Anda di halaman 1dari 17

KARYA TULIS ILMIAH

PENGUJIAN DAYA HAMBAT AIR PERASAN


SINGKONG ( Manihot esculenta ) TERHADAP
PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus

Oleh :

DESY MULIANA
NIM 128819

AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK


Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan pusat keragaman hayati di
dunia. Di Indonesia diperkirakan 40.000 spesies tumbuhan
Spermathophyta dari seluruh spesies tumbuhan tersebut,
diperkirakan 9600 tumbuhan berkhasiat sebagai obat, dan
baru kurang lebih 300 spesies digunakan sebagai bahan
obat tradisional (Depkes, 2006).
Menurut Secundus sr, bahwa alam seisinya diciptakan
oleh Tuhan untuk kepentingan manusia. Jadi, adanya tumbuhan
diatas ini pun titik dari sudut keagamaan diciptakan oleh Tuhan
untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup tertentu dari
manusia, misalnya untuk memberi makan, bahan obat-obatan
dan lain-lain. Bahkan menurut secundus semua tumbuhan
mempunyai daya pengobatan (Soepomo, 1994).
Ketela pohon atau ubi kayu merupakan tanaman perdu.
Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil.
Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika,
Madagaskar, India, dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke
Indonesia pada tahun 1852. Ketela pohon berkembang di
negara-negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya
(Purwono, 2009).
Pengolahan singkong secara terpadu merupakan upaya
memanfaatkan seluruh bagian dari singkong tanpa ada yang
terbuang termasuk kulitnya. Rukaman (1997) menyatakan
bahwa komponen kimia dan gizi dalam 100 g kulit singkong
adalah sebagai berikut : protein 8,11g; serat kasar 15,20g; pektin
0,22g; lemak 1,29g; kalsium 0,63g sedangkan komponen kimia
dan gizi daging singkong dalam 100 g adalah protein 1 g; kalori
154 g; karbohidrat 36,8 g; lemak 0,1 g (mahmud, dkk, 2009)
sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar protein singkong lebih
rendah dibanding kulit singkong. Penelitian Turyoni (2005),
menyatakan bahwa kandungan karbohidrat kulit singkong segar
blender adalah 4,55%, sehingga memungkinkan digunakan
sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dalam proses
fermentasi. Selain itu kulit singkong juga mengandung tannin,
enzim peroksida, glikosa, kalsium oksalat, serat, dan HCN
(Arifin, 2005).
1.2Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apakah air perasan singkong dapat memberikan daya
hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus ?
2. Pada konsentrasi berapakah air perasan singkong dapat
memberikan daya hambat yang maksimal terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus?

1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian kali ini adalah :
1. Menentukan daya hambat air perasan singkong terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ?
2. Untuk mengetahui konsentrasi air perasan singkong yang
paling maksimal memberikan daya hambat terhadap bakteri
Staphylococcus aureus ?
1.4 Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini, di harapkan dapat memberikan


manfaat atau informasi kepada masyarakat tentang manfaat
singkong bagi kehidupan dan dapat memberikan nilai ekonomis
terhadap singkong, serta dapat dijadikan referensi atau
pendahuluan penelitian lebih lanjut terhadap manfaat air perasan
singkong.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Umum Tanaman Singkong
Ketela pohon atau ubi kayu merupakan tanaman perdu.
Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil.
Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika,
Madagaskar, India, dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke
Indonesia pada tahun 1852. Ketela pohon berkembang di
negara- negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya
(Purwono, 2009).
Kebanyakan tanaman singkong dapat dilakukan dengan
cara generatif (biji) dan vegetatif (stek batang). Generatif (biji)
biasanya dilakukan pada skala penelitian (pemulihan tanaman)
untuk menghasilkan varietas baru,singkong lazimnya
diperbanyak dengan stek batang. Para petani biasanya menanam
tanaman singkong dari golongan singkong yang tidak beracun
untuk mencukupi kebutuhan pangan. Sedangkan untuk
keperluan industry atau bahan dasar untuk industri biasanya
dipilih golongan umbi yang beracun.Karena golongan ini
mempunyai kadar pati yang lebih tinggi dan umbinya lebih
besar serta tahan terhadap kerusakan, misalnya perubahan
warna (Sosrosoedirdjo, 1993).
Kelebihan dari tanaman singkong pada pertanian
kurang lebih adalah sebagai berikut :
a. Dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur.
b. Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi.
c. Masa panen tidak diburu waktu sehingga bisa
dijadikan lumbung hidup, yakni dibiarkan pada tempatnya
untuk beberapa minggu.
d. Daun dan umbinya dapat diolah menjadi aneka
makanan.
( Pinus Lingga, 1986 )

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Singkong :


Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

Subdivisi : Angiospermae ( biji tertutup )

Kelas : Dicotyledonae ( biji berkeping dua )

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Species : Manihot glaziovii Muell

( Suprapti Lies, 2005 )


2.1.2 Kandungan Yang Terdapat Dalam Singkong
Kandungan gizi yang terdapat dalam singkong sudah
kita kenal sejak dulu. Umbi singkong merupakan sumber energi
yang kaya karbohidrat namun miskin akan protein. Selain umbi
akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan
mentah. Berbagai macam upaya penanganan singkong yang
telah banyak dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi
berbagai macam produk olahan baik basah maupun kering.
Selain sebagai bahan makanan pokok, banyak macam produk
olahan singkong yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat kita
antara lain adalah tape singkong, enyekenyek singkong,
peuyeum, opak, tiwul, kerupuk singkong, keripik singkong,kue,
dan lain-lain.

N Unsur Banyaknya dalam


per (100 g )
o. Gizi Singk Singk
ong putih ong kuning

1 Kalori 146,0 1,20


. (kal) 0

2 Protein 0,30 34,70


. (g)

3 Lemak 33,00 40,00


. (g)

4 Karbohidr 0,70 0
. at (g)

5 Kalsium 0,06 30,00


. (mg)

6 Fosfor 62,50 75,00


. (mg)

7 Zat Besi 157,0 0,80


. (mg) 0

8 Vitamin A 0,30 37,90


. (SI)

9 Vitamin 33,00 40,00


. B1 (mg)

1 Vitamin C 0,70 385,0


0. (mg) 0
1 Air (g) 0,06 30,00
1.

1 Bagian 60,00 75,00


2. dapat dimakan
(%)

Selain kandungan gizi di atas, singkong juga


mengandung racun yang dalam jumlah besar cukup berbahaya.
Racun singkong yang selama ini kita kenal adalah Asam biru
atau Asam sianida. Baik daun maupun umbinya mengandung
suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang
dapat menghasilkan racun biru atau HCN yang bersifat sangat
toksik (Sosrosoedirdjo, 1993).

Kandungan sianida dalam singkong sangat bervariasi.


Kadar sianida rata- rata dalam singkong manis dibawah 50
mg/kg berat asal, sedangkan singkong pahit/ racun diatas 50
mg/kg. Menurut FAO, singkong dengan kadar 50 mg/kg masih
aman untuk dikonsumsi manusia (Winarno F.G, 2004).

Besarnya racun dalam singkong setiap varietas tidak


konstan dan dapat berubah. Hal ini disebabkan adanya beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu antara lain : keadaan iklim,
keadaan tanah, cara pemupukan dan cara budidayanya.

2.2 Uraian Umum Antibakteri


Bakteri adalah sel prokariotif yang kas, uniseluler
dan tidak mengandung struktur yang membatasi membrane
di dalam sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas berbentuk
bola seperti batang atau spiral. Bakteri yang khas
berdiameter sekitar 0,5 sampai 1,0 m dan panjangnya 1,5
sampai 2,5 m (Pelczar, 1986).
Ada beberapa bentuk bakteri, yaitu bulat (tunggal :
coccus, jamak : cocci), batang atau silinder (tunggal :
bacillus, jamak : bacilli), dan spiral yaitu berbentuk batang
melengkung atau melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008).
Bentuk cocci umumnya bulat atau oval. Bila cocci
membela diri, sel-sel dapat tetap melekat satu sama lain.
Cocci yang tetap berpasangan setelah membelah disebut
diplococcic. Cocci yang membelah namun tetap melekat
membentuk struktur menyerupai rantai disebut streptococci.
Cocci yang membelah dalam 2 bidang dan tetap melekat
membentuk kelompok 4 coccus disebut tetrad. Cocci yang
membelah dalam 3 bidang dan tetap melekat membentuk
kubus dengan 8 coccus disebut sarcina. Sedangkan cocci
yang membelah pada banyak bidang dan membentuk
kumpulan menyerupai anggur disebut Staphylococci.
Bacilli membelah hanya melalui sumbu pendeknya.
Sebagian besar bacilli tampak sebagai batang tunggal.
Diplobacilli muncul dari pasangan bacilli setelah
pembelahan dan Streptobacilli, muncul dalam bentuk rantai.
Beberapa bacilli tampak menyerupai Cocci, dan disebut
Coccobacilli.
Bentuk spiral bakteri memiliki satu atau lebih
lekukan dan tidak dalam bentuk lurus. Bakteri berbentuk
spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis. Bakteri yang
berbentuk batang melengkung menyerupai koma disebut
vibrio. Bakteri yang berpilin kaku disebut Spirilla,
sedangkan bakteri yang berpilin fleksibel disebut
Spirochaeta ( Pratiwi 2008 ).
a. Bakteriostatik
Adalah senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan bila senyawa tersebut habis,
maka bakteri akan tumbuh kembali dan
memperbanyak diri.
b. Bakterisida
Adalah senyawa yang dapat membunuh bakteri
meskipun senyawa ini habis, akan tetapi bakteri tidak
akan tumbuh kembali.
c. Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme yang mempunyai kemampuan larut
dalam larutan encer untuk menghambat atau
membunuh mikroorganisme lain.
2.3 Uraian Umum Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika dari Staphylococcus aureus adalah sebagai


berikut :
Kingdom : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Bacilalles

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphlococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Staphyloccocus aureus merupakan bakteri gram positif


berbentuk bulat atau lonjong, tidak bergerak, tidak berspora dan
tersusun dalam kelompok seperti buah anggur. Pembentukan
kelompok ini terjadi dalam tiga bidang dan sel anaknya
cenderung dekat dengan sel induknya. Tiga spesies yang
penting secara klinik adalah Staphyloccocus aureus,
Staphyloccocus epidermis, Staphyloccocus saprophyticus.
Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase positif, hal
ini yang membedakannya dari spesies lain. Staphyloccocus
aureus adalah pathogen utama pada manusia, hampir semua
orang pernah mengalami infeksi Staphyloccocus aureus selama
hidupnya, dengan derajat keparahan yang beragam, dari
keracunan makanan, atau infeksi kulit ringan, hingga infeksi
berat yang mengancam jiwa (Jawetz , dkk 2008).

Gambar 2.4 bentuk Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus menimbulkan infeksi bernanah


dan abses, Infeksinya akan lebih berat bila menyerang anak-
anak, usia lanjut dan orang yang daya tahan tubuhnya menurun,
seperti penderita diabetes mellitus, luka bakar dan AIDS.
Menyebabkan penyakit seperti infeksi pada folikel rambut dan
kelenjar keringat, bisul, infeksi pada luka, meningitis,
endocarditis dan pneumonia (Entjang, 2003).

2.4 Penyarian Simplisia


2.4.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan


sebagai obat yang

belum mengalami proses apapun juga dan kecuali dinyatakan


lain simplisia

merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa


simplisia nabati,
simplisa hewani, dan simplisa pelikan (Depkes RI, 1985).

2.4.2 Pengujian Secara Mikrobiologis

Pengujian aktivitas antimikroba dapat dilakukan secara


biologi. Pada pengujian biologi dikenal 2 macam cara yaitu
pengenceran dan difusi. Walau pada umumnya pengujian ini
dilakukan terhadap kebanyakan bakteri, namun sebenarnya
cara ini dapat juga di pakai untuk bahan-bahan lain yang
diduga mempunyai daya hambat (Gandjar, 1992).

2.5 Metode Pengenceran

Pada metode ini digunakan sejumlah bahan mikroba


dengan tingkat konsentrasi yang berbeda-beda sesuai dengan
yang ditetapkan. Pengenceran secara seri dalam larutan media
kaldu. Metode ini menggunakan sejumlah bahan anti mikroba
dengan konsentrasi yang berbeda-beda, Lalu ditanami mikroba
uji. Potensi anti mikroba dapat diketahui dengan melihat
kekeruhan yang terjadi akibat dari pertumbuhan bakteri uji.
Kekeruhan dapat diukur dengan alat spektrofotometer.
Kemudian dibandingkan kekeruhan yang terjadi pada zat
antimikroba, perbandingan yang mendapat perlakuan yang
sama (Gandjar,1992).

2.5.1 Metode Difusi

Cara difusi adalah proses perembesan larutan contoh.


Pada metode ini kemampuan antimikroba ditentukan
berdasarkan daerah hambatan yang dibentuk oleh larutan
contoh terhadap pertumbuhan dari mikroba pada media
tersebut.

Beberapa cara modifikasi dalam metode ini, antara lain :

1. Cara difusi dengan silinder pipih


Cara ini didasarkan atas perbandingan antara luas daerah
hambatan yang dibentuk larutan contoh terhadap
pertumbuhan mikroba dengan daerah hambatan yang
terjadi oleh larutan pembanding.
2. Cara difusi kertas kering
Cara ini menggunakan kertas saring yang dibuat dalam
bentuk dan ukuran tertentu, biasanya garis tengah 0,7-1 cm,
yang nantinya akan dicelupkan ke dalam larutan contoh dan
larutan pembanding.
3. Cara difusi kirby bauer
Cara ini menggunakan alat untuk meletakkan kertas saring
dan cawan petri yang digunakan berukuran 150 15 mm
sehingga dapat langsung diuji dengan berbagi konsentrasi
larutan contoh.
4. Cara difusi agar berlapis
Cara ini merupakan modifikasi cara kirby baeur, hanya saja
cara ini menggunakan 2 lapisan agar. Lapisan pertama
(based layer) tidak mengandung mikroba. Sedangkan lapis
kedua (seed layer) mengandung mikroba ( Pratiwi, 2008).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
beaker glass 500 ml , erlemeyer, gelas ukur, neraca analitik,
tabung reaksi, cawan petri, kawat ose, lampu spritus,
inkubator, autoklaf, jangka sorong, oven, kertas saring, mikro
pipet, hot plate, magnetic stirrer, kapas, kain flanel, parutan
dan pisau stainles.

3.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah aquadest


steril, singkong, medium instan nutrient agar (NA), kultur
murni bakteri Staphylococcus

aureus, larutan uji disiapkan dengan konsentrasi 5%, 10%,


15%, 20%, dan 25%

b/v NaCl fisiologis.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mengenai air perasan singkong ini dilakukan


pada bulan Oktober 2014 dilaboraturium Akademi Farmasi
Yarsi Pontianak.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengolahan Sampel

Sampel yang telah disiapkan dibersihkan terlebih dahulu


dari kotoran-kotoran yang menempel pada sampel tersebut
dengan cara mencucinya dengan air bersih yang mengalir.
Setelah bersih, dan kemudian singkong diparut sampai halus.
Setelah di parut, singkong yang telah halus disaring dengan
menggunakan kain flanel.
3.4.2 Pembuatan Sampel Penelitian

Air perasan singkong dibuat konsentrasi 100% dengan


konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% v/v dibuat dengan
cara mengencerkan air perasan awal (100% b/v). Konsentrasi
5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dibuat dengan cara mengambil
air perasan singkong konsentrasi 100% masing-masing
sebanyak 0,5 ml, 1 ml, 1.5 ml, 2 ml, 2.5 ml dan masing-masing
dimasukan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan aquadest
steril sampai 10 ml dan dikocok hingga larut.

3.5 Pengujian Anti Mikroba

3.5.1 Sterilisasi alat

Cawan petri, tabung reaksi dan erlemeyer disterilkan


menggunakan autoklaf pada suhu 170-180C selama 2 jam.
Ose disterilkan dengan cara di pijarkan dengan nyala api lampu
spritus.

3.5.2 Pembuatan Medium Pembenihan

Media Na dibuat dengan cara melarutkan 2,3 g nutrient


agar dengan aquadest hingga 100-500 ml, dan didihkan sampai
larut sempurna, dimasukan ke dalam erlenmeyer disterilkan
dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121C selam 15
menit.

3.5.3 Penyiapan Bakteri Uji

1. Peremajaan Kultur Murni Bakteri

Koloni bakteri uji Stphylococcus aureus diinokulasikan


sebanyak 1 ose steril, pada medium agar miring Na ke dalam
tabung reaksi dengan cara digoreskan secara aseptik.
Kemudian diinkubasikan ke dalam inkubator selama 18-24
jam pada suhu 35-37C.

2. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Bakteri uji (Staphylococcus aureus) hasil peremajaan


disuspensikan dengan cara diambil 1 ose yang disterilkan.
Bakteri yang telah diremajakan dan dimasukan kedalam
tabung reaksi yang telah berisi 10 ml NaCl fisiologis.

3. Pengujian Daya Hambat

Pengujiian daya hambat singkong dilakukan dengan


menggunakan metode difusi kertas saring. Disiapkan medium
Na yang telah disterilkan setelah suhu mencapai 40C-45C,
Dimasukan 1 ml suspensi biakan bakteri Staphylococcus
aureus secara aseptik ke dalam cawan petri, kemudian
dimasukkan sebanyak 10 ml medium Na steril cair, kemudian
digoyang-goyang hingga homogen dan dibiarkan hingga
membeku. Kertas saring yang telah direndam di dalam air
perasan singkong selama 15 menit dengan masing-masing
konsentrasi yaitu 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% , kemudian
kertas saring yang direndam dalam larutan NaCl kemudian
ditempatkan pada medium yang sama yaitu spektrum medium
Na yang berisi bakteri uji Staphylococcus aureus kemudian
diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 35-37C selama 24
jam dengan posisi terbalik.

4. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter
daerah hambatan (zona bening) disekitar kertas saring pada
berbagai konsentrasi. Pengamatan dilakukan setelah masa
inkubasi pada suhu 35-37C selama 24 jam dan 48 jam dengan
menggunakan jangka sorong.

Anda mungkin juga menyukai