Oleh
Dwi Erin 1618012011
Pembimbing
dr. H. Yul Khaizar, Sp. M
Halaman
DAFTAR ISI.....................................................................................
I. PENDAHULUAN.............................................................................1
II. DATA PASIEN.................................................................................2
III. TINJAUAN PUSTAKA................................................................7
III.1..................................................................................Lensa
...........................................................................................8
1
III.1.1.......................................................................Anatomi
.................................................................................8
III.1.2............................................................Histologi Lensa
.................................................................................8
III.1.3.............................................................Fisiologi Lensa
...............................................................................12
III.2...............................................................................Katarak
.........................................................................................15
III.2.1........................................................................Definisi
...............................................................................15
III.2.2.......................................................................Etiologi
...............................................................................16
III.2.3.................................................................Patofisiologi
...............................................................................18
III.2.4....................................................................Klasifikasi
...............................................................................19
III.2.5.........................................Gejala Klinis dan Diagnosis
...............................................................................21
III.2.6.................................................................Tatalaksana
...............................................................................24
III.2.7...................................................................Komplikasi
...............................................................................28
III.2.8.....................................................................Prognosis
...............................................................................29
IV. ANALISA KASUS....................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
STATUS PASIEN
A. IdentitasPasien
Nama : Tn. M
JenisKelamin : laki-laki
Umur : 80 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Iringmulyo
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama:
Penglihatan kedua mata kabur yang memburuk dalam 2 bulan terkahir.
2. Keluhan tambahan:
Pengelihatan terasa melihat asap, terasa silau ketika melihat cahaya, mata
berair dan sakit kepala
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Ahmad Yani dengan keluhan
penglihatan pada kedua mata terasa kabur , mata kabur dirasakan
perlahan-lahan dan keluhan dirasakan lebih berat pada mata kanan.
Pandangan kabur dimulai pada mata kanan sejak 6 bulan yang lalu,
sedangkan mata kiri 2 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan semakin
memburuk dan merasa pengelihatanya seperti terhalang kabut putih atau
berasap. Pasien juga merasakan kedua mata silau bila melihat cahaya dan
mata berair. Keluhan ini dirasakan memberat 2 bulan terakhir. Riwayat
trauma disangkal. Pasien belum pernah mendapat pengobatan
sebelumnya.
C. PemeriksaanFisik
Status Present
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital
TD : 160/100 mmHg
HR : 68 x/m
RR : 20 x/m
Temperatur : 36,50C
Status Generalis
- Kepala :dalambatas normal.
- Thoraks :dalambatas normal.
- Abdomen :dalambatas normal.
- Ekstremitas:dalambatas normal.
D. Status Oftamologi
E. Resume
Laki-laki usia 80 tahun datang dengan keluhan penglihatan pada kedua
mata terasa kabur secara perlahan-lahan , keluhan dirasakan lebih berat
pada mata kanan. Pandangan kabur dimulai pada mata kanan sejak 6 bulan
yang lalu, sedangkan mata kiri 2 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan
semakin memburuk dan merasa pengelihatanya seperti terhalang kabut
putih atau berasap. Pasien juga merasakan kedua mata silau bila melihat
cahaya dan mata berair. Keluhan ini dirasakan memberat 2 bulan terakhir.
Riwayat trauma disangkal. Pasien belum pernah mendapat pengobatan
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik secara umum pasien dalam batas normal. Pada
tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 160/100 mmhg. Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus OD 1/300 dan OS 1/300. Pada
OD didapatkan pada lensa tampak keruh, merata berwarna putih, reflek
pupil (+), Shadow test (-). Sedangkan pada OS didapatkan lensa keruh
merata, reflek pupil (+), Shadow test (-)
F. Diagnosa Banding
ODS Katarak Senilis Matur
ODS Retinopati Hipertensi
Anjuran pemeriksaan
Slit lamp
Fundus Refleks
Tonometri
G. Diagnosa Kerja
ODS Katarak Senilis Matur + Hipertensi Grade II
H. Penatalaksanaan
Tindakan:
- Operasi ekstraksi katarak ekstrakapsular + Intaocular lens (IOL).
I. Prognosis
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad functionam Dubia ad bonam
Quo ad sanationam Dubia ad bonam
J. Edukasi
a. Pre-operatif
- musyawarah keluarga untuk melakukan tindakan operasi
- kontrol ke dokter
- konsumsi makanan yang tidak menaikkan tekanan darah
.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Lensa
3.1.1 Anatomi
Lensa adalah struktur kristalin transparan dan berbentuk bikonveks
tertutup didalam kapsul. Lensa memiliki dua permukaan,
yaitupermukaan anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih
cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior 10
mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10
mm dan ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat
usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg
pada usia 40-80 tahun. Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di
antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada lengkungan
berbentuk cawan badan vitreus yang disebut fossa hyaloid. Lensa
bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang memisahkan
bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki serabut
saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Elastisitas tinggi kapsul dari
lensa didukung oleh zonula fiber yang timbul dari badan siliarLensa
dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara
lensa dan badan siliar. Serat zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar,
adalah serat kaya fibrilin yang mengelilingi lensa secara sirkular
(Moore, Agur, & Dalley, 2011; Riordan-Eva & Whitcher, 2007).
3.1.2 Histologi
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Derivat lensa dari
invaginasi epitelium permukaan embrionik, dan merupakan jaringan
yang tidak bervaskular. Lensa memiliki 3 komponen utama yaitu
(Khurana, 2007; Mescher, 2009):
1. Kapsul lensa
Bagian lensa yang terbungkus tebal (10-20 um), kapsul homogen
dan kayak akan proteoglikan dan kolagen tipe IV. Kapsul lensa
berasal dari membran basal dari lapisan ektoderm embrionik.
Kapsul lensa melindungi sel dan menyediakan tempat untuk
perlekatan zonula fibers.Kapsul lensa paling tebal berada di
ekuator (14 m) dan paling tipis pada kutub posterior (3 m).
Membran hialin mengelilingi lensa dimana permukaan anterior
lebih tebal dibandingkan permukaan posterior. Kapsul lensa
bersifat semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa
dan sebagian lagi tidak.
2. Epitel Lensa (epitelium anterior)
Terdiri dari satu lapis sel kuboid yang terletak dalam pada kapsula
anterior. Dalam daerah equator sel menjadi kolumnar, secara aktif
membagi dan memanjangkan untuk membentuk serat lensa baru.
Proses ini terjadi untuk menumbukan lensa dan berkesinambungan
secara perlahan, penurunan rasio dekat equator terjadi pada
dewasa. Tidak ada epitelium posterior, sel-sel ini digunakan dalam
mengisi rongga tengah vesikel lensa selama perkembangan lensa.
3. Serat Lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis
dan gepeng. Serat lensa berkembang dari stem sel dalam epitel
lensa. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya,
mengisi sitoplasma dengan sekelompok protein yang disebut
kristalin, dan menjadi panjang.Serat lensa matur memiliki panjang
7-10 mm, lebar 8-10 um, dan ketebalan 2 um. Serat dikemas padat
bersama membentuk jaringan transparan sempurna yang khusus
untuk pembiasan cahaya. Serat lensa terdiri sebagai nukleus dan
korteks dari lensa.
a. Nukleus : bagian tengah yang berisikan serat tua. Bagian ini
terdiri dari zona berbeda, dimana terletak berturut turut sebagai
perkembangan lanjutan. Pada sinar dari slit lamp terlihat
dikontinuitas zona. Tergantung periode perkembangan,
perbedaan zona lensa nukleus termasuk:
i. Nukleus embrionik : bagian paling dalam dari nukleus
yang sesuai pada lensa sampai pada 3 bulan kehamilan.
Terdiri dari serat lensa primer.
ii. Nukleus fetal : bagian ini mengelilingi nukleus
embrionik yang sesuai pada lensa dari 3 bulan
kehamilan sampai kelahiran.
iii. Nukleus infantil : sesuai pada lensa dari kelahiran
sampai pubertas.
iv. Nukleus adult : seusai pada pembentukan serat lensa
setelah pubertas.
b. Cortex : bagian pinggi yang terdiri dari serat lensa termuda.
4. Ligament suspensorium lensa (zonula zinn)
Bagian ini disebut juga zonula siliar, terdiri dari serangkaian serat
dari badan siliar ke lensa. Bagian ini menahan lensa dalam posisi
dan memungkinkan otot siliar bertindak diatasnya. Serat ini
tersusun atas 3 kelompok yaitu :
a. Serat yang muncul dari pars plana dan anterior dari ora serata
melewati anterior untuk dimasukan ke anterior equator.
b. Serat awalnya dari anterior ditempatkan prosesus siliaris
melewati posterior dimasukan ke posterior equator.
c. Kelompok serat melewati dari puncak prosesus siliaris hampir
secara langsung ke dalam untuk dimasukan ke equator.
Gambar 2. Strukturlensa
3.1.3 Fisiologi
Lensa membantu untuk memfokuskan benda pada retina untuk
memfasilitasi kejelasan penglihatan. Lensa tidak memiliki pembuluh
darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan kejernihannya,
lensa harus menggunakan aqueous humor sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior
lensa saja yang terkena aqueous humor. Oleh karena itu, sel-sel yang
berada di tengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap
lingkungan luar lensa dengan membangun low-resistance gap
junction antar sel(Sherwood, 2001; Tortora & Derrickson, 2009).
Lensa merupakan struktur transparan yang berperan utama dalam
mekanisme fokus pada penglihatan. Aspek fisiologis terdiri dari
(Khurana, 2007):
1. Transparansi lensa
Terdapat beberapa faktor yang memiliki peran signifikan dalam
membangun kejelasan dan transparansi dari lensa yaitu
avaskularitas, terkemas erat secara alami dari sel lensa, susunan
protein lensa, karakter semipermiabel dari kapsul lensa,
mekanisme pompa dari membran serat lensa yang mengatur
keseimbangan elektrolit dan air dalam lensa, untuk membangun
relatif dehidrasi, dan auto-oksidan dan konsentrasi tinggi reduced
glutathione dalam lensa yang membangun protein lensa dalam
mengurangi status dan integritas pompa membran sel.
2. Aktifitas metabolik dari protein lensa
Aktifitas metabolik pada protein lensa terdiri dari :
a. Lensa membutuhkan suplai energi berkesinambungan untuk
transpor aktif dari ion dan asam amino, menjaga dehidrasi dari
lensa dan untuk sintesis GSH dan protein. Kebanyakan dari
produksi energi digunakan dalam epitel dimana sebagai situs
utama dari proses transopr aktif. Hanya 10-20% dari ATP
terbentuk digunakan untuk sintesis protein.
b. Sumber suplai nutrisi, lensa kristalin merupakan struktur
avaskular yang terikat untuk metabolisme pada pertukaran
kimia dengan aqueous humor. Komposisi kimia dari lensa,
aqueous humor dan pertukaran kimia antara keduanya.
c. Jalur metabolisme glukosa. Glukosa sangat penting untuk kerja
lensa normal. Aktifitas metabolik dari lensa terbatas pada
epitelium dan korteks, sedangkan nukleus relatif kurang. Pada
lensa, 80% glukosa dimetabolisme anaerobik oleh glikoliti
pathway, 15 persen oleh pentose hexose monophosphate, dan
porsi kecilnya melalui siklus oksidatif. Sorbitol pathway relatif
inkosequensial pada lensa normal; namun, ini important dalam
produksi katarak dalam pasien diabetes dan galaktosemia.
3. Akomodasi
Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda
jauh ke benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat
perubahan lensa oleh aksi badan silier terhadap serat-serat zonula.
Setelah umur 30 tahun, kekakuan yang terjadi di nukleus lensa
secara klinis mengurangi daya akomodasi.Akomodasi didapatkan
oleh perubahan bentuk lensa yaitu(Khurana, 2007; Sherwood,
2001) :
a. Unaccomodated, ring siliar menjadi besar dan menjaga
ketegangan zonula. Karena tegangan zonular pada lensa
dipertahankan terkompresi (flat) oleh kapsula.
b. Constraksi otot siliar menyebabkan cincin siliar memendek
dan mengeluarkan tegangan zonula pada kapsul lensa. Hal ini
memungkinkan kapsul untuk bertindak bebas untuk merubah
substansi lensa. Lensa kemudian merubah bentuk menjadi
lebih konveks. Lensa membentuk kerucut karena konfigurasi
dari kapsul lensa anterior yang lebih tipis pada bagian tengah
dan lebih tebal pada perifer.
3.2 Katarak
3.2.1 Definisi
Katarak adalah proses kekeruhan lensa mata karena terganggunya
metabolisme lensa. Pada tahap awal pembentukan katarak, protein
dalam beberapa serat lensa menjadi terdenaturasi. Kemudian, protein
yang sama mengental untuk membentuk daerah buram di tempat serat
protein transparan normal. Hal ini menyebabkan penderita tidak bisa
melihat dengan jelas dan dapat menimbulkan kebutaan. Pada
penderita katarak, cahaya sulit mencapai retina sehingga bayangan
pada retina menjadi tidak jelas atau kabur (Guyton & Hall, 2006;
Ilyas, 2009).
Katarak adalah penyebab umum kebutaan, kehilangan transparansi
dari lensa. Lensa menjadi keruh karena perubahan dalam struktur
protein lensa. Pada katarak terjadi perubahan lensa mata yang semula
jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak sering terjadi
dengan penambahan usia tapi dapat juga disebabkan oleh cedera,
paparan sinar ultraviolet berlebih, pengobatan (seperti pengobatan
steroid jangka panjang), atau komplikasi dari penyakit lain. Orang
yang merokok juga memiliki peningkatan resiko pada perkembangan
katarak (Tortora & Derrickson, 2009).
3.2.2 Etiologi
a. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan
juga. Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan
membentuk serat lensa dengan arah pertumbuhannya yang
konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa
tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua berada
di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada
tepat di bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia,
lensa pun bertambah berat, tebal, dan keras terutama bagian
nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut dengan nuklear
sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein
lensa pun mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang
dahulunya larut air menjadi tidak larut air dan beragregasi
membentuk protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini
menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak
lagi meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan
lensa menjadi tidak tembus cahaya (Khalilullah, 2010)
b. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan
percepatan maturasi katarak.
c. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein
lensa sehingga timbul katarak.
d. Obat-obatan
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko
terjadinya katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna
kortikosteroid adalah katarak subkapsular(Khalilullah, 2010).
e. Penyakit sistemik
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa.
Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol
lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik
lensa sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul katarak
(Khalilullah, 2010).
f. Dehidrasi
Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan
pada lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi
elektrolit pada lensa dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa
g. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering
dijumpai sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada
kapsul anterior lensa.
h. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki
satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas
dapat merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel
lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel
itu sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi
saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen
eksternal seperti energi radiasi (Khalilullah, 2010).
i. Radiasi Ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada
lensa karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa.
UV memiliki energi foton yang besar sehingga dapat
meningkatkan molekul oksigen dari bentuk triplet menjadi oksigen
tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen reaktif
(Khalilullah, 2010)
j. Merokok
Hasil penelitian menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan
akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat berkompetisi
dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum
penting untuk aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa.
Sehingga dengan adanya kadmium menyebabkan fungsi
superoksida dismutase sebagai antioksidan terganggu. Hal ini
menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan
menimbulkan katarak. (Khalilullah, 2010)
k. Defisiensi Vitamin
Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang
berfungsi menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa
sehingga dapat mencegah terjadinya katarak (Khalilullah, 2010).
3.2.3 Patofisiologi
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein
lensa. Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan
meningkat sementara daya akomodasinya akan menurun. Dengan
terbentuknya lapisan konsentris baru dari kortek, inti nucleus akan
mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini dikenal sebagai
sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada lensa
yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi
high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba
tiba ini mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga
menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan pandangan.
Modifiaksi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan
pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi
keruh. Perubahan kimia protein lensa nuklear menghasilkan
pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa
menjadi bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya
jernih tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina
(Khalilullah, 2010)
3.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan Morfologi dapat diklasifikasikan (Barnard, 2003a):
a. Capsular : kongenital kapsular thickening, dan acquired capsular
opacities
b. Subcapsular : posterior subcapsular, dan anterior subcapsular.
c. Nuklear : kongenital dan terkait usia
d. Cortical : kongenital dan terkait usia.
e. Lamelar : kongenital
f. Sutural : nama lainnya katarak Y-shaped.
Berdasarkan Etiologi dapat diklasifikasikan (Barnard, 2003a):
a. Kongenital : infeksi intrauterin, obat kehamilan, sindroma
transmitted genetik, kondisi mata terkait perkembangan, sekunder
karena kelainan metabolik
b. Degeneratif (senil) : subcapsular (anterior or posterior subcapsular
katarak), cortical, nuklear sklerosis.
c. Traumatik
d. Penyakit lain/komplikata : sistemik (diabetes, galaktosemia,
wilsons disease), dan lokal (uveitis anterior, miopia tinggi,
glaukoma)
e. Toksik : kortikosteroid, amiodarone.
Berdasarkan Usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :
a. Katarak kongenital : katarak yang sudah terlihat pada usia
dibawah 1 tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella,
galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus,
hipoparatirodisme, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histopalsmosis. Katarak kongenital digolongkan menjadi (Ilyas,
2009):
i. Katarak kapsulolentikular : katarak kapsular dan katarak
polaris.
ii. Katarak lentikular : katarak yang mengenai korteks atau
nukleus lensa saja.
b. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai
terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Biasanya kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenil
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik
dan penyakit lainnya seperti (Ilyas, 2009):
i. Katarak metabolik seperti katarak diabetik, katarak
galaktosemik, katarak hopikalsemik, katarak defisiensi
gizi, katarak aminoasiduria, penyakit Wilson, dan katarak
yang berhubungan dengan penyakit lain.
ii. Otot seperti Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
iii. Katarak traumatik
iv. Katarak komplikata seperti 1) Kelainan kongenital dan
herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia,
pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis), 2)
Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi
vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan
neoplasma), 3) Katarak anoksik, 4) Toksik (kortikosteroid
sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi), 5)Lain-lain seperti
kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan
kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial,
osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans
kongenita pungtata), dan kromosom, 6) Katarak radiasi.
c. Katarak senil : semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebab katarak ini sampai
sekarang tidak diketahui secara pasti. Kekeruhan lensa dengan
nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Perubahan yang terjadi
berupa(Ilyas, 2009) :
Kapsul menjadi menebal dan kurang elastis, mulai
presbiopi, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur,
terlihat bahan granular
Epitel makin menipis, sel epiter (germinatif) pada ekuator
bertambah besar dan berat, bengkak dan vakuolisasi
mitokondria yang nyata.
Serat lensa menjadi lebih iregular, korteks jelas kerusakan
serat sel, brown sklerotik nukleus, sinar ultraviolet lama
kelamaan merubah protein nukleus lensa, sedang warna
coklat protein lenssa nukleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal, dan korteks tidak berwarna
(akibat kadar asam askorbat tinggi dan manghalangi
fotooksidasi, sinat tidak banyak mengubah protein pada
serat muda)
Katarak senilis secara klinik dikenal menjadi beberapa stadium
yaitu: kataral insipien, katarak intumesen, katarak imatur, katarak
matur, katarak hipermatur (Ilyas, 2009).
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :
1) Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat
di dalam korteks.
2) Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
korteks berisi jaringan degenerative (benda Morgagni). Kekeruhan
ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak senilis imatur, terdapat kekeruhan pada sebagian
lensa yang dapat menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi,
visus masih dapat mencapai 1/60-6/6. Pada stadium ini, kekeruhan
belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada lensa normal yang
tidak terdapat kekeruhan, sinar dapat masuk kedalam mata tanpa
ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior
lensa, maka sinar obliq yang mengenai bagian yang keruh ini, akan
dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat dipupil, ada
daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah
lensa yang keruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada
bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+). Pada
katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada katarak intumesen
terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air.
3. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.
Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan
lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang
normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa
yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif
4. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa
yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik
mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak berjalan
lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.
Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
3.2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi
lensa. Beberapa tipe ekstraksi lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE), ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE), Small
Incision Cataract Surgery (SICS) dan Phakoemulsifikasi.
1. Intracapsuler cataract ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsulnya. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya
dengan cryophake dan dipindahkan dari mata melalui incisi
korneal superior yang lebar. Tindakan ini dapat dilakukan pada
zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Pada
katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder
dan merupakan tindakan yang sangat lama popular. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio
dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan
(Ilyas, 2009).
3. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi merupakan suatu teknik ekstraksi lensa dengan
memecah dan memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea.
Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin phako akan menyedot massa katarak yang telah
hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka
tidak diperlukan jahitan dan irisan akan pulih dengan sendirinya
sehingga memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat (Khailullah,
2010).
3.2.7 Komplikasi
1. Komplikasi intra operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior (Khailullah,
2010)
3.2.8 Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit
menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai
95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi.
Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau
fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat
meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan
snellen chart (Khailullah, 2010).
4 BAB IV
5 PEMBAHASAN
6
7
12
13 American Optometric Association. (2004). Care of the Adult Patient with Cataract,
143.
14 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013, 1384. https://doi.org/1 Desember
2013
15 Barnard, S. (2003a). Classification of Cataract.
16 Barnard, S. (2003b). Epidemiology of Cataract.
17 Dhawan, S. (2005). Lens and Cataract. American Academy of Ophthalmology.
18 Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2006). Medical Physiology (11th ed.). Philadelpia:
Elsevier.
19 Ilyas, S. (2009). Ilmu Penyakit Mata (3rd ed.). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
20 Khailullah A. Said. (2010). Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak senilis.
Khalilullah, Said Alfin, Version 1(December), 115.
21 Khalilullah, S. A. (2010). Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis.
22 Khan, L., Khan, R. A., Ahmed, W., Rauf, A., Khan, M. W., Khan, W., et al. (2015).
Frequency , causes and cutting-edge treatment of cataract : A review. American
Journal of Biomedical and Life Sciences, 3(FEBRUARY), 2528.
23 Khurana, A. K. (2007). Comprehensive Ophtalmology (4th ed.). New Delhi: New
Age International.
24 Mescher, A. L. (2009). Junqueiras: Basic Histology (12th ed.). New York:
McGraw-Hill Lange.
25 Moore, K. L., Agur, A. M. R., & Dalley, A. F. (2011). Essential Clinical Anatomy
(4th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
26 Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan.
27 Riordan-Eva, P., & Whitcher, J. P. (2007). Vaughan & Asburys: General
Ophtamlology (17th ed.). New York: McGraw-Hill Lange.
28 Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem (2nd ed.). Jakarta: EGC.
29 Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy and Physiology (12th
ed.). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
30