Anda di halaman 1dari 22

SURVEI INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI PILAR BATAS

NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK


DEMOKRATIK TIMOR LESTE

3.1 Sejarah Delineasi Perbatasan Timor

Sejarah delineasi perbatasan Timor Barat dan Timor Timur diawali dari
perebutan wilayah antara Portugis dan Belanda dalam memperebutkan dominasi
perdagangan kayu cendana di Pulau Timor yang berlangsung mulai 1701 hingga
tahun 1755. Pada tahun 1755 terbentuk kesepakatan Contract of Paravinici
antara Belanda dan Portugis yang membagi Pulau Timor menjadi dua bagian
yaitu bagian Barat yang berpusat di Kupang menjadi milik Belanda dan bagian
Timur yang berpusat di Dili menjadi milik Portugis. Perundingan lanjutan tahun
1846, Portugis menukarkan wilayah Flores yang sebelumnya dikuasai Portugis
dengan sebuah enclave di pantai utara yang kini dikenal sebagai daerah Oecusse
dan dua pulau kecil dilepas pantai utara yaitu Atauro dan Jaco.Sejak saat itu,
Flores dikuasai oleh Belanda dan Oecusse menjadi milik Portugis.

Pada 1 Oktober 1904 sebuah konvensi bernama A Convention for The


Demarcation of Portuguese and Dutch Dominions on the Islands of Timor
ditandatangani oleh kedua belah pihak di Den Haag, yang kemudian dilanjutkan
proses ratifikasi secara serentak oleh pihak Portugis dan Belanda pada tanggal 29
Agustus 1908. Konvensi ini dianggap sebagai perjanjian yang legal dan telah
menyelesaikan berbagai masalah perbatasan antara Belanda dan Portugis,
khususnya di Pulau Timor.

Beberapa tahun kemudian beberapa daerah yang tidak sempat di survei (termasuk
daerah Oecusse), masih dibicarakan oleh tim yang dibentuk Belanda dan
Portugis. Pada tahun 1909, komisi perbatasan yang dibentuk oleh pemerintah
Belanda dan Portugis gagal mencapai kesepakatan dalam menentukan tapal batas

22
di wilayah Oecusse (termasuk daerah sungai Noel Meto).Kegagalan ini
membawa Belanda dan Portugis ke Peradilan Internasional.Pada tanggal 3 April
1913 Belanda dan portugis menandatangani konvensi berisi tentang kesepakatan
yang membawa kasus sengketa perbatasan ke Permanent Court of Arbitration
(pengadilan arbitrasi) di Paris.Dalam keputusannya pada 26 Juni 1914,
pengadilan arbitrasi memutuskan memenangkan klaim Belanda atas daerah-
daerah yang masih dipersengketakan.

Ketika Timor Timur merupakan bagian dari Republik Indonesia (tahun 1976
tahun 1999), perbatasan Timor Barat dan Timor Timor menjadi tidak relevan
lagi. Masyarakat di sekitar wilayah perbatasan yang pada dasarnya memiliki
keeratan hubungan sosial-budaya menjadi bebas untuk saling berhubungan dan
melakukan transaksi ekonomi.Pembukaan perbatasan pada masa itu telah
mengubah secara substansial aspek sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Pada tahun 1999, Timor Leste merdeka dan terlepas dari wilayah kedaulatan
Republik Indonesia.Masalah perbatasan menjadi hal yang penting untuk
dibicarakan antara pemerintah Indonesia maupun Timor Leste.Langkah awal
yang dilakukan adalah menyepakati kembali tapal batas yang pernah ada antara
Timor Barat dan Timor Timur. Pada 2 Pebruari 2002, Menteri Luar Negeri RI
Hasan Wirayuda dan pimpinan UNTAET, Sergio Vierra de Mello,
menandatangani kesepakatan untuk mengatur prinsip uti posideti juris, yaitu
memakai Konvensi 1904 yang telah ditandatangani Portugis dan Belanda serta
hasil keputusan Permanent Court of Arbitration 1914, sebagai dasar hukum yang
mengatur perbatasan RI-RDTL.

Indonesia dan Timor Leste telah menandatangani perjanjian sementara


(provisional agreement) pada 8 April 2005 yang ditandatangani oleh Menteri
Luar Negeri Republik Indonesia, Hasan Wirayuda dan Menteri Luar Negeri
Republik Demokratik Timor Leste, Ramos Horta. Perjanjian ini menyepakati 907
koordinat titik batas atau sekitar 96% dari total garis batas darat. Ada beberapa
segmen di wilayah perbatasan yang masih mengganjal tercapainya kesepakatan

23
akhir (final agreement) antara kedua negara yang berpotensi untuk memicu
konflik perbatasan antara kedua negara.

Walaupun sudah tercapai kesepakatan, tetapi masih ada beberapa daerah dan
segmen yang masih menjadi permasalahan. Adapun daerah-daerah dan segmen
yang masih menjadi masalah antara lain [Laksamana TNI T.H. Soesetyo] :

1. Noel Besi, Pihak RI menginginkan Noel Besi sebagai batas wilayah sesuai
toponimi, sedangkan RDTL mengiginkan sungai Nono Noemna
berdasarkan azimuth kompas 30o 47 NW kearah P. Batek.
2. Manusasi/Bijael Sunan, Pihak RI menginginkan garis batas dipindahkan
ke arah utara sungai Miomafo ditarik dari pilar yang dibuat tahun 1966,
menyusuri punggung bukit.
3. Dilumil/Memo, ada river island seluas + 58 hektar, pihak RI
menginginkan batas berada di sebelah timur river island sedangkan RDTL
di sebelah baratnya.

3.2 Penetapan dan Penegasan Garis Batas Darat Negara RI-RDTL

Perbatasan Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste


disepakati pada tanggal 8 April 2005 di Dili. Saat itu, kedua belah pihak sepakat
dengan 907 titik dari 5000 titik rencana koordinat sebagai batas kedaulatan
masing-masing negara. Perbatasan Republik Indonesia dengan Timor Leste
terbentang sekitar 270 kilometer.Sepanjang 152 kilometer garis perbatasan itu
berada di bagian darat sisi timur membentang dari daerah Motaain sampai daerah
Motamasin antara wilayah kabupaten Belu, provinsi Nusa Tenggara
Timur.Sisanya yaitu 118 kilometer terbentang di wilayah Republik Indonesia
yang berada di kawasan enclave (Oecusse). Peta perbatasan RI-RDTL tampak
seperti gambar 3.1 sebagai berikut :

24
Gambar 3.1 Peta Batas Darat RI-RDTL (Bakosurtanal)

Perbatasan Timor Leste dan Indonesia memang sedikit berbeda dengan tapal
batas Indonesia dengan negara lainnya.Timor Leste memiliki wilayah negara
yang berada di kawasan Republik Indonesia yang disebut enclave.Oecusse,
wilayah Timor Leste yang berada di tengah kawasan Indonesia atau enclave,
berbatasan dengan kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU).Timor
Leste juga berbatasan dengan Kabupaten Belu, provinsi Nusa Tenggara
Timur.Demarkasi pilar batas di mulai dari tahun 2005, dan pembangunannya
dilakukan secara bertahap. Hingga saat ini masih 103 pilar batas yang telah
dibangun, yaitu 50 pilar dibangun pada tahun 2005 dan 53 pilar dibangun pada
tahun 2009.

Untuk survei penegasan batas, pelaksanaan di lapangan menggunakan survei


terestris dan melalui sedikitnya enam tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara
lain [Majalah Surveyor, 2011]:

25
1. Reconnaisance, yaitu tahap pencarian batas di lapangan.
2. Clearing atau rintisan, yang merupakan tahap pembersihan jalur batas
yang akan ditanami patok batas. Biasanya, ini dilakukan dengan cara
membersihkan semak-semak atau menebang pohon.
3. Boundary markers planted, penanaman tugu atau patok batas.
4. Achymatric atau pengukuran situasi. Tahap keempat ini dilakukan untuk
mendapatkan data situasi dengan mengukur arah dan jarak dari tugu ke
arah depan dan belakang, juga arah samping kanan dan kiri maksimal 50
meter.
5. Demarcation atau pengukuran poligon. Tahap ini untuk mendapatkan data
arah dan jarak antara dua patok batas dengan alat ukur elektronik untuk
mendapatkan koordinat dan tinggi tugu batas.
6. Traverse-heigh plan dan field plan. Tahap ini untuk menggambarkan
situasi daerah sepanjang batas yang memuat data tinggi dan letak patok
batas dan situasi medan selebar 50 meter ke kiri dan 50 meter ke kanan.

Dari survei penegasan batas wilayah negara ini akan dihasilkan peta kerja hasil
plotting, penggambaran data pengukuran poligon (demarcation), dan pengukuran
situasi sepanjang perbatasan. Selain itu, diterbitkan buku berisi daftar patok batas
yang ditanam di sepanjang perbatasan.

Biasanya, setelah survei penegasan batas, untuk menjaga keajekan garis batas
wilayah negara, secara bertahap dilakukan survei pemetaan Investigation
Refixation and Maintenance atau dikenal dengan survei IRM.Untuk perbatasan
Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste, survei IRM ini
dilakukan sejak tahun 2010.Tujuan survei IRM adalah untuk melakukan
penelitian ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan perencanaan untuk penanaman
kembali pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar
yang hilang.

26
3.3 Inventarisasi dan Identifikasi Pilar Batas Darat Negara RI-RDTL

Dalam rangka pemeliharaan dan pengelolaan batas darat wilayah negara dan
kawasan perbatasan secara umum, salah satu program strategis adalah
pelaksanaaninventarisasi dan identifikasi pilar batas wilayah negara yang akan
dilakukan di salah satu batas wilayah negara yang ada di Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Kegiatan inventarisasi dan identifikasi ini dapat dikatakan sebagai bagian
dari kegiatan Investigation, Refixation, and Maintenance (IRM), namun tidak
harus melibatkan kedua negara.Investigasi yang dilakukan hanya untuk
mengetahui kondisi pilar tanda batas dan pemeliharaan pilar-pilar yang
dilaksanakan oleh pihak RI saja, tanpa melibatkan pihak RDTL.

Pada dasarnya, pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi pilar-pilar


batasRI-RDTL hanya meliputi pemeriksaan pilar-pilar batas darat, yaitu :

1. Pemeriksaan, perbaikan, dan pemeliharaan pilar-pilar batas yang ada di


lapangan dandokumentasi terhadap titik-titik yang diperiksa.
2. Pengambilan data terhadaptitik-titik pilar, berupa data posisi pilar dan
data tracking jalur menggunakan alat GPS navigasi handheld.

3.3.1 Landasan Yuridis

Dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi batas darat negara


Republik Indonesia (RI) dengan negara Republik Demokratik Timor Leste
(RDTL) didasarkan pada landasan yuridis sebagai berikut :

1. Undang Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Pasal 3,


Pasal 10, Pasal 15, dan Pasal 19);
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia;
3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional
Pengelola Perbatasan;

27
4. Peraturan BNPP Nomor 1 Tentang Grand Desain Pengelolaan Batas
Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan dan Peraturan BNPP Nomor 2
Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan;
5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

3.3.2 Tujuan Survei

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa inventarisasi dan
identifikasi merupakan bagian dari kegiatan Investigation, Refixation, and
Maintenance (IRM).Survei ini dilaksanakan dalam rangka melakukan penelitian
ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan perencanaan untuk penanaman kembali
pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar yang
hilang.Inventarisasi dan identifikasi pilar batas adalah langkah awal dalam rangka
menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia yang selanjutnya akan dilakukan
pengelolaan terhadap kawasan perbatasan dan pengembangan wilayah di sekitar
perbatasan.

3.3.3 Metodologi Pelaksanaan Survei

Metodologi pelaksanaan kegiatan yang digunakan pada survei ini adalah :

1. Persiapan.
2. Pengumpulan data awal.
3. Rapat teknis persiapan pelaksanaan.
4. Survei dan identifikasi awal
5. Pelaksanaan identifikasi dan pemeliharan pilar-pilar batas wilayah negara.

3.3.3.1 Persiapan

Tahap persiapan merupakan pekerjaan awal yang perlu dilakukan sebelum


pekerjaan utama dilaksanakan. Tahap persiapan dapat dirinci sebagai berikut:

28
1. Persiapan bahan yang diperlukan dalam kegiatan survei inventarisasi dan
identifikasi pilar-pilar batas, bahan-bahan tersebut antara lain :
Buku ukur.
Foto copy blanko kegiatan dan field plan.
Alat tulis dan kertas.
CD RW.
Kertas milimeter blok.
Obat-obatan.
Cat putih.

2. Persiapan personil dan perencanaan pembagian tugas meliputi pembuatan


draft Surat Tugas Panitia dan Tim Kerja/Teknis yang meliputi :

Tim survei batas RI-RDTL.


Panitia pelaksanaan dan fasilitasi survei.

3.3.3.2 Pengumpulan Data Awal

Pengumpulan data awal meliputi data-data dari Kementrian Dalam Negeri,


Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan, Mabes TNI, Bakosurtanal dan
Dittop TNI-ADyang diperlukan dalam kegiatan. Data tersebut antara lain :

1. Peta batas wilayah RI-RDTL.


2. Deskripsi pilar batas yang dibangun pada tahun 2005.
3. Berbagai informasi spasial untuk mendukung informasi yang diperlukan.

Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menugaskan staf BNPP ke


kantor instansi yang terkait.

3.3.3.3 Rapat Teknis Persiapan Pelaksanaan

Koordinasi teknis dengan Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri,


Kementrian Pertahanan, Mabes TNI, Bakosurtanal, Dittop TNI-AD, dan
Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur melalui rapat dalam rangka

29
pembahasan inventarisasi dan identifikasi pilar batas RI-RDTL. Adapun materi
yang dibahas dalam rapat tersebut adalah :

Rencana pencapaian lokasi pilar batas.


Kondisi keamanan di wilayah perbatasan.
Keadaan medan/topografi.
Keadaan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat.

Hasil dari pertemuan ini berupa dokumen-dokumen survei dan identifikasi awal
kondisi pilar-pilar batas wilayah negara.

3.3.3.4 Survei dan Identifikasi Awal

Survei dan identifikasi awal dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian posisi


atau lokasi rencana pemeliharaan pilar batas RI-RDTL. Kegiatan peninjauan
lapangan dilakukan dengan memberangkatkan lima orang staf BNPP ke Provinsi
Nusa Tenggara Timur selama 5 (lima) hari. Beberapa hal yang yang harus
disiapkan meliputi :

1. Peralatan yang akan digunakan pada survei dan identifikasi awal pilar
batas darat. Peralatan tersebut adalah sebagai berikut :

GPS navigasi (tipe handheld).


Kamera digital.
Peta kerja.

2. Data yang disiapkan, antara lain :

Data koordinat yang direkam dalam GPS navigasi.


Gambaran umum lokasi rencana pemeliharaan pilar batas (letak
wilayah: Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi).
Kenampakan yang menonjol di lokasi rencana pemeliharaan pilar
batas.
Sketsa lokasi rencana pemeliharaan pilar batas.

30
Cara pencapaian ke lokasi rencana pemeliharaan pilar batas.

Tahapan pelaksananaan kegiatan survei dan identifikasi awal pilar-pilar batas


wilayah RI-RDTL meliputi :

1. Koordinasi dengan Topdam Udayana dan Pemerintah Provinsi Nusa


Tenggara Timur.
2. Pengumpulan data pilar-pilar batas darat dari Pemerintah Daerah Provinsi
Nusa Tenggara Timur.
3. Pengecekan data point 1 s.d. 2 ke lapangan.

Hasil dari kegiatan ini akan digunakan untuk menyempurnakan rencana kerja
Surveiidentifikasi dan pemeliharaan pilar-pilar batas wilayah RI-RDTL.

3.3.3.5 Pelaksanaan Survei

Personil pelaksanaaninventarisasi dan identifikasi pilar batas darat negara RI-


RDTL terdiri dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Kementrian
Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan, Mabes TNI,
Bakosurtanal, Dittop TNI-ADdan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur, ITB,
dan pakar yang terkait. Pelaksanaan survei ini dilaksanakan setelah survei dan
identifikasi awal, dan menggunakan panduan data dari hasil survei dan
identifikasi awal.

Struktur organisasi pelaksanaan survei untuk fasilitasi survei identifikasi


sebagaimana yang telah dibuat oleh Badan Nasional Pengelola Perbataasan
adalah sebagai berikut :

31
Pengguna Anggaran

Kuasa Pengguna Anggaran

Pejabat Pembuat Komiten Pejabat SPM

Bendaharawan
Pengeluaran Satker

Gugus Kerja Penanggung Jawab Kegiatan Tim Penguji

Koordinator Kegiatan

Ketua Tim Survei IM RI-RDTL

Tim Survei Daerah Tim Survei Pusat

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pelaksanaan Survei [BNPP, 2010]

Inventarisasi pilar-pilar batas darat terkait dengan pengadaan terhadap data-data


kewilayahan.Inventarisasi data-data tentang pilar-pilar batas dapat menjelaskan
dan menunjukkan titik-titik tapal batas, serta area wilayah kedaulatan Republik
Indonesia. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan inventarisasi pilar batas RI-
RDTL antara lain :

1. Persoalan-persoalan yang terkait dengan wilayah perbatasan, misalnya


adalah pelanggaran wilayah, penyelundupan, perompakan, dan lain-lain.
2. Pemanfaatan sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas.
3. Data ekonomi, sosial, dan budaya di kawasan perbatasan.
4. Data pendukung lainnya.

32
Data-data yang terkait dengan hal-hal tersebut di atas berupa peta perbatasan, dan
data sebaran titik-titik pilar batas yang dibangun pada tapal batas RI-RDTL,
selain itu juga termasuk data-data jenis tugu dan jumlah tugu yang telah
dibangun. Dari data-data ini, akan direncanakan survei identifikasi terhadap pilar-
pilar batas tersebut. Perencanaan ini terkait erat dengan strategi survei yang akan
dilaksanakan, dan estimasi waktu survei yang dibutuhkan.

Identifikasi pilar-pilar batas adalah melakukan pemeriksaan pilar-pilar batas


dengan mendatangi secara langsung pilar-pilar batas di lapangan yang telah
dibangun sebanyak 103 pilar sesuai pada data yang telah didapat
sebelumnya.Rencana estimasi waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa semua
pilar tersebut adalah 40 hari kerja. Dalam melaksanakan proses pemeriksaan
pilar-pilar di lapangan, tim survei dibantu oleh tentara Satgas PamTas dan
penduduk setempat sebagai pendamping. Adapun kegiatan-kegiatan dalam survei
identifikasi pilar batas antara lain :

1. Perbaikan pilar batas hingga memenuhi ukuran dan bentuk semula.


2. Mengecat pilar batas sesuai dengan warna semula.
3. Pembersihan lokasi pilar hingga radius 20 meter.
4. Mengukur posisi titik pilar dengan GPS navigasi (tipe handheld).
5. Memotret pilar batas dari lima arah (utara, selatan, timur, barat, dan atas).
6. Pembuatan sketsa dan deskripsi pilar.

Perbaikan pilar dilakukan jika ada kerusakan terhadap bentuk fisik pilar, misalkan
jika ada kerusakan pada sisi pilar yang sumbing, atau bentuk fisik pilar yang tidak
sesuai maka akan dilakukan perbaikan dengan menggunakan campuran semen
dan pasir. Jika ada pilar yang rusak berat, misalkan hancur total, maka tidak
dibenarkan untuk melakukan perbaikan atau membangun kembali pilar tersebut,
karena akan mengubah posisi pilar tersebut. Jika ada pilar yang hancur total,
maka pembangunan kembali harus diukur dan dibangun secara bersama oleh
wakil dari kedua negara.

33
Setelah dilakukan perbaikan terhadap pilar, maka dilakukan pengecatan pilar
sesuai dengan warna semula dan pembersihan terhadap pilar.Pembersihan lokasi
pilar ditekankan untuk menjaga keapikan pilar dari semak-semak yang
mengganggu visualisasi pilar. Pembersihan lokasi pilar dilakukan dengan cara
membersihkan semak-semak yang tumbuh disekitar pilar dengan alat berupa sabit
dan cangkul untuk membersihkan semak-semak hingga sampai ke akarnya.

Pengukuran posisi dengan GPS navigasi handheld dilakukan untuk mendapatkan


nilai posisi dan data tracking dari pilar-pilar yang telah didatangi.Nilai posisi ini
tidak dapat digunakan sebagai posisi absolut pilar-pilar batas darat, karena
ketelitian posisi dari GPS navigasi handheld sangat kecil.

Pemotretan pilar batas dari lima arah (view) dilakukan sebelum dan sesudah
perbaikan pilar, pengecatan ulang pilar, danpembersihan lokasi di sekitar pilar.
Pemotretean pilar sebelum dan sesudah perbaikan pilar ini dimaksudkan untuk
memberikan bukti bahwa pilar-pilar tersebut benar-benar telah diperbaiki,
dibersihkan, dan dicat ulang. Pemotretan pilar disertai dengan nama/nomor pilar
dan penanda arah yang tertulis pada papan berukuran 30x23 cm. Penulisan
nama/nomor pilar dan penanda arah harus jelas agar tampak pada foto. Contoh
foto pilar sebelum dan sesudah tampak pada gambar 3.3 dan 3.4berikut :

Gambar 3.3 Pilar T320003 (Sebelum) Gambar 3.4 Pilar T320003 (Sesudah)

34
Dalam kegiatan survei ini, ditemukan beberapa titik pilar yang hancur
total.Menurut informasi dari TNI PamTas dan penduduk setempat bahwa pilar
tersebut dihancurkan oleh manusia, hancur karena abrasi oleh aliran sungai, dan
atau karena longsoran tanah.Untuk pilar yang hancur total, demarkasi dan
pembangunan ulang harus diukur dan dilaksanakan secara bersama-sama antara
kedua negara, dalam hal ini adalah negara Republik Indonesia dan Republik
Demokratik Timor Leste. Contoh pilar yang hancur total dapat dilihat pada
gambar 3.5 berikut ini :

Gambar 3.5 Pilar Hancur Total

Selain itu, terdapat beberapa pilar yang mempunyai spesifikasi bentuk bras tablet
yang berbeda. Perbedaan bentuk bras tablet ini secara spesifik dibedakan dari
kenampakan penanda batas. Pada penanda batas alami misalnya adalah sungai,
pilar batas terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai dengan bras tablet lambang
bendera kedua negara terdapat pada salah satu sisi pilar saja, dan garis batas
terletak di antara kedua pilar tersebut. Contoh pilar yang berada pada tepi sungai
tampak pada gambar 3.6 sebagai berikut :

35
Gambar 3.6 Pilar Batas Pada Batas Alami (Sungai)

Untuk pilar yang berada di daerah perbukitan, lambang bendera kedua negara
berada pada sisi depan dan sisi belakang pilar. Garis batas pada daerah perbukitan
adalah garis yang menghubungkan antar pilar-pilar tersebut.

Gambar 3.7 Pilar Batas Pada Punggungan Bukit

36
Deskripsi dan spesifikasi garis batas pada penanda batas alami dan daerah
perbukitan dapat dilihat pada gambar 3.8 dan 3.9berikut :

Gambar 3.8 Garis Batas Pada Sungai

Gambar 3.9 Garis Batas Pada Daerah Perbukitan

Pembuatan sketsa lapangan penting dilakukan, sketsa harus dibuat secara baik,
jelas, memiliki orientasi arah, dan terdapat patokan lokasi secara khusus agar
sketsa lokasi pilar mudah dimengerti dan mudah dibaca. Pembuatan sketsa
dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi situasi daerah di sepanjang
perbatasan yang memuat data tinggi dan letak patok batas dan situasi medan.

37
Sebagai contoh, ilustrasi sketsa lokasi pilar dapat dilihat pada gambar 3.10
sebagai berikut :

Gambar 3.10 Contoh Sketsa Titik T320003

Dari contoh sketsa dapat dilihat keterangan bahwa dari garis-garis konturnya, titik
T320003 terletak di puncak bukit, dan cukup dekat dengan pos PamTas di desa
Lookeu.

Disamping pembuatan sketsa, juga dilakukan perekaman data tracking dengan


menggunakan alat berupa GPS navigasi handheld.Rekaman data tracking dari
GPS navigasi handheldini digunakan sebagai deskripsi akses jalan terdekat dari
pos pengaman perbatasan untuk menuju ke lokasi pilar-pilar batas.Rekaman
datatracking juga menunjukkan semua titik-titik yang telah disurvei dan dapat
dijadikan sebagai laporan kegiatan pelaksanaan survei identifikasi. Contoh
rekaman data tracking dapat dilihat pada gambar 3.11 sebagai berikut :

38
Gambar 3.11 Contoh Rekaman Data Tracking GPS

3.3.4 Hasil Survei Inventarisasi dan Identifikasi Pilar Batas RI-RDTL

Hasil kegiatan survei inventarisasi dan identifikasi pilar-pilar batas RI-RDTL


antara lain :

1. Koordinat pilar-pilar batas yang diukur dengan GPS navigasi handheld


(Terlampir pada lampiran).
2. Foto dokumentasi pilar-pilar batas sebelum dan sesudah diperbaiki.
3. Deskripsi pilar batas.
4. Peta lokasi pilar batas.
5. Dokumen hasil inventarisasi data wilayah sekitar pilar batas.
6. Peta sebaran titik-titik pilar batas darat dari hasil tracking GPS navigasi
handheld.

Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pilar-pilar batas RI-RDTL dihadapkan


pada kondisi lapangan yang sulit karena wilayah batas negara terletak di kawasan
terpencil dan kondisi geografis yang sulit dijangkau.Meskipun dengan berbagai

39
tantangan yang berat, batas wilayah negara tetap harus dipantau secara langsung
demi menjaga dan memelihara keamanan perbatasan serta kedaulatan NKRI.

3.4 Pertimbangan-Pertimbangan Kegiatan Survei Identification, Refixation,


and Maintenance (IRM)

Kegiatan survei IRM hendaknya dilakukan secara rutin dan konsisten, tetapi
mengingat besarnya dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan survei IRM,
maka perlu adanya pertimbangan mengenai kondisi pilar-pilar batas yang
mengharuskan dilaksanakannya survei IRM. Mengingat tujuan survei IRM adalah
melakukan penelitian ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan penanaman kembali
pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar yang
hilang. Adapun pertimbangan-pertimbangan dilaksanakannya survei IRM antara
lain :

1. Pertimbangan konstruksi pilar, ketahanan cat, dan lokasi pilar


2. Pertimbangan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang dapat
menggeser posisi pilar, merusak pilar, dan menghancurkan pilar, seperti
faktor alami/bencana alam dan faktor manusia.

3.4.1 Pertimbangan Konstruksi Pilar, Ketahanan Cat, dan Lokasi Pilar

Faktor ini menjadi pertimbangan utama dilaksanakannya survei IRM.Ketahanan


konstruksi pilar harusnya diperhitungkan pada saat pembuatan dan penanaman
pilar.Model konstruksi beton pilar harus didesain sebaik mungkin agar mampu
bertahan lama dan kuat.Kedalaman penanaman pilar juga harus direncanakan
sebaik mungkin sehingga pilar tidak mudah roboh. Contoh desain konstruksi dan
dimensi pilar dapat dilihat pada gambar 3.12 sebagai berikut :

40
Gambar 3.12 Contoh Desain Konstruksi dan Dimensi Pilar

Disamping itu, ketahanan cat juga harus diperhitungkan.Ketahanan cat menjadi


pertimbangan utama karena warna pilar harus tetap mencolok dan terlihat jelas,
karena pilar digunakan sebagai batas yang harus terlihat dengan jelas dan secara
deskriptif mudah dikenali sebagai pilar tanda batas darat antar negara.Pemilihan
cat dengan ketahanan warna yang lebih lama adalah solusi untuk mengatasi cepat
pudarnya warna pilar.

Selain itu, faktor lokasi pilar juga menjadi pertimbangan yang utama.Rencana
lokasi penanaman pilar harus memiliki akses dengan jalan yang baik, agar mudah
dijangkau, mudah diawasi, dirawat, dan dibersihkan dari rumput dan ilalang yang
tumbuh disekitar pilar.

41
Gambar 3.13 Pembersihan Lokasi Sekitar Pilar

Disamping itu, pembuatan pos pengaman perbatasan juga harus mempunyai


akses yang mudah untuk menuju ke kawasan perbatasan dalam rangka patroli
rutin pengamanan perbatasan.

Gambar 3.14 Pos PamTas Fatubesi Atas

42
3.4.2 Pertimbangan Faktor Alami, Bencana Alam, dan Faktor Manusia

Faktor alami seperti longsor atau abrasi tanah oleh air hujan secara terus-menerus
dan bencana alam seperti gempa bumi dapat mengakibatkan bergesernya posisi
pilar batas ataupun dapat menghancurkan pilar tersebut, maka harus sesegera
mungkin dilakukan survei identifikasi pilar batas untuk mengetahui berapa besar
perubahan posisinya dan seberapa parah kerusakannya. Jika pilar bergeser ke arah
wilayah Republik Indonesia, maka akan menjadi suatu kerugian terhadap luas
wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Solusinya adalah melakukan pengukuran
kembali dan membangun kembali pilar-pilar pada titik yang telah disepakati
sebelumnya yang dilakukan bersama-sama oleh wakil dari kedua negara, yakni
Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste.

Selain faktor alam yang dapat merusak, menghancurkan, dan menggeser posisi
pilar perbatasan, ada juga faktor karena ulah manusia, yaitu berusaha merusak
pilar-pilar yang menjadi batas negara. Penduduk sekitar perbatasan menganggap
bahwa jika ada pilar batas, maka mobilisasi mereka untuk mencari makanan,
berburu, mencari kayu bakar, dan hasil-hasil alam lainnya akan terbatas, sehingga
mereka berusaha merusak pilar-pilar perbatasan agar mobilisasi mereka di sekitar
perbatasan menjadi leluasa. Selain itu, penduduk sekitar juga banyak yang ingin
berusaha mencuri lempengan bras tablet yang terbuat dari logam tembaga.

43

Anda mungkin juga menyukai