Anda di halaman 1dari 18

1

I. PENDAHULUAN
Dalam sistem reproduksi, adneksa terdiri dari tuba fallopii, ovarium, dan ligamentum
penggantung uterus. Ovarium mempunyai fungsi yang sangat penting dalam hal
reproduksi dan pengaturan siklus menstruasi. Gangguan pada ovarium dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, perkembangan dan kematangan sel telur.
Gangguan yang terjadi pada ovarium bisa berasal dari ovarium tersebut yaitu berupa
tumor non neoplasma ataupun neoplasma yang jinak maupun ganas juga bisa karena
tumor sekunder yang merupakan penyebaran dari tempat lain. 1,2
Tumor ovarium adalah massa abnormal pada adneksa yang paling sering
didapatkan pada rongga pelvis. Tumor ini dapat dibedakan menjadi neoplasma dan
non neoplasma. Neoplasma terjadi akibat dari pertumbuhan sel-sel baru dengan
bentuk yang berbeda dengan sel asalnya. Tumor ini dapat dibedakan menjadi
neoplasma ganas dengan tingkat pertumbuhan yang cepat, dan neoplasma jinak
dengan pertumbuhan lambat dan tidak mengganggu. Tumor unilateral, kistik, mobile,
dengan permukaan rata biasanya jinak, sementara tumor bilateral, padat, terfiksir
dengan permukaan tidak beraturan dan disertai ascites biasanya merupakan tumor
ganas.2,3,4
Tumor non neoplasma, merupakan tumor yang sel-selnya berasal dari sel tubuh
normal yang mengalami perubahan. Tumor non neoplasma terdiri dari tumor akibat
radang dan tumor lain seperti kista folikel, kista korpus luteum, kista lutein, kista
inklusi germinal, kista endometrium dan kista Stein-Leventhal. 1,4
Faktor risiko terjadinya keganasan ovarium meningkat pada usia di atas 40 tahun,
faktor reproduktif yaitu wanita yang tidak memiliki anak ataupun yang paritasnya
rendah, usia menars dini, usia menopause yang lambat dan faktor genetik dimana
terdapat riwayat keganasan dalam keluarga.5
Tumor ganas ovarium merupakan tumor dengan histogenesis beraneka ragam,
dapat berasal dari ketiga dermoblas yaitu ektodermal, entodermal, dan mesodermal
dengan sifat-sifat histologi dan biologi yang beraneka ragam. Secara histologi tumor
ganas ovarium dibagi menjadi dua macam yaitu epitelial dan non epitelial.1,2,5
Tumor sel germinal merupakan tumor yang paling sering ditemukan pada wanita
usia kurang dari 20 tahun, sedangkan tumor epitelial lebih sering ditemukan pada
2

wanita di atas usia 20 tahun. Tumor ganas epitelial merupakan 90% dari tumor ganas
ovarium yang berasal dari coelomik epitelium dan mesotelium yaitu sel-sel yang
berasal dari mesoderm primitif. 75% dari tumor ganas ini merupakan jenis serosum,
20% jenis musinosum, 2% jenis endometrioid sedangkan clear cell, Brenner dan
karsinoma tak terdiferensiasi masing-masing 1%. Tumor ganas jenis non epitelial
terdiri dari tumor ganas yang berasal dari sel germinal, sex cord stromal cell,
karsinoma metastatik ke ovarium dan tumor ganas lainnya yang jarang terjadi seperti
sarkoma dan sel lipoid.1,3
Sebagian besar kelainan ovarium tidak menimbulkan gejala dan tanda, terutama
pada tumor yang kecil. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik, dimana
gejala-gejala yang timbul disebabkan oleh efek massa yang menekan organ-organ
abdomen, aktivitas endokrin, atau akibat komplikasi yang terjadi, misalnya
perdarahan, infeksi, dan putaran tangkai tumor. Pada stadium awal dapat berupa
gangguan haid yang disebabkan karena aktivitas hormonal. Jika tumor sudah
menekan rektum atau kandung kemih mungkin terjadi konstipasi atau sering
berkemih. Dapat juga terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang
menyebabkan nyeri spontan atau nyeri pada saat bersenggama. Pada stadium lanjut
dari keganasan gejala yang terjadi berhubungan dengan adanya asites, penyebaran ke
omentum dan organ-organ di dalam rongga perut lainnya seperti usus-usus dan hati,
pembesaran abdomen, gangguan nafsu makan, gangguan defekasi, dan miksi, dan
effusi pleura yang mengakibatkan penderita sesak napas.4,5
Untuk meminimalisasi komplikasi, dan optimalisasi terapi bagi penderita,
penegakan diagnosis yang baik akan menentukan tindakan apa yang akan dilakukan
terhadap massa tumor tersebut, baik tindakan operatif dan tindakan pasca operatif.
Dalam penegakan diagnosis tersebut sangat kompleks, karena luasnya kemungkinan
diagnosis differensial dari massa di daerah adneksa baik berasal dari tumor
ginekologis, tumor traktus urinarius, dan traktus digestivus; dan berbagai terapi yang
mungkin dapat diberikan. Pemeriksaan fisik yang baik, dan didukung oleh
pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan radiologis, ultrasonografi, dan pemeriksaan
tumor marker diperlukan untuk membantu penegakan diagnosis.4,5
3

Pada tumor neoplastik jinak dapat dilakukan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung tumor. Pada tumor besar dan terdapat komplikasi dapat dilakukan
salfingoooforektomi. Jika dicurigai terdapat keganasan, perlu dilakukan frozen
section (potong beku) setelah pengangkatan tumor pada saat operasi untuk
memastikan apakah tumor tersebut ganas atau tidak. Tindakan histerektomi dan
salfingo-ooforektomi bilateral dilakukan apabila ditemukan keganasan, namun pada
wanita muda yang masih ingin mempertahankan fertilitas dapat dilakukan operasi
yang tidak terlalu radikal sepanjang tingkat keganasan tumor masih rendah.5

II. REKAM MEDIS


A. ANAMNESIS UMUM
1. Identifikasi
Nama : Nn. FEB
Umur : 30 tahun
Agama : Kristen
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Jalan R. Sukamto lorong rawa bening Perum guru
no B1, kelurahan pipa reja kecamatan kemuning, Palembang
Kunjungan Poli Ginekologi : 18 Oktober 2016
2. Riwayat haid
Menarche 13 tahun, haid teratur, siklus 28 hari, lama 7 hari, darah sedang,
nyeri haid tidak ada, HPHT 20-10-2016
3. Riwayat persalinan
P0A0
4. Riwayat pernikahan
Belum menikah
5. Nafsu makan
Biasa
6. Miksi/defekasi
Biasa
4

7. Riwayat penyakit atau operasi yang pernah diderita


Disangkal
8. Riwayat penyakit/ keganasan dalam keluarga
Disangkal
9. Riwayat sosioekonomi dan gizi
Sedang

B. ANAMNESIS KHUSUS
1. Keluhan utama
Benjolan di perut
2. Riwayat perjalanan penyakit
Sejak 5 bulan yang lalu yang lalu os mengeluh timbul benjolan pada perut
sebelah kiri yang awalnya sebesar telur bebek kemudian makin lama makin
membesar, namun pada saat itu benjolan tidak menimbulkkan keluhan,
kemudian os berobat ke SpOG dan dikatakan ada kista di indung telur dan
disarankan untuk dilakukan operasi tetapi os masih mempertimbangkan untuk
dilakukan operasi.
1 minggu yang lalu os mengeluh benjolan makin membesar kemudian os
kontrol ke SpOG dan dikatakan menderita NOK suspek ganas dan
direncanakan untuk laparotomi VC. Riwayat perdarahan (-), riwayat
penurunan nafsu makan (-), penurunan berat badan (-). Riwayat BAB/BAK
lancar

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
a. Keadaan umum
Kesadaran : kompos mentis
Tipe badan : asthenikus
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 160 cm
Tekanan darah : 120/80 mmHg
5

Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36,5 C
b. Keadaan khusus
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tekanan vena jugularis tidak meningkat, massa tidak ada
Toraks : jantung: murmur tidak ada, Gallop tidak ada; paru-paru: sonor,
vesikuler normal, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : dinding perut cembung, simetris, lemas, pelebaran vena tidak
ada, hepar dan lien sulit teraba, nyeri tekan tidak ada, bising usus
normal (pemeriksaan abdomen untuk ginekologi pada status
ginekologi)
Ekstremitas: edema tidak ada, varises tidak ada, refleks fisiologis(+)/(+),
refleks patologis(-)/(-)

2. Status Ginekologi
a. Periksa luar
Inspeksi :dinding perut cembung, simetris, vulva, dan uretra tampak tenang
Palpasi : dinding perut lemas, fundus uteri sulit dinilai, teraba massa (+),
konsistensi kistik, mobilitas baik, ukuran 10 x 10 cm, permukaan rata,
batas atas umbilikus, batas bawah simfisis pubis, batas kiri linea mid
clavicula sinistra, batas kanan linea mid clavicula dextra, nyeri tekan tidak
ada
Perkusi : tanda cairan bebas tidak ditemukan
Auskultasi: bising usus normal
b. Inspekulo : tidak dilakukan
c. Colok vagina: tidak dilakukan
d. Colok dubur: Tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula rekti kosong,
massa intra lumen tidak ada, korpus uteri sebesar normal, teraba pool bawah
tumor, konsistensi kistik.
6

Gambar :

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (18-10-2016)
Darah rutin
Hemoglobin : 12,7 g/dL (11.40 15.00 g/dL)
Eritrosit (RBC) : 4.50 x 106/mm3 (4.00-5.70 x 106/mm3)
Hematokrit : 38 % (35 45 %)
Leukosit : 10.600 mm3 (5.000 10.000/mm3)
Trombosit : 423.000/L (200.000 500.000/L)
Hitung jenis : 0/1/69/25/5
Kimia darah
Ureum : 20 mg/dl (20 40 mg/dl)
Kreatinin : 0,59 mg/dl (0,5 0,9 mg/dl)
Albumin : 4,4 g/dl (3,5 5,0 g/dl)
SGOT : 12 U/l (0-32 U/l)
SGPT : 8 U/l (0-31 U/l)
Natrium : 146 mmol/l (135 -155 mmol/l)
Kalium : 4,2 mmol/l (3,6 - 5,5 mmol/l)
AFP : 0,81 IU/ml
CEA : 1,34 ng/ml
CA 125 : 36,97 U/ml
7

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (18-10-2016)


USG di Bagian Kebidanan:
- Tampak uterus AF bentuk dan ukuran normal
- Tampak massa kistik dengan bagian padat mengandung echo interna
inhomogen dengan gambaran garis-garis kasar didalamnya tidak
mengandung vaskuler 13,9 x 11,1 cm kemungkinan berasal dari kista
dermoid kiri
- Ovarium kanan dalam batas normal 2, x 2,6 cm
- Kedua ginjal dalam batas normal
- Liver dalam batas normal
- Tidak ada asites
K/ Kista dermoid sinistra

Foto torak di Bagian Radiologi (18-10-2016):


Jantung , paru dan tulang kesan normal
RMI 3 : 1 x 1 x 36,97 = 36,97
RMI 4 : 1 x 1 x 36,97 x 2 = 73,94
8

E. DIAGNOSIS KERJA
Neoplasma ovarium kistik

F. DIAGNOSIS BANDING
Tumor Intraabdomen

G. PENATALAKSANAAN
Rencana: Laparotomi + Potong beku

H. KONSULTASI
Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam (18-10-2016):
Kesan : saat ini cor dan pulmo fungsional kompensata
Konsultasi ke Bagian Anestesi (18-10-2016):
Kesan: Setuju dijadwalkan operasi

III. PERMASALAHAN
A. Apakah dasar penegakan diagnosis pada kasus ini?
B. Tindakan apakah yang perlu dilakukan pada kasus ini?
C. Bagaimana penatalaksanaan pasca tindakan pada kasus ini?

IV. DISKUSI
A. Apakah dasar penegakan diagnosis pada kasus ini?
Dalam menegakkan diagnosis adanya suatu tumor di daerah pelvis, harus
dilakukan secara seksama baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan didukung
oleh pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan ultrasonografi transabdominal
dan transvaginal, radiologis, dan penanda tumor.6,7
Tumor ovarium pada awalnya sering tidak memberikan keluhan. Pada stadium
awal dapat berupa gangguan haid. Jika tumor sudah menekan rektum atau
kandung kemih mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat juga
terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri
spontan atau nyeri pada saat bersenggama. Keluhan yang timbul berhubungan
9

dengan peningkatan massa tumor, penyebaran tumor pada permukaan serosa dari
kolon, dan asites. Rasa tidak nyaman dan rasa penuh di perut, serta cepat merasa
kenyang sering dihubungkan dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering
timbul adalah mudah lelah, perut membuncit, sering kencing dan nafas pendek
akibat dari efusi pleura dan asites yang masif.8,9,10
Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam
memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi, dan mobilitas dari massa tumor. Pada
pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian posterior,
ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Douglas dan rektum. Hasil yang
sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada rongga pelvis. Tidak ada
petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan tumor adneksa
adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung
kistik dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor
ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi, dan
sering bilateral. Adanya asites dan nodul merupakan petunjuk adanya keganasan.
Dalam menghadapi suatu tumor ovarium dengan ukuran massa lebih dari 10 cm
harus selalu dianggap ganas sampai dapat dibuktikan bahwa massa tersebut tidak
ganas, walaupun neoplasma ovarium pada usia muda banyak yang jinak. 8,10,11

Tabel 1. Perbedaan tumor ovarium jinak dan ganas


Tumor jinak Tumor ganas
Unilateral Bilateral
Kistik Padat
Mobile Terfiksir
Permukaan licin Permukan berbenjol/ tidak rata
Tidak ada ascites Ascites
Pertumbuhan lambat Pertumbuhan cepat
Terjadi pada usia muda Terjadi pada wanita yang lebih tua
2
Dikutip dari Berek
Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis adalah: 6,12,13
1. Laparoskopi diagnostik dapat dilakukan untuk menentukan asal
tumor dan sifat-sifat tumor tersebut. Pemeriksaan laparoskopi diagnostik ini
10

dapat dilakukan pada tumor yang berukuran relatif kecil, sehingga


memudahkan untuk melakukan akses ke dalam cavum abdomen.
2. Ultrasonografi (USG) untuk menentukan letak dan batas tumor,
asal tumor, kistik atau solid, unilokuler atau multilokuler dan mengetahui cairan
dalam rongga perut merupakan cairan bebas atau tidak. USG transvaginal dapat
memberikan informasi yang lebih baik mengenai anatomi dari massa yang ada
dibandingkan dengan USG transabdominal. Ultrasonografi merupakan
pemeriksaan penunjang utama dalam menegakkan diagnosis suatu tumor
adneksa ganas atau jinak. Pada keganasan akan memberikan penampakan
septa-septa internal, solid, papiler, dan adanya asites.
Dengan teknik pemeriksaan ultrasonografi color Doppler juga dapat dilihat
bagaimana gambaran arus darah dari massa tumor, yang berguna untuk
menentukan apakah tumor tersebut memiliki risiko keganasan. Color Doppler
digunakan untuk deteksi perubahan bentuk aliran darah dan untuk
menunjukkan adanya penurunan resistensi pada pembuluh darah baru yang tipis
pada kanker ovarium. Saat ini dengan color doppler flow imaging (CDFI) lebih
jelas/mudah dalam mendeteksi kelainan anatomis maupun penilaian
hemodinamik serta kelainan yang diakibatkannya. Dengan CDFI tersebut kita
mampu menilai arus aliran darah, resistensi pembuluh darah yang ada dalam
tumor yang biasanya mulai terjadi peningkatan aliran darah dan penurunan
resistensi pembuluh darah pada awal terjadinya metaplasia ke neoplasia,
dengan demikian kita mampu mendeteksi kanker ovarium jauh lebih dini
dengan memperhatikan resistensi indeks (RI) dan pulsatif indeks (PI). PI
kurang dari 1,0 atau RI sama atau kurang dari 0,4 kemungkinan besar adalah
suatu keganasan.14,15
3. Pemeriksaan yang lebih canggih seperti Computer-Tomografi
(CT-Scan), magnetic Resonance Imaging (MRI), dan Positron Tomografi akan
memberikan gambaran yang lebih mengesankan namun pada penelitian tidak
menunjukkan hasil yang lebih signifikan dibandingkan dengan pemeriksaan
ultrasonografi.
11

4. Pemeriksaan radiologis digunakan untuk menyingkirkan


differensial diagnosis suatu massa di daerah pelvis, adakah kemungkinan massa
berasal dari massa retroperitoneal, massa intra abdomen, mengetahui adanya
hidrotoraks, dan pada kista dermoid dapat terlihat adanya gigi, atau tulang
dalam tumor.
5. Parasentesis dilakukan apabila terdapat ascites untuk
menentukan asal ascites, dan melakukan pemeriksaan sitologi cairan ascites,
namun perlu dipertimbangkan risiko pencemaran kavum peritonei jika dinding
kista tertusuk.

Jika pada hasil ultrasonografi ditemukan kista yang besar atau massa dengan
adanya bagian padat, multilokuler, bersepta, berpapil dan ada peningkatan aliran
darah, maka besar kemungkinan massa tersebut merupakan neoplasma ganas. Jika
dicurigai adanya keganasan berdasarkan pemeriksaan fisik dan ultrasonografi,
perlu dilakukan foto thoraks untuk menilai ada tidaknya metastasis parenkim paru
dan efusi pleura.14,15
DePriest telah menetapkan suatu indeks morfologi dari tumor ovarium dengan
kriteria seperti terlihat pada tabel dibawah ini :15
Tabel 2. Indeks morfologi tumor ovarium
0 1 2 3 4
Volume (cm3) <10 10-50 50-200 200-500 >500
Dinding kista (mm) Licin < 3 Licin > 3 Papiler < 3 Papiler 3 Terutama solid
Struktur septa (mm) Septa (-) Tebal < 3 Tebal 3-10 Solid 10 Terutama solid
Dikutip dari DePriest15

Bila nilai < 5 maka kemungkinan besar tumor ovarium tersebut adalah jinak. Nilai
5 atau lebih besar maka kemungkinan besar tumor ovarium tersebut ganas. Saat ini
indeks morfologis tersebut telah banyak dimodifikasi. 12,14,15
Dalam membantu menegakkan diagnosis tumor ovarium, saat ini dikenal
penanda yang merupakan bahan yang dilepaskan oleh tumor ke dalam aliran darah
atau cairan tubuh yang lain dalam bentuk dan konsentrasi yang berbeda dari
normal. 80 % tumor ovarium ganas nonmusinous memiliki peningkatan CA-125.
CES adalah penanda tumor yang awalnya digunakan untuk memonitor rekurensi
dari karsinoma kolon, saat ini CEA juga digunakan sebagai penanda pada tumor
12

ovarium, namun CEA juga akan meningkat pada perokok dan penderita
inflammatory bowel disease. Tidak spesifiknya berbagai penanda tumor
menyebabkan sulitnya pemakaian di klinik secara luas, baik untuk penapisan,
diagnosis maupun untuk pemantauan. Penanda tumor yang sering dipakai untuk
masing-masing jenis kanker ovarium adalah untuk kanker ovarium epitel : CA-
125, CA 19-9, CEA, untuk germ cell tumor: Alfa Feto Protein (AFP), Human
Chorionic Gonadotrophin (HCG) sedangkan untuk tumor sel granulosa: estradiol,
alfa inhibin. 6,12,16
Pada kasus ini dari anamnesis didapatkan pertumbuhan massa tumor yang
dirasakan sejak 5 bulan SMRS, dan tidak menimbulkan gejala yang spesifik. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan dinding perut cembung, simetris, lemas, fundus
uteri sulit dinilai, teraba massa (+), konsistensi kistik, mobilitas baik, ukuran 10
x 10 cm, permukaan rata, batas umbilikus, batas bawah simfisis pubis, batas kiri
linea mid clavicula sinistra, batas kanan linea mid clavicula dextra, nyeri tekan
tidak ada, tanda cairan bebas tidak ditemukan. Pemeriksaan colok dubur
didapatkan Tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula rekti kosong, massa
intra lumen tidak ada, korpus uteri sebesar normal, teraba pool bawah tumor,
konsistensi kistik. Dari pemeriksaan ultrasonografi didapatkan Tampak uterus AF
bentuk dan ukuran normal. Tampak massa kistik dengan bagian padat
mengandung echo interna inhomogen dengan gambaran garis-garis kasar
didalamnya tidak mengandung vaskuler 13,9 x 11,1 cm kemungkinan berasal
dari kista dermoid kiri. Ovarium kiri dalam batas normal. Kedua ginjal dalam
batas normal. Liver dalam batas normal. Tidak ada asites. Kesan USG adalah
kista dermoid sinistra. Dari pemeriksaan prediktor keganasan tumor didapatkan
pasien memiliki risiko rendah terhadap suatu keganasan. Sehingga disimpulkan
diagnosis pada pasien ini adalah neoplasma ovarium kistik dengan kecurigaan
jinak.

B. Bagaimanakah tindakan penatalaksanaan kasus ini?


Dasar manajemen tumor ovarium adalah persiapan pre operasi yang baik, diikuti
tindakan pembedahan. Sebelum operasi dilakukan, diberikan penjelasan kepada
13

penderita tentang penatalaksanan dan tindakan anestesi yang akan diberikan.


Selain penjelasan secara lisan dibutuhkan juga keterangan secara tertulis sebagai
bukti medikolegal yang berisi tentang informasi prosedur tindakan dengan segala
risiko yang mungkin terjadi, dan penderita maupun keluarganya dijelaskan tentang
proses pembedahan termasuk jika ditemukan hasil ganas pada potong beku/ VC,
sehingga akan dilanjutkan dengan tindakan surgical staging dan kemungkinan
masih memerlukan pengobatan lanjutan setelah pembedahan. 7,8,16
Beberapa prosedur persiapan sebelum pembedahan telah dilakukan karena
dengan persiapan yang baik merupakan setengah dari keberhasilan pembedahan.
Kelengkapan informasi maupun pemeriksaan penunjang yang akurat diperlukan
untuk optimalisasi hasil-hasil pembedahan. 17,18
Laparatomi eksplorasi disertai dengan biopsi potong beku masih merupakan
prosedur diagnostik yang paling berguna untuk memberikan penatalaksanaan
selanjutnya. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan akurasi hasil potong beku
pada tumor ovarium mencapai 90%. Berdasarkan potong beku dilakukan seleksi
terhadap penderita apakah membutuhkan penetapan stadium atau tidak, sehingga
akurasi hasil potong beku tersebut haruslah tinggi untuk mencegah kesalahan
penetapan stadium. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, dan dari prediktor keganasan menunjukkan risiko rendah keganasan
namun karena ukuran massa tumor yang lebih dari 6 cm yang memberikan kesan
suatu neoplasma ovarium kistik permagna sehingga pasien ini dipersiapkan
pemeriksaan potong beku intra operatif. 18,19
Jika pada hasil periksaan potong beku pada kasus ini menunjukkan adanya
keganasan maka akan dilakukan surgical staging. Pada surgical staging perlu
ditentukan neoplasma primer dan penyebaran penyakitnya melalui inspeksi dan
biopsi lesi peritoneal dan intra abdominal serta biopsi kelenjar getah bening
retroperitoneal. Pada kasus ini penderita belum menikah dan masih mengharapkan
untuk dapat hamil bila menikah, sehingga pada pasien ini juga dapat
dipertimbangkan untuk melakukan tindakan pembedahan konservatif untuk
mempertahankan fungsi fertilitas. Dimana berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Munnell didapatkan pada 28 pasien yang dilakukan tindakan pembedahan
14

konservatif didapatkan 5-years survival rate adalah 75%. Pada penelitian Parker
dan Berek juga tidak didapatkan perbedaan antara pasien yang dilakukan
histerektomi dan salfingoooforektomi bilateral dan pasien yang dilakukan hanya
salfingoooforektomi.
Berdasarkan kriteria tindakan operasi konservatif pada tumor ovarium adalah
tumor yang berdiferensiasi baik, wanita usia muda yang masih memerlukan fungsi
fertilitas, tidak ada keterlibatan organ pelvis yang lain, tidak ada invasi ke limfatik,
bilasan peritoneum negatif, dan dilakukan pengamatan pasca operasi yang ketat.
Sehingga berdasarkan kriteria ini masih dimungkinkan untuk melakukan tindakan
pembedahan konservatif pada kasus ini.

C. Penatalaksanaan/pengobatan pasca operasi


Beberapa prinsip yang harus diperhatikan selama perawatan pasca operasi yaitu
segera setelah operasi, tanda vital harus dimonitor setiap 15 menit sampai pasien
sadar penuh. Urine output dimonitor melalui kateter tiap 1 jam dengan normal 50
ml per jam. Urine output merupakan petunjuk sederhana untuk pemasukan cairan
dan indikator kecepatan perfusi jaringan. Selain itu juga diperlukan pemberian
sedasi untuk manajemen nyeri dan mencegah distres respirasi dan pemberian
antibiotika. Pasien dipuasakan sampai peristaltik usus normal lebih kurang 24
jam.18,19
Pembedahan memegang peranan penting dalam mendiagnosis dan sebagai
terapi awal, reseksi komplit organ reproduksi jarang diperlukan pada wanita
wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. Namun begitu peran
surgical staging dan pembedahan reduksi tumor tidak dapat diabaikan. Informasi
yang didapat dari patologi-pembedahan dapat membantu klinisi dalam
penggunaan terapi adjuvan. Perlu dilakukan pemantauan terhadap penderita
setelah pembedahan untuk mendeteksi adanya kekambuhan dengan pemeriksaan
secara klinis dan penanda tumor serta pemberian pengobatan adjuvan jika
diperlukan.18,19
Pada kasus ini penatalaksanaan pasca tindakan dilakukan sesuai dengan
diagnosis pasca operasi berdasarkan hasil pemeriksaan potong beku, surgical
15

staging dan pemeriksaan histopatologi. Pasca tindakan akan dilanjutkan dengan


pengamatan lanjut pasca operasi berupa pemeriksaan untuk mengetahui adakah
pertumbuhan massa baru, dan pemeriksaan penanda tumor.

V. TEKHNIK OPERASI
Prosedur umum yang akan dilakukan20
1. Incisi vertikal akan lebih baik dengan menghasilkan lapangan pandang yang
adekuat dimana besar massa melebihi incisi tranverse yang dapat dilakukan
sehingga akan menyusahkan lapangan operasi.
2. Ascites jika ada akan dilakukan sitologi, jika tidak ada dilakukan washing
cytology 50-100 ml cairan Nacl didaerah pelvis, subdiafragma, di antara kolon.
3. Inspeksi dan palpasi secara sistemati dimulai dari ruang subphrenic dan turun ke
arah pelvik. Khususnya area subdiafragma, kapsul hepar, omentum, kolon,
permukaan peritoneum, bagian retroperitoneum, dan serosa dari usus halus. Jika
ada kecurigaan pada daerah tersebut dilakukan biopsi. Dalam proses ini harus
diwaspadai terjadinya primer kanker non ginekologi.
4. Pemeriksaan tumor ovarium dan pelvis, dengan pemeriksaan kapsul tumor,
pertumbuhan tumor yang asimetrik, perlengketan dengan jaringan sekitar.
Dilanjutkan dengan salfingooforektomi unilateral dan jaringan dikirimkan untuk
potong beku. Jika hasil dari potong beku menunjukkan tanda kegansan
dilanjutkan dengan histerektomi salfingoooforektomi bilateral, atau pun hanya
dilakukan tindakan salfingoooforektomi unilateral apabila pasien masih
menginginkan fungsi fertilitasnya.
5. Jika tampak metastase, maka akan dilakukan konsep pembedahan sitoreduktif
baik omentektomi, reseksi usus, reseksi diafragma, spleenektomi, hingga
tindakan pelvic exenteration.
6. Dilanjutkan dengan pemeriksaan KGB retroperitoneal parakolika dan paraaorta.
7. Melakukan tindakan appendektomi.
16

VI. KESIMPULAN
A. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus
ini didiagnosis kerja Neoplasma ovarium kistik dengan kemungkinan keganasan
belum dapat disingkirkan.
B. Tindakan yang dilakukan pada kasus ini adalah laparotomi dan intraoperatif
dilakukan pemeriksaan potong beku. Jika ditemukan keganasan dilanjutkan dengan
tindakan surgical staging.
C. Penatalaksanaan kasus ini pasca tindakan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
potong beku, surgical staging dan hasil pemeriksaan histopatologi.
17

VII.RUJUKAN
1. Disaia PJ, Creasmen WT. Clinical gynecologic oncology. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2007.
2. Van Nagell JR, Gershenson DM. Ovarian Cancer: Etiology, Screening, and Surgery. In: John R, Jones
HW, eds. Te Lindes Operative Gyenecology. 10 th Ed. Philladelphia : Lippincott William & Wilkins,
2008 ; 1048-74.
3. Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddian AB, Rachimhadhi T, eds.
Ilmu kandungan. 2nd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo.1999; 400-408.
4. Nuss RC. Pelvis mass. In: Benrubi GI, ed. Obstetric and gynecology emergencies. Philadelphia:
Lippincont Company. 1994; 263-274.
5. Rasjidi I, Muljadi R, Cahyono K. Imaging ginekologi onkologi. Jakarta: Sagung Seto; 2010.
6. Sukardja, IDG. Onkologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press. 2000; 85-103.
7. Hillard PA. Benign diseases of the female reproductive tract: symptoms and signs. In: Berek JS,
Adashi EY, Hillard PA. Novak`s gynecology. 12 th ed. Pennsylvania: Williams & Wilkins. 1996; 331-
397.
8. Santoso H. Neoplasma ovarium berpotensi maligna rendah. Makalah Ilmiah PIT XII POGI.
Palembang, 2001.
9. Roman, LD. Pelvic examination, tumor maker level and Doppler sonography in the prediction of
pelvic cancer. J Obstet Gynecol. 1997; 89: 493-500.
10. Andrijono. Kanker ovarium. Dalam: Andrijono. Sinopsis kanker ginekologi. Jakarta: Divisi onkologi
departemen obstetri dan genekologi FKUI. 2004; 93-125.
11. Schilder JM, Holladay DV, Gallion HH. Hereditary ovarian cancer: clinical syndromes and
management. In: Rubin SC, Sutton GP, eds. Ovarian cancer. 2 nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins. 2001; 181-200.
12. Look KY. Epidemilogy, etiology, and screening of ovarian cancer. In: Rubin SC. Ovarian cancer. 2 nd
ed. Philadelphia: Lippicott William and Wilkins. 2001; 167-80.
13. Busmar B. Kanker ovarium. Dalam: Aziz, Andrijono, Saifuddin AB. Buku acuan nasional onkologi
ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Husada. 2006; 468-527.
14. Modugno F. Ovarian cancer and high risk women, implications for prevention, screening and early
detection. Gynecologic oncology. Pittsburgh: University of Pittsburgh. 2003;91: 15-31.
15. Kramer JL, Greene MH. Epidemiology of ovarian, fallopian tube and primary peritoneal cancer. In:
Gershenson DM, Mcguire WP, Gore M, Quinn MA, Thomas G, eds. Gynecologic cancer
controversies in management. Canada: Elsevier, 2004; 327-354.
16. Fleischer AC, Cullinan JA, Peery CV, Jones HW. Early detection of ovarian carcinoma with
transvaginal color doppler ultrasonography. Am J Obstet Gynecol. 1996; 174: 101-106.
17. DePriest PD. A morphology index based on sosnographic findings in ovarian cancer. Gynecol Oncol.
1993 ; 51: 7-11.
18. Saleh, AZ. Kanker ginekologi klasifikasi dan petunjuk penatalaksanaan praktis. Palembang :
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-UNSRI/ RSMH Palembang. 2004: 39-53.
19. Baker, VV. Premalignant and malignant disorder of the ovaries and oviducts. In: De Cherney AH,
Pernoll ML, eds. Current obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 10 th ed. USA: Appleton &
Lange. 2003; 954-966.
20. Pecorelli S, Jones III HW, Ngan HYS, Bender HG, Benedet JL. Cancer of the ovary. In: Benedet JL,
Pecorelli S. Staging classifications and clinical practice guidelines of gynecologic cancers. Oxford:
Elsevier Science Ireland Ltd. 2000; 63-78
21. Benedett JL, Bender H, Jones III H, Ngan HYS, Pecorelli S. FIGO staging classification clinical
practice guidelines in the management of gynecologyc cancers. Int J Obstet gynecol. 2000; 241-9.
18

Anda mungkin juga menyukai