini dapat mempengaruhi proses komunikasi, hal ini dapat ditunjukkan
semakin tinggi usia perkembangan anak kemampuan dalam komunikasi semakin kompleks dan
sempurna yang dapat dilihat dengan perkembangan bahasa anak.

5. Status Kesehatan Anak

Status kesehatan sakit dapat berpengaruh dalam komunikasi, Hal ini dapat diperlihatkan
ketika anak sakit atau mengalami gangguan psikologis maka cenderung anak kurang komunikatif
atau sangat pasif, dengan demikian dalam komunikasi membutuhkan kesiapan secara fisik dan
psikologis untuk mencapai komunikasi yang efektif.

6. Sistem Sosial

Sistem sosial yang dimaksud di sini adalah budaya yang ada di masyarakat, di mana
setiap daerah memiliki budaya atau cara komunikasi yang berbeda. Hal tersebut dapat juga
mempengaruhi proses komunikasi seperti orang Batak dengan orang Madura ketika
berkomunikasi dengan bahasa komunikasi yang berbeda dan sama-sama tidak memahami bahasa
daerah maka akan merasa kesulitan untuk mencapai tujuan dan komunikasi.

7. Saluran
Saluran ini merupakan faktor luar yang berpengaruh dalam proses komunikasi seperti
intonasi suara, sikap tubuh dan sebagainya semuanya akan dapat memberikan pengaruh dalam
proses komunikasi. Sebagai contoh, apabila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki
suara atau intonasi jelas maka sangat mudah kita menerima informasi ataupun pesan yang
disampaikan. Demikian sebaliknya apabila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki
suara yang tidak jelas kita akan kesulitan menerima pesan atau informasi yang disampaikan.

8. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar area dan lingkungan dalam hal
komunikasi yang dimaksud di sini dapat berupa situasi, ataupun lokasi yang ada. Lingkungan
yang baik atau tenang akan memberikan dampak berhasilnya tujuan komunikasi sedangkan
lingkungan yang kurang baik akan memberikan dampak yang kurang baik. Hal ini dapat kita
contohkan apabila kita berkomunikasi dengan anak pada tempat yang gaduh misalnya atau
tempat yang bising, maka proses komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik, kemungkinan
sulit bagi kita berkomunikasi secara efektif karena suara yang tidak jelas, sehingga pesan yang
akan disampaikan sulit diterima oleh anak.

Dalam komunikasi terapeutik terdapat implikasi yang sangat penting bagi perawat,
mengingat sberbagai pengkajian atau pemeriksaan pada klien dapat dilakukan melalui
komunikasi di antaranya implikasi yang dapat dilakukan adalah:

a. Ajak berbicara lebih dahulu dengan orang tua sebelum berkomunikasi dengan anak atau
mengkaji anak dengan menjalin hubungan dalam tindakan keperawatan.

b. Lakukan kontak dengan anak dengan mengawali bercerita atau teknik lain agar anak mau
berkomunikasi

c. Berikan maianan sebelum masuk ke dalam pembicaraan inti.

d. Berikan kesempatan pada anak untuk memilih tempat pemeriksaan yang diinginkan
sambil duduk, berdiri atau tidur.

e. Lakukan pemeriksaan dari sederhana ke kompleks, pemeriksaan yang berdampak trauma


lakukan diakhir pemeriksaan.
f. Hindari pemeriksaan yang menimbulkan ketakutan pada anak dan beri kesempatan untuk
memegang alat periksa.

Selain itu, dalam melakukan komunikasi pada anak terdapat pula beberapa tahap yang
harus dilakukan sebelum mengadakan komunikasi secara langsung, tahapan ini meliputi tahap
awal ( pra interaksi ), tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terakhir yaitu tahap
terminasi.

a. Tahap Pra interaksi

Pada tahap pra interaksi ini yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data tentang
klien dengan mempelajari status atau bertanya kepada orang tua tentang masalah atau latar
belakang yang ada, mengeksplorasi perasaan, proses ini akan mengurangi kekurangan dalam saat
komunikasi dengan cara mengeksplorasikan perasaan apa yang ada pada dirinya, membuat
rencana pertemuan dengan klien, proses ini ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan
dilakukan, dimana dan rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan sasaran yang ada.

b. Tahap Perkenalan atau Orientasi

Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum pada klien,
melakukan validasi (kognitif, psikomotorik, afektif), mencari kebenaran data yang ada dengan
wawancara, mengobservasi atau pemeriksaan yang lain, memperkenalkan nama kita denga
tujuan agar selalu ada yang memperhatikan terhadap kebutuhannnya, menanyakan nama
panggilan kesukaan klien karena akan mempermudah dalam berkomunikasi dan lebih dekat,
menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan,
menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan
menjelaskan kerahasiaan.

c. Tahap Kerja

Pada tahap ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah memberi kesempatan pada klien
untuk bertanya, karena akan memberitahu tentang hal-hal yang kurangdimengerti dalam
komunikasi, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik dan
melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.
d. Tahap Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah
menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil, memberikan re-inforcement
positif, merencanakan tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik)
dan mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

2.5 Proses yang Mempengaruhi Komunikasi

a. Situasi atau suasana

Suasana yang penuh dengan kebisingan akan mempengaruhi baik / tidaknya pesan
diterima oleh komunikan, dibandingkan dengan situasi yang tenang atau hening sehingga
komunikator dan komunikan dapat saling mengirimkan pesan dengan jelas. Dalam melakukan
komunikasi dengan pasien atau keluarga, perawat harus melihat kondisi / keadaan pasien saat
itu.Sebaiknya sebelum proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian
rupa supaya tenang dan nyaman.

b. Waktu yang tepat

Jika waktunya tidak memungkinkan janganlah memaksakan diri untuk melakukan


komunikasi karena akan menimbulkan masalah lain yang lebih parah atau bahkan kita akan
mendapat marah dari pasien dan keluarga.Sehingga perawat perlu memperhitungkan akibat yang
akan terjadi pada pasien, misalnya sewaktu kita melakukan anamnesa, pada pasien yang
mengantuk atau yang lainnya.

c. Kejelasan pesan

Akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat
ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda
persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan
komunikasi yang dijalankan. Yakinkan apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana
mengkomunikasikannya.

2.6 Tehnik Berkomunikasi dengan Anak


1.Melalui orang lain atau pihak ketiga

Menghindari berkomunikasi langsung dengan melibatkan orangtua secara langsung yang


berada di sampingnya.Selain itu dapat digunakan dengan mengomentari tentang mainan, baju
yang sedang dipakainya serta lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.

2. Bercerita

Dengan cara ini, pesan yang akan disampaikan dengan mudah dapat diterima oleh anak
mengingat anak sangat suka dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai
dengan pesan yang disampikan yang dapat diekspresikan melalui tulisan atau gambar.

3. Memfasilitasi

Dalam memfasilitasi, kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh
dominan, tetapi anak harsanak harus diberikan respon terhadap pesan yang disampaikan melalui
mendengarkan dengan penuh perhatian.

4.Biblioterapi

Pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan. Dengan
menceritakan isi buku atau majalah sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan kepada anak.

5.Meminta untuk menyebutkan keinginan

Meminta anak untuk menyebutkan keinginan sehingga dapat diketahui berbagai keluhan
yang didapatkan dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu.

6.Pilihan pro dan kontra

Mengajukan pada situasi yang menunjukkan pilihan positif dan negatif sesuai dengan
pendapat anak.

7.Penggunaan skala

Penggunan skala atau peringkat ini dapat digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit
pada anak,cemas,sedih dan lain-lain dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan
perasaannya.
8.Menulis

Melalui tehnik ini anak dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau
yang lainnyadan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam.

9.Menggambar

Menggambar juga dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel


marah biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkannya apabila
ditanyakan tentang maksud dari gambarnya.

10. Bermain

Merupakan alat efektif dalam membantu anak untuk berkomunukasi, hubungan interpersonal
antara anak, perawat dan orang di sekitarnya dapat terjalin, dan pesan-pesan dapat disampaikan.

Menurut Aziz Alimul Hidayat (2013), teknik berkomunikasi pada anak sangat bervariasi,
tergantung pada umur dari anak tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Bayi (0-1 tahun)

Komunikasi pada umumnya dapat dilakukan dengan melalui gerakan-gerakan bayi yang
merupakan alat komunikasi yang efektif. Perkembangan komunikasi pada bayi dimulai dengan
kemampuan bayi melihat benda-benda yang menarik, biasanya pada minggu ke delapan. pada
minggu kedua belas bayi dapat tersenyum. pada usia 16 minggu bayi dapat menoleh ke arah
suara yang asing baginya. Pada pertengahan tahun bayi dapat mengucapkan kata-kata awal
seperti ba-ba, da-da dan lain-lain. pada bulan ke sepuluh bayi dapat berespon saat dipanggil
namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku, dan pada akhir tahun
pertama dapat mengatakan kata-kata yang spesifik sekitar dua atau tiga kata. Selain komunikasi
tersebut, komunikasi yang efektif menggunakan komunikasi nonverbal seperti mengusap,
menggendong, memangku dan lain-lain.

Menurut Putra, dkk (2013), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat berkomunikasi
dengan bayi, yaitu:
a. Bayi umumnya berkomunikasi hanya secara non verbal (mislnyaa menangis) karena bayi
tidak dapat menggunakan kata-kata.

b. Bayi merespon tingkah laku non verbal pemberian perawatan. Mereka akan tenang dengan
kontak fisik yang dekat.

c. Bayi akan mendapatkan kenyamanan dari suara yang lembut meskipun kata-katanya tidak
dimengerti. Suara yang keras dan kasar akan membuat bayi ketakutan .

d. Bayi yang agak besar (6 bulan) mengalami kecemasan karena berpisah, karena itu orang tua
harus mengawasi ketika bayi digendong oleh orang asing.

2. Toddler (1-2,5 tahun) dan anak-anak pra sekolah (2,5-5 tahun)

Pada tahun pertama anak sudah mampu memahami sekitar sepuluh kata. Pada tahun
kedua memahami sekitar 200-300 kata. Pada usia 3 tahun, anak sudah mampu menguasai sekitar
900 kata. Komunikasi pada usia ini bersifat egosentris, rasa ingin tahu dan inisiatifnya tinggi,
kemampuan bahasa meningkat, mudah merasa kecewa dan merasa bersalah karena tuntutan
tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan, dan perlu
diingat pada usia ini anak masih belum fasih berbicara.

Pada usia ini, cara berkomunikasi yang dilakukan adalah dengan memberitahu apa yang
terjadi pada dirinya, memberi kesempatan untuk menyentuh alat pemeriksaan yang digunakan,
menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan
pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata jawab
dong, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat berkomunikasi dengan
maksud anak mudah diajak berkomunikasi, mengatur jarak saat berkomunikasi, adanya
kesadaran diri di mana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat
dan berhadapan. Secara nonverbal kita selalu memberikan dorongan penerimaan dan persetujuan
jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa persetujuannya, salaman dengan anak merupakan cara
untuk menghilangkan rasa cemas. Menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan
dan fikiran anak saat komunikasi (Inardi, 2013).

Menurut Putra, dkk (2013), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
berkomunikasi dengan toddler dan anak pra sekolah:
a) Anak berkomunikasi secara verbal maupun non verbal.

b) Anak bersifat egosentris dan hanya memahami hal-hal yanug berhubungan dengan
dirinnya. Anak tidak dapat membedakan fantasi dan kenyataan.

c) Anak memahami anologi secara literal (misalnya, anak harus diizinkan untuk melakukan
eksplorasi pada lingkungan).

d) Anak harus diizinkan menjelajahi lingkungan.

e) Anak memahami kalimat yang pendek dan sederhana, kata-kata yang dipahami dan
penjelasan yang konkrit.

3. Anak usia sekolah (5-11 tahun)

Dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan
yang besar dan apa yang dilaksanakan anak mencerminkan fikiran anak dan kemampuan anak
untuk membaca di sini sudah dapat dimulai. Pada usia delapan tahun anak sudah dapat membaca
dan sudah mulai berfikir terhadap kehidupan.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah tetap masih memperhatikan
tingkat kemampuan bahasa anak yaitu gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu
yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui. Pada usia ini,
keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi, maka
jelaskan arti fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan secara
jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu
berkomunikasi secara efektif (Inardi, 2013).

Menurut Putra, dkk (2013), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
berkomunikasi dengan anak usia sekolah, yaitu sebagai berikut:

a. Anak mencapai alasan dan penjelasan atas segala sesuatu namun tidak membutuhkan
pengesahan.

b. Anak tertarik dalam aspek fungsional objek dan kegiatan (apa yang akan terjadi, kenapa hal
ini terjadi.
c. Anak memperhatikan intergritas tubuh.

d. Anak harus diizinkan untuk memanipulasi perlengkapan (misalnya: memegang palu


perkusi)

e. Anak memahami penjelasan sederhana dan mendemonstrasikannya. Anak harus diizinkan


untuk mengekspresikan rasa takut dan keheranan.

4. Anak usia remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan


berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berfikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan
rasa malu, pada usia ini anak sering kali merenung kehidupan masa depan yang direfleksikan
dalam komunikasi. Pada usia ini pola fikir mulai menunjukkan kea rah yang lebih positif, terjadi
konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah dengan berdiskusi atau curah
pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu
dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan
merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.

BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas, yaitu sebagai berikut:

1. Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal perawat-klien (anak dan keluarga) yang
merupakan proses belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

2. Prinsip komunikasi pada anak, yaitu:

a. Jangan pernah menganggap anak bodoh atau tak tau apa-apa

b. Hati-hati dengan kemampuan orang tua menghipnotis anak

c. Dibutuhkan kelenturan dan fleksibilitas

d. Semaksimal mungkin menyediakan tiga unsur penting komunikasi yakni waktu, sentuhan
dan bicara

e. Menggunakan kreativitas

3. Teknik komunikasi pada anak sesuai perkembangannya adalah sebagai berikut:

a. Bayi (0-1 tahun), dapat dilakukan dengan melalui gerakan-gerakan bayi yang merupakan
alat komunikasi yang efektif. Selain itu komunikasi nonverbal seperti seperti mengusap,
menggendong, dan memangku adalah salah satu bentuk komunikasi efektif untuk bayi.

b. Usia Toddler dan Prasekolah (1-2,5 th, 2,5-5 tahun), dengan memberitahu apa yang terjadi
pada dirinya, memberi kesempatan untuk menyentuh alat pemeriksaan yang digunakan,
menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan
pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak, mengalihkan aktivitas saat komunikasi,
memberikan mainan saat berkomunikasi dengan maksud anak mudah diajak berkomunikasi,
mengatur jarak saat berkomunikasi, adanya kesadaran diri di mana kita harus menghindari
konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan.

c. Usia Sekolah (5-11 tahun), gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu yang
membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui. pada usia ini keingintahuan
pada aspek fungsional dan procedural dari objek tertentu sangat tinggi maka jelaskan arti fungsi
dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan jangan
menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara
efektif.

d. Usia Remaja (11-18 tahun), dengan berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya,
hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam
komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam
bersikap dewasa.

4. Cara komunikasi pada anak adalah melalui orang lain atau pihak ketiga, bercerita,
menfasilitasi, biblioterapi, meminta untuk menyebutkan keinginan, pilihan pro dan kontra,
penggunaan skala, menulis, menggambar, dan bermain. Sedangkan cara komunikasi dengan
orang tua anak adalah dengan menganjurkan orang tua untuk berbicara, arahkan ke focus,
mendengarkan, diam, empati, meyakinkan kembali, merumuskan kembali, member petuntuk
kemungkinan apa yang terjadi, dan menhindari hambatan dalam komunikasi.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi terapeutik pada anak, yaitu


sebagai berikut:

a. Pendidikan

b. Pengetahuan

c. Sikap

d. Usia tumbuh kembang

e. Status kesehatan anak

f. System social

g. Saluran

3.2. Saran
Setelah mempelajari materi ini, pembaca seharusnya mampu mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh ini di lapangan kerja nantinya. Selain itu, pembaca harus selalu mereview kembali
materi mengenai keperawatan anak agar mampu memahami klien dengan baik, khususnya anak,
dengan demikian dapat memberikan asuhan keperawatan yang sebaik-baiknya bagi kliennya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Nur Izzati, dkk. (2010). The Effects of Problem Based Learning on Mathematics
Performance and Affective Attributes in Learning Statistics at Form Four Secondary
Level.Procedia Social and Behavioral Sciences. Vol. 8 (2010) 370376
Alimul Hidayat,A.Aziz.(2005).Pengantar ilmu keperawatan anak 1., Jakarta: Salemba Medika.
Behrman., Kliegman. & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol 2). Jakarta :
EGC. 854 856.
Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta
Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2008. Profil Kesehatan ProvinsiSumatera utara
Fajarwati, Mila. 2013. Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Remaja dalam Berinternet
Sehat di Surabaya. FISIP UPN. Surabaya.Kementerian Kesehatan RI, 2010. Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.

Moleong, L. J. 2013. Teori dan Aplikasi Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences). Pasca
Sarjana UNJ. Jakarta.

Perawatmaju. 2013. Komunikasi pada Anak dan Keluarga.

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi
4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005

Rogers, Carl. R. 1982. Freedom to Learn for the 80s. California: Charles E. Meril Publishing
Company

Kementerian Kesehatan RI, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai