Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

KATARAK SENILIS MATUR

Oleh
Dwi Erin 1618012011

Pembimbing
dr. H. Yul Khaizar, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
2017
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI.....................................................................................
I. PENDAHULUAN.............................................................................1
II. DATA PASIEN.................................................................................2
III. TINJAUAN PUSTAKA................................................................7
III.1..................................................................................Lensa
...........................................................................................8

1
III.1.1.......................................................................Anatomi
.................................................................................8
III.1.2............................................................Histologi Lensa
.................................................................................8
III.1.3.............................................................Fisiologi Lensa
...............................................................................12
III.2...............................................................................Katarak
.........................................................................................15
III.2.1........................................................................Definisi
...............................................................................15
III.2.2.......................................................................Etiologi
...............................................................................16
III.2.3.................................................................Patofisiologi
...............................................................................18
III.2.4....................................................................Klasifikasi
...............................................................................19
III.2.5.........................................Gejala Klinis dan Diagnosis
...............................................................................21
III.2.6.................................................................Tatalaksana
...............................................................................24
III.2.7...................................................................Komplikasi
...............................................................................28
III.2.8.....................................................................Prognosis
...............................................................................29
IV. ANALISA KASUS....................................................................30
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Katarak merupakan kekeruhan dari lensa mata yang biasanya transparan,


yang dapat menyebabkan kekaburan dan keburaman pada penglihatan. Katarak
merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak Indonesia maupun di dunia.
Menurut WHO (2000) diperkirakan 40-45 juta kebutaan didunia, katarak
menyumbang 20 juta kebutaan (48%). Di Indonesia, perkiraan insiden katarak
adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun diantara 1.000 orang terdapat seorang
penderita baru katarak(Barnard, 2003b; Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, 2014).
Katarak dapat berbentuk sebagai bagian dari proses penuaan alamiah,
selain itu terdapat juga faktor lain seperti genetik, kelainan mata, cedera mata,
diabetes, dan beberapa pengobatan yang dapat berkontribusi pada perkembangan
katarak. Penduduk indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun
lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis sekitar 16-22% penderita
katarak yang dioperasi dibawah 55 tahun. Menurut Riskesdas (2013) prevalensi
katarak tertinggi pada provinsi sulawesi utara sebesar 3,7% dan terendah DKI
jakarta 0,9%. Namun masih banyak orang yang tidak mengetahui jika sedang
menderita penyakit katarak. Maka dari itu pada laporan kasus ini akan dipaparkan
kasus terkait penyakit katarak (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2013; Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014).

BAB II
STATUS PASIEN

A. IdentitasPasien
Nama : Tn. M
JenisKelamin : laki-laki
Umur : 80 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Iringmulyo

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama:
Penglihatan kedua mata kabur yang memburuk dalam 2 bulan terkahir.
2. Keluhan tambahan:
Pengelihatan terasa melihat asap, terasa silau ketika melihat cahaya, mata
berair dan sakit kepala
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Ahmad Yani dengan keluhan
penglihatan pada kedua mata terasa kabur , mata kabur dirasakan
perlahan-lahan dan keluhan dirasakan lebih berat pada mata kanan.
Pandangan kabur dimulai pada mata kanan sejak 6 bulan yang lalu,
sedangkan mata kiri 2 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan semakin
memburuk dan merasa pengelihatanya seperti terhalang kabut putih atau
berasap. Pasien juga merasakan kedua mata silau bila melihat cahaya dan
mata berair. Keluhan ini dirasakan memberat 2 bulan terakhir. Riwayat
trauma disangkal. Pasien belum pernah mendapat pengobatan
sebelumnya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Trauma mata : (-)
- Penggunaan obat-obatan jangka lama : (-)
- Hipertensi : (+)
- Diabetes Melitus : (-)
- Obat-obatan (antihipertensi) : (+)

5. Riwayat Penyakit Keluarga :


- Hipertensi : (+)
- Diabetes Melitus : (-)

C. PemeriksaanFisik
Status Present
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital
TD : 160/100 mmHg
HR : 68 x/m
RR : 20 x/m
Temperatur : 36,50C

Status Generalis
- Kepala :dalambatas normal.
- Thoraks :dalambatas normal.
- Abdomen :dalambatas normal.
- Ekstremitas:dalambatas normal.

D. Status Oftamologi

Oculus Dextra (OD) Oculus Sinistra (OS)


1/300 Visus 1/300
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Dalambatas normal Supersilia Dalambatas normal
Edema (-), hematom (-) Palpebra superior Edema (-), hematom
spasme (-) (-) spasme (-)
Edema (-), hematom (-) Palpebra inferior Edema (-), hematom
spasme (-) (-) spasme (-)
Tidak ada kelainan Silia Tidak ada kelainan
Orthoforia, Bulbus Oculi Orthoforia,
eksoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Bebas kesegala arah Gerak bola mata Bebas kesegala arah
Injeksi konjungtiva (-) Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-)
Sekret (-) Konjungtiva Sekret (-)
Fornices
Hiperemi (-) Konjungtiva Hiperemi (-)
Sikatrik (-) Palpebra Sikatrik (-)
Siliar injeksi(-) Sklera Siliar injeksi (-),

Jernih, Kornea Jernih,


Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Kedalaman cukup, Camera Oculi Kedalaman cukup,
Bening Anterior Bening
Kripta (+), Iris Kripta (+),
Warna: coklat Warna: coklat
Bulat, sentral, regular, Pupil Bulat, sentral, regular,
diameter 3mm, refleks diameter 3 mm,
pupil (+) N refleks pupil (+) N
Shadow test (-) Shadow test Shadow test (-)
Keruh, merata berwarna Lensa Keruh, merata
putih. berwarna putih
Tidak diperiksa Fundus Refleks Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Corpus vitreum Tida kdiperiksa
T dig N Tekanan bola mata T dig N
Dalam batas normal Sistem Canalis Dalam batas normal
Lakrimalis

E. Resume
Laki-laki usia 80 tahun datang dengan keluhan penglihatan pada kedua
mata terasa kabur secara perlahan-lahan , keluhan dirasakan lebih berat
pada mata kanan. Pandangan kabur dimulai pada mata kanan sejak 6 bulan
yang lalu, sedangkan mata kiri 2 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan
semakin memburuk dan merasa pengelihatanya seperti terhalang kabut
putih atau berasap. Pasien juga merasakan kedua mata silau bila melihat
cahaya dan mata berair. Keluhan ini dirasakan memberat 2 bulan terakhir.
Riwayat trauma disangkal. Pasien belum pernah mendapat pengobatan
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik secara umum pasien dalam batas normal. Pada
tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 160/100 mmhg. Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus OD 1/300 dan OS 1/300. Pada
OD didapatkan pada lensa tampak keruh, merata berwarna putih, reflek
pupil (+), Shadow test (-). Sedangkan pada OS didapatkan lensa keruh
merata, reflek pupil (+), Shadow test (-)

F. Diagnosa Banding
ODS Katarak Senilis Matur
ODS Retinopati Hipertensi

Anjuran pemeriksaan
Slit lamp
Fundus Refleks
Tonometri

G. Diagnosa Kerja
ODS Katarak Senilis Matur + Hipertensi Grade II

H. Penatalaksanaan
Tindakan:
- Operasi ekstraksi katarak ekstrakapsular + Intaocular lens (IOL).

I. Prognosis
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad functionam Dubia ad bonam
Quo ad sanationam Dubia ad bonam

J. Edukasi
a. Pre-operatif
- musyawarah keluarga untuk melakukan tindakan operasi
- kontrol ke dokter
- konsumsi makanan yang tidak menaikkan tekanan darah

.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Lensa
3.1.1 Anatomi
Lensa adalah struktur kristalin transparan dan berbentuk bikonveks
tertutup didalam kapsul. Lensa memiliki dua permukaan,
yaitupermukaan anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih
cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior 10
mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10
mm dan ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat
usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg
pada usia 40-80 tahun. Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di
antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada lengkungan
berbentuk cawan badan vitreus yang disebut fossa hyaloid. Lensa
bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang memisahkan
bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki serabut
saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Elastisitas tinggi kapsul dari
lensa didukung oleh zonula fiber yang timbul dari badan siliarLensa
dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara
lensa dan badan siliar. Serat zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar,
adalah serat kaya fibrilin yang mengelilingi lensa secara sirkular
(Moore, Agur, & Dalley, 2011; Riordan-Eva & Whitcher, 2007).

3.1.2 Histologi
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Derivat lensa dari
invaginasi epitelium permukaan embrionik, dan merupakan jaringan
yang tidak bervaskular. Lensa memiliki 3 komponen utama yaitu
(Khurana, 2007; Mescher, 2009):

1. Kapsul lensa
Bagian lensa yang terbungkus tebal (10-20 um), kapsul homogen
dan kayak akan proteoglikan dan kolagen tipe IV. Kapsul lensa
berasal dari membran basal dari lapisan ektoderm embrionik.
Kapsul lensa melindungi sel dan menyediakan tempat untuk
perlekatan zonula fibers.Kapsul lensa paling tebal berada di
ekuator (14 m) dan paling tipis pada kutub posterior (3 m).
Membran hialin mengelilingi lensa dimana permukaan anterior
lebih tebal dibandingkan permukaan posterior. Kapsul lensa
bersifat semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa
dan sebagian lagi tidak.
2. Epitel Lensa (epitelium anterior)
Terdiri dari satu lapis sel kuboid yang terletak dalam pada kapsula
anterior. Dalam daerah equator sel menjadi kolumnar, secara aktif
membagi dan memanjangkan untuk membentuk serat lensa baru.
Proses ini terjadi untuk menumbukan lensa dan berkesinambungan
secara perlahan, penurunan rasio dekat equator terjadi pada
dewasa. Tidak ada epitelium posterior, sel-sel ini digunakan dalam
mengisi rongga tengah vesikel lensa selama perkembangan lensa.

Gambar 1. Histologi lensa.


LC : lens capsule; LE : lens epitel; DLF : differentiating lens fibre; MLF :
mature lens fibre.

3. Serat Lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis
dan gepeng. Serat lensa berkembang dari stem sel dalam epitel
lensa. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya,
mengisi sitoplasma dengan sekelompok protein yang disebut
kristalin, dan menjadi panjang.Serat lensa matur memiliki panjang
7-10 mm, lebar 8-10 um, dan ketebalan 2 um. Serat dikemas padat
bersama membentuk jaringan transparan sempurna yang khusus
untuk pembiasan cahaya. Serat lensa terdiri sebagai nukleus dan
korteks dari lensa.
a. Nukleus : bagian tengah yang berisikan serat tua. Bagian ini
terdiri dari zona berbeda, dimana terletak berturut turut sebagai
perkembangan lanjutan. Pada sinar dari slit lamp terlihat
dikontinuitas zona. Tergantung periode perkembangan,
perbedaan zona lensa nukleus termasuk:
i. Nukleus embrionik : bagian paling dalam dari nukleus
yang sesuai pada lensa sampai pada 3 bulan kehamilan.
Terdiri dari serat lensa primer.
ii. Nukleus fetal : bagian ini mengelilingi nukleus
embrionik yang sesuai pada lensa dari 3 bulan
kehamilan sampai kelahiran.
iii. Nukleus infantil : sesuai pada lensa dari kelahiran
sampai pubertas.
iv. Nukleus adult : seusai pada pembentukan serat lensa
setelah pubertas.
b. Cortex : bagian pinggi yang terdiri dari serat lensa termuda.
4. Ligament suspensorium lensa (zonula zinn)
Bagian ini disebut juga zonula siliar, terdiri dari serangkaian serat
dari badan siliar ke lensa. Bagian ini menahan lensa dalam posisi
dan memungkinkan otot siliar bertindak diatasnya. Serat ini
tersusun atas 3 kelompok yaitu :
a. Serat yang muncul dari pars plana dan anterior dari ora serata
melewati anterior untuk dimasukan ke anterior equator.
b. Serat awalnya dari anterior ditempatkan prosesus siliaris
melewati posterior dimasukan ke posterior equator.
c. Kelompok serat melewati dari puncak prosesus siliaris hampir
secara langsung ke dalam untuk dimasukan ke equator.

Gambar 2. Strukturlensa

3.1.3 Fisiologi
Lensa membantu untuk memfokuskan benda pada retina untuk
memfasilitasi kejelasan penglihatan. Lensa tidak memiliki pembuluh
darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan kejernihannya,
lensa harus menggunakan aqueous humor sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior
lensa saja yang terkena aqueous humor. Oleh karena itu, sel-sel yang
berada di tengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap
lingkungan luar lensa dengan membangun low-resistance gap
junction antar sel(Sherwood, 2001; Tortora & Derrickson, 2009).
Lensa merupakan struktur transparan yang berperan utama dalam
mekanisme fokus pada penglihatan. Aspek fisiologis terdiri dari
(Khurana, 2007):
1. Transparansi lensa
Terdapat beberapa faktor yang memiliki peran signifikan dalam
membangun kejelasan dan transparansi dari lensa yaitu
avaskularitas, terkemas erat secara alami dari sel lensa, susunan
protein lensa, karakter semipermiabel dari kapsul lensa,
mekanisme pompa dari membran serat lensa yang mengatur
keseimbangan elektrolit dan air dalam lensa, untuk membangun
relatif dehidrasi, dan auto-oksidan dan konsentrasi tinggi reduced
glutathione dalam lensa yang membangun protein lensa dalam
mengurangi status dan integritas pompa membran sel.
2. Aktifitas metabolik dari protein lensa
Aktifitas metabolik pada protein lensa terdiri dari :
a. Lensa membutuhkan suplai energi berkesinambungan untuk
transpor aktif dari ion dan asam amino, menjaga dehidrasi dari
lensa dan untuk sintesis GSH dan protein. Kebanyakan dari
produksi energi digunakan dalam epitel dimana sebagai situs
utama dari proses transopr aktif. Hanya 10-20% dari ATP
terbentuk digunakan untuk sintesis protein.
b. Sumber suplai nutrisi, lensa kristalin merupakan struktur
avaskular yang terikat untuk metabolisme pada pertukaran
kimia dengan aqueous humor. Komposisi kimia dari lensa,
aqueous humor dan pertukaran kimia antara keduanya.
c. Jalur metabolisme glukosa. Glukosa sangat penting untuk kerja
lensa normal. Aktifitas metabolik dari lensa terbatas pada
epitelium dan korteks, sedangkan nukleus relatif kurang. Pada
lensa, 80% glukosa dimetabolisme anaerobik oleh glikoliti
pathway, 15 persen oleh pentose hexose monophosphate, dan
porsi kecilnya melalui siklus oksidatif. Sorbitol pathway relatif
inkosequensial pada lensa normal; namun, ini important dalam
produksi katarak dalam pasien diabetes dan galaktosemia.
3. Akomodasi
Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda
jauh ke benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat
perubahan lensa oleh aksi badan silier terhadap serat-serat zonula.
Setelah umur 30 tahun, kekakuan yang terjadi di nukleus lensa
secara klinis mengurangi daya akomodasi.Akomodasi didapatkan
oleh perubahan bentuk lensa yaitu(Khurana, 2007; Sherwood,
2001) :
a. Unaccomodated, ring siliar menjadi besar dan menjaga
ketegangan zonula. Karena tegangan zonular pada lensa
dipertahankan terkompresi (flat) oleh kapsula.
b. Constraksi otot siliar menyebabkan cincin siliar memendek
dan mengeluarkan tegangan zonula pada kapsul lensa. Hal ini
memungkinkan kapsul untuk bertindak bebas untuk merubah
substansi lensa. Lensa kemudian merubah bentuk menjadi
lebih konveks. Lensa membentuk kerucut karena konfigurasi
dari kapsul lensa anterior yang lebih tipis pada bagian tengah
dan lebih tebal pada perifer.

Gambar 3. Perubahan lensa selama akomodasi.


Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu:
1. Kenyal karena memegang peranan penting dalam akomodasi yaitu
menjadi cembung
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan
3. Terletak di tempatnya
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
1. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan
mengakibatkan presbiopia
2. Keruh atau apa yang disebut katarak
3. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

3.2 Katarak
3.2.1 Definisi
Katarak adalah proses kekeruhan lensa mata karena terganggunya
metabolisme lensa. Pada tahap awal pembentukan katarak, protein
dalam beberapa serat lensa menjadi terdenaturasi. Kemudian, protein
yang sama mengental untuk membentuk daerah buram di tempat serat
protein transparan normal. Hal ini menyebabkan penderita tidak bisa
melihat dengan jelas dan dapat menimbulkan kebutaan. Pada
penderita katarak, cahaya sulit mencapai retina sehingga bayangan
pada retina menjadi tidak jelas atau kabur (Guyton & Hall, 2006;
Ilyas, 2009).
Katarak adalah penyebab umum kebutaan, kehilangan transparansi
dari lensa. Lensa menjadi keruh karena perubahan dalam struktur
protein lensa. Pada katarak terjadi perubahan lensa mata yang semula
jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak sering terjadi
dengan penambahan usia tapi dapat juga disebabkan oleh cedera,
paparan sinar ultraviolet berlebih, pengobatan (seperti pengobatan
steroid jangka panjang), atau komplikasi dari penyakit lain. Orang
yang merokok juga memiliki peningkatan resiko pada perkembangan
katarak (Tortora & Derrickson, 2009).

3.2.2 Etiologi
a. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan
juga. Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan
membentuk serat lensa dengan arah pertumbuhannya yang
konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa
tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua berada
di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada
tepat di bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia,
lensa pun bertambah berat, tebal, dan keras terutama bagian
nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut dengan nuklear
sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein
lensa pun mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang
dahulunya larut air menjadi tidak larut air dan beragregasi
membentuk protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini
menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak
lagi meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan
lensa menjadi tidak tembus cahaya (Khalilullah, 2010)
b. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan
percepatan maturasi katarak.
c. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein
lensa sehingga timbul katarak.
d. Obat-obatan
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko
terjadinya katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna
kortikosteroid adalah katarak subkapsular(Khalilullah, 2010).
e. Penyakit sistemik
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa.
Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol
lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik
lensa sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul katarak
(Khalilullah, 2010).
f. Dehidrasi
Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan
pada lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi
elektrolit pada lensa dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa
g. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering
dijumpai sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada
kapsul anterior lensa.
h. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki
satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas
dapat merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel
lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel
itu sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi
saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen
eksternal seperti energi radiasi (Khalilullah, 2010).
i. Radiasi Ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada
lensa karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa.
UV memiliki energi foton yang besar sehingga dapat
meningkatkan molekul oksigen dari bentuk triplet menjadi oksigen
tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen reaktif
(Khalilullah, 2010)
j. Merokok
Hasil penelitian menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan
akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat berkompetisi
dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum
penting untuk aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa.
Sehingga dengan adanya kadmium menyebabkan fungsi
superoksida dismutase sebagai antioksidan terganggu. Hal ini
menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan
menimbulkan katarak. (Khalilullah, 2010)
k. Defisiensi Vitamin
Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang
berfungsi menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa
sehingga dapat mencegah terjadinya katarak (Khalilullah, 2010).

3.2.3 Patofisiologi
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein
lensa. Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan
meningkat sementara daya akomodasinya akan menurun. Dengan
terbentuknya lapisan konsentris baru dari kortek, inti nucleus akan
mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini dikenal sebagai
sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada lensa
yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi
high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba
tiba ini mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga
menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan pandangan.
Modifiaksi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan
pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi
keruh. Perubahan kimia protein lensa nuklear menghasilkan
pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa
menjadi bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya
jernih tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina
(Khalilullah, 2010)

3.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan Morfologi dapat diklasifikasikan (Barnard, 2003a):
a. Capsular : kongenital kapsular thickening, dan acquired capsular
opacities
b. Subcapsular : posterior subcapsular, dan anterior subcapsular.
c. Nuklear : kongenital dan terkait usia
d. Cortical : kongenital dan terkait usia.
e. Lamelar : kongenital
f. Sutural : nama lainnya katarak Y-shaped.
Berdasarkan Etiologi dapat diklasifikasikan (Barnard, 2003a):
a. Kongenital : infeksi intrauterin, obat kehamilan, sindroma
transmitted genetik, kondisi mata terkait perkembangan, sekunder
karena kelainan metabolik
b. Degeneratif (senil) : subcapsular (anterior or posterior subcapsular
katarak), cortical, nuklear sklerosis.
c. Traumatik
d. Penyakit lain/komplikata : sistemik (diabetes, galaktosemia,
wilsons disease), dan lokal (uveitis anterior, miopia tinggi,
glaukoma)
e. Toksik : kortikosteroid, amiodarone.
Berdasarkan Usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :
a. Katarak kongenital : katarak yang sudah terlihat pada usia
dibawah 1 tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella,
galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus,
hipoparatirodisme, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histopalsmosis. Katarak kongenital digolongkan menjadi (Ilyas,
2009):
i. Katarak kapsulolentikular : katarak kapsular dan katarak
polaris.
ii. Katarak lentikular : katarak yang mengenai korteks atau
nukleus lensa saja.
b. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai
terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Biasanya kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenil
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik
dan penyakit lainnya seperti (Ilyas, 2009):
i. Katarak metabolik seperti katarak diabetik, katarak
galaktosemik, katarak hopikalsemik, katarak defisiensi
gizi, katarak aminoasiduria, penyakit Wilson, dan katarak
yang berhubungan dengan penyakit lain.
ii. Otot seperti Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
iii. Katarak traumatik
iv. Katarak komplikata seperti 1) Kelainan kongenital dan
herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia,
pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis), 2)
Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi
vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan
neoplasma), 3) Katarak anoksik, 4) Toksik (kortikosteroid
sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi), 5)Lain-lain seperti
kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan
kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial,
osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans
kongenita pungtata), dan kromosom, 6) Katarak radiasi.
c. Katarak senil : semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebab katarak ini sampai
sekarang tidak diketahui secara pasti. Kekeruhan lensa dengan
nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Perubahan yang terjadi
berupa(Ilyas, 2009) :
Kapsul menjadi menebal dan kurang elastis, mulai
presbiopi, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur,
terlihat bahan granular
Epitel makin menipis, sel epiter (germinatif) pada ekuator
bertambah besar dan berat, bengkak dan vakuolisasi
mitokondria yang nyata.
Serat lensa menjadi lebih iregular, korteks jelas kerusakan
serat sel, brown sklerotik nukleus, sinar ultraviolet lama
kelamaan merubah protein nukleus lensa, sedang warna
coklat protein lenssa nukleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal, dan korteks tidak berwarna
(akibat kadar asam askorbat tinggi dan manghalangi
fotooksidasi, sinat tidak banyak mengubah protein pada
serat muda)
Katarak senilis secara klinik dikenal menjadi beberapa stadium
yaitu: kataral insipien, katarak intumesen, katarak imatur, katarak
matur, katarak hipermatur (Ilyas, 2009).

3.2.5 Gejala Klinis dan Diagnosis


Gejala yang didapatkan dari pasien dapat berupa (American
Optometric Association, 2004; Dhawan, 2005; Khan et al., 2015):
Penurunan visus, kemunduran secara progresif atau gangguan
penglihatan.
Silau, keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan
sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau
silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke lampu
pada malam hari. Pupil
Noda, berkabut pada lapangan pandang.
Distorsi : membuat tepi lurus tampak bergelombang
Colored halos : gambaran seperti cincin warna seperti pelangi
disekitar sumber cahaya terang
Tidak nyeri (painless) atau tidak ada tanda peradangan.
Penglihatan dimalam hari berkurang.
Diagnosis katarak dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis yang
dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan oftalmologi dapat
dilakukan dengan menggunakan senter, slit lamp, dan funduskopi.
Pemeriksaan untuk tanda katarak dapat berupa tajam penglihatan,
pemeriksaan sinar secara oblik, pemeriksaan bayangan iris,
pemeriksaaan oftalmoskop direct distant, dan pemeriksaan slit-lamp
examination. Berikut hasil temuan pemeriksaan oftalmologi pada
katarak senilis dan katarak stadium lainnya (Ilyas, 2009;Khurana,
2007).

Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senil


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhanlensa Ringan Sebagian Komplit Masif
CairanLensa Normal Bertambah Normal Berkurang (air+masa
(air masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans (iris
bergetar)
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
SudutBilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Visus (+) < << <<<
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaucoma
Warnalensa Abu Abu Putih Putih susu, bintik
keputihan mutiara putih.
dengan
kecoklatan
pada
nukleus

1. Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :
1) Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat
di dalam korteks.
2) Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
korteks berisi jaringan degenerative (benda Morgagni). Kekeruhan
ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak senilis imatur, terdapat kekeruhan pada sebagian
lensa yang dapat menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi,
visus masih dapat mencapai 1/60-6/6. Pada stadium ini, kekeruhan
belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada lensa normal yang
tidak terdapat kekeruhan, sinar dapat masuk kedalam mata tanpa
ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior
lensa, maka sinar obliq yang mengenai bagian yang keruh ini, akan
dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat dipupil, ada
daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah
lensa yang keruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada
bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+). Pada
katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada katarak intumesen
terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air.

3. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.
Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan
lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang
normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa
yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif
4. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa
yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik
mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak berjalan
lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.
Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

3.2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi
lensa. Beberapa tipe ekstraksi lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE), ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE), Small
Incision Cataract Surgery (SICS) dan Phakoemulsifikasi.
1. Intracapsuler cataract ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsulnya. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya
dengan cryophake dan dipindahkan dari mata melalui incisi
korneal superior yang lebar. Tindakan ini dapat dilakukan pada
zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Pada
katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder
dan merupakan tindakan yang sangat lama popular. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio
dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan
(Ilyas, 2009).

2. Ekstracapsuler cataract ekstraksi (ECCE)


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar
melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah
glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan
kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolaps badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid
macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada
saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder. Metode ini diindikasikan pada pasien
dengan katarak yang sangat keras atau pada keadaan dimana ada
masalah dengan fakoemulsifikasi. Penyulit yang dapat timbul
adalah terdapat korteks lensa yang dapat menyebabkan katarak
sekunder. (Ilyas, 2009).

3. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi merupakan suatu teknik ekstraksi lensa dengan
memecah dan memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea.
Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin phako akan menyedot massa katarak yang telah
hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka
tidak diperlukan jahitan dan irisan akan pulih dengan sendirinya
sehingga memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat (Khailullah,
2010).

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Tehnik ini merupakan bagian dari ECCE dengan irisan yang lebih
kecil sehingga hampir tidak perlu dijahit. Kondisi ideal untuk
dilakukan manual SICS adalah kondisi kornea jernih, ketebalan
normal, endotelium sehat, COA cukup dalam, dilatasi pupil cukup,
zonula utuh, tipe katarak kortikal, atau sklerosis nuklear derajat II
dan III. Keuntungan metode ini: penyembuhan lebih cepat dan
resiko astigmatisme minimal. Teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih murah dan proses penyembuhannya
lebih cepat (Khailullah, 2010).

5. Intraocular Lens (IOL)


Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular (IOL) biasanya
diimplantasikan ke dalam mata. Kekuatan implan IOL yang akan
digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur
panjang mata secara ultrasonik dan dengan kelengkungan kornea
(maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa
umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan
kacamata untuk penglihatan jauh. IOL Dilakukan kira-kira dua
pertiga adalah di bilik mata belakang dan sepertiga di bilik mata
depan. Kontraindikasi penanaman lensa intraocular adalah uveitis
kambuhan, retinopati diabetes proliferative dan preproliferatif,
rubeosisiridis dan glaukama neovaskular. Penderita dengan
glaucoma sudut terbuka dan hipertensi ocular bisa diberi lensa
intraocular, tetapi harus dengan lensa bilik belakang (Riordan-Eva
& Whitcher, 2007).

Perawatan pascaoperasi, penderita bisa dipulangkan pada hari


menjalani pembedahan, tetapi pasien tidak boleh banyak bergerak
atau istirahat dan dinasihati agar menghindari ketegangan dan tidak
boleh mengangkat benda yang berat selama kurang lebih satu bulan.
Mata juga tidak boleh kena air dan pasien diwajibkan untuk kontrol.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Mata ditutup dengan bebat selama beberapa hari, tetapi bila
mata sudah terasa enak, bebat bisa dilepas, dan mata dilindungi
dengan memakai kacamata di siang hari. Kacamata sementara bisa
diberikan beberapa hari pasca-bedah (Riordan-Eva & Whitcher,
2007).

3.2.7 Komplikasi
1. Komplikasi intra operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior (Khailullah,
2010)

2. Komplikasi dini pasca operatif


COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak
seimbangnya antara cairan yang keluar dan masuk, adanya
pelepasan koroid, blok pupil dan siliar, edema stroma dan
epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea
perifer dengan daerah sentral yang bersih paling sering)
Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps
vitreus
Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka
insisi yang tidak adekuat yang dapat menimbulkan
komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak
sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan
endoftalmitis.
Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat
melakukan insisi
3. Komplikasi lambat pasca operatif
Ablasio retina
Endoftalmitis kronik yang timbul karena organisme dengan
virulensi rendah yang terperangkap dalam kantong
kapsuler
Post capsul capacity, yang terjadi karena kapsul posterior
lemah Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi.

3.2.8 Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit
menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai
95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi.
Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau
fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat
meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan
snellen chart (Khailullah, 2010).
4 BAB IV
5 PEMBAHASAN
6
7

1. Dari pemaparan status pasien di atas, apakah penegakan diagnosa kasus


tersebut sudah tepat?
8 Berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada,
dapat ditegakkan diagnosis ODS katarak senilis matur. Diagnosa sudah tepat
dikarenakan :
Pada pasien laki-laki berusia 80 tahun didapatkan keluhan penglihatan
pada kedua mata terasa kabur , mata kabur dirasakan perlahan-lahan
dan keluhan dirasakan lebih berat pada mata kanan. Pandangan kabur
dimulai pada mata kanan sejak 6 bulan yang lalu, sedangkan mata kiri
2 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan pengelihatanya seperti
terhalang kabut putih atau berasap. Pasien juga merasakan kedua mata
silau bila melihat cahaya dan mata berair. Gejala yang dialami pasien
mengarah ke katarak. Katarak adalah proses kekeruhan lensa mata
karena terganggunya metabolisme lensa. Katarak sering terjadi dengan
penambahan usia atau usia lanjut. Kekeruhan pada lensa
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan juga mengakibatkan
penglihatan pasien seperti berkabut.
Umur pasien 80 tahun mengarah pada katarak senilis, dimana katarak
senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun.
Pada pemeriksaan visus, didapatkan visus OD 1/300 serta visus OS
1/300, dimana terjadi penurunan penglihatan pada kedua mata. Pada
pemeriksaan lambaian tangan , pada mata kanan didapatkan kekeruhan
merata berwarna putih pada lensa, dan pemeriksaan shadow test (+),
pada mata kiri didapatkan kekeruhan pada lensa merata, dan
pemeriksaan shadow test (+). Hal ini mengarah pada katarak matur
pada mata kanan dan kiri. Pada katarak matur kekeruhan telah
mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat
deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa
yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
9 Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu disarankan tindakan operatif
berupa operasi ekstraksi katarak dengan anestesi topikal dilanjutkan dengan
penanaman intraokular. Tindakan operatif dilakukan karena katarak sudah
dalam stadium matur. Operasi ekstraksi katarak dapat menggunakan metode
ekstrakapsular, dilanjutkan dengan penanaman intraokular lensa. Operasi
ekstraksi katarak ekstrakapsular dapat dilakukan pada pasien dengan keadaan
seperti katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa
intraocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intraokluer,
kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, dan lainnya. Pemilihan teknik
operasi ini juga diserahkan pada pasien, namun sebelumnya harus diberikan
edukasi mengenai kelebihan ataupun kekurangan dari masing-masing teknik
tersebut.
10 Setelah operasi pasien diberikan beberapa obat seperti antibiotik
topikal, antibiotik sistemik, antiinflamasi sistemik, dan analgesik. Pasien juga
diberikan edukasi terkait tindakan operasi dan penyakitnya seperti istirahat
(mengurangi aktifitas mata, diperban dengan kassa), kontrol 1 minggu setelah
tindakan dan kontrol rutin, memakai dan minum obat secara rutin dan kembali
ke dokter jika keadaan mata memburuk. Hal ini sesuai karena penanganan
pascaoperasi katarak dapat berupa pemberian steroid dan antibiotik jangka
pendek. Selain itu, pasien diberi edukasi untuk tidak banyak bergerak dan
menghindari ketegangan dan tidak boleh mengangkat benda yang berat selama
kurang lebih satu bulan, selain itu mata dibebat selama beberapa hari, dan bila
sudah membaik bisa dilepas dan diganti dengan kacamata sementara.
11 DAFTAR PUSTAKA

12

13 American Optometric Association. (2004). Care of the Adult Patient with Cataract,
143.
14 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013, 1384. https://doi.org/1 Desember
2013
15 Barnard, S. (2003a). Classification of Cataract.
16 Barnard, S. (2003b). Epidemiology of Cataract.
17 Dhawan, S. (2005). Lens and Cataract. American Academy of Ophthalmology.
18 Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2006). Medical Physiology (11th ed.). Philadelpia:
Elsevier.
19 Ilyas, S. (2009). Ilmu Penyakit Mata (3rd ed.). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
20 Khailullah A. Said. (2010). Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak senilis.
Khalilullah, Said Alfin, Version 1(December), 115.
21 Khalilullah, S. A. (2010). Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis.
22 Khan, L., Khan, R. A., Ahmed, W., Rauf, A., Khan, M. W., Khan, W., et al. (2015).
Frequency , causes and cutting-edge treatment of cataract : A review. American
Journal of Biomedical and Life Sciences, 3(FEBRUARY), 2528.
23 Khurana, A. K. (2007). Comprehensive Ophtalmology (4th ed.). New Delhi: New
Age International.
24 Mescher, A. L. (2009). Junqueiras: Basic Histology (12th ed.). New York:
McGraw-Hill Lange.
25 Moore, K. L., Agur, A. M. R., & Dalley, A. F. (2011). Essential Clinical Anatomy
(4th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
26 Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan.
27 Riordan-Eva, P., & Whitcher, J. P. (2007). Vaughan & Asburys: General
Ophtamlology (17th ed.). New York: McGraw-Hill Lange.
28 Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem (2nd ed.). Jakarta: EGC.
29 Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy and Physiology (12th
ed.). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
30

Anda mungkin juga menyukai