Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

NEURORADIOLOGI :

COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT SCAN)

Disusun Oleh :

Amalia Devi (2012730116)

Chandrika Karisa Adhalia (2012730021)

Daffi Pratama (2012730025)

Luthfi Pratama (2012730058)

Pembimbing:

dr.Zulkarnain Sjair Sp.Rad [K]

KEPANITERAAN KLINIK STASE RADIOLOGI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN

Radiology adalah cabang ilmu kesehatan yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif dan
energi pancaran serta dengan diagnosis dan pengobatan penyakit dengan memakai radiasi
pengion (e.g. sinar-X) maupun bukan pengion (e.g. ultrasound).
Neurology adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan sistem saraf, baik
normal maupun sakit.
Neuroradiology adalah radiologi sistem saraf.
Computed Tomography merupakan suatu metode pencitraan diagnosa yang
memanfaatkan komputer sebagai pengolah data sinar-X yang telah mengalami atenuasi dalam
tubuh pasien yang diperiksa.
CT Scan mempunyai kemampuan untuk membedakan bagian-bagian yang kecil diantara
jaringan lunak dan ini lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi konvensional
dengan meningkatkan kontras enhancement, sehingga berbagai jaringan lunak dan jaringan
tubuh cepat dibedakan.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu
kelainan, yaitu :
a.Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
b.Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
c.Brain contusion.
d.Brain atrofi.
e.Hydrocephalus.
f.Inflamasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT SCAN)

CT Scan: Deskripsi

CT scan adalah test diagnostik yang memiliki informasi yang sangat tinggi.
Tujuan utama penggunaan ct scan adalah mendeteksi perdarahan intra cranial, lesi yang
memenuhi rongga otak (space occupying lesions/ SOL), edema serebral dan adanya perubahan
struktur otak. Selain itu Ct scan juga dapat digunakan dalam mengidentikasi infark , hidrosefalus
dan atrofi otak. Bagian basilar dan posterior tidak begitu baik diperlihatkan oleh Ct Scan.
Ct Scan mulai dipergunakan sejak tahun 1970 dalam alat bantu dalam proses diagnosa
dan pengobatan pada pasien neurologis. Gambaran Ct Scan adalah hasil rekonstruksi komputer
terhadap gambar X-Ray. Gambaran dari berbagai lapisan secara multiple dilakukan dengan cara
mengukur densitas dari substansi yang dilalui oleh sinar X.

Patofisiologi

Prinsip kerja

Pada alat konvensional ube sinar X berputar secara fisik dalam bentuk sirkuler.
Sedangkan pada alat elektron beam tomography (EBT) yang berputar adalah aliran elektronnya
saja.Data yang dihasilkan akan memperlihatkan densitas dari berbagai lapisan. Pada saat sinar X
melalui sebuah lapisan maka lapisan tersebut akan mengabsorbsi sinar dan sisanya akan melalui
lapisan tersebut yang akan ditangkap oleh detektor yang sensitive terhadap elektron. Jumlah
radiasi yang diabsorbsi akan tergantung pada densitas jaringan yang dilaluinya. Pada tulang
energi yang melalui (penterasi) jaringan itu lebih sedikit maka akan muncul gambaran berwarna
putih atau abu-abu yang terang.

3
Sedangkan pada cairan serebrospinal dan udara akan menghasilkan gambaran lebih
gelap. Ct Scan dapat memberikan gambaran pada potongan 0,5 -11,3 cm danmemberikan
gambaran akurat pada abnormalitas yang sangat kecil. CT Scan digunakan di dalam kedokteran
sebagai alat diagnostik dan sebagai pemandu untuk prosedur intervensi. Kadang-kadang
membandingkan material seperti kontras yang diodinasi kedalam pembuluh darah . Ini berguna
bagi menyoroti struktur seperti pembuluh darah yang jika tidak akan sukar untuk
menggambarkan jaringan sekitarnya. Penggunaan material kontras dapat juga membantu ke arah
memperoleh informasi fungsional tentang jaringan/tisu.

Ukuran gambar (piksel) yang didapat pada CT scan adalah radiodensitas. Ukuran
tersebut berkisar antara skala -1024 to +3071 pada skala housfield unit. Hounsfileds sendiri
adalah pengukuran densitas dari jaringan. Peningkatan teknologi CT Scan adalah menurunkan
dosis radiasi yang diberikan, menurunkan lamanya waktu dalam pelaksanaan scaning dan
peningkatan kemampuan merekonstruksi gambar. sebagai contoh, untuk lihat di penempatan
yang sama dari suatu penjuru/sudut berbeda) telah meningkat dari waktu ke waktu. Meski
demikian, dosis radiasi dari CT meneliti beberapa kali lebih tinggi dibanding penyinaran
konvensional meneliti. Sinar-X adalah suatu format radiasi pengion dan tentunya berbahaya.

Gambar 1. Jaringan pada CT Scan

Parameter CT Scan

Beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal antara lain:

a. Slice thickness

4
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang diperiksa. Nilainya
dapat di pilih antara 1mm-10mm sesuai dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan
menghasilkan gambaran dengan detai yang rendah sebakliknya ukuran yang tipis akan
menghasilkan detai yang tinggi. Jika ketebalan meninggi akan timbul artefak dan bila terlalu
tipis akan terjadi noise.5

b. Range

Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness. Pemanfaatan range
adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.5

c. Volume Investigasi

Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang diperiksa. Lapangan objek
ini diukur dari batas awal objek hingga batas akhir objek yang akan diiris semakin besar. 5

d. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah factor-faktor yang berpengaru terhadap eksposi meliputi tegangan
tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu eksposi (s). Biasanya tegangan tabung bisa dipilih
secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan.5

e. Filed Of View (FOV)

FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan direkonstruksi. Biasanya bervariasi
dan biasanya berada pada rentang 12-50 cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi
karena FOV yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks
hasilnya lebih teliti. Namun bila ukuran FOV lebih kecil, maka area yang mungkin
dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.5

f. Gantry tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gentry (tabung sinar-x
dan detektor). Rentang penyudutan antara -25 derajat sampai +25 derajat. penyudutan gentry
bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi. Disamping itu
bertujuan untuk mengurangi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif.5

5
g. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matrikxs adalah deretan baris dari kolom picture elemen (pixel) dalam pproses
perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur elemen
dalam lemori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Pada umumnya
matriks berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka
semakin tinggi resolusinya.5

h. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang digunakan dalam merekonstruksi


gambar. Penampakan dan karakteristik dari gambar CT-Scan tergantung pada kuatnya
algorithma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi yang gambar yang akan dihasilkan.
Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan
lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.5

i. Window Width

Window width adalah rentang nilai computed tomography yang di konversi menjadi gray
levels untuk di tampilkan dalam TV monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengolahan
gambar melalui rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan di konversi menjadi
sekala numerik yang dikenal dengan nama nilai computed tomography.5

j. Window Level

Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk penampilan gambar.
Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik pelemahan dari struktur obyek yang
diperiksa. Window level menentukan densitas gambar

Cara Membaca CT-Scan

Pertama yang harus diperhatikan adalah :

1. Pastikan Foto yang akan dibaca adalah Foto CT Scan kepala.

6
2. Menentukan CT Scan dengan atau tanpa kontras, biasanya kasus cedera kepala tanpa
kontras.
3. Menentukan dengan tepat identitas pasien,diagnosa, jam dan tanggal pembuatan sesuai
dengan pasien yang ada.

Lanjutkan dengan membaca hasil CT Scan :

1. Membaca CT Scan dari lapisan luar kepala menuju ke lapisan dalam, Scalp Tulang
parenkim.
2. Pada pembacaan Scalp, mencari adanya chephal hematom, dan tentukan dengan tepat
bagian mana yang terkena.
3. Pada pembacaan Tulang, mencari adanya tanda fraktur, impresi atau linier, bedakan
dengan garis sutura yang ada.
4. Pada pembacaan parenkim, mencari adanya perdarahan epidural, subdural, contusional,
intraserebral, intraventrikel, hidrochepalus.
Pada pengukuran adanya perdarahan, yang diperhatikan adalah ketebalan hematom pada
slice yang paling tebal, pengukuran volume= (jumlah slice x tebal x panjang) : 2
semua ukuran dalam cm, yang di foto CT Scan biasanya mm, dikonversi menjadi cm.
Pergeseran/midline Shift dapat dihitung dengan menarik garis lurus dari crista galli ke
Protuberansia oksipitalis interna, tegak lurus dengan septum pellucidum.
5. Mencari tanda patah tulang basis, terlihat dari adanya fraktur pada os.sphenoid,
os.petrosa,os.paranasalis dan perdarahan sinus.
6. Menetukan tanda edema otak, dapat terlihat dari adanya 3 hal yaitu:
a. melihat sistem ventrikel yang ada
b. melihat sistem sisterna, terutama sisterna basalis
c. melihat adanya perbedaan lapisan white matter dan grey matter
7. Kesimpulan hasil pembacan, disebutkan dari yang paling memiliki arti klinis penting
diikuti oleh hal yang lain. Contoh : EDH pada Fronto Temporo Parietal D, tebal 2 cm,
vol 50cc, menyebabkan pergeseran/midline shift ke S sebesar 1cm, edema serebri, FBC.

B. TRAUMA KEPALA
1. Berdasarkan jenisnya:

7
Terbuka, berhubungan dengan udara luar, misalnya vulnus
penetrans, vulnus sklopectom, ftactura depressive terbuka,
prolapse, laserasi serebri, leakage liquour.

Tertutup, tidak berhubungan dengan udara luar.

2. Berdasarkan tempatnya:

Lokal : fractura depressive calvaria, prolap/ laserasi serebri,


kontusio ringan/lokal, hematoma intracranial (epidural, subdural,
intraserebral, subarachnoid).

Diffus : Kontusio sedang sampai berat/ luas, diffuse axonal injury.

3. Berdasarkan ada tidaknya perdarahan

Perdarahan:

Hematoma intracranial:

Epidural

8
Perdarahan epidural adalah perdarahan yang menghasilkan
sekumpulan darah diluar dura mater otak atau tulang belakang.
Perdarahan biasanya sebagai
akibat dari robeknya arteri
meningea media dan mungkin
dengan cepat mengancam jiwa.
Juga disebut perdarahan
ekstradural.

Regio yang paling sering terlibat dengan perdarahan epidural adalah


regio temporal (70-80%). Pada regio temporal, tulangnya relatif tipis
dan arteri meningea media dekat dengan skema bagian dalam kranium.

Gejala (trias klasik) :

1. Interval lusid : Interval lucid klasik muncul pada 20-50% pasien


dengan perdarahan epidural. Pada awalnya, tekanan mudah-lepas yang
menyebabkan cedera kepala mengakibatkan perubahan kesadaran.
Setelah kesadaran pulih, perdarahan epidural terus meluas sampai efek
massa perdarahan itu sendiri menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial, menurunnya tingkat kesadaran, dan kemungkinan
sindroma herniasi. Interval lucid yang bergantung pada luasnya cedera,
merupakan kunci untuk menegakkan diagnosa perdarahan epidural.

2. Hemiparesis/plegia.

3. Pupil anisokor.

Subdural

9
Subdural hematoma adalah hematom yang terletak diantara lapisan
duramater dan arhacnoid dengan
sumber perdarahan dapat berasal
dari vena jembatan atau bridging
vein (paling sering), A/V cortical,
Sinus venosus duralis.

Subdural hematoma dibagi 3 :

1.Subdural hematom akut

2.Subdural hematom subakut

3.Subdural hematom kronis

SUBDURAL HEMATOMA AKUT

Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma sampai
dengan hari ke tiga.

Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat
mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya
sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya.

Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas.

Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan


kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa
hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan
gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit

SUBDURAL HEMATOMA SUBAKUT

Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar hari ke 3 minggu


ke 3 sesudah trauma

10
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di
sekitarnyaadanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran,
selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.

Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda


status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun
perlahan-lahan dalam beberapa jam.

Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran


hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak
memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri.

SUBDURAL HEMATOMA KRONIS

Biasanya terjadi setelah minggu ketiga

SDH kronis biasanya terjadi pada orang tua . Trauma yang


menyebabkan perdarahan yang akan membentuk kapsul, saat tersebut
gejala yang terasa Cuma pusing.

Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah
menyerap cairan dan mempunyai sifat mudah ruptur. Karena
penimbunan cairan tersebut kapsul terus membesar dan mudah ruptur,
jika volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang.

Jika volume kecil akan menyebabkan kapsul terbentuk lagi >>


menimbun cairan >> ruptur lagi >> re-bleeding. Begitu seterusnya
sampai suatu saat pasien datang dengan penurunan kesadaran tiba-tiba
atau hanya pelo atau lumpuh tiba-tiba.

Intraserebral

Perdarahan intra serebral (PIS) adalah


perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan
bukan disebabkan oleh trauma.

11
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak. Faktor etiologi yang lain
adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian anti koagulan dalam
jangka lama, malformasi arteriovenosa dan malformasi mikro
angiomatosa dalam otak, tumor otak (primer dan metastase) yang
tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskuler dan eklamsia (jarang).

Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya


pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di
sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan
kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk
pembuluh darah otak dan penyempitan atau penyumbatannya sehingga
terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka gejala klinis
yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi
pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak
lainnya.

Gejala prodromal tidak jelas kecuali nyeri kepala karena hipertensi.


Serangan sering terjadi di siang hari, waktu beraktifitas atau emosi /
marah. Sifat nyeri kepala yaitu nyeri yang hebat sekali, mual muntah,
sering terdapat pada permulaan serangan. Kesadaran biasanya cepat
menurun dan cepat masuk ke keadaan koma.
Tanda-tanda neurologi fokal (paralisis, hilangnya sensorik dan defek
kemampuan bicara) sering dijumpai. Kaku kuduk atau rigiditas nuchae
sering ditemukan pada perdarahan subarachnoid atau intra serebri.
Paralisis ekstremitas pada fase lanjut biasanya memperlihatkan tanda-
tanda penyakit upper motor neuron yaitu kelemahan otot yang bersifat
spastik dengan atropi otot, reflek dalam menjadi hiperaktif, reflek
superfisial menjadi berkurang atau hilang dan timbul reflek patologis
seperti babinsky yang positif.

Subarachnoid

12
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga
diantara otak dan selaput otak (rongga
subaraknoid). Perdarahan subarachnoid
merupakan penemuan yang sering pada
trauma kepala akibat dari yang paling sering
adalah robeknya pembuluh darah
leptomeningeal pada vertex di mana terjadi
pergerakan otak yang besar sebagai dampak,
atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya
pembuluh darah serebral major.

Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan


pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak.

Pada pasien dengan trauma kepala, pendarahan subarachnoid saat


muncul biasanya terbatas pada satu atau dua sulci, pendarahan
subarachnoid yang luas, menunjukkan adanya ruptur dari aneurisma
atau pseudoaneurisma dan kadang merupakan indikasi untuk
pemeriksaan angiografi. Aneurisma konsenital biasanya berlokasi pada
ciculus willisi dan pseudoaneurisma berlokasi pada pembuluh darah
yang dapat merengang akibat pergeseran otak misalnya arteri cerebral
anterior dibawah falxcerebri.

Non perdarahan:

Fractura depressive calvaria


Prolaps / laserasi serebri
Kontusio ringan / lokal, sedang sampai berat / luas
Diffus axonal injury

B. CONTUSIO CEREBRI

13
Contusio Cerebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan
jaringan otak disertai perdarahan yang secara
makroskopis tidak mengganggu jaringan. Contosio
sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis
jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak.,
secara klinis didapatkan penderita pernah atau
sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau
didapatkan adanya kelainan neurologis akibat
kerusakan jaringan otak. Pada pemerikasaan CT
Scan didapatkan daerah hiperdens di jaringan otak,
sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid
pada daerah yang mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut Pulp brain
Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio serebri meningkat sejalan
dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri
sangat sering terjadi difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap
bagianotak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara kontusio dan
perdarahan intra serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri dapat saja dalam
waktu beberapa jam atau hari mengalami evolusi membentuk pedarahan intra serebral.

Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi
penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun akan
berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami
kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila
terjadi edema serebral.
Gejala lain yang sering muncul :
Gangguan kesadaran lebih lama.
Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
Gejala TIK meningkat.
Amnesia retrograd lebih nyata.
Pasien tidak sadarkan diri
Pasien terbaring dan kehilangan gerakkan
Denyut nadi lemah

14
Pernafsan dangkal
Kulit dingin dan pucat
Sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.
Hemiparese/Plegi
Aphasia disertai gejala mual-muntah
Pusing sakit kepala

C. EDEMA CEREBRI

Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di
dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume
intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia
alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.

Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:

1. Kondisi neurologis: Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak,
dan infeksi otak.

2. Kondisi non neurologis: Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna,
ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude
cerebral edema (HACE).

Edema serebri vasogenik

Edema serebri vasogenik terjadi jika terdapat robekan dari "blood brain barrier" (sawar darah
otak) sehingga solut intravaskuler (plasma darah) ikut masuk dalam jaringan otak (ekstraseluler)
dimana tekanan osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra
selluler akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraselluler yang tekanan osmotiknya
lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar dari sel melewati membran sel
sehingga terjadi edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengkosongan
("shringkage").

15
Edema serebri Sitostatik

Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak berkurang (hipoksia)
akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan otak (pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol
glukose akan di ubah menjadi 38 ATP dan H2O) sedangkan dalam keadaan anaerob maka 1
molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O karean kekurangan ATP maka tidak ada
tenaga yang dapat digunakan untuk menjalankan proses pumpa Natrium Kalium untuk
pertukaran kation dan anion antara intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut
memerlukan ATP akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya dipumpa keluar dari sel menjadi
masuk kedalam sel bersamaan masuknya natrium, maka air (H2O) ikut masuk kedalam sel
sehingga terjadi edema intra seluler .

Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda dan gejala berupa:

1. Nyeri kepala hebat.

2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.

3. Penglihatan kabur.

4. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor medular.
Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada
keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler
serebral oleh edema.

5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal
secara progresif akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang menyebabkan herniasi
unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola
Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea,
dan kematian.

16
6. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang tidak tegas, serta
cup and disc ratio lebih dari 0,2. Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk
melihat etiologi dan luas edema serebri.

Gambaran CT Scan dari edema serebri :


Ventrikel menyempit
Cysterna basalis menghilang
Sulcus menyempit sedangkan girus melebar

D. STROKE HEMORAGIK DAN NON HEMORAGIK

Stroke merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Pada kasus stroke iskemik
hiperakut (0-6 jam), CT scan biasanya tidak sensitif dalam mengidentifi kasi infark serebri;
namun, cukup sensitif dalam mengidentifi kasi berbagai bentuk perdarahan intrakranial akut dan
lesi makroskopik lain yang menjadi kontraindikasi penggunaan terapi trombolitik. Gambaran
infark hiperakut pada CT scan berupa pendangkalan sulkus disertai menghilangnya batas
substansia alba dan grisea pada infark kortikal superfi sial (mis., tanda insular ribbon),
hipodensitas ganglia basalia (mis., hipodensitas nuklei lentiformes), tanda hiperdensitas arteri
serebri media (middle cerebral artery, MCA), dan tanda Sylvian dot. Dalam periode akut (6-24
jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras akibat iskemia menjadi makin jelas. Distribusi
pembuluh darah yang mengalami infark juga makin jelas pada fase ini. Pada periode subakut (1-
7 hari), terjadi perluasan edema dan efek massa yang menyebabkan pergeseran jaringan infark ke
lateral dan vertikal (pada kasus infark yang mengenai daerah pembuluh darah besar). Infark
kronis ditandai dengan hipodensitas yang mencolok dan berkurangnya efek massa pada
gambaran CT scan; densitas daerah infark sama dengan cairan serebrospinal.

DEFINISI
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari
gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas,
tumor otak, dan stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang

17
menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak tertentu. Oklusi dapat
berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia salah
satu daerah pendarahanotak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral
atau perdarahan subarachnoid.

Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau
hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik.

Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga
mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya.Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat
penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotiksehingga menghalangi aliran darah pada
bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi
pembuluh darah otak yang terkena.

PERUBAHAN GAMBARAN CT SCAN PADA STROKE ISKEMIK

18
Infark Hiperakut
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam
setelah onset), CT scan biasanya tidak sensitif
mengidentifi kasi infark serebri karena terlihat
normal pada >50% pasien; tetapi cukup
sensitif untuk mengidentifi kasi perdarahan
intrakranial akut dan/atau lesi lain yang
merupakan kriteria eksklusi terapi
trombolitik.
Gambaran pendangkalan sulcus serebri
(sulcal eff acement)
Gambaran ini tampak akibat adanya edema
difus di hemisfer serebri. Infark serebral akut
menyebabkan hipoperfusi dan edema
sitotoksik. Berkurangnya kadar oksigen dan
glukosa seluler dengan cepat menyebabkan kegagalan pompa natrium-kalium, yang
menyebabkan berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler dan edema sitotoksik yang
lebih lanjut. Edema serebri dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelah gejala muncul. Pada CT scan
terdeteksi sebagai pembengkakan girus dan pendangkalansulcus serebri.

Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea


serebri Substansia grisea merupakan area yang lebih mudah
mengalami iskemia dibandingkan substansia alba, karena
metabolismenya lebih aktif. Karena itu, menghilangnya
diferensiasi substansia alba dan substansia grisea merupakan
gambaran CT scan yang paling awal didapatkan. Gambaran
ini disebabkan oleh influks edema pada substansia grisea.
Gambaran ini bisa didapatkan dalam 6 jam setelah gejala
muncul pada 82% pasien dengan iskemia area arteri serebri
media.
Tanda insular ribbon

19
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri serebri media karena
posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai kolateral arteri serebri anterior maupun
posterior.

Hipodensitas nukleus lentiformis


Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat dalam 2 jam setelah
onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami kerusakan ireversibel yang cepat pada
oklusi bagian proksimal arteri serebri media karena
cabang lentikulostriata arteri serebri media yang
memvaskularisasinukleus lentiformis merupakan
end vessel.

Tanda hiperdensitas arteri serebri media


Gambaran ekstraparenkimal dapat ditemukan
paling cepat 90 menit setelah gejala timbul, yaitu
gambaran hiperdensitas pada pembuluh darah
besar, yang biasanya terlihat pada cabang
proksimal (segmen M1) arteri serebri media,
walaupun sebenarnya bisa didapatkan pada semua
arteri. Arteri serebri media merupakan pembuluh
darah yang paling banyak mensuplai darah ke otak.
Karena itu, oklusi arteri serebri media merupakan penyebab terbanyak stroke yang berat.
Peningkatan densitas ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena adanya
trombus intravaskular atau menggambarkan secara langsung trombus yang menyumbat itu
sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas arteri serebri media (Gambar 4).

20
Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media (cabang M2 atau
M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fi sura Sylvii (Gambar 5)

21
Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras akibat iskemia makin
jelas. Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri, pendangkalan sulkus serebri,
hipodensitas ganglia basalis, dan hipodensitas insula serebri makin jelas.Distribusi pembuluh
darah yang tersumbat makin jelas pada fase ini.
Infark Subakut dan Kronis
Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan efek massa yang menyebabkan
pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini terjadi pada infark yang melibatkan
pembuluh darah besar.
Edema dan efek massa memuncak pada hari ke-1 sampai ke-2, kemudian berkurang. Infark
kronis ditandai dengan gambaran hipodensitas dan berkurangnya efek massa. Densitas daerah
infark sama dengan cairan serebrospinal (Gambar 6).

22
Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnyadarah ke jaringan parenkim otak,
ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh
hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial
pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.

Etiologi dari Stroke Hemoragik :


1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80%
di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.

Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului
oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarhan retina,dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia /hemiparase dan dapa disertai
kejang fokal/umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.

23
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid
yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak sepertimeledak, dramatis, berlangsung dalam
1 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan
subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak
keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

24
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Burgerner,A.Francis.,dkk . 1996. Differential


Diagnosis in Computed Tomography. George
Thieme Verlag. Thieme Medical Publishers,
Inc. New York.

Harsono.1997, Buku Ajar Neurology Klinis,


Perhimpunan Dokter Spesialis saraf Indonesia.
Gajah Mada University Press. Bandung.

Reksoprodjo, S. dkk, 1995, Kumpulan Kuliah


Ilmu Bedah, Bina rupa Aksara, Jakarta.

Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta


Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI,
Jakarta.

Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

J Langham, C Goldfrad, G Teasdale, D Shaw, K Rowan. Calcium channel blockers for acute
traumatic brain injury. The Cochrane Database of Syst Rev 2003;(4):CD000565.

Joseph V, dkk. Intracranial pressure/ head elevation. Diambil 24 Januari 2015.


http://pedscm.wustl.edu/all_net/English/Neuropage/Protect/icp-Tx-3.htm

Xavier AR, Qureshi AI, Kirmani JF, Yahia AM, Bakshi R. Neuroimaging of Stroke: A Review.
South Med J. 2003;96(4). http://www.medscape.com/viewarticle/45284

Choksi V, Quint DJ, Maly-Sundgren P, Hoeff ner E. Imaging of Acute Stroke. Applied
Radiology. 2005;34 (2):10-19. Available at: http://www.medscape.com/viewarticle/500443_print

Tomandl BF, Klotz E Handschu R Stemper B, Reinhardt F, Huk WJ, Eberhardt KE, Fateh-
Moghadam S. Comprehensive Imaging of Ischemic Stroke with Multisection CT. RadioGraphics
2003;23:565592. Available at: http://radiographics.rsna.com/content/23/3/565.full.pdf+html

Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 2011; 38 (4).

Warren DJ, Musson R, Connoly DJA, Griffi ths PD, Hoggard N. Imaging in Acute Ischaemic
Stroke: Essential For Modern Stroke Care. Postgrad Med J. 2010;86:409-18. Available at:
http://pmj.bmj.com/content/86/1017/409.full.pdf

25
Hakimelahi R, Gonzales RG. Neuroimaging of Ischemic Stroke with CT and MRI: Advancing
Towards Physiology-Based Diagnosis and Therapy. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2009;7(1):29-
48. Available at: http://www.medscape.com/viewarticle/587073

Harrigan MR, Deveikis JP. Trombolysis for Acute Ischemic Stroke. In: Handbook of
Cerebrovascular Disease and Neurointerventional Techniques. New York: Humana Press,
2009.p. 326-30.

Foundation for Education and Research in Neurological Emergencies (FERNE). Neuroimaging


in Stroke. 2003. Available at: http://www.ferne.org/Lectures/neuroimaging%200501.htm

Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In :Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3ed.


Philadelphia : Saunders. 2007.

Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In :Adam and Victors Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke
2007. Jakarta.

Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4threvised edition. New


York : Thieme. 2005.

26

Anda mungkin juga menyukai