I. PENDAHULUAN
Perkembangan bisnis konten digital telah membawa peluang baru bagi kejahatan klasik di
bidang teknologi informasi, yaitu pembajakan. Konten-konten yang seharusnya menjadi properti
legal dari produsen dan secara legal dimiliki oleh orang yang telah membelinya, bisa dengan
mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Konten digital
seharusnya diproteksi tidak hanya ketika dikirimkan, tetapi juga ketika konten digital tersebut
sampai kepada pemakainya1). Misalnya, pihak yang telah membeli sebuah konten bisa saja
mengirimkannya ke orang lain, atau membuat duplikatnya untuk nantinya dijual lagi. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengatasi permasalahan pembajakan konten
mobile ini. Dari sinilah Digital Rights Management lahir.
Penggunaan data digital selain kemudahan dalam penyebaran dengan menggunakan
jaringan internet, juga dikarenakan kemudahan dan kemurahan dalam penggandaan (peng-copy-
an) serta penyimpanannya untuk digunakan dikemudian hari. Kemudahan tersebut akhirnya dapat
digunakan secara negatif tanpa memperhatikan aspek hak cipta (Intellectual Property Right).
Perlindungan hak cipta terhadap data digital memang sudah menjadi perhatian orang-orang sejak
dulu. Banyak cara yang sudah ditempuh untuk memberikan atau melindungi data digital, seperti:
encryption, copy protection, visible marking, header marking, dan sebagainya, tetapi semua cara
tersebut memiliki kelemahannya masing-masing. Satu dekade terakhir ini mulai muncul
penggunaan untuk mengatasi masalah hak cipta pada data digital tersebut yang lebih dikenal
dengan istilah watermarking
Digital watermarking dikembangkan sebagai salah satu jawaban untuk menentukan
keabsahan pencipta atau pendistribusi suatu data digital dan integritas suatu data digital. Teknik
watermarking bekerja dengan menyisipkan sedikit informasi yang menunjukkan kepemilikan,
tujuan, atau data lain, pada media digital tanpa mempengaruhi kualitasnya. Jadi pada citra digital,
mata tidak bisa membedakan apakah citra tersebut disisipi watermark atau tidak. Demikian pula
jika diterapkan pada audio atau musik, telinga tidak bisa mendengar sisipan informasi tadi.
Sehingga pada teknologi ini dikenal suatu persyaratan bahwa watermark haruslah imperceptible
1
atau tidak terdeteksi oleh indera penglihatan (human visual system / HVS) atau indera
pendengaran (human auditory system / HAS). Steganography atau sering juga dikenal dengan
information hiding merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana menyembunyikan data pada
data yang lain, yaitu dalam dalam format digital. Kata steganography berasal dari bahasa Yunani
yang berarti tulisan tersembunyi (covered letter). Selain teknik steganography ada teknik lain
yang digunakan untuk penyembunyian data yaitu dengan menggunakan teknik watermarking.
Kedua teknik tersebut merupakan cara menyampaikan informasi tersembunyi dengan media data
yang lain.
Antara steganography dan watermarking memang berbeda dan belum pernah ada
referensi yang menyebutkan bahwa keduanya tidak berbeda. Namun tidak banyak yang
mengungkapkan perbedaan diantara keduanya. Perbedaan utama antara steganography dan
watermarking adalah pada tujuan atau implementasi kedua metode tersebut. Steganography
dimaksudkan dalam komunikasi informasi, sedangkan watermarking dimaksudkan untuk
perlindungan hak cipta atau milik siapa dokumen tersebut. Kalau ditinjau secara umum antara
steganography dan watermarking tidak berbeda secara signifikan. Bahkan dalam beberapa
tulisan referensi disebutkan bahwa watermarking adalah merupakan salah satu bagian dari
steganography, karena memang teknik-teknik yang dilakukan dalam watermarking merupakan
salah satu bagian dari steganography.
II. LANDASAN
TEORI A.
Steganography Definisi
Steganografi adalah suatu teknik untuk menyembunyikan informasi yang bersifat pribadi
dengan sesuatu yang hasilnya akan tampak seperti informasi normal lainnya. Media yang
digunakan umumnya merupakan suatu media yang berbeda dengan media pembawa informasi
rahasia, dimana disinilah fungsi dari teknik steganography yaitu sebagai teknik penyamaran
menggunakan media lain yang berbeda sehingga informasi rahasia dalam media awal tidak
terlihat secara jelas
Steganography juga berbeda dengan cryptography yaitu terletak pada hasil keluarannya.
Hasil dari cryptography biasanya berupa data yang berbeda dari bentuk aslinya dan biasanya
2
datanya seolah-olah berantakan namun dapat dikembalikan ke data semula. Sedangkan hasil dari
keluaran steganography memiliki bentuk yang sama dengan data aslinya, tentu saja persepsi ini
oleh indra manusia, tetapi tidak oleh komputer atau pengolah data digital lainnya. Selain itu pada
steganography keberadaan informasi yang disembunyikan tidak terlihat/diketahui dan terjadi
penyampulan tulisan (covered writing). Sedangkan pada cryptography informasi dikodekan
dengan enkripsi atau teknik pengkodean dan informasi diketahui keberadaanya tetapi tidak
dimengerti maksudnya. Namun secara umum steganography dan cryptography mempunyai
tujuan yang sama yakni mengamankan data, bagaimana supaya data tidak dapat dibaca,
dimengerti atau diketahui secara langsung. Steganography memanfaatkan kekurangan -
kekurangan indra manusia seperti mata dan telinga. Dengan kekurangan inilah maka teknik ini
dapat diterapkan dalam berbagai media digital. Media cover merupakan data digital yang akan
ditempeli dengan data yang akan disembunyikan atau sering disebut dengan stego medium.
Berbagai media yang dapat digunakan sebagai cover dari data atau informasi yang akan
disembunyikan dengan berbagai teknik steganography. Media yang dimaksudkan adalah media
dalam bentuk file digital dengan berbagai format, antara lain :Images (bmp, gif, jpeg, tif, dll),
Audio (wav, Mp3, dll), Video, Teks
Kegunaan Steganografi
Steganografi dapat digunakan untuk berbagai macam alasan, beberapa diantaranya untuk
alasan yang baik, namun dapat juga untuk alasan yang tidak baik. Untuk tujuan legitimasi dapat
digunakan pengamanan seperti citra dengan watermarking dengan alasan untuk perlindungan
copyright. Digital watermark (yang juga dikenal dengan fingerprinting, yang dikhususkan untuk
hal-hal menyangkut copyright) sangat mirip dengan steganografi karena menggunakan metode
penyembunyian dalam arsip, yang muncul sebagai bagian asli dari arsip tersebut dan tidak mudah
dideteksi oleh kebanyakan orang.
Steganografi juga dapat digunakan sebagai cara untuk membuat pengganti suatu nilai
hash satu arah (yaitu pengguna mengambil suatu masukan panjang variabel dan membuat sebuah
keluaran panjang statis dengan tipe string untuk melakukan verifikasi bahwa tidak ada perubahan
yang dibuat pada variabel masukan yang asli). Selain itu juga, steganografi dapat digunakan
sebagai tag-notes untuk citra online. Steganografi juga dapat digunakan untuk melakukan
3
perawatan atas kerahasiaan informasi yang berharga, untuk menjaga data tersebut dari
kemungkinan sabotasi, pencuri, atau dari pihak yang tidak berwenang.
Teknik Steganografi
B. Teknik Watermarking
1. Kegunaan Watemarking
Ada berbagai tujuan yang ingin dicapai dari penggunaan watemarking, sebagai suatu
teknik penyembunyian data pada data digital lain yaitu:
Tamper-proofing : Watemarking digunakan sebagai alat indikator yang menunjukkan
apakah data digital yang asli telah mengalami perubahan dari aslinya (mengecek integritas
data).
Feature location : Watemarking sebagai alat identifikasi isi dari data digital pada lokasi-
lokasi tertentu, misalnya penamaan suatu objek tertentu dari beberapa objek yang ada pada
suatu citra digital.
Annotation/caption : Watermark berisi keterangan tentang data digital itu sendiri, misalnya
pada broadcast monitoring pada penayangan iklan di stasiun TV. Selain itu, watermark juga
dapat digunakan untuk mengirimkan pesan rahasia.
Copyright-Labeling : Watemarking digunakan sebagai metoda untuk menyembunyikan
label hak cipta pada data digital atau sebagai bukti autentik kepemilikan atas dokumen
digital tersebut.
2. Jenis-jenis Watemarking
Secara garis besar, ada dua jenis watemarking :
6
15 Robust watermarking : Jenis watermark ini tahan terhadap serangan (attack), namun
biasanya watermark yang dibubuhi ke dokumen masih dapat ditangkap oleh indera
penglihatan atau pendengaran manusia.
15 Fragile watermarking : Jenis watermark ini akan mudah rusak jika terjadi serangan,
namun kehadirannya tidak terdeteksi oleh indera manusia.
Jika diinginkan untuk membuat suatu algoritma yang dapat mengimplementasikan
watemarking yang memiliki fidelity yang tinggi (adanya watermark tidak disadari oleh
pengamatan manusia) maka hasilnya akan semakin rentan terhadap serangan.
Ada tiga tahap utama dalam proses watemarking :
9 mengintegrasikan watermark pada citra (embedding)
9 serangan terhadap citra yang telah dibubuhi watermark, baik yang disengaja (misalnya
dikompresi, dipotong sebagian, di-filter, dan sebagainya) ataupun yang tidak
disengaja (misalnya disebabkan oleh noise atau gangguan dalam saluran transmisi
data).
9 proses ekstraksi watermark dari dokumen yang akan diuji.
3. Syarat-syarat Sebuah Digital Watemarking yang Ideal
Untuk mendapatkan suatu teknik digital watemarking yang baik, maka teknik tersebut
harus dapat memenuhi kondisi adalah : Elemen dari suatu data digital dapat secara langsung
dimanipulasi dan informasi dapat ditumpangkan ke dalam data digital tersebut Penurunan kualitas
dari data digital setelah dibubuhkan watermark, dapat seminimal mungkin.Watermark dapat
dideteksi dan diperoleh kembali meskipun setelah data digital diubah sebagian, dikompresi,
ataupun di-filter.Struktur dari watermark membuat penyerang sulit untuk mengubah informasi
yang terkandung di dalamnya.Proses untuk membubuhkan watermark dan mendeteksinya cukup
sederhana. Jika watermark dihapus, maka kualitas dari data digital yang ditumpanginya akan
berkurang jauh atau bahkan rusak sama sekali. Informasi watermark yang diselipkan dalam isi
data digital dapat dideteksi ketika dibutuhkan. Label hak cipta yang unik mengandung informasi
pembuatan, seperti nama, tanggal, dan sebagainya, atau sebuah kode hak cipta seperti halnya
ISBN (International Standard for Book Notation) pada buku-buku. Watermark tidak dapat diubah
atau dihapus (robustness) secara langsung oleh orang lain atau dengan menggunakan software
pengolahan sinyal sampai tingkatan tertentu. Watemarking yang diberikan lebih dari satu kali
7
dapat merusak data digital aslinya. Cara ini dilakukan supaya orang lain tidak dapat melakukan
pelabelan berulang terhadap data yang telah dilabel. Sampai saat ini, belum ada teknik
watemarking yang dapat memenuhi seluruh kriteria di atas.
Metode audio watermarking yang sering dikaji dapat dibagi menjadi :
a. Domain waktu
Metode ini bekerja dengan cara mengubah data audio dalam domain waktu yang akan
disisipkan watermark. Contohnya dengan mengubah LSB (Least Significant Bit) dari data
tersebut. Secara umum metode ini rentan terhadap proses kompresi, transmisi dan encoding.
Beberapa teknik algoritma yang termasuk dalam metode ini adalah:
1) Compressed-domain watermarking : Pada teknik ini hanya representasi data yang terkompresi
yang diberi watermark. Saat data di uncompressed maka watermark tidak lagi tersedia.
2) Bit dithering: Watermark disisipkan pada tiap LSB, baik pada representasi data terkompresi
atau tidak. Teknik ini membuat derau pada sinyal.
3) Amplitude modulation: Cara ini membuat setiap puncak sinyal dimodifikasi agar jatuh ke
dalam pitapita amplitudo yang telah ditentukan
4) Echo hiding: Dalam metode ini salinan-salinan terputus-putus dari sinyal dicampur dengan
sinyal asli dengan rentang waktu yang cukup kecil. Rentang waktu ini cukup kecil sehingga
amplitudo salinannya cukup kecil sehingga tidak terdengar.
b. Domain frekuensi
Metode ini bekerja dengan cara mengubah spectral content dalam domain frekuensi dari
sinyal. Misalnya dengan cara membuang komponen frekuensi tertentu atau menambahkan data
sebagai derau dengan amplitudo rendah sehingga tidak terdengar. Beberapa teknik yang bekerja
dengan metode ini:
1) Phase coding : Bekerja berdasarkan karakteristik sistem pendengaran manusia (Human
Auditory System) yang mengabaikan suara yang lebih lemah jika dua suara itu datang
bersamaan. Secara garis besar data watermark dibuat menjadi derau dengan amplitudo yang
lebih lemah dibandingkan amplitudo data audio lalu digabungkan
2) Frequency band modification : Informasi watermark ditambahkan dengan cara membuang
atau menyisipkan ke dalam pita-pita (band) spectral tertentu.
8
c) Spread spectrum : Dalam metode ini, sinyal yang membawa data watermark dimodulasikan
ke dalam derau pita lebar (wideband noise) setelah sebelumnya di multiplikasi dengan suatu
pseudorandom sequence.
4. Watemarking pada WWW
Keamanan di WWW dengan Enkripsi : Dalam upaya untuk menyediakan tingkat
keamanan yang lebih tinggi, dapat didesain sedemikian rupa, sehingga setiap user memiliki kunci
dekripsi masingmasing, kemudian dikirim ke server HTTP (Hyper Text Transfer Protocol)
melalui CGI (Common Gateway Interface) pada server . Permintaan untuk informasi yang tidak
rahasia ke server akan diproses secara normal melalui mekanisme HTTP biasa, sedangkan
permintaan untuk halaman web yang mengandung dokumen terenkripsi akan melalui prosedur
khusus yang akan dijelaskan berikut ini. Gambar 13 menunjukan source code HTML dengan
menyertakan suatu citra yang telah dienkripsi. Halaman web ini disimpan sebagai plaintext di
server. Watemarking dapat digabungkan ke dalam sistem enkripsi-dekripsi dalam salah satu dari
dua cara berikut :
1 Browser-based watermarking : Metoda ini akan secara langsung menggunakan Java
applet untuk menerapkan watemarking pada citra. Kompleksitas pada pemodelan Java ini
adalah tidak tersedianya kontrol yang bagus untuk menampilkan warna dengan applet
yang ada. Oleh karena itu, teknik watemarking yang didasarkan pada penggunaan
pemetaan warna untuk mengkodekan watermark tidak dapat diterapkan.
2 CGI-based watermarking : Mekanisme ini akan menambahkan watermark pada
dokumen sebelum dienkripsi dan dikirim ke browser. Pada pendekatan berdasarkan CGI,
proses watemarking dilakukan di server, sehingga lebih rumit dan proses komputasi akan
lebih berat lagi. Watemarking pada level-CGI juga memastikan bahwa proses tidak dapat
digagalkan oleh serangan yang disebabkan oleh proses dekripsi berbasis bahasa
pemrograman Java. Jadi, kekurangan teknik ini hanyalah terletak pada beban komputasi
yang cukup besar di sisi server.
9
Mengapa perlu watermarking ?
Berikut adalah masalah yang melatarbelakangi munculnya watermarking.
1 Masalah kepemilikan. Pemalsuan atas kepemilikan produk digital seringterjadi. Foto
digital, misalnya, tidak memiliki suatu label atau informasi pengidentifikasi yang melekat
pada foto tersebut. Apabila ada klaim dari pihak lain yang juga mengaku sebagai pemilik
sah atas foto digital tersebut, pemilik foto yang asli tidak dapat memberikan bantahan
karena memang ia tidak memiliki bukti otentik yang menandakan kepemilikan.
2 Masalah pelanggaran hak cipta. Penggandaan yang tidak berizin atas produk digital dapat
merugikan pemiliknya sebab pemilik produk digital tidak memperoleh royalti apapun
terhadap penggandaan ilegal tersebut.
3 Masalah keaslian. Produk digital mudah diubah. Perubahan tersebut dapat berupa
rekayasa terhadap produk yang asli, baik perubahan yang dapat dipersepsi maupun tidak.
Perubahan yang timbul dapat menyebabkan informasi penting yang terdapat di dalam
produk digital hilang. Kriptografi biasa saja tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah
di atas. Meskipun produk-produk digital dienkripsi, menggunakan algoritma RSA
sekalipun, cukup sekali saja diperlukan dekripsi produk-produk digital tersebut. Setelah
enkripsi dihilangkan, produk-produk digital tadi dapat langsung diperbanyak dan
disebarkan tanpa perlu melakukan dekripsi lagi. Selain itu, tidak terdapat jejak yang dapat
menunjukkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas penyebaran produk digital
ataupun otentikasi mengenai hak seseorang atas produk digital tersebut.
11
Teknologi Keamanan dalam DRM Sebagai pengetahuan, berikut ini adalah beberapa
teknologi keamanan yang berkaitan dengan DRM, diantaranya:
2). Rights adalah hak penggunaan sebuah DRM content. Rights bisa membatasi penggunaan
konten dalam beberapa aspek seperti rentang waktu penggunaan dan jumlah penggunaan.
Instansiasi dari rights dinamakan rights object.
3). DRM Agent adalah perangkat (bisa berupa hardware atau software) yang digunakan
untuk menggunakan DRM content beserta rights yang bersesuaian Saat ini telah banyak
pihak yang mengeluarkan spesifikasi DRM, beberapa diantaranya adalah:
1 Microsoft DRM : DRM yang menangani proteksi konten digital dengan format yang
dikeluarkan Microsoft, seperti WMA (Windows Media Audio).
4). MediaSnap DRM : merupakan salah satu DRM yang memiliki tujuan untuk melindungi
dokumen PDF (portable document format)
5). SecretSeal DRM : DRM untuk memproteksi perangkat lunakdan arsip biner.
2. Membangun DRM
12
Sistem DRM dibangun dengan menyatukan teknologi keamanan dalam satu bundel
system end-to-end yang melayani kepentingan dan kebutuhan pemilik, distributor, pengguna dan
pihak terkait lainnya. Dalam membangun DRM diperlukan dua arsitektur kritis yang perlu
dipertimbangkan. Pertama adalah arsitektur fungsional yang melingkupi modul atau komponen
tingkat tinggi yang secara bersama-sama akan membentuk system end-to-end. Kedua adalah
aristektur informasi yang melingkupi pemodelan entitas-entitas dalam DRM dan hubungan antara
entitas-entitas tersebut.
1. Arsitektur Fungsional Kerangka kerja keseluruhan DRM dapat dimodelkan dalam tiga area
bahasan:
1 Intellectual Propierty (IP) Asset Creation and Capture: yakni suatu cara untuk mengelola
pembuatan/kreasi suatu konten sedemikian hingga mudah untuk diperjual-belikan.
2 IP Asset Management: yakni suatu cara untuk mengelola dan memperjual-belikan konten.
Termasuk di dalamnya menerima suatu konten dari creator/pembuat kedalam suatu sistem
manajemen asset. IP Asset Usage: yakni bsuatu cara untuk mengelola penggunaan konten
pada saat pertama kali diperjual-belikan. Termasuk di dalamnya mendukung kendala-
kendala yang terjadi pada perdagangan konten dalam suatu system desktop /software
tertentu.
2. Arsitektur Informasi Arsitektur ini berhubungan dengan bagaimana cara agar entitas-entitas
yang ada dibuat modelnya dalam kerangka kerja keseluruhan DRM berikut hubungan/relasi di
antaranya. Bahasan yang penting mengenai kebutuhan yang diperlukan untuk membangun
model
1 Informasi DRM yakni:
1 Pemodelan entitas- entitas
2 Pengidentifikasi dan Pemaparan entitas- entitas
3 Pengekspresian pernyataan hakhak.
Berikut adalah skema dua arsitektur kritis DRM.
13
Gambar 1: Arsitektur Fungsional DRM
3. Tujuan DRM
Tujuan umum dari DRM adalah Keamanan Pengiriman (Delivery Security) Konten
Digital : Konten digital biasanya diterima oleh pihak yang telah membelinya melalui jalur yang
tidak aman, seperti internet misalnya. Dalam internet, cukup besar kemungkinan data yang
dikirimkan dipintas oleh pihak lain yang tidak mempunyai wewenang. Salah satu tujuan DRM
adalah bagaimana konten digital yang dikirim bisa diterima hanya oleh orang yang berhak, dan
dalam keadaan utuh sebagaimana kondisi pada saat awal pengiriman.
4. Strategi DRM
Ada beberapa strategi DRM yang berbeda-beda, baik model atau efek bagi privacy
penggunanya. Salah satu strategi yang biasa disebut persistent distribution, yakni melengkapi
meta data DRM dengan konten digital dimana dalam transaksi dasar disebutkan di atas, bahwa
setiap produk digital yang ada dalam situs distributor diformat hanya untuk penggunaan saja
(bukan copy atau distribusi ulang) dan dapat digunakan dengan suatu program aplikasi
persetujuan tertentu. Dan setiap aplikasi tersebut dapat menginterpretasikan metadata DRM
distributor berikut kontennya. Setiap file yang didownload, termasuk di dalamnya konten berikut
14
metadata yang menjelaskan mengenai hak-hak yang diterima oleh pengguna. Suatu konten dan
hak-hak tidak harus didownload dari situs yang sama; maksdunya adalah, dalam strategi umum
DRM, kedua hal tersebut (konten dan hak-hak) masing-masing ditransfer hanya satu kali ke
pengguna yang kemudian keluar dari pengawasan distributor.
Strategi ini memerlukan proses penjejakan yang lebih komplek disbanding strategi
lainnya, dimana informasi dan data pengguna akan dipantau, termasuk catatan kapan pengguna
selesai mendengarkan, membaca atau menampilkan history-nya. Hal ini secara kualitatif
merupakan ancaman yang lebih serius dibandingkan dengan apa yang telah disebutkan
sebelumnya.Dimana akan diketahui file apa yang telah didownload, apakah video pornografi, dan
berapa kali video tersebut ditonton/diputar.
5. Aplikasi Kriptografi
Enkripsi merupakan salah satu teknik yang paling banyak diterapkan dalam implementasi
DRM. Cukup banyak variasi enkripsi yang digunakan dalam DRM untuk mewujudkan tujuan
DRM yang telah dibahas diatas. Contoh penggunaan enkripsi paling sederhana adalah untuk
keamanan pengiriman konten digital. Sebelum dikirim, konten dienkripsi dengan sebuah kunci
Ck yang diketahui baik oleh pengirim maupun penerima. Algoritma enkripsi yang digunakan
adalah algoritma enkripsi simetri. Algoritma enkripsi simetri tidak cukup jika kita ingin
melakukan pengontrolan distribusi konten digital dengan DRM. Salah satu teknik yang bisa
digunakan untuk mewujudkan itu adalah enkripsi kunci publik. Contoh implementasinya
misalnya sebagai berikut.
15 Setiap DRM Agent mempunyai pasangan kunci publik-privat yang unik satu sama
lainnya.
15 Seluruh kunci publik masing-masing DRM Agent tersebut diketahui oleh pihak
pengiriman konten digital
15 DRM Agent hanya bisa menerima konten digital dari pengirim konten digital, tidak bisa
dari DRM Agent lain
15 Ketika akan melakukan pengiriman konten, pengirim konten mengenkripsi konten
terlebih dahulu dengan kunci publik DRM Agent yang dituju. DRM Agent kemudian
melakukan dekripsi konten tersebut dengan kunci privat miliknya.
15
KESIMPULAN.
Peranan kriptografi dalam DRM sangat penting, tetapi tidak cukup hanya mengandalkan
teknik kriptografi yang sederhana saja untuk membangun sebuah DRM yang ideal. Beberapa
teknik kriptografi bisa dikombinasikan untuk menghasilkan tingkat keamanan yang lebih tinggi.
Selain itu, proteksi pada sisi hardware dan operating system DRM Agent juga dibutuhkan untuk
mendukung aplikasi kriptografi dalam DRM Dari studi literatur yang dilakukan penulis dan dari
hasil percobaan watemarking menggunakan tool Digimarc Demo Version, teknik watemarking
yang ada sampai saat ini semuanya menambahkan tanda watermark pada seluruh bagian citra
digital. Keterbatasan manusia pada indera penglihatan dapat dimanfaatkan, terutama pada
perubahan warna yang sangat sedikit dan perubahan kecil pada intensitas gambar. Penulis
berkesimpulan bahwa dengan memberikan perubahan kecil pada warna di sebagian daerah
berintensitas sangat rendah dari suatu citra digital (watemarking parsial), maka akan diperoleh
citra yang sudah diberi tanda yang memiliki fidelity yang sangat baik, yaitu tingkat degradasinya
tidak dirasakan oleh pengamatan manusia. Bila teknik ini diterapkan dengan menggunakan Java
Script untuk menyisipkan informasi dekoder untuk menerjemahkan dokumen terenkripsi di
WWW, maka tentunya keamanan di internet dapat lebih ditingkatkan lagi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Rumondang.M,Th.2006,MakalahTA,http://www.informatika.org/~rinaldi/TA/Makalah _TA%20
Martharany%20Rumondang.pdf, Tgl Akses : 14 Juni 2008 Pukul : 13.00
Elsiawaty,Th,2003,PartialWatermarking,http://budi.insan.co.id/courses/ec5010/projects/elsiawaty
-report.pdf, Tgl Akses : 14 Juni 2008 Pukul : 13.30
Iwayan,Th.2007,http://iwayan.powernet.or.id/FileMahasiswa/SkirpsiYus_AudioSteganografi_20
07.pdf, Tgl/Jam Akses : 15 Juni 2008 / 11.24
17