Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyebaran pertama kali ubi kayu terjadi, antara lain: ke Afrika, Madagaskar, India,
Tiongkok, dan beberapa Negara yang terkenal daerah pertaniannya. Dalam perkembangan
selanjutnya, ubi kayu menyebar ke berbagai Negara di dunia yang terletak pada posisi 30 o
Lintang Utara dan 30o Lintang Selatan (Rukmana,1997).

Singkong (Manihot Utilisima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon, mempunyai
kandungan karbohidrat cukup tinggi yaitu sebanyak 32.4 dan kalori 567.0 dala 100 gram
singkong. Dengan demikian, singkong dapat dipakai sebagai pengganti beras. Aneka olahan
dari bahan baku singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti makanan
getuk, timus, keripik, gemblong, dan lain-lain. Sampai membuat bahan yang memerlukan
proses teknologi lebih lanjut (htpp://WWW.IPTEK.net.id/ind/terapan).

Kondisi singkong setelah dipanen akan cepat sekali mengalami perubahan, baik
perubahan fisik maupun perubahan kimia, mengingat masa segar singkong hanya 48 jam.
Perubahan yang terjadi pada umumnya adalah perubahan kadar air, karbohidrat, warna, bau,
tekstur dan lain-lain. Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada
komoditinya. Oleh karena itu, penanganan pasca panen komoditi ini perlu diperhatikan
dengan sebaik mungkin.

Untuk memperoleh tepung cassava yang berkualitas tinggi, sebaiknya dipilih singkong
dari jenis yang baik dan tidak mempunyai rasa pahit. Disamping itu, singkong yang akan
diproses sebaiknya singkong yang dicabut pada hari itu juga atau masih dalam keadaan segar.
Singkong yang disimpan selama 2 hari atau terlalu lama, akan menyebabkan terjadinya
perubahan warna menjadi hitam akibat kerja enzim polifenolase yang terdapat dalam lendir
daging ketela, yang mengakibatkan sarinya berkurang. Untuk mengatasi hal tersebut,
singkong diolah untuk memperoleh tepung cassava.

Pemanfaatan produk tersebut dapat mendukung upaya penganekaragaman produk


olahan singkong dan sebagai wujud dari penganekaragaman produk olahan singkong dan
sebagai wujud dari penganekaragaman pangan, meningkatkan nilai tambah sekaligus
memacu pengembangan agroindustri berbasis singkong dan juga sebagai bahan tambahan

1
makanan yang murah. Ubi kayu mempunyai berbagai macam varietas. Dalam pembuatan ini
hanya mengambil 1 varietas saja sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung cassava.

2
1.2. Tujuan Umum

Tujuan pelaksanaan Prakerin (Praktek Kerja Industri) adalah:

1. Menambah wawasan dan pengalaman siswa tentang keadaan sebenarnya dalam suatu
lingkungan industri.
2. Mengetahui, mengerti, dan memahami penerapan teori-teori yang telah dapat dari
bangku Sekolah
3. Memperluas pengetahuan dan mengembangkan cara berfikir praktis, logis, dan
sistematis sehubungan dengan permasalaha-permasalahan yang timbul dalam proses
produksi.
4. Melatih siswa untuk mengetahui dan memahami kondisi dunia kerja atau industri.
5. Sebagai langkah awal membangun mental siswa untuk menghadapi dunia kerja.

1.3. Tujuan Khusus

Tujuan khusus pelaksanaan Prakerin (Praktek Kerja Industri) adalah:

1. Mengetahui tentang alat Cabinet Dryer dari langkah menghidupkan sampai mematikan
alat serta suhu dan mutu yang bagus.
2. Mengetahui tentang alat pengepresan, Press Hidrolik
3. Mengetahui proses pembuatan tepung cassava dan cheese stick cassava mulai dari
penyediaan bahan baku hingga proses pengolahan produk serta faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas tepung cassava dan cheese stick cassava.
4. Mengetahui, mempelajari, serta memahami aspek teknologi pengolahan hasil pertanian
yang meliputi aspek pengawasan mutu, masalah pengepressan dan pengeringan ubi
kayu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1. Tinjauan Umum Ubi kayu (Manihot Utilisima)

2.1.1 Klasifikasi Ubi kayu

Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, diantaranya adalah ketela pohon, singkong,
ubi jenderal, ubi Inggris, Telo puhung, kasape, bodin, telo jenderal (Jawa), sampeu, huwi
dangdeur, huwi jenderal (Sunda), kasbek (Ambon) dan ubi Perancis (Padang).

Dalam sistematika (Taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman ubi kayu


diklasifikasikan sebagai berikut: (Rukmana,1997)

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiosspermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotylledonae (biji berkeping dua)

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot.

Spesies : Manihot esculenta Crantz sin. thl. Utilisima Pohl.

Suku jarak-jarakan (Euphorbiaceae) mempunyai kerabat dekat cukup banyak;


diantaranya adalah karet (Hevea brasiliensis Muell) dan jarak (Ricinus communis).

Batang tanaman ubi kayu berkayu, beruas-ruas dan panjang, yang ketinggiannya dapat
mencapai 3 meter atau lebih. Warna batang bervariasi, tergantung kulit luar, tetapi batang
yang masih muda pada umumnya berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi keputih-
putihan, kelabu, hijau kelabu, atau coklat kelabu. Empulur batang berwarna putih, lunak, dan
strukturnya empuk seperti gabus.

Daun ubi kayu mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5-9 helai. Daun
muda(pucuk).

Tabel 1 : Kandungan Energi (TDN) dan Nutrisi dalam Limbah Ubi Kayu

4
Bahan Bahan Protein TDN Serat Lemak Ca P
Kering Kasar

Daun 23,53 21,45 61,00 25,71 9,72 0,72 0,59

Kulit 17,45 8,11 74,73 15,20 1,29 0,63 0,22

Onggok 85,50 01,51 82,76 0,25 1,03 0,47 0,01

Sumber : B. Sudaryanto (1989)

Dalam penyusunan ransum ternak, limbah ubi kayu dapat menggantikan sumber energi
yang mahal harganya, seperti jagung. Proses pelayuan atau pengeringan limbah ubi kayu
bertujuan mengurangi atau menghilangkan kandungan HCN dan memperpanjang daya
simpan untuk jangka waktu yang lama. Keracunan ternak dapat terjadi bila konsumsi HCN
melebihi 2,4 mg/kg berat badan ternak.

Berkembangnya berbagai industri pengolahan hasil ubi kayu, seperti tepung tapioka,
tepung gaplek dan tepung cassava, amat memungkinkan berlimpahnya limbah berupa
onggok, ampas, dan tepung ampas tapioka. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pencampur ransum ternak.

2.1.2 Ubi Kayu Sebagai Bahan Industri

Dinegara-negara maju, ubi kayu dijadikan bahan baku industri tepung tapioka,
pembuatan alkohol, etanol, gasohol, tepung gaplek, dan lain-lain. Produk utama hasil
pengolahan ubi kayu antara lain, adalah tepung tapioka, tepung cassava, tepung gaplek, dan
ampas tapioka yang dipergunakan dalam industri kue, roti, kerupuk, dan lain-lain. Tepung
tapioka juga dibutuhkan dalam industri lem dan tekstil serta industri kimia.

Tanaman ubi kayu bunganya berumah satu (monoceus) dan proses penyerbukannya
bersifat silang. Penyerbukan tersebut akan menghasilkan buah 1 yang berbentuk agak bulat,
didalamnya terkotak-kotak berisi 3 butir biji. Di dataran rendah, tanaman ubi kayu jarang
berbuah. Biji ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan generative, terutama
dalam skala penelitian atau pemuliaan tanaman (Rukmana,1997)

Ubi yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat
penyimpanan makanan cadangan. Bentuk ubi biasanya bulat memanjang, daging ubi

5
mengandung zat pati, berwarna putih gelap atau kuning gelap, dan setiap tanaman dapat
mengahasilkan 5 10 ubi. Ubi mengandung asam sianida berkadar rendah sampai tinggi.
Berdasarkan kandungan racun asam sianida dapat dibedakan empat kelompok jenis ubi kayu:

1. Jenis ubi kayu yang tidak berbahaya, ditandai dengan kandungan HCN kurang dari
50 mg/kg ubi yang diparut
2. Jenis ubi kayu yang sedikit beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar 50-
80 mg/kg ubi yang diparut
3. Jenis ubi kayu yang beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar 80-100
mg/kg ubi yang diparut
4. Jenis ubi kayu yang beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar lebih 100
mg/kg ubi yang diparut

Kadar HCN pada ubi kayu yang dihitung dengan prosedur sebagai berikut.

1. Siapkan ubi kayu yang akan dihitung kadar asam sianidanya (HCN).
2. Kupas kulitnya hingga bersih karena kulit ubi kayu mengandung 3-5 kali lebih
banyak kadar HCN daripada bagian ubinya
3. Ambil 10 g ubi mentah untuk segera diparut.
4. Masukkan perutan ubi kayu kedalam botol, kemudian campur dengan air hingga
parutan ubi kayu tampak tenggelam
5. Jepitkan kertas natrium pikrat (Lakmus) pada tutup botol hingga tampak
menggantung diatas permukaan air, tetapi tidak boleh kena air kemudian tutup
rapat-rapat botol tadi.
6. Biarkan selama 24 jam, kemudian amati kertas lakmus. Bila kertas lakmus, yang
pada mulanya berwarna kuning, kemudian berubah menjadi merah tua, itu pertanda
parutan ubi kayu dalam botol itu mengandung kadar HCN lebih dari 100 mg/kg ubi
yang diparut (amat beracun)

Untuk menghindari bahaya racun asam biru (HCN), caranya adalah memilih jenis atau
varietas ubi kayu yang kandungan kadar asam sianidanya rendah. Ubi kayu yang berkadar
sianida tinggi ditandai dengan rasa pahit, dan bila ubi dipotong-potong warnanya berubah
menjadi biru. Ubi kayu berkadar racun tinggi sebaiknya dibuat menjadi tepung tapioka.
Metode paling mangkus (mujarab) untuk mengurangi kadar HCN sampai 85% adalah
menumbuk kemudian mengeringkan ubi kayu tersebut. Jenis ubi kayu yang mengandung
kadar HCN tinggi adalah jenis khas tepe, karet, dan genderuwo. Para ahli tanaman di dunia
mulai merintis penelitian-penelitian untuk menghasilkan ubi kayu bebas racun sianida
(HCN), diantaranya dengan metode teknologi antisense RNA linamarase. Gen limanarase

6
digunakan sebagai penanda gen spesifsifik untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya gen
yang mengokodelinamarase pada kultivar atau varietas ubi kayu. Metode ini dapat diterapkan
sebagai langkah awal skrining dalam program pemuliaan tanaman ubi kayu sehingga dapat
dihasilakan kultivar yang bebas HCN.

Hasil panen utama dari tanaman singkong adalah umbinya. Umbi singkong merupakan
tempat untuk menyimpan persediaan cadangan makanan. Umumnya, umbi singkong
berbentuk bulat panjang, yang makin ke ujung ukurannya makin kecil. Pada dasarnya, umbi
singkong terdiri atas tiga lapis, yang meliputi lapisan kulit luar, lapisan kulit dalam, dan
lapisan atau bagian daging. Lapisan kulit luar, merupakan lapisan yang tipis; mudah robek;
dan berwarna coklat, coklat merah, atau coklat keabu-abuan. Lapisan kulit dalam, merupakan
suatu lapisan kulit yang memiliki ketebalan antara 1mm 3 mm: berwarna rose, kuning,
ataupun putih. Lapisan atau bagian daging ini merupakan bagian tersebar (memiliki
prosentase terbesar) dari umbi singkong. Sementara, sumbu yang ada dibagian tengah dari
lapisan daging umbi, berfungsi sebagai saluran untuk mengirimkan makanan hasil
fotosintesis daun kedalam akar. Akar yang menyimpan makanan atau cadangan makanan
dalam jumlah banyak, akan mengembang atau membengkak sehingga membentuk umbi. Di
Indonesia tercatat ada 5 provinsi penghasil singkong terbesar yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Lampung, Nusa Tenggara Timur.

2.1.3 Varietas Ubi Kayu

Sejak pelita I sampai sekarang, Indonesia terus menerus memperkaya bahan pemuliaan
ubi kayu, diantaranya dengan mendatangkan berbagai nomor galur atau varietas pemuliaan
dari luar negeri. Tahun 1977-1979 mengintroduksi 22 nomor galur ubi kayu dari Centro
International de Agricultur Tropical (CIAT), dan 9 nomor dari Filiphina.

Penelitian ubi kayu diarahkan kepada penemuan varietas unggul yang mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut:

1. Potensi hasil tinggi, lebih dari 30 ton/ha.


2. Kadar pati (karbohidrat)tinggi, antara 35%-40%.
3. Berumur genjah (pendek), kurang dari 8 bulan.
4. Tahan terhadap hama dan penyakit penting (utama)

2.2 Panen dan Penanganan Pasca Panen Ubi kayu

7
Tanaman singkong yang telah berumur 12 bulan atau lebih belum dipanen, maka
kualitas umbinya akan menurun, karena akan terjadi peningkatan kadar air dan penurunan
kadar protein serta kadar tepungnya. Umbi singkong yang telah dipanen harus segera
ditangani dengan baik agar kesegaran dan kualitasnya tetap terjaga.

2.2.1 Cara Panen

Seiring dengan perkembangan fisik tanaman, kandungan karbohidrat umbi singkong


akan makin meningkat dan pada suatu saat akan mencapai titik optimal. Tanda-tanda tanaman
singkong sudah waktunya untuk dipanen, adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan daunnya mulai berkurang.


b. Daun mulai mengering dan sebagian besar mulai rontok.
c. Umur tanaman sudah cukup (tergantung pada varietasnya)

Pemanenan (pengangkatan/pencabutan) singkong dari dalam tanah, harus dilakukan


secara hati-hati, agar tidak banyak umbi singkong yang rusak (patah, tertebas cangkul, dan
sebagainya).

2.2.2 Penanganan Pasca Panen

Tanaman singkong bukan termasuk tanaman musiman karena dapat ditanam dan
dipanen kapan saja asal sudah mencapai umur yang cukup. Namun, umumnya tanaman
singkong sudah dapat dipanen setelah berumur 7-10 bulan. Di Indonesia, masa tanam
dilaksanakan setelah ada hujan untuk lahan kering. Hal ini tentu saja membuat industri-
industri pengolahan singkong terpaksa harus menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Oleh
karena itu, umbi singkong yang telah ditanam harus diawetkan untuk sementara waktu demi
kelancaran dan kontinuitas kegiatan usaha.

Berdasarkan sifat umbi singkong yang hanya memiliki masa segar sangat singkat, yaitu
2 x 24 jam saja, maka umbi singkong yang telah dipanen harus diawetkan agar pada saat
digunakan masih tetap dalam kondisi baik atau segar. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengawetkan ubi singkong adalah sebagai berikut:

1. Mengatur panen secara bertahap atau sebagian saja, disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Bila singkong sudah terlanjur dipanen seluruhnya, maka umbi singkong dapat di
amankan dengan cara sebagai berikut:

8
a. Memisahkan (sortasi) singkong yang cacat (busuk, terluka, terkelupas,
terserang hama danpenyakit,dan sebagainya) dari singkong yang sehat.
b. Singkong yang terluka atau terkelupas harus mendapatkan penanganan terlebih
dahulu. Singkong tersebut diawetkan dengan cara dikupas dan direndam dalam
air. Pengupasan dan perendaman tersebut, dapat mengawetkan umbi singkong
selama 3-4 minggu. Namun resikonya adalah kehilangan sebagian kadar pati
dan setiap hari harus mengganti air rendaman. Dengan perlakuan semacam ini,
kadar HCN dalam singkong akan semakin berkurang karena selama perendaman
akan terlepas dan larut dalam air rendaman (Kartasaputra,1998).
2.3 Manfaat Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat, selain beras dan
jagung. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, umbi ketela tidak
hanya dipakai sebagai bahan makanan saja, tetapi juga dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri, terutama industri pelet, pakan ternak dan industri pengolahan tepung ketela yang
populer sebagai tepung cassava. Proses pembuatan antara tepung cassava dengan tepung
gaplek sedikit berbeda. Tepung gaplek dibuat dengan cara mengeringkan singkong segar
hingga menjadi gaplek. Gaplek kemudian dihancurkan hingga menjadi tepung. Sementara,
pembuatan tepung cassava dilakukan dengan menghancurkan singkong segar dan
mengeringkannya sehingga menghasilkan tepung. Umumnya, tepung cassava mempunyai
warna yang lebih putih dan bau yang lebih harum khas ketela jika dibandingkan dengan
tepung gaplek. Dalam dunia perdagangan, tepung gaplek dikenal dengan nama tepung asia
atau tepung macan. Tepung ketela tidak sama pula dengan tepung tapioka. Tepung tapioka
(kanji) dibuat dengan cara mengekstrak ketela segar, mengeringkan, dan menghaluskannya
hingga menjadi tepung pati. Tepung tapioka merupakan bahan baku dalam pembuatan
kerupuk, lem dekstrin, gula cair, biskuit/kue kering, dan biji mutiara.
Di beberapa daerah ketela dijadikan sebagai bahan makanan pokok pengganti nasi
(JW.:thiwul, growol, gogik, gatot) dan makanan kecil misalnya roti, biscuit, tape, dan
berbagai macam makanan olahan lainnya. Upaya pemanfaatan dan pengolahan tepung ketela
di Indonesia, hingga saat ini belum dilakukan secara optimal. Padahal, berbagai jenis
agroindustri membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat, dan dapat meningkatkan
pendapatan petani.
Adapun komposisi kandungan kimia dalam setiap 100 g umbi ketela, dapat dilihat
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Umbi Ketela per 100 g

9
No Nama Unsur Kadar Gizi

1 Kalori 146 kal

2 Protein 1,3 g

3 Lemak 0,3 g

4 Karbohidrat 34,7 g

5 Kalsium ( Ca) 0,003 mg

6 Fosfor ( P ) 0,004 mg

7 Besi ( Fe ) 0,007 m g

8 Vitamin B1 0,006 mg

9 Vitamin C 0,003 mg

10 Air 62,5 g

11 Mineral 1,3 g

Sumber: Suprapti (2002)

2.4 Tepung Cassava

2.4.1 Pengenalan Tepung Cassava

Tepung ketela, yang dalam dunia perdagangan dikenal sebagai tepung cassava,
merupakan tepung kering berwarna putih yang diolah dari umbi ketela segar melalui
beberapa tahap pemprosesan. Tepung cassava ini dibuat tanpa adanya penambahan bahan
pengawet, bahan pewarna, ataupun bahan perasa, sehingga tepung cassava ini berasa gurih
dan beraroma khas ketela asli.
Tepung cassava merupakan bahan makanan sumber karbohidrat yang cukup baik,
karena setiap 100 gramnya terkandung karbohidrat sebesar 88,20 g. dibandingkan dengan
sumber karbohidrat lain, misalnya beras, jagung, ataupun gandum. Tepung cassava
mempunyai kandungan serat cukup tinggi dan kandungan gula yang rendah. Komposisi kimia
tepung cassava per 100 g.
Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Cassava

10
No Nama Unsur Kadar Gizi

1 Kalori 363,00 kal

2 Protein 1,10 g

3 Lemak 0,50 g

4 Karbohidrat 88,20 g

5 Kalsium ( Ca) 84,00 g

6 Fosfor ( P ) 125,00 g

7 Besi ( Fe ) 1,00 g

8 Vitamin B1 0,04 g

9 Air 9,10 g

Sumber: Direktorat Gizi,Depkes RI, 1981.


Tepung cassava mempunyai kegunaan yang cukup banyak seperti halnya tepung terigu.
Tepung cassava tersebut dapat digunakan sebagai bahan utama atau bahan campuran dalam
pembuatan produk-produk makanan. Khusus dalam pembuatan roti, tepung cassava tidak
dapat menggantikan tepung terigu karena tidak mempunyai gluten (protein) yang cukup
untuk mengembangkan roti.
2.5 Proses Pembuatan Tepung Cassava
Proses pembuatan tepung cassava dapat dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Permilihan bahan
Umbi ketela yang dapat dijadikan tepung cassava yang berkualitas baik adalah umbi
ketela yang masih segar (paling lama 2 hari setelah panen) dan tidak cacat. Umbi
ketela yang segar dan tidak cacat akan terhindar dari kerusakan akibat aktivitas
enzim ataupun mikroorganisme yang terdapat pada lendir umbi ketela. Umbi ketela
yang sudah dipilih, harus segela diolah agar tidak mengalami perubahan warna pada
daging umbinya, yakni menjadi biru kehitam-hitaman, berjamur, ataupun menjadi
lunak (membusuk). Daging umbi ketela yang rusak, yang telah mengalami
perubahan, warna pada daging umbinya, yakni menjadi biru kehitam-hitaman,
berjamur, ataupun menjadi lunak (membusuk), akan menghasilkan tepung cassava
dengan kualitas rendah. Warna tepung cassava yang bagus dan kadar pati yang
optimal dapat dicapai apabila ketela diolah segera setelah dipanen (UNIDO,1984).
2. Pengupasan

11
Umbi ketela yang telah dipilih, dikupas kulitnya dengan pisau yamg tajam.
Pengupasan kulit umbi ketela dilakukan secara manual dengan cara menorehkan
ujung pisau yang tajam pada kulit umbi ketela tersebut. Kemudian, kulit umbi ketela
tersebut dikelupas hingga bersih.
3. Pencucian dan Perendaman
Umbi ketela yang telah dikupas segera dicuci dengan air bersih dalam bak
pencucian, untuk menghilangkan semua kotoran, getah, lendir, dan mengurangi
kadar HCN yang terdpat pada lendir umbi ketela tersebut. Setelah dicuci dalam bak
pencucian, dilakukan pembilasan dengan menggunakan air bersih (jika perlu dengan
disikat) dan direndam, sehingga doperoleh daging umbi ketela yang benar-benar
bersih dari segala kotoranya
4. Pemasrahan
Daging umbi ketela yang terendam langsung dipasrah atau diparut. Pemasrahan
daging umbi ketela tersebut dapat dilakukan dengan pasrah/parut baik secara
manual maupun dengan menggunakan mesin penggerak. Hasil pemasrahan atau
pemarutan ditampung pada wadah plastik atau bakul bambu dalam keadaan yang
masih terendam air.
5. Pengepressan
Pengepressan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam daging umbi ketela.
Sehingga dengan demikian, proses pengeringan dapat dilakukan dengan cepat dan
kandungan HCN-nya akan berkurang karna ikut terbuang bersama dengan air
perasannya. Dengan pengepressan pengeringan hanya memerlukan waktu 14-16
jam. Sementara, pengeringan tanpa proses pengepressan memerlukan waktu selama
30-40 jam.
6. Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering (cabinet dryer).
Pengeringan dengan alat tersebut dapat menghasilkan produk yang lebih baik.
Pengeringan dengan cabinet driyer dilakukan selama 24 jam dengan suhu 50o
2.5.1 Persiapan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan tepung cassava adalah pisau
(stainless steel),wadah plastik, pasrah, kabinet dryer, press hidrolik,blender, ayakan.
2. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan tepung cassava adalah ubi
kayu/singkong varietas unggul. Yang masih segar, tidak rusak secara mekanis.

12
2.6 Aplikasi Tepung Cassava

2.6.1 Proses Pembuatan Aplikasi Tepung Cassava (Cheese Stick Cassava)

Pembuatan Cheese Stick Cassava dapat dilakukan dengan melalui tahap-tahapan


sebagai berikut:
1. Pencampuran tepung:
Tepung terigu dan tepung cassava dicampur terlebih dahulu
2. Penambahan bahan:
Bahan dasar yang lain (untuk produk cheese stick cassava) adalah keju, garam, telur
dan mentega.
3. Pencampuran bahan:
Bahan-bahan tersebut kemudian diuleni sampai tercampur rata dan menjadi adonan
yang licin sehingga adonan dapat dipulung dan tidak menempel ditangan (kalis)
4. Pencetakan:
Setelah adonan kalis, adonan dipipihkan dengan menggunakan alat pasta bike
hingga mencapai ketebalan 0,5 cm, dan dibentuk seperti mie.
5. Penggorengan:
adonan yang sudah berbentuk seperti mie kemudian digoreng dengan minyak
hingga berwarna kuning kecoklatan.
6. Pengemasan:
Pengemasan dilakukan dengan sealer dengan menggunakan plastik polopropilen
0,8mm.

2.6.2. Persiapan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan cheese stick cassava adalah wadah
plastik dan alumunium, parut keju, pasta bike, wajan/penggorengan, sotil, kompor, sealer,
plastik pengemas.

2. Bahan

13
bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan cheese stick cassava adalah tepung
cassava, tepug terigu, mentega, telur, keju, garam, dan miyak goreng.

2.7 Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air
dari suatu bahan dengan menggunakan energy panas. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi
lebih tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli
bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum
digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi 1989).

Pengeringan juga didefinisikan sebagai proses pengeluaran air dari bahan sehingga tercipta
kondisi dimana kapang, jamur, dan bakteri yang menyebabkan pembusukan tidak dapat tumbuh
(Henderson dan Perry, 1976). Pengeringan adalah proses pengeluaran kadar air untuk memperoleh
kadar air yang aman untuk penyimpanan (Winarno et all., 1980). Tujuan Pengeringan adalah
mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim
yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti.

Proses pengeringan yang umumnya digunakan pada bahan pangan ada dua cara yaitu
pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering. Kelemahan dari penjemuran
adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi oleh kotoran atau debu
sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang dikeringkan. Di sisi lain, pengeringan yang
dilakukan dengan menggunakan alat pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan
yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminasi dari debu, serangga, burung dan tikus
dapat dihindari.

Selain itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan (Desrosier 1988).
Pemilihan jenis alat dan kondisi pengering yang akan digunakan tergantung dari jenis bahan yang
dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan dan pertimbangan ekonomi, misalnya untuk bahan
yang berbentuk pasta atau pure maka alat pengering yang sesuai adalah alat pengering drum,
sedangkan untuk bahan yang berbentuk lempengan atau jenis bahan padatan dapat menggunakan
pengering kabinet. Jenis alat pengering lainnya yang dapat digunakan untuk bahan pangan adalah
pengeringan terowongan, pengering semprot, pengering fluidized bed, pengering beku dan lain-lain
(Mujumdar 2000).

Efisiensi system dan alat pengeringan merupakan salah satu factor yang perlu dipertimbangkan
dalam aplikasi pengeringan dan optimasinya. Efisiensi operasi pengeringan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan panas yang secara teoritis diperlukan untuk menguapkan air dengan penggunaan panas

14
yang sebenarnya didalam alat pengering. Efisiensi tersebut berguna untuk memperlajari pendugaan
atau kontruksi alat pengering dan studi perbandingan antar berbagai alat pengering yang digunakan
untuk alternative.

Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas dialirkan dapat dianggap sebagai salah satu
proses adiabatis. Hal ini berarti panas yang diberikan untuk penguapan air dari bahan hanya disuplai
oleh udara pengering secara konduksi atau radiasi tanpa tambahan energi dari luar.

Proses perpindahan panas terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari suhu udara yang dialirkan
disekeliling bahan. Panas yang diberikan ini akan menaikan suhu bahan dan akan menyebabkan
tekanan uap air didalam bahan akan lebih tinggi dibandingkan tekanan uap air di udara sehingga
terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara. Peristiwa perpindahan uap air ke udara ini disebut
peristiwa pindah massa.

2.7.1 Pengaruh Pengeringan dan Pengepresan


Pengeringan dan pengepresan dapat mempengaruhi produk yang diolah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: faktor yang


berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran udara
pengering, dan kelembaban udara), dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan
(ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan). Bahan pangan yang
dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air tinggi.
Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat
mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan.
Pengaruh pengepresan terhadap bahan baku yang diolah: kandungan air yag terdapat
pada bahan baku berkurang, sehingga kandungan yang larut dalam air akan ikut
terbuang (lemak dan protein).

15
Bahan Baku:

Ubi Kayu Segar


Dikupas

Dicuci dan direndam

Dipasrah dan direndam kembali

Dipress dengan press hirolik

Dikeringkan dengan cabinet dryer

Dihaluskan dengan blender dan diayak

Tepung Cassava

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Cassava

Bahan

Tepung cassava dan tepung terigu dicampur

Penambahan bahan lain

(keju, telur, dan garam)

16
Penambahan Mentega

Pencampuran bahan

Pencetakan

Penggorengan

Pengemasan

Gambar 2. Diagram alir pembuatan aplikasi tepung cassava Cheese stick Cassava

LAPORAN

PRAKTEK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN)

DI JURUSAN TPHP FAPERTA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Jl. Raya Tlogomas No. 246 Telp. 0341-464318,464319 (Hunting)

Fax. 0341-460435,460782 Malang 65144

Website: www.UMM.ac.id , e-mail : Webmaster.Unix.UMM.ac.id

Proses Pembuatan Tepung Cassava (Manihot Utilisima) dan Produk Olahannya ( Chees Stick
Cassava)

17
Disusun oleh:

1. Aini Munfaziroh
3 Nikmatul Akyuni
4 Tessa Armayanti M.S

Program Keahlian Hasil Pertanian

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NEGERI 1 PURWOSARI

Jl. Raya Purwosari-Purwosari-Pasuruan

Tlp. (0343)613747 Fax. (0343)614367 website: www.1purwosari.net

e-mail: smkn1.pasuruan@igialliance.com

2010

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN)

Judul : Proses Pembuatan Tepung Cassava (Manihot Utilisima) dan Produk


Olahannya (Cheese Stick Cassava)

Nama : 1. Aini munfaziroh

2. Nikmatul Akyuni

3. Tessa Armayanti M. S

18
Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian

Lokasi : Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,


Universitas Muhammadiyah Malang

Waktu : 15 Juli s/d 15 Oktober 2010

Mengesahkan,

Pembimbing Lapang II Pembimbing Lapang I

Eko Hari Prasetyo Sri Winarsih, STP

NIP. 101.8903.0094

Ketua Jurusan

Ir. Sukardi, MP

NIP .131.930.143/1303

Kepala Program THP Pembimbing Sekolah

Andri Puspitarini, Spd Sugeng Mulyadi, STP

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb ii

Dengan memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah dan
Ridho-Nya, akhirnya saya dapat menyelesaikan Praktek Kerja Industri di Universitas
Muhammadiyah Malang. Laporan ini kami susun dalam rangka memaparkan dan menjabarkan serta
memberikan gambaran tentang apa yang telah kami lakukan selama kegiatan Paktek Kerja Industri.

Penyusunan laporan ini merupakan tugas yang harus kami laksanakan dalam rangka kegiatan
Praktek Kerja Industri. Bebagai hikmah, manfaat serta pengalaman dan ilmu yang telah kami
dapatkan selama melaksanakan Praktek Kerja Industri ini.

19
Kegiatan PRAKERIN dan penyusunan laporan ini tidak mungkin terselesaikan hanya oleh
kemauan dan kemampuan kami pribadi. Akan tetapi dengan berbagai arahan dan dukungan dari
berbagai pihak, kegiatan PRAKERIN serta penyusunan laporan ini dapat selesai tanpa ada halangan
suatu apapun. Oleh karena itu sudah sepantasnya kami banyak berterima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua kami yang tiada hentinya memanjatkan doa pada setiap sholat-sholatnya
agar kami menjadi yang terbaik
2. Bapak Ir. Dadik Hariyadi, selaku Kepala sekolah
3. Bapak Sugeng Mulyadi,STP, selaku Pembimbing sekolah
4. Ibu Andriani Puspitarini,Spd, selaku Kepala program TPHP
5. Ibu Hetty Mary F, selaku Wali kelas XI TPHP
6. Bapak Ir. Sukardi, MP, selaku ketua jurusan TPHP di UMM
7. Pak Eko, Pak Imam, dan Ibu Win, selaku Pembimbing lapangan Laboratorium TPHP
8. Kakak-kakak kita Mbak Vita, Mas Bobin, yang telah memberikan kita banyak hal selama
prakerin
9. Teman-teman dari kelas XI TPHP yang tiada hentinya memberikan semangat

Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Industri ini masih jauh dari sempurna,
walaupun demikian dengan harapan, semoga laporan Praktek Kerja Industri ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Purwosari, 15 Oktober 2010

Penulis

DAFTAR ISI
iii
JUDUL........................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iv
I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
I.2 Tujuan Umum................................................................................................... 3
I.3 Tujuan Khusus.................................................................................................. 3

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Ubi Kayu (Manihot Utilisima)............................................... 4
2.1.1. Klasifikasi Umum Ubi Kayu (Manihot Utilisima)............................... 4

20
2.1.2. Ubi Kayu Sebagai Bahan Industri......................................................... 5
2.1.3. Varietas Ubi Kayu................................................................................. 7
2.2. Panen dan Penanganan Pascapanen Ubi Kayu................................................. 8
2.2.1. Cara Panen............................................................................................ 8
2.2.2 Penanganan Pasca Panen...................................................................... 8
2.3. Manfaat Ubi Kayu............................................................................................ 9
2.4. Tepung Cassava................................................................................................ 11
2.4.1. Pengenalan Tepung Cassava................................................................... 11
2.5. Proses Pembuatan Tepung Cassava.................................................................. 12
2.5.1. Persiapan Bahan.................................................................................... 13
2.6. Aplikasi Tepung Cassava.................................................................................. 14
2.6.1. Proses Pembuatan Aplikasi Tepung Cassava........................................ 14
2.6.2. Persiapan Bahan.................................................................................... 14
2.7. Pengeringan...................................................................................................... 15
2.7.1. Pengaruh Pengeringan dan Pengepressan............................................. 16

III METODOLOGI PELAKSANAAN PRAKERIN


iv
3.1. Tempat dan waktu Pelaksanaan Prakerin..................................................... 19
3.2. Metode Pelaksanaan Prakerin...................................................................... 19
IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.................................................................................................. 20
4.2. Saran............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

21

v
22

Anda mungkin juga menyukai