Sejarah delineasi perbatasan Timor Barat dan Timor Timur diawali dari
perebutan wilayah antara Portugis dan Belanda dalam memperebutkan dominasi
perdagangan kayu cendana di Pulau Timor yang berlangsung mulai 1701 hingga
tahun 1755. Pada tahun 1755 terbentuk kesepakatan Contract of Paravinici
antara Belanda dan Portugis yang membagi Pulau Timor menjadi dua bagian
yaitu bagian Barat yang berpusat di Kupang menjadi milik Belanda dan bagian
Timur yang berpusat di Dili menjadi milik Portugis. Perundingan lanjutan tahun
1846, Portugis menukarkan wilayah Flores yang sebelumnya dikuasai Portugis
dengan sebuah enclave di pantai utara yang kini dikenal sebagai daerah Oecusse
dan dua pulau kecil dilepas pantai utara yaitu Atauro dan Jaco.Sejak saat itu,
Flores dikuasai oleh Belanda dan Oecusse menjadi milik Portugis.
Beberapa tahun kemudian beberapa daerah yang tidak sempat di survei (termasuk
daerah Oecusse), masih dibicarakan oleh tim yang dibentuk Belanda dan
Portugis. Pada tahun 1909, komisi perbatasan yang dibentuk oleh pemerintah
Belanda dan Portugis gagal mencapai kesepakatan dalam menentukan tapal batas
22
di wilayah Oecusse (termasuk daerah sungai Noel Meto).Kegagalan ini
membawa Belanda dan Portugis ke Peradilan Internasional.Pada tanggal 3 April
1913 Belanda dan portugis menandatangani konvensi berisi tentang kesepakatan
yang membawa kasus sengketa perbatasan ke Permanent Court of Arbitration
(pengadilan arbitrasi) di Paris.Dalam keputusannya pada 26 Juni 1914,
pengadilan arbitrasi memutuskan memenangkan klaim Belanda atas daerah-
daerah yang masih dipersengketakan.
Ketika Timor Timur merupakan bagian dari Republik Indonesia (tahun 1976
tahun 1999), perbatasan Timor Barat dan Timor Timor menjadi tidak relevan
lagi. Masyarakat di sekitar wilayah perbatasan yang pada dasarnya memiliki
keeratan hubungan sosial-budaya menjadi bebas untuk saling berhubungan dan
melakukan transaksi ekonomi.Pembukaan perbatasan pada masa itu telah
mengubah secara substansial aspek sosial-ekonomi masyarakat setempat.
Pada tahun 1999, Timor Leste merdeka dan terlepas dari wilayah kedaulatan
Republik Indonesia.Masalah perbatasan menjadi hal yang penting untuk
dibicarakan antara pemerintah Indonesia maupun Timor Leste.Langkah awal
yang dilakukan adalah menyepakati kembali tapal batas yang pernah ada antara
Timor Barat dan Timor Timur. Pada 2 Pebruari 2002, Menteri Luar Negeri RI
Hasan Wirayuda dan pimpinan UNTAET, Sergio Vierra de Mello,
menandatangani kesepakatan untuk mengatur prinsip uti posideti juris, yaitu
memakai Konvensi 1904 yang telah ditandatangani Portugis dan Belanda serta
hasil keputusan Permanent Court of Arbitration 1914, sebagai dasar hukum yang
mengatur perbatasan RI-RDTL.
23
akhir (final agreement) antara kedua negara yang berpotensi untuk memicu
konflik perbatasan antara kedua negara.
Walaupun sudah tercapai kesepakatan, tetapi masih ada beberapa daerah dan
segmen yang masih menjadi permasalahan. Adapun daerah-daerah dan segmen
yang masih menjadi masalah antara lain [Laksamana TNI T.H. Soesetyo] :
1. Noel Besi, Pihak RI menginginkan Noel Besi sebagai batas wilayah sesuai
toponimi, sedangkan RDTL mengiginkan sungai Nono Noemna
berdasarkan azimuth kompas 30o 47 NW kearah P. Batek.
2. Manusasi/Bijael Sunan, Pihak RI menginginkan garis batas dipindahkan
ke arah utara sungai Miomafo ditarik dari pilar yang dibuat tahun 1966,
menyusuri punggung bukit.
3. Dilumil/Memo, ada river island seluas + 58 hektar, pihak RI
menginginkan batas berada di sebelah timur river island sedangkan RDTL
di sebelah baratnya.
24
Gambar 3.1 Peta Batas Darat RI-RDTL (Bakosurtanal)
Perbatasan Timor Leste dan Indonesia memang sedikit berbeda dengan tapal
batas Indonesia dengan negara lainnya.Timor Leste memiliki wilayah negara
yang berada di kawasan Republik Indonesia yang disebut enclave.Oecusse,
wilayah Timor Leste yang berada di tengah kawasan Indonesia atau enclave,
berbatasan dengan kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU).Timor
Leste juga berbatasan dengan Kabupaten Belu, provinsi Nusa Tenggara
Timur.Demarkasi pilar batas di mulai dari tahun 2005, dan pembangunannya
dilakukan secara bertahap. Hingga saat ini masih 103 pilar batas yang telah
dibangun, yaitu 50 pilar dibangun pada tahun 2005 dan 53 pilar dibangun pada
tahun 2009.
25
1. Reconnaisance, yaitu tahap pencarian batas di lapangan.
2. Clearing atau rintisan, yang merupakan tahap pembersihan jalur batas
yang akan ditanami patok batas. Biasanya, ini dilakukan dengan cara
membersihkan semak-semak atau menebang pohon.
3. Boundary markers planted, penanaman tugu atau patok batas.
4. Achymatric atau pengukuran situasi. Tahap keempat ini dilakukan untuk
mendapatkan data situasi dengan mengukur arah dan jarak dari tugu ke
arah depan dan belakang, juga arah samping kanan dan kiri maksimal 50
meter.
5. Demarcation atau pengukuran poligon. Tahap ini untuk mendapatkan data
arah dan jarak antara dua patok batas dengan alat ukur elektronik untuk
mendapatkan koordinat dan tinggi tugu batas.
6. Traverse-heigh plan dan field plan. Tahap ini untuk menggambarkan
situasi daerah sepanjang batas yang memuat data tinggi dan letak patok
batas dan situasi medan selebar 50 meter ke kiri dan 50 meter ke kanan.
Dari survei penegasan batas wilayah negara ini akan dihasilkan peta kerja hasil
plotting, penggambaran data pengukuran poligon (demarcation), dan pengukuran
situasi sepanjang perbatasan. Selain itu, diterbitkan buku berisi daftar patok batas
yang ditanam di sepanjang perbatasan.
Biasanya, setelah survei penegasan batas, untuk menjaga keajekan garis batas
wilayah negara, secara bertahap dilakukan survei pemetaan Investigation
Refixation and Maintenance atau dikenal dengan survei IRM.Untuk perbatasan
Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste, survei IRM ini
dilakukan sejak tahun 2010.Tujuan survei IRM adalah untuk melakukan
penelitian ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan perencanaan untuk penanaman
kembali pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar
yang hilang.
26
3.3 Inventarisasi dan Identifikasi Pilar Batas Darat Negara RI-RDTL
Dalam rangka pemeliharaan dan pengelolaan batas darat wilayah negara dan
kawasan perbatasan secara umum, salah satu program strategis adalah
pelaksanaaninventarisasi dan identifikasi pilar batas wilayah negara yang akan
dilakukan di salah satu batas wilayah negara yang ada di Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Kegiatan inventarisasi dan identifikasi ini dapat dikatakan sebagai bagian
dari kegiatan Investigation, Refixation, and Maintenance (IRM), namun tidak
harus melibatkan kedua negara.Investigasi yang dilakukan hanya untuk
mengetahui kondisi pilar tanda batas dan pemeliharaan pilar-pilar yang
dilaksanakan oleh pihak RI saja, tanpa melibatkan pihak RDTL.
27
4. Peraturan BNPP Nomor 1 Tentang Grand Desain Pengelolaan Batas
Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan dan Peraturan BNPP Nomor 2
Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan;
5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa inventarisasi dan
identifikasi merupakan bagian dari kegiatan Investigation, Refixation, and
Maintenance (IRM).Survei ini dilaksanakan dalam rangka melakukan penelitian
ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan perencanaan untuk penanaman kembali
pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar yang
hilang.Inventarisasi dan identifikasi pilar batas adalah langkah awal dalam rangka
menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia yang selanjutnya akan dilakukan
pengelolaan terhadap kawasan perbatasan dan pengembangan wilayah di sekitar
perbatasan.
1. Persiapan.
2. Pengumpulan data awal.
3. Rapat teknis persiapan pelaksanaan.
4. Survei dan identifikasi awal
5. Pelaksanaan identifikasi dan pemeliharan pilar-pilar batas wilayah negara.
3.3.3.1 Persiapan
28
1. Persiapan bahan yang diperlukan dalam kegiatan survei inventarisasi dan
identifikasi pilar-pilar batas, bahan-bahan tersebut antara lain :
Buku ukur.
Foto copy blanko kegiatan dan field plan.
Alat tulis dan kertas.
CD RW.
Kertas milimeter blok.
Obat-obatan.
Cat putih.
29
pembahasan inventarisasi dan identifikasi pilar batas RI-RDTL. Adapun materi
yang dibahas dalam rapat tersebut adalah :
Hasil dari pertemuan ini berupa dokumen-dokumen survei dan identifikasi awal
kondisi pilar-pilar batas wilayah negara.
1. Peralatan yang akan digunakan pada survei dan identifikasi awal pilar
batas darat. Peralatan tersebut adalah sebagai berikut :
30
Cara pencapaian ke lokasi rencana pemeliharaan pilar batas.
Hasil dari kegiatan ini akan digunakan untuk menyempurnakan rencana kerja
Surveiidentifikasi dan pemeliharaan pilar-pilar batas wilayah RI-RDTL.
31
Pengguna Anggaran
Bendaharawan
Pengeluaran Satker
Koordinator Kegiatan
32
Data-data yang terkait dengan hal-hal tersebut di atas berupa peta perbatasan, dan
data sebaran titik-titik pilar batas yang dibangun pada tapal batas RI-RDTL,
selain itu juga termasuk data-data jenis tugu dan jumlah tugu yang telah
dibangun. Dari data-data ini, akan direncanakan survei identifikasi terhadap pilar-
pilar batas tersebut. Perencanaan ini terkait erat dengan strategi survei yang akan
dilaksanakan, dan estimasi waktu survei yang dibutuhkan.
Perbaikan pilar dilakukan jika ada kerusakan terhadap bentuk fisik pilar, misalkan
jika ada kerusakan pada sisi pilar yang sumbing, atau bentuk fisik pilar yang tidak
sesuai maka akan dilakukan perbaikan dengan menggunakan campuran semen
dan pasir. Jika ada pilar yang rusak berat, misalkan hancur total, maka tidak
dibenarkan untuk melakukan perbaikan atau membangun kembali pilar tersebut,
karena akan mengubah posisi pilar tersebut. Jika ada pilar yang hancur total,
maka pembangunan kembali harus diukur dan dibangun secara bersama oleh
wakil dari kedua negara.
33
Setelah dilakukan perbaikan terhadap pilar, maka dilakukan pengecatan pilar
sesuai dengan warna semula dan pembersihan terhadap pilar.Pembersihan lokasi
pilar ditekankan untuk menjaga keapikan pilar dari semak-semak yang
mengganggu visualisasi pilar. Pembersihan lokasi pilar dilakukan dengan cara
membersihkan semak-semak yang tumbuh disekitar pilar dengan alat berupa sabit
dan cangkul untuk membersihkan semak-semak hingga sampai ke akarnya.
Pemotretan pilar batas dari lima arah (view) dilakukan sebelum dan sesudah
perbaikan pilar, pengecatan ulang pilar, danpembersihan lokasi di sekitar pilar.
Pemotretean pilar sebelum dan sesudah perbaikan pilar ini dimaksudkan untuk
memberikan bukti bahwa pilar-pilar tersebut benar-benar telah diperbaiki,
dibersihkan, dan dicat ulang. Pemotretan pilar disertai dengan nama/nomor pilar
dan penanda arah yang tertulis pada papan berukuran 30x23 cm. Penulisan
nama/nomor pilar dan penanda arah harus jelas agar tampak pada foto. Contoh
foto pilar sebelum dan sesudah tampak pada gambar 3.3 dan 3.4berikut :
Gambar 3.3 Pilar T320003 (Sebelum) Gambar 3.4 Pilar T320003 (Sesudah)
34
Dalam kegiatan survei ini, ditemukan beberapa titik pilar yang hancur
total.Menurut informasi dari TNI PamTas dan penduduk setempat bahwa pilar
tersebut dihancurkan oleh manusia, hancur karena abrasi oleh aliran sungai, dan
atau karena longsoran tanah.Untuk pilar yang hancur total, demarkasi dan
pembangunan ulang harus diukur dan dilaksanakan secara bersama-sama antara
kedua negara, dalam hal ini adalah negara Republik Indonesia dan Republik
Demokratik Timor Leste. Contoh pilar yang hancur total dapat dilihat pada
gambar 3.5 berikut ini :
Selain itu, terdapat beberapa pilar yang mempunyai spesifikasi bentuk bras tablet
yang berbeda. Perbedaan bentuk bras tablet ini secara spesifik dibedakan dari
kenampakan penanda batas. Pada penanda batas alami misalnya adalah sungai,
pilar batas terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai dengan bras tablet lambang
bendera kedua negara terdapat pada salah satu sisi pilar saja, dan garis batas
terletak di antara kedua pilar tersebut. Contoh pilar yang berada pada tepi sungai
tampak pada gambar 3.6 sebagai berikut :
35
Gambar 3.6 Pilar Batas Pada Batas Alami (Sungai)
Untuk pilar yang berada di daerah perbukitan, lambang bendera kedua negara
berada pada sisi depan dan sisi belakang pilar. Garis batas pada daerah perbukitan
adalah garis yang menghubungkan antar pilar-pilar tersebut.
36
Deskripsi dan spesifikasi garis batas pada penanda batas alami dan daerah
perbukitan dapat dilihat pada gambar 3.8 dan 3.9berikut :
Pembuatan sketsa lapangan penting dilakukan, sketsa harus dibuat secara baik,
jelas, memiliki orientasi arah, dan terdapat patokan lokasi secara khusus agar
sketsa lokasi pilar mudah dimengerti dan mudah dibaca. Pembuatan sketsa
dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi situasi daerah di sepanjang
perbatasan yang memuat data tinggi dan letak patok batas dan situasi medan.
37
Sebagai contoh, ilustrasi sketsa lokasi pilar dapat dilihat pada gambar 3.10
sebagai berikut :
Dari contoh sketsa dapat dilihat keterangan bahwa dari garis-garis konturnya, titik
T320003 terletak di puncak bukit, dan cukup dekat dengan pos PamTas di desa
Lookeu.
38
Gambar 3.11 Contoh Rekaman Data Tracking GPS
39
tantangan yang berat, batas wilayah negara tetap harus dipantau secara langsung
demi menjaga dan memelihara keamanan perbatasan serta kedaulatan NKRI.
Kegiatan survei IRM hendaknya dilakukan secara rutin dan konsisten, tetapi
mengingat besarnya dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan survei IRM,
maka perlu adanya pertimbangan mengenai kondisi pilar-pilar batas yang
mengharuskan dilaksanakannya survei IRM. Mengingat tujuan survei IRM adalah
melakukan penelitian ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan penanaman kembali
pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar yang
hilang. Adapun pertimbangan-pertimbangan dilaksanakannya survei IRM antara
lain :
40
Gambar 3.12 Contoh Desain Konstruksi dan Dimensi Pilar
Selain itu, faktor lokasi pilar juga menjadi pertimbangan yang utama.Rencana
lokasi penanaman pilar harus memiliki akses dengan jalan yang baik, agar mudah
dijangkau, mudah diawasi, dirawat, dan dibersihkan dari rumput dan ilalang yang
tumbuh disekitar pilar.
41
Gambar 3.13 Pembersihan Lokasi Sekitar Pilar
42
3.4.2 Pertimbangan Faktor Alami, Bencana Alam, dan Faktor Manusia
Faktor alami seperti longsor atau abrasi tanah oleh air hujan secara terus-menerus
dan bencana alam seperti gempa bumi dapat mengakibatkan bergesernya posisi
pilar batas ataupun dapat menghancurkan pilar tersebut, maka harus sesegera
mungkin dilakukan survei identifikasi pilar batas untuk mengetahui berapa besar
perubahan posisinya dan seberapa parah kerusakannya. Jika pilar bergeser ke arah
wilayah Republik Indonesia, maka akan menjadi suatu kerugian terhadap luas
wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Solusinya adalah melakukan pengukuran
kembali dan membangun kembali pilar-pilar pada titik yang telah disepakati
sebelumnya yang dilakukan bersama-sama oleh wakil dari kedua negara, yakni
Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste.
Selain faktor alam yang dapat merusak, menghancurkan, dan menggeser posisi
pilar perbatasan, ada juga faktor karena ulah manusia, yaitu berusaha merusak
pilar-pilar yang menjadi batas negara. Penduduk sekitar perbatasan menganggap
bahwa jika ada pilar batas, maka mobilisasi mereka untuk mencari makanan,
berburu, mencari kayu bakar, dan hasil-hasil alam lainnya akan terbatas, sehingga
mereka berusaha merusak pilar-pilar perbatasan agar mobilisasi mereka di sekitar
perbatasan menjadi leluasa. Selain itu, penduduk sekitar juga banyak yang ingin
berusaha mencuri lempengan bras tablet yang terbuat dari logam tembaga.
43