I. Konsep penyakit
1.1. Definisi
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara
anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi
dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat, dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2011:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi susunan hati
normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati
yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal
(Sylvia Anderson, 2009:445).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan
stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati
(Kuncara, 2002).
1.2. Etiologi
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada
dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis
adalah:
1) Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal
bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
3) Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai
pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya
absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
1.4. Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang
kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum
alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel
tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses
pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata
membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memicu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati
sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002).
1.6. Komplikasi
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
a) Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya
pada chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus.
Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis,
biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung
dan tukak duodeni.
b) Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma
hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran
penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan
fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan
dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma
hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung,
tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi
terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
c) Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan
disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan
duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan
d) Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple
e) Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul
pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.
1.7. Penatalaksanaan
a) Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
b) Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-
tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang
melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein,
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.
Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
c) Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan
yang jelas tidak hepatotoksik.
d) Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dengan glukosa.
e) Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
c) Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan,
kadang kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan
kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d) Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih
lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal.
Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada
orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada
orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per
hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah
albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses
yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal
albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam
empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini.
2) Sarana Penunjang Diagnostik
a) Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,:
pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus
Transhepatic Porthography (PTP).
b) Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung
pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan
sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu
tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati
tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c) Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis
hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol
berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran
fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan
pembesaran limpa.
2. Reikio, kelebihan volume Dalam 3x24 jam diharapkan volume cairan 1. Batasi asupan natrium dan cairan jika 1. Meminimalkan pembentukan asites dan edema.
2. Meningkatkan ekskresi cairan lewat ginjal dan
cairan berhubungan seimbang diinstruksikan.
2. Berikan diuretik, suplemen kalium dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit
dengan asites dan Kriteria Hasil:
protein seperti yang dipreskripsikan. yang normal.
pembentukan edema. 1. Mengikuti diet rendah natrium dan
pembatasan cairan seperti yang 3. Catat asupan dan haluaran cairan. 3. Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.
4. Ukur dan catat lingkar perut setiap hari. 4. Memantau perubahan pada pembentukan asites dan
diinstruksikan.
5. Jelaskan rasional pembatasan natrium dan
2. Menggunakan diuretik, suplemen kalium penumpukan cairan.
cairan. 5. Meningkatkan pemahaman dan kerjasama pasien dalam
dan protein sesuai indikasi tanpa
menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan
mengalami efek samping.
3. Memperlihatkan peningkatan haluaran
urine.
4. Memperlihatkan pengecilan lingkar perut.
5. Mengidentifikasi rasional pembatasan
natrium dan cairan.
III. Daftar pustaka
Buku saku diagnosis keperawatran Ed. 9, Jakarta : EGC, 2012
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Sri Herviati
(.) ()