Anda di halaman 1dari 18

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tidur
2.1.1. Definisi Tidur
Tidur adalah keadaan dimana terjadi perubahan kesadaran atau
ketidaksadaran parsial dimana seorang individu dapat dibangunkan (Tortora dan
Derrickson, 2009). Tidur juga dapat diartikan sebagai periode istirahat untuk
tubuh dan pikiran, yang selama masa ini kemauan dan kesadaran ditangguhkan
sebagian atau seluruhnya dan fungsi-fungsi tubuh sebagian dihentikan. Selain
itu,tidur juga telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai
dengan posisi tak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun,
tapi siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2002).

2.1.2. Tahap dan Siklus Tidur


Selama malam hari, seseorang melalui dua stadium tidur yang saling
bergantian, yaitu tidur paradoksikal atau tidur Rapid Eye Movement(REM) dan
tidur gelombang lambat atau tidur Non-Rapid Eye Movement(NREM).
Keseluruhan tidur yang terjadi ialah tidur gelombang lambat yang dialami pada
jam pertama tidur setelah bangun selama berjam-jam sedangkan tidur
paradoksikal terjadi pada 25% dari waktu tidur yang berulang secara periodik
setiap 90 menit. Tipe tidur ini umumnya disertai dengan mimpi (Guyton, 2006).

Tidur NREM terdiri dari 4 tahap yaitu :


1. Tahap 1 adalah tahap transisi antara keadaan bangun (terjaga) dan tidur,
yang dalam keadaaan normal berlangsung antara 1-7 menit, Dalam
tahap ini, orang ini dalam keadaan relaksasi dengan mata tertutup dan
pikiran yang belum tidur sepenuhnya. Apabila orang ini dibangunkan
pada tahap ini, maka mereka akan mengatakan bahwa mereka belum
tertidur.
5

2. Tahap 2 atau tidur ringan adalah tahap pertama orang dalam keadaan
benar-benar tertidur.
3. Tahap 3 adalah periode tidur dalam yang sedang. Suhu tubuh dan
tekanan darah menurun, dan menjadi sulit untuk membangunkan orang
pada tahap ini. Tahap ini berlangsung kira-kira 20 menit setelah
tertidur.
4. Tahap 4 adalah level terdalam dari tidur. Meskipun metabolisme otak
menurun secara significant dan suhu tubuh menurun sedikit pada tahap
ini, kebanyakan refleks masih terjadi, dan hanya terjadi sedikit
penurunan tonus otot (Tortora dan Derrickson, 2009). Pada tahap ini
orang akan sangat sulit dibangunkan, hanya suara yang sangat keras
yang dapt membangunkan orang tersebut .Apabila pada tahap keempat
orang ini dibangunkan, maka orang tersebut akan terlihat grogi dan
bingung (Carlson,2005).

Tahap 1 ditandai dengan aktivitas theta pada EEG (electroencephalogram).


Aktivitas theta adalah aktivitas EEG dgn frekuensi 3,5-7,5 Hz yang terjadi secara
intermitten selama tahap awal tidur NREM dan tidur REM. Setelah kira-kira 10
menit, maka akan memasuki tahap 2 tidur NREM yang ditandai dengan aktivitas
theta, sleep spindles dan K kompleks. Sleep spindles adalah gelombang pendek
dengan frekuensi 12-14 Hz yang berlangsung sekitar dua hingga lima kali per
menit yang ditemukan selama tahap 1 hingga tahap 4 tidur NREM. Sleep spindles
ini diyakini merepresentasi aktifitas dari mekanisme yang terlibat menjaga orang
agar tetap dalam keadaan tertidur. K kompleks adalah gelombang tajam, tejadi
secara tiba-tiba, terjadi kira-kira satu kali dalam semenit, biasanya dipicu oleh
suara bising, dan hanya terdapat pada tahap kedua tidur NREM dan tidak
ditemukan pada tahap tidur lainnya. Tahap tidur ketiga dan keempat ditandai oleh
aktivitas delta beramplitudo tinggi serta berfrekuensi lebih kecil dari 3,5 Hz.
Perbedaan tahap ketiga dan keempat tidur NREM hanya ditentukan dari jumlah
gelombang delta, pada tahap ketiga, aktifitas delta yang ditemukan sekitar 20-50
persen, sedangkan pada tahap keempat lebih dari 50 persen. Oleh karena
6

ditemukan gelombang delta pada tahap ketiga dan keempat tidur NREM, maka
tahap ketiga dan keempat inilah yang sering disebut sebagai tidur gelombang
lambat (Carlson, 2005).

Setelah tahap keempat tidur NREM, maka tidur akan memasuki tahap tidur
REM, demikian yang akan terus berlangsung secara bergantian dan terus-menerus
sepanjang tidur berlangsung, Satu siklus berlangsung selama 90 menit, dengan
tidur REM hanya berlangsung sekitar 20-30 menit saja. Normalnya tidur REM
harus didahului oleh tidur gelombang lambat. Gambaran EEG tidur REM mirip
dengan gambaran EEG tahap 1 tidur NREM, hanya saja selain terdiri dari aktifitas
theta seperti pada tahap 1 tidur NREM, pada tidur REM juga dijumpai adanya
aktivitas beta pada EEG. Aktifitas beta adalah aktifitas listrik iregular 13-30 Hz
yang direkam dari otak, yang biasanya dijumpai pada keadaan sadar(awake).
Apabila orang sudah memasuki tidur REM, orang tersebut bahkan sudah tidak
berespon terhadap suara bising terhadapnya, tetapi dapat dengan mudah
dibangunkan dengan rangsangan yang bermakna, seperti memanggil nama orang
tersebut. Dan, ketika orang tersebut bangun, akan terlihat dalam keadaan waspada
dan sadar sepenuhnya (Carlson,2005).

Tidur REM , ditandai dengan hilangnya ketegangan otot batang tubuh, dan
EEG desinkronisasi (cepat dan gelombang tidak teratur). Aktivitas serebral
(misalnya, konsumsi oksigen, aliran darah, dan perangsangan neural) meningkat
pada banyak struktur otak, dan secara umun terjadi peningkatan pada aktivitas
sistem saraf otonom (misalnya pada tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan).
Selain itu, selalu dijumpai juga ereksi klitoris atau penis dengan tingkatan tertentu,
serta ditemukan juga pergerakan bola mata secara cepat dengan kondisi mata
tertutup( bola mata di bawah kelopak mata). Juga ditemukan korelasi yang sangat
kuat antara tidur REM dengan mimpi (Pinel, 2009).
7

Fungsi dari tidur gelombang lambat adalah untuk memberi waktu kepada
otak untuk beristirahat, sedangkan fungsi dari tidur REM adalah untuk
perkembangan otak dan proses pembelajaran ( Carlson, 2005).

Tidur adalah proses aktif, bukan sekedar tidak terjaga. Tingkat aktivitas
otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama stadium-stadium tidur
tertentu, penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat terjaga
normal. Siklus tidur-jaga adalah variasi siklis normal dalam kesadaran mengenai
keadaan sekitar. Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang tidur tidak
secara sadar waspada akan dunia luar, tetapi tetap memiliki pengalaman kesadaran
dalam batin seperti mimpi. Selain itu, mereka dapat dibangunkan oleh rangsangan
eksternal, misalnya bunyi alarm (Sherwood, 2001).

2.1.3. Mekanisme Tidur dan Bangun


Mekanisme pengaturan tidur dan bangun diatur oleh beberapa mekanisme,
diantaranya :
1) Kontrol sistem kimia dari tidur
Sebuah neurotransmitter nukleosida, adenosine, mempunyai
peranan yang penting dalam pengaturan tidur. Nutrien utama dari otak
adalah glukosa, yang diangkut oleh darah ke otak. Suplai darah yang
cukup biasanya akan memberikan jumlah glukosa yang cukup, tetapi bila
beberapa daerah di otak menjadi lebih aktif, sel-sel yang berada pada
bagian itu akan mengkonsumsi glukosa lebih cepat daripada yang disuplai
darah. Pada kasus demikian, nutrient glukosa yang kekurangan ini akan
disuplai oleh astrosit dengan cara memecah glikogen yang terdapat pada
astrosit tersebut. Metabolisme dari glikogen akan meningkatkan level
adenosine, sebuah neuromodulator yang mempunyai efek inhibisi.
Akumulasi dari adenosine akan meningkatkan aktivitas delta pada saat
tidur pada malam berikutnya. Setelah itu sel di daerah otak itu akan
beristirahat,dan astrosit akan memperbaharui stok glikogennya. Oleh
8

karena itu, jelas bahwa adenosine berpengaruh terhadap tidur. Cafeine


(adenosine antagonist) yang terdapat pada kopi akan menghambat
adenosine sehingga akan mengilangkan efek tidur dan meningkatkan
keadaan tejaga (Carlson,2005).
2) Kontrol sistem saraf dari keadaan bangun
Ada sedikit lima sistem neuron berbeda yang penting dalam mengatur
keadaan bangun (terjaga) yaitu : sitem asetilkolinergik dari area
peribrachial pons dan basal forebrain, sistem noradrenergik dari locus
coeruleus, sistem serotonergik dari raphe nuclei, neuron histaminergic dari
nukleus tuberomammilary dan sistem hipocretinergik dari lateral
hipotalamus (Carlson, 2005).

Tidur tipe gelombang lambat terjadi ketika neuron di ventrolateral


preoptic area (VLPA) aktif. Neuron-neuron ini menginhibisi neuron-
neuron histaminergic dari nukleus tuberomammilary, neuron noradrenergik
dari locus coeruleus, dan neuron-neuron serotonergik dari raphe nuclei.
Sedangkan, VLPA diinhibisi oleh area yang merangsang keadaan bangun
d\i otak, sehingga akan terjadi hubungan timbal balik (flip-flop) yang akan
membuat kita sadar atau jatuh tertidur. Akumulasi dari adenosine juga
dapat menginisiasi tidur dengan cara menghambat neuron-neuron
acetilkolinergik di basal forebrain dan mengaktifkan neuron-neuron
VLPA. Adenosine juga terbukti menghambat sistem hipocretinergik yang
berfungsi menbuat orang dalam keadaan terjaga (Carlson, 2005).

Pengaruh hormon terhadap siklus tidur juga dipengaruhi oleh


beberapa hormon seperti Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH),
Growth Hormone (GH) dan Luteneizing Hormone (LH). Hormon-
hormone ini secara teratur disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior melalui
jalur hipotalamus. Sistem ini ssecara terus menerus mempengaruhi
9

pengeluaran neurotransmitter serotonin, histamine, noradrenaline yang


sangat berpengaruh mengatur siklus bangun dan tidur.

2.2. Kualitas Tidur


2.2.1. Definisi Kualitas Tidur
Kualitas tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang melibatkan
berbagai domain, antara lain, penilaian terhadap lama waktu tidur, gangguan tidur,
masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari, efisiensi tidur, kualitas tidur,
penggunaan obat tidur. Jadi apabila salah satu dari ketujuh domain tersebut terganggu
maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas tidur (Buysee,et al,1989).
Pada penilaian terhadap lama waktu tidur yang dinilai adalah waktu dari tidur
yang sebenarnya yang dialami seseorang pada malam hari. Penilaian ini dibedakan
dengan waktu yang dihabiskan di ranjang. Pada penilaian terhadap gangguan tidur
dinilai apakah seseorang terbangun tidur pada tengah malam atau bangun pagi terlalu
cepat, bangun untuk pergi ke kamar mandi, sulit bernafas secara nyaman, batuk atau
mendengkur keras, merasa kedinginan, merasa kepanasan, mengalami mimpi buruk,
merasa sakit, dan alasan lain yang mengganggu tidur (Buysee, et al, 1989) .
Penilaian terhadap masa laten tidur dinilai berapa menit yang dihabiskan
seseorang di tempat tidur sebelum akhirnya dapat tertidur dan apakah orang tersebut
tidak dapat tidur selama 30 menit. Selanjutnya, penilaian terhadap disfungsi tidur
pada siang hari dinilai apakah selama sebulan yang lalu, seberapa sering timbul
masalah yang mengganggu anda tetap terjaga sadar saat mengendarai kendaraan,
makan, dan beraktifitas sosial, serta dinilai juga berapa banyak masalah yang
membuat seseorang tidak antusias untuk menyelesaikannya dalam sebulan. Pada
penilaian terhadap efisiensi tidur dinilai waktu seseorang biasanya mulai tidur pada
malam hari selama sebulan,dan waktu seseorang biasanya bangun pada pagi hari
selama sebulan, serta dinilai juga waktu seseorang tertidur pulas pada malam hari
selama sebulan. Pada penilaian terhadap kualitas tidur dinilai bagaimana seseorang
menilai rata-rata kualitas tidurnya. Penilaian terhadap penggunaan kualitas tidur
hanya ditujukan pada penilaian seberapa sering seseorang mengkonsumsi obat-obat
untuk membantu tidur dalam sebulan yang lalu (Buysee,et al,1989).
10

2.2.2. Metode Pengukuran


Pengukuran kualitas tidur dapat dilakukan menggunakan kuesioner Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI). PSQI terdiri dari 19 pertanyaan yang dijawab sendiri dan
5 pertanyaan yang dijawab oleh teman sekamar (hanya pertanyaan yang dijawab
sendiri yang digunakan dalam penilaian) (Buysee et al,1989).
PSQI menghasilkan tujuh skor yang berkorenspondensi dengan domain-
domain kualitas tidur. Skor setiap komponen dimulai dari 0 (tidak sulit) sampai 3
(sangat sulit). Skor dari setiap komponen akan dijumlahkan untuk mendapatkan skor
total (antara 0-21). Bila skor total dari PSQI >5, maka kualitas tidur dari pasien
adalah buruk, demikian sebaliknya.
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner PSQI, dibutuhkan
waktu 5-10 menit untuk menyelesaikannya. PSQI ini sendiri telah divalidasi oleh
University of Pittsburgh dengan sensitivitas 89.6% dan spesifisitas 86.5%. Reliabilitas
dari kuesioner ini juga telah diuji dengan nilai cronbachs alpha sebesar 0.83
(Buysse,et al 1989).

2.3. Gangguan Tidur


2.3.1. Etiologi Gangguan tidur
Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering
ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktik. Gangguan tidur dapat
dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi
dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia
lanjut (Japardi,2002).
Oleh karena itu, perlu diketahui beberapa macam penyebab terjadinya
gangguan tidur. Tiga penyebab utama yang paling berpengaruh menyebabkan
gangguan tidur yaitu kondisi medis, kondisi psikiatri, dan kondisi lingkungan
sekitar seseorang.
1. Kondisi medis
Berbagai kondisi medis yang buruk dari seseorang dapat menyebabkan
seseorang mengalami gangguan tidur. Misalnya gangguan pada paru yang
menyebabkan gangguan nafas seperti asma dan penyakit paru obstruktif
kronis. Akibat gangguan pernafasan yang dialami, maka seseorang
11

tentunya saja akan mengalami gangguan tidur. Kondisi jantung yang juga
berpengaruh meyebabkan gangguan tidur pada seseorang seperti iskemia
dan gagal jantung kongestif. Berbagai penyakit neurologis seperti stroke,
kerusakan saraf perifer, apnea tidur tipe sentral dan gangguan
endokrinologis seperti pada kehamilan, gangguan siklus menstruasi,
hipertiroid juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Selain itu, kondisi
gastrointestinal yang sangat mengganggu tidur yaitu gastroesophageal
reflux disease (GERD) karena asam lambung yang naik ke esophagus akan
menyebabkan rasa yang mengganggu.
2. Kondisi psikiatri
Kondisi psikiatri seperti depresi dapat menyebabkan gangguan tidur tipr
REM. Gangguan stres post trauma sering menyebabkan gangguan tidur
teror pada malam hari. Selain itu, gangguan anxietas, panic disorder paling
sering menyebabkan insomnia atau sulit tidur pada banyak pasien. Selain
itu, juga perlu diketahui bahwa, penggunaan obat-obatan pada kondisi
psikiatri seperti anti depresan dapat mengganggu tidur pola tidur REM.
Obat-obat benzodiazepin yang terlalu sering digunakan dan dalam dosis
yang tinggi dapat menyebabkan rebound insomnia (gangguan untuk
tertidur akibat pemakaian obat sehingga apabila obat dihentikan, pasien
menjadi merasa sulit tertidur).

3. Kondisi lingkungan
Gangguan tidur sering disebabkan lingkungan yang bising atau oleh karena
suhu lingkungan yang tidak nyaman. Pertukaran jam kerja yang tidak
teratur sering menyebabkan gangguan siklus tidur, seperti halnya yang juga
terjadi pada jetlag akibat bepergian ke tempat yang mempunyai waktu
yang tidak cocok dengan daerah asal. Pergantian ketinggian yang
signifikan juga dapat menyebabkan gangguan tidur (Lubit,2012).
12

2.3.2. Klasifikasi gangguan tidur


Berdasarkan klasifikasi dari International Classification of Sleep
Disorders, gangguan tidur terbagi atas :
1. Dissomnia
Gangguan tidur intrinsik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah,
obstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur
berlebihan (hipersomnia), idiopatik.
Gangguan tidur ekstrinsik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik,
ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant.
Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur,
sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur
selama 24 jam.
2. Parasomnia
Gangguan arousal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror.
Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara, kramkaki, gangguan gerak berirama.
Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest.
Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia
parosismal.
3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan / pskiatri
Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol.
Berhubungan dengan kondisi kesehatan
13

Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi,


status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke,
Gilles de-la tourette sindroma.
Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis,
refluks gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK).
4. Gangguan tidur yang tidak terklasifikasi (Japardi, 2002).

(i) Dissomnia
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi
jatuh tidur (falling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty
in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi (Japardi,2002)
a. Gangguan tidur spesifik
- Narkolepsi
Narkolepsi mempunyai empat ciri-ciri yang ditandai dengan
tanda-tanda mengantuk yang berlebihan pada pagi atau siang hari,
katapleksi ( kehilangan tonus otot / kelemahan otot sebagian atau
seluruhnya yang bersifat sementara), sleep paralisis ( kehilangan
kontrol pergerakan volunter secara cepat dan sementara baik pada
saat tidur maupun terjaga), dan hypnagogic halusinasi (persepsi
seperti mimpi yang terjadi pada saat onset tidur,persepsi yang
terjadi sering menakutkan yang dideskripsikan sebagai sesuatu
yang nyata, dapat berupa halusinasi taktil, visual dan auditorik).
Narkolepsi umunya tidak diketahui, dan umumnya terdapat
perbedaan sekitar sepuluh tahun antara onset mula terjadinya
penyakit dan diagnosa. Gangguan ini dapat menyebabkan
gangguan bersosialisasi dan penurunan prestasi akademis
(Bozorg,2010).
- Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik /
mioklonus nokturnal.
14

- Gangguan bernafas saat tidur / sleep apnea


Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea,
upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari
keduanya.
Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat
tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan
apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea
sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea
selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding
perut sangat dominan.
Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai
dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat
penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya
aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur,
sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini
kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia.
Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada
saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea,
peningkatan usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan
memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin
berat bila memasuki fase REM (Japardi,2002).

b. Gangguan tidur irama sirkadian


Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan
dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang
dikehendaki, walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat
berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal.
Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah
sebagai berikut :
15

- Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai
oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan
ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial.
Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan
mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).
- Tipe Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak
tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati
lebih dari satu zone waktu.
- Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi
pada orang yang secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja
sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul
bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum.
Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal.
- Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe
ini sangat jarang, lebih sering ditemukun pada pasien usia
lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara
pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup untuk waktu
tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal
irama tidur sirkadian yang tdk sesuai (Japardi,2002).

(ii). Parasomnia
Parasomnia adalah gangguan tidur yang ditandai dengan fenomena
motorik, verbal dan experiental yang tidak diinginkan yang terjadi
baik pada tahap-tahap tidur, maupun pada tahap transisi antara
tidur dan terjaga, Parasomnia terdiri dari :
1. Gangguan tidur teror
2. Gangguan tidur berjalan
3. Nightmare disorders
4. Gangguan tidur berkaitan dengan fase REM
(Bienenfeld,2012).
16

2.4. Hipertensi
2.4.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan
140mmHg, dan atau tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan 90
mmHg, atau pasien sedang dalam pengobatan anti hipertensi (JNC VII,2003).

2.4.2. Etiologi Hipertensi


Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan , yaitu :
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan
saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, dan lain-lain
(Mansjoer,skk,2001).
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.
(Monsjoer,dkk,2001)
Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh :
1. Penyakit ginjal :
a. Penyakit ginjal polikistik
b. Penyakit ginjal kronis
c. Obstruksi traktus urinarius
d. Tumor ginjal
2. Penyakit vaskular :
a. Koarktasio aorta
b. Vaskulitis
c. Penyakit kolagen-vaskular
3. Gangguan hormonal :
a. Penggunaan steroid berlebihan
b. Hiperaldosteronisme primer
c. Sindroma Cushing
17

4. Penyakit saraf
a. Tumor otak
b. Hipertensi intrakranial
c. Poliomielitis bulbar
5. Obat-obatan :
a. Alkohol
b. Kokain
c. Obat anti inflamasi non steroid
d. Dekongestan yang mengandung efedrin (Riaz,2012).

2.4.3. Klasifikasi Hipertensi


a. Klasifikasi hipertensi berdasarkan WHO/ISH :
Tabel 2.1.
Kategori Sistolik(mmHg) Diastolic(mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
High-normal 130-139 85-89
Grade 1 hipertensi (ringan) 140-159 90-99
Subgroup: borderline 140-149 90-94
Grade 2 hipertensi (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 hipertensi (berat) > 180 > 110
Hipertensi sistolik terisolasi > 140 < 90
Subgroup: borderline 140-149 < 90

Catatan : Ketika tekanan darah sistolik dan diastolik pasien berada pada
kategori yang berbeda, maka kategori tertinggi yang kita gunakan.
(WHO,1999)

b. Klasifikasi berdasarkan JNC VII :


Tabel 2.2.
Kategori Sistolik(mmHg) Diastolic(mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 > 160 > 100
18

Catatan : Pasien tidak sedang sakit atau minum obat hipertensi. Jika
tekanan sistolik dan diastolik berada dalam kategori berbeda, masukkan
dalam kategori yang lebih tinggi. Berdasarkan dari rata-rata dua atau lebih
pembacaan yang diambil dari dua atau lebih kunjungan setelah skrining
awal (JNC VII,2003).

2.4.4. Faktor resiko hipertensi


Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi
diantaranya yaitu : riwayat keluarga, individu dengan riwayat keluarga hipertensi
mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Obesitas, hal ini
disebabkan karena lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Stress, atau situasi yang dapat
menimbulkan distress dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang
(Dobrian et al, 2001).
Faktor-faktor resiko lain yang juga berpengaruh terhadap meningkatnya
tekanan darah adalah umur, jenis kelamin, peminum alkohol, kurangnya aktifitas
fisik, diet tinggi natrium, diet rendah kalium, diet rendah magnesium dan kalsium,
merokok, serta konsumsi lemak dan kolesterol yang tinggi. Penggunaan obat-obat
kontrasepsi dan premenstrual syndrome pada beberapa wanita juga dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi (Riaz,2012).
Selain itu, gangguan tidur atau kualitas tidur yang buruk seperti gangguan
tidur apnea, dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi. Insomnia dan durasi
tidur yang singkat objektif juga merupakan salah satu faktor terjadinya resiko
peningkatan tekanan darah (Calhoun dan Harding,2012).
Berdasarkan faktor-faktor resiko yang telah dikemukakan di atas, maka
faktor-faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi antara lain : umur, riwayat keluarga, dan jenis kelamin,
sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain : obesitas, konsumsi
garam yang berlebihan, penggunaan alkohol, kurangnya aktifitas fisik,
19

penggunaan pil kontrasepsi pada wanita, meningkatkan kualitas tidur dan lain-lain.
Pembagian ini penting karena pada pencegahan hipertensi sangat diutamakan
dalam memodifikasi faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti
mengurangi konsumsi garam, mengurangi konsumsi alkohol, melakukan aktifitas
fisik yang rutin, serta meningkatkan kualitas tidur (Riaz,2012).

2.4.5. Patogenesis Hipertensi


Tekanan darah()

Cardiac Output() Resistensi perifer()

Regulasi Inervasi Regulasi Viskositas


HR() SV()
sirkulasi langsung lokal lokal
- )
-PSNS () angiotansin II () -1-receptors( -nitricoxide() hematocrit()
-SNS () -Katekolamin() -2-receptors() -endothelin()
-Katekolamin() +
-[H ] ()
CC() VR() -oxygen()
-adenosine ()
- Katekolamin() -prostaglandins()
Volume
- SNS () darah()
Tonus
vena()
- SNS ()
Retensi
renal() -Haus() - Katekolamin()
+
[Na , H2O]
-Aldosterone()

-ADH()
-SNS ()
-NP() (Zamani, Williams dan Lilly,2007).
20

ADH = antidiuretik hormon


CC = cardiac contractility = kontraktilitas jantung
HR = heart rate = kecepatan denyut jantung
NP = natriuretic peptides = peptida natriuretik
PNSN = parasympathetic nervous system = sistem saraf parasimpatis
SNS =sympathetic nervous system = sistem saraf simpatis
SV = stroke volume
VR = venous return

2.4.6. Komplikasi Hipertensi


Komplikasi dari hipertensi biasanya menyerang berbagai target organ
spesifik, diantaranya :
1. Jantung
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Gagal jantung
- Iskemia miokard dan infark miokard
2. Cerebrovaskuler
- Stroke
3. Aorta dan pembuluh darah perifer
- Aneurisma aorta dan atau diseksi aorta
- arteriosclerosis
4. Ginjal
- Nephrosclerosis
- Gagal ginjal akut
5. Retina
- Penyempitan arteri
- Pendarahan, eksudasi dan papiledema
(Zamani,Williams dan Lilly 2007).
21

2.5. Hubungan antara kualitas tidur dengan peningkatan tekanan darah


Beberapa penelitian telah melaporkan keterkaitan bahwa gangguan
tidur merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi. Meskipun mekanisme
nya belum jelas, tetapi berdasarkan penelitian yang dilaporkan pada
journal of the American Heart Association, telah ditemukan bahwa
penurunan durasi tidur mengakibatkan gangguan metabolik dan endokrin
yang sangat berpengaruh mengatur regulasi tekanan darah sehingga
apabila terjadi gangguan akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.
Selain itu juga dilaporkan bahwa meskipun durasi tidur yang rendah dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi, tetapi efisiensi tidur yang rendah
dilaporkan lebih mempunyai makna menyebabkan hipertensi dibandingkan
dengan durasi tidur yang rendah (Javaheri,dkk,2012).
Tidur dapat mengubah fungsi sistem saraf otonom baik simpatis
maupun parasimpatis yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Pada saat
tidur normal, akan terjadi penurunan tekanan darah relatif sekitar 10-20
persen dibandingkan dengan saat kita dalam keadaan sadar. Keadaan ini
dikenal dengan nocturnal dipping oleh karena terjadinya penurunan
aktifitas simpatis pada tidur yang normal. Apabila terjadi gangguan tidur,
maka nocturnal dipping akan tergganggu. Kurang atau tidak terjadinya
nocturnal dipping sangat berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi
terutama hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal kronis, diabetes,dan-
lain-lain. Selain itu, juga ditemukan pada studi bahwa pada pasien
insomnia, kurang durasi tidur, dan apnea tidur sentral ditemukan
prevalensi hipertensi yang meningkat (Calhoun,dkk,2012).
Pada pencegahan hipertensi pada masa yang akan mendatang,
perhatian khusus terhadap kualitas tidur seperti mengoptimalisasi waktu
tidur juga sangat penting selain memodifikasi gaya hidup, berolahraga
yang teratur, pengaturan diet untuk mengurangi resiko hipertensi dan
meningkatkan kesehatan masyarakat (Javaheri,2008).

Anda mungkin juga menyukai