Latihan secara berkelanjutan dan intensitas tinggi yang intermiten telah dianjurkan untuk
menjadi latihan yang tepat untuk pasien yang memiliki risiko tinggi penyakit jantung
koroner dan gagal jantung. Latihan rutin telah terbukti memperbaiki stroke volume dan
fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan PJK, dan memperbaiki masukan oksigen, dan
perbaikan denyut jantung pada GJK. Latihan dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan
konsumsi puncak oksigen, fungsi otot dan kardiovaskular, dan kualitas hidup.
Faktor yang ada pada penyakit kardiovaskular termasuk infark miokard adalah modulasi
autonomis jantung seperti peningkatan keluaran simpatis dan penurunan aktifitas
parasimpatis. Pada saat terjadi IM, terjadi ketidakseimbangan autonomis untuk menjaga
fungsi system kardiovaskular dan tubuh. Hal ini dapat memperburuk kondisi pasien dengan
IM seperti penurunan kelangsungan hidup kardiomiosit karena efek sitotoksik dari
peningkatan kadar katekolamin.
Overload miokardium karena peningkatan denyit jantung dan kontraktilitas yang
disebabkan oleh overaktivitas simpatis, meningkatkan kebutuhan oksigen dan mengurangi
waktu perfusi coroner, mengganggu aliran darah coroner pada miokardium yang mlemah
dank arena itu terjadi peningkatan terjadinya iskemik dan aritmia ventricular maligna dan
menongkatkan risiko henti jantung mendadakan.
Cara untuk mengetahui modulasi autonomis jantung yaitu dengan evaluasi variabilitas
denyut jantung (HRV) yang menganalisa variasi pada interval antara denyut jantung
normal secara konsekutif. Penurunan HRV membuktikan bahwa adanya fungsi modulasi
denyut jantung yang lemah dan karena itu terganggunya kemampuan jantung untuk
beradaptasi stimulus fisiologis dan lingkungan.
Rehabilitasi dengan latihan berbasis jantung telah menunjukan hasil yang efektif untuk
mengurangi mortalitas dan morbiditas pasien. Benefit yang bisa didapatkan adalah
meningkatkan kebugaran pasien, meningkatkan kapasitas, ambang ventilasi, memodifikasi
factor factor risiko penyakit kardiovaskular, fungsi endotel dan inflamasi dinding
vascular.
Pada penelitian ini diketahui bahwa adanya pengaruh dari berkurangnya kadar
katekolamin, beta adrenergic, dan angiotensin 2 dan peningkatan bioavabilitas nitric oxide
(NO) dalam mekanisme terapi pada latihan fisik pada modulasi autonomis jantung dan
HRV. Penurunan norepinefrin terjadi pada latihan fisik. Ditemukan juga pada studi lain
dengan pasien gagal jantung dengan latihan fisik selama 6 bulan, kadar norepineftrin tueun
setelah latihan 52% dan 50%. Latihan fisik juga dapat menurunkan densitas reseptor
adrenergic. Mekanisme lainnya yaitu setelah latihan fisik terjadi peningkatan asetilkolin
jantung dan aktivitas asetilkolin transferase pada jantung tikus yang terlatih. Penurunan
angiotensin 2 terlihat mampu menurunkan akivitas parasimpatis setelah peptide
menunjukkan adanya peningkatan keluaran simpatis dan penurunan aktivitas vagal.
Effect of eight weeks low intensity aerobic exercise on endothelin-1 plasma level,
blood pressure and heart rate in healthy people and patients with coronary artery
disease
Kelainan endotel dan vasodilatasi adalah tanda tanda utama pada penyakit
kardiovaskular dan factor prediksi untuk gangguan kardiovaskular. Lapisan endotel yang
menyelimuti arteri dan arteriol bermain peran pentig dalam regulasi kontraksi otot polos.
Tubuh manusia memiliki beranekaragam hormone yang dapat menyebabka vasokonstriksi
dan vasodilatasi, dan hal ini dapat menyebabkan perubahan aliran darah. Sel sel endotel
vascular memiliki peran penting dalam regulasi aktivitas pembuluh darah dengan
melepaskan substansi aktif berupa endotelin-1 (ET-1) dan nitric oxide (NO). ET-1
merupakan peptide vasokontriksi yang dibuat di sel sel endotel. Peneliti menyimpulkan
bahwa hormone ini dengan asam amino sekuen 21 merupakan model complete daric DNA
dan memberikan nama ET kepada factor relaksasi endothelium (EDRF).
ET 1 banyak berperan pada kebanyakan penyakit kardiovaskular dan dalam beberapa
jam iskemia jantung berat dapat meningkatkan densitas ET 1 sebanyak 5. ET 1 ini juga
berperan dalam proses aterosklerosis.
Pada penelitian sebelumnya dicari ET 1 pada atlet muda setelah menggunakan sepeda
ergonomis selama 30 menit. Hasilnya, terjadi peningkatkan plasma ET 1 setelah latihan
fisik. Peneltian ini juga menemukan setelah 6 menit berjalan, volumesitas ventrikel kiri dan
kadar ET-1 meningkat. Setelah 3 bulan latihan aerobic pada wanita lansia, peneliti
sebelumnya menemukanlatihan aerobic secara rutin dapat menurunkan tekanan darah dan
ET 1 memberikan perubahan positif dalam system kardiovaskular. Setelah bersepeda
ergonomis selama 15 menit dengan intensitas sedang pada remaja, kadar plasma ET 1
tidak berubah.
Pada penelitian ini, hasil menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko
kelainan endotel. Karena itu, kelainan endotel berperan penting dalam inisiasi terjadi PJK.
Hal ini juga fakor ini dibutuhkan untuk kebutuhan medis seperti aktivitas fisik. Pada
penelitian ini ditemukan juga bahwa banyaknya sei latihan juga memperngaruhi perubahan
ET 1. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa latihan fisik dengan intensitas
sedang selama 12 minggu terjadi perubahan yang signifikan. Hormon ET 1 dapat
distimulasi oleh waktu atau intensitas karena latihan dengan intensitas tinggi dan program
latihan yang panjang ditemukan perubahan yang signifikan pada endotel.