Anda di halaman 1dari 17

PEMICU 3

Pak Maman, seorang laki-laki berusia 50 tahun datang berobat kedokter umum karena
merasa pilek yang tidak membaik sejak 2 minggu yang lalu. Pasien merasa hidungnya
tersumbat, sakit kepala, nyeri di pipi, dan kurang dapat mencium bau makanan dan mengecap
makanan dengan baik. Saat anamnesis, diketahui bahwa ada benjolan di leher kanannya
seukuran kelereng sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan tidak nyeri saat ditekan dan tidak dapat
digerakkan. Enam bulan yang lalu pasien pernah mengalami mimisan ringan. Sejak setahun
terakhir pendengaran telinga kanan berkurang dan telinga terasa penuh, sehingga bila
dipanggil dari sisi kanan Pak Maman sering tidak menanggapi. Kadang-kadang Pak Maman
mendengar suara denging di telinga kanan serta keluhan post-nasal drip. Akhir-akhir ini
kalau melihat sesuatu seperti berbayang atau terlihat ganda. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan diplopia, nyeri tekan sinus di kanan, dan limfadenopati leher kanan. Dengan hasil
tersebut pasien kemudian dirujuk ke dokter THT.

A. Kata Kunci
Laki-laki, 50 tahun
Pilek tidak membaik (2 minggu)
Hidung tesumbat
Sakit kepala
Nyeri dipipi
Kurang dapat menicum bau makanan
Benjolan dileher kanan (2bulan)
o Seukuran kelereng
o Tidak ada nyeri tekan
o Tidak dapat digerakkan
6 bulan lalu mimisan ringan
1 tahun terakhir:
o Pendengaran telinga kanan berkurang
o Telinga terasa penuh
o Suara berdenging
o Post nasal drip
Penglihatan berbayang
Pemeriksaan fisik:
o Diplopia
o Nyeri tekan sinus dikanan
o Limfadenopati dileher kanan

B. Kata Sulit
Post nasal drip

1
Diplopia
Limfadenopati
Sinus

C. Identifikasi Masalah
Laki-laki 50 tahun merasa pilek yang tidak membaik sejak 2 minggu yang
lalu, hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri dipipi serta penurunan penciuman
dan pengecap.
Benjolan dileher kanan seukuran kelereng sejak 2 bulan tidak ada nyeri tekan
dan tidak dapat digerakkan.
6 bulan lalu mimisan ringan dan setahun terakhir gangguan pendengaran juga
penglihatan berbayang.

D. Hipotesis
Laki-laki 50 tahun berdasarkan tanda dan gejala, anamnesis dan hasil pemeriksaan
fisik pasien mengalami keganasan nasofaring.

2
E. Analisis Masalah

Laki-laki, 50

KU: pilek yang tidak


membaik sejak 2
minggu yang lalu

Anamne Pemeriksaan Fisik


Diplopia
Nyeri tekan
1 tahun 6 bulan lalu 2 bulan Gangguan sinus
gangguan mimisan benjolan penglihatan limfadenopati

THT Gang.

Anato Fisiolo Histolo Keganasan

Definisi Tanda Patofisiolo Tatalaksan Pencegah


Etiologi Gejala
Epidemiolo Pemeriksa Prognos
gi is

3
F. Pertanyaan Dan Jawaban Pertanyaan Terjaring
1. Anatomi,histologi telinga?
Jawab:

Gambar : Anatomi Telinga

Gambar : Histologi Telinga

2. Anatomi,histologi dan fisiologi hidung tenggorokan?


Jawab:

4
Faring

Faring memiliki panjang sekitar 12-14 cm2 atau setinggi basis crania hingga
os.cervical 6 atau tepi bawah kartilago cricoidea. Nantinya, faring ini akan
diteruskan sebagai esophagus. Pada bagian cranial, faring dibatasi oleh posterior
os sphenoidalis dan pars basilaris os.occipitalis. Sedangkan pada bagian dorsal
dan lateral, faring dikelilingi oleh spatium perifaringeale yang membatasinya
dengan fascia alaris. Sisi lateral, faring berhubungan dengan cavum timpani oleh
tuba faringotimpanica (tuba auditiva Eustachii).
Pembagian faring
1. Nasofaring
Nasofaring dan orofaring terhubung melalui isthmus pharyngeum. Pada
dinding lateral, terdapat ostium pharyngeal tubae auditivae. Pada bagian
posterior dari tuba ini, ditemukan elevasi tuba (torus tubarius) yang
terbentuk akibat mukosa yang melapisi tulang rawan tuba auditiva. Sedangkan
pada bagian anterior, terdapat elevasi mukosa (torus levatorius) yang
dibentuk oleh m.levator veli palatini yang memasuki palatum molle. Terdapat
sebuah massa jaringan limfoid bernama tonsilla pharyngea/ adenoid.

2. Orofaring

5
Faring berhubungan dengan cavum oris melalui isthmus faucium. Cavum
oris bila dilihat dari ventral, akan terlihat dua lengkung, yaitu arcus
palatoglossus dan arcus palatopharyngeus. Di antara keduanya terdapat tonsilla
palatina. Tonsil ini memiliki spatium peritonsillaris yang memisahkannya dari
m.constrictores pharyngis superior dan m.styloglossus.
Sebenarnya, faring memiliki beberapa jaringan limfoid yang timbul
berupa tonsil yang berkaitan langsung dengan mukosa sehingga dinamakan
mucous-associated lymphoid tissue. Tonsil pada faring membentuk lingkaran
jaringan limfoid (cincin Waldeyer). Tonsilla lingualis membentuk sisi
anteroinferior, tonsilla palatine dan tubalis pada sisi lateral, dan tonsilla
pharyngea pada posterosuperior.
3. Laringofaring
Terdapat sebuah pintu masuk sebelum menuju laring di bawah epiglottis
yang dinamakan sebagai aditus laryngis. Kartilago yang mengitarinya adalah
kartilago cricoideus dan arytaenoidea. Pada sisi lateral aditus, terdapat recessus
piriformis yang dibatasi oleh plica aryepiglottica.
Laring

Laring merupakan struktur pendek sekitar 5 cm dimana bag superiornya


menempel ke tulang hyoid dan membuka ke laringofaring sedangkan bagian
inferiornya dilanjutkan menjadi trakea. Laring ini punya tiga fungsi utama yaitu
(1) untuk jalan nafas, (2) untuk mekanisme pergantian rute antara makanan
dan udara ke jalur yang benar, (3) dan tentu saja untuk produksi suara
(makanya disebut juga voice box).
Dinding laring terdiri atas 9 bagian kartilago yang dihubungkan dengan
ligamen dan membran, yaitu:
1). 3 kartilago tunggal : cartilago thyroidea (paling besar), cartilago cricoidea,
dan cartilago epiglottis
2.) 3 kartilago berpasangan: cartilago arytenoidea, cartilago cuneiforme, dan
cartilago corniculatum

Dari 9 kartilago tersebut, yang paling penting itu c.arytenoidea, karena


merekalah yang berperan dalam merubah posisi dan tegangan pita suara (untuk
berbicara).

6
1. C.Thyroidea terdiri dari kartilago hialin yang berfusi membentuk dinding
anterior laring (tengah prominentia laringeal, yang merupakan garis
fusinya disebut Adams apple). Ligamen yang menghubungkan
C.Thyroidea dengan tulang hyoid adalah membrana thyrohyoid. Inferior
dari C.tyhroidea ini adalah C.cricoidea.
2. Epiglottis (di atas glottis) adalah kartilago elastik yang berbentuk seperti
sendok atau daun dan dilapisi mukosa dengan papil perasa. Papil perasa
dapat ditemukan di bag posterior epiglottis, plica aryepglottica, dan sedikit
pada daerah2 lain di laring. Epiglottis ini memanjang dari sisi posterior
lidah sampai ke anterior C.thyroidea. Ketika hanya udara yang ngalir di
laring, celah di laring akan membuka lebar dan sisi bebas epiglottis akan
naik.
Trakea
Trakea merupakan sebuah pipa udara sepanjang 10-11 cm dan berdiameter 2,5
cm yang terbentuk dari tulang rawan dan selaput fibromuskular. Trakea
merupakan lanjutan dari laring (berawal dari kartilago cricoidea di cervical VI)
dan memanjang hingga angulus sterni di tepi atas Thorakal V (bifurkasi).
Kemudian, ujung kaudalnya bercabang menjadi bronchus principalis dexter dan
sinister. Kalau kita lagi inspirasi, nanti bifurkasi ini bisa turun sampe Thorakal VI.
3. Definisi, etiologi, epidemiologi keganasan nasofaring?
Jawab:
A. Definisi Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.
B. Etiologi
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF
adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim
sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap

7
karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma
nasofaring.
2. Infeksi Virus Eipstein-Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma
nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum
pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer
maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap
antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA);
dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi.
Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat
karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan
karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma
nasofaring non-keratinisasi (non-keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop
cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau
elemen limfoid dalam limfoepitelioma.
3. Faktor Lingkungan
Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan
timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya
dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur
Renik, diantaranya nikel sulfat.
C. Epidemiologi
KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita
di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 54 tahun. Laki-laki lebih
banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 3 : 1. Kanker nasofaring tidak
umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di
Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000. Di sebagian provinsi di
Cina, dijumpai kasus KNF yang cukup tinggi yaitu 15-30 per 100.000 penduduk.
Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong dan Guangzhou,dilaporkan
sebanyak 10-150 kasus per 100.000 orang per tahun.Insiden tetap tinggi untuk
keturunan yang berasal Cina Selatan yang hidup di negara-negara lain. Hal ini
menunjukkan sebuah kecenderungan untuk penyakit ini apabila dikombinasikan
dengan lingkungan pemicu.
Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang
terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga , Hidung

8
dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan
KNF. Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukan prevalensi 4,7
per 100.000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun. Dari data laporan
profil KNF di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar,periode Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33%
dari keganasan di bidang THT adalah KNF. Di RSUP H. Adam Malik Medan
pada tahun 2002 -2007 ditemukan 684 penderita KNF.
4. Tanda gejala dan faktor risiko keganasan nasofaring?
Jawab:
Tanda dan gejala
- Gejala dini
Gejala pada telinga sumbatan di tuba eustachius, rasa penuh di telinga dan rasa
dengung disertai kadang-kadang gangguan pendengaran.
Gejala pada hidung epistaksis, sumbatan pada hidung dan pilek kronis
- Gejala lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul didaerah samping leher, tidak nyeri.
Gejala lain akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar yaitu diplopia, rasa baal, sakit
kepala hebat dan rahang tidak dapat dibuka karena kekakuan otot-otot rahang.
Faktor Risiko
a. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan
terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih
menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA
(human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1)
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan
dengan sebagian besar karsinoma nasofaring
b. Faktor Lingkungan
1. Ikan asin dan makanan yang diawetkan
Mengandung sejumlah besar nitrosdimethyamine (NOMA), N-Nitrospurroidene
(NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP) yang merupakan faktor karsinogenik karsinoma
nasofaring.
2. Merokok atau perokok pasif
Apabila terkena paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang
terpapar debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara
mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.
5. Patofisiologi keganasan nasofaring?

9
Jawab:
Tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring. Tumor ini bermula dari dinding
lateral nasofaring (fossa Rossen muller) dan dapat menyebar ke dalam atau ke luar
nasofaring menuju dinding lateral, posteriorsuperior, dasar tengkorak, palatum,
kavum nasi, dan orofaring serta metastasis ke kelenjar limfe leher.
6. Pemeriksaan keganasan nasofaring?
Jawab:
1.Tumor primer dapat dilakukan rinoskopi posterior (tidak langsung) &
nasofaringoskop (langsung) serta fibernasofaringoskopi
2. Radiologi (chest x-ray, CT scan, MRI, Foto tengkorap (AP lateral, dasar tengkorak
& waters)
3. Serologi
7. Diagnosis keganasan nasofaring?
Jawab:
Diagnosis pasti KNF dapat ditegakkan berdasarkan hasil biopsi.
Pasien yang kooperatif dengan massa yang jelas dapat dilakukan biopsi dengan
anestesi lokal, nasoendoskop kaku, dan biopsi forsep panjang. Biopsi nasofaring
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melalui hidung atau dari mulut.
Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui tumor primer
dan arah perluasannya.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA (Viral Capsid Antigent)
untuk infeksi EBV
8. Tatalaksana keganasan nasofaring?
Jawab:
- Radioterapi
Radioterapi dilakukan dengan Radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobal
(co 60) atau dengan akselerator linier (linac). Radiasi pada jaringan dapat
menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun
ekstraseluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat
bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi:
Rantai ganda DNA pecah
Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA
Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel
Dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih rendah
dari sel-sel normal, sehingga akibat radiasi sel-sel kanker lebih banyak yang mati
dan yang tetap rusak dibandingkan dengan sel-sel normal.
- Bedah

10
Berupa diseksi leher radikal. Diseksi leher dilakukan terhadap benjolan di leher
yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah
penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang dibuktikan
dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta tidak ditemukan metastasi jauh.
- Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan (adjuvant) pada karsinoma nasofaring
ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut
atau pada keadaan kambuh.
9. Pencegahan keganasan nasofaring?
Jawab:
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko
tinggi. Memindahkan penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya.
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan
untuk akibat timbul dari bahan bahan berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan
hidup yang tidak sehat, meningkatkan ke adaan social ekonomi dan berbagai hal yang
berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan factor penyebab. Melakukan tes
serologi IgA-Anti VCA dan IgA EA secara massal di masa yang akan datang
bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini
10. Prognosis dan komplikasi keganasan nasofaring?
Jawab:
Prognosis
Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan
lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamosa cenderung lebih agresif daripada
non keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan
hematogen lebih sering pada ke-2 tipe yang disebutkan terakhir.
Prognosis buruk jika dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, tipe histologi
karsinoma skuamos berkeratinasi. Prognosis juga diperburuk oleh beberapa
faktor stadium yang lebih lanjut, usia lebih dari 40 tahun.
Komplikasi
Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis
dari lahir dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan
gigi dan hipoplasia, struktur otot dan tulang di radiasi.Retardasi pertumbuhan
dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis.
Panhypopitutarium dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan
pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan

11
radioterapi. Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima
cisplatin.
11. Intepretasi data?
Jawab:
1. Diplopia
Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa
foramen, maka gangguan beberapa nervus pada otak dapat terjadi, seperti
penjalaran tumor melalui foramen laserum akan mengenai nervus cranialis ke II,
IV, dan VI dan dapat pula mengenai N.V sehingga dapat terjadi penglihatan ganda
(diplopia)
2. Nyeri tekan sinus kanan
Pada KNF terjadi reaksi inflamasi, sehingga saat sinus ditekan akan terasa nyeri
dan dinding tumor sangat rapuh sehingga saat disentuh akan mudah terjadi
perdarahan hidung (epistaksis
3. Limfadenopati leher kanan
Penyebaran ke kelenjar limfe diawali pada nodus limfatik yang terletak dilateral
retropharygeal yaitu nodus rouvie. Sel-sel tersebut dapat berkembangterus-
menerus dan menjadi besar (tampak sebagai benjolan)

12. Kelasifikasi gangguan THT!


Jawab:
Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun 1978. ada
tiga jenis bentuk histologik :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan
keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya,
terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
3. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang
menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium
daripada bentuk susunan batubata.
13. Mekanisme mimisan pada pemicu!
Jawab:
Akibat dinding tumor yang biasanya rapuh adanya perubahan progresif dari otot
pembuluh darah tunika media menjadi jaringan kolagen perubahan memperlihatkan
gagalnya kontraksi pembuluh darah kerena hilangnya otot tunika media perdarahan
yang lama dan banyak.
14. Mengapa terjadi gangguan penglihatan!
12
Jawab:
Pada karsinomanaso faring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada
umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah
meluas keorgan sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar
getah bening servikal. Tumor yang meluas ke rongga tengkorak melalui foramen
laserasum dan mengenai grup anterior saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI.
Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI ( paresis abdusen) dengan
keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit. Gejala klinik
lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata terkena.
15. Gambaran histopatologi keganasan nasofaring?
Jawab:
Nasofaring dilapisi oleh epitel respiratorius (Epitel silindris, bertingkat,
bersilia dan bersel goblet), sedangkan orofaring dan laringofaring dilapisi oleh
epitel gepeng berlapis (banyak kontak dengan makanan juga). Pada daerah tertentu
yang sering mengalami pergesekan makanan biasanya dilapisi oleh epitel gepeng
berlapis. Di dalam lamina propria dijumpai banyak kelenjar, terutama kelenjar
mukosa untuk membasahi tenggorok. Di bagian posterior nasofaring terdapat
kelompokan jaringan limfoid yang dikenal sebagai adenoid atau tonsila faringea.
Sedangkan kumpulan jaringan limfoid yang terletak di bagian lateral nasofaring,
dekat muara tuba Eustachii seringkali membesar, disebut sebagai tonsila tuba.

16. Mekanisme melihat ganda dan berbayang!


Jawab:
Terjadi akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan keatas kearah rongga
tengkorak dan ke belakang melalui sela-sela otot yaitu tumor merayap masuk ke
foramen laseratum lalu menimbulkan gangguan pada N.II, N.IV dan N.VI karena
mengenai saraf otak lalu menyebabkan diplopia. Apabila terkena chiasma optikus
akan menimbulkan kebutaan.
17. Mekanisme pendengaran kanan terganggu!

13
Jawab:
Pendengaran telinga kanan terganggu karena tumor di resessus faringeus dan dinding
lateral nasofaring menginfiltrasi, menekan tuba eustaki, menyebabkan tekanan negatif
dalam kavum timpani, hingga terjadi otitis media transudatif. Menurunnya
kemampuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di
telinga.
18. Definisi, etologi, tanda gejala dan patofisiologi limfodenopati!
Jawab:
Definisi
Limfodenopati adalah pembesaran kelenjar limfe sebagai respon terhadap
proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfodenopati biasanya terjadi setelah
infeksi suatu mikroorganisme dan biasanya limfodenopati mengidikasikan adanya
keganasan.
Etiologi
Bisa berupa Virus, bakteri, jamur dan protozoa.
Klasifikasi

Limfodenopati terbagi menjadi 2, yaitu :


-Regional
Limfodenopati regional merupakan indikasi adanya infeksi lokal
- Generalisata
Limfodenopati Generalisata merupakan indikasi adanya infeksi sitemik
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung dari etiologinya misalkan akibat bakteri maka
penatalaksanaannya dengan pemberian anti biotik yang spesifik pada bakteri
tersebut.
19. Mengapa sakit kepala, nyeri pipi pada kasus!
Jawab:
Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut tumor primer telah meluas ke organ sekitar
nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal.
Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri,
anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus. Nyeri kepala hebat
timbul karena peningkatan tekanan intrakranial hebat akibat penekanan tumor ke
selaput otak.
20. Hubungan pilek, hidung tersumbat, kurang dapat mencium ?
Jawab:
Pilek dan kurang dapat mencium terjadi karena permukaan tumor biasanya rapuh
sehingga terjadi iritasi ringan dapat terjadi perdarahan(mimisa) akibat dinding

14
pembuluh darah pecah, timbul keluhan pilek berulang dengan ingus yang
bercampur darah.
Hidung tersumbatdan karena pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam
nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rhinitis kronik.
21. Mengapa benjolan tidak nyeri dan tidak dapat digerakkan!
Jawab:
Tidak semua benjolan menandakan karsinoma nasofaring. Tetapi secara khas
pada karsinoma nasofaring, pembesaran terjadi di daerah samping leher, 3-5 cm di
bawah daun telinga. Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu
penyebab utama sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma.
Pada karsinoma nasofaring, penyebaran ke kelenjar getah bening sangat mudah
terjadi akibat banyaknya stroma kelenjar getah bening pada lapisan sub mukosa
nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali pada nodus
limfatik yang terletak dilateral retropharygeal yaitu nodus rouvie. Sel-sel tersebut
dapat berkembang terus-menerus dan menjadi besar (tampak sebagai benjolan) hingga
menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya sehingga kelenjar melekat pada
otot dan sulit untuk digerakkan. Pada kasus ini (KNF) benjolan biasanya berada pada
level 2-3 sehingga tidak ada rasa nyeri.
22. Nutrisi dan edukasi pada pasien!
Jawab:
Makanan kaya kolagen dan elastin, trotters, babi, ikan, kacang-kacangan, makanan
laut, kondusif untuk tempat perbaikan cedera faringitis kronis. Makanlah lebih
banyak makanan kaya vitamin B, seperti hati hewan, daging tanpa lemak, ikan,
buah segar, sayuran hijau, susu, kacang-kacangan, dan lain-lain, ini tidak hanya
dapat meningkatkan perbaikan pada kerusakan faring, tetapi juga untuk
menghilangkan peradangan mukosa pernafasan.
Makanan kaya vitamin B dapat meningkatkan perbaikan faring serta hilangkan
peradangan mukosa nafas.
23. Metode/skrining keganasan nasofaring?
Jawab:
Pada zaman dahulu, metode yang digunakan untuk skrining Karsinoma
nasofaring (KNF) adalah Foto polos (Sinar-X), namun metode ini mulai ditinggalkan
karena metode ini hanya dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya KNF dan
tidak bisa digunakan untuk mengetahui staging. Seiring dengan perkembangan
zaman, telah ditemukan CT scan yang digunakan sebagai modalitas diagnosa utama
untuk menentukan staging tumor dan menilai ekstensi KNF. Namun sekarang metode

15
CT scan juga mulai ditinggalkan, karena terdapat suatu metode yang lebih tepat untuk
diagnosa, metode tersebut adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging).
MRI dapat mengevaluasi penyebaran tumor ke jaringan lunak. Pada metode ini
tumor kelihatan hiperintens dalam sinyal T2 dibanding dengan otot. Tampak massa
yang menyebabkan kompresi lateral atau obliterasi ruang parafaring, diikuti oleh
invasi pada basis cranii. Ditemukan juga:
1. Asimetri mukosa nasofaring superfisial
2. Adenopati retrofaring ipsilateral
3. Opaksifikasi mastoid
Opaksifikasi mastoid merupakan tanda awal bagi suatu keganasan disebabkan
oleh disfungsi tuba Eustachian karena infiltrasi tumor pada otot tensor palatini.
Bentuk Pemeriksaan Lain:
- Biopsi Nasofaring
Melalui Hidung: Tanpa melihat jelas tumornya (Blind Biopsy)
Melalui Mulut : Kateter Nelaton dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter
yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung
kateter yang dihidung.
Menggunakan kaca laring : melihat tumor dengan menggunakan kaca di
daerah nasofaring, atau bisa juga menggunakan nasofaringoskop yang
dimasukkan melalui mulut dan massa tumor akan terlihat lebih jelas (Catatan:
Pasien harus diberikan anelgesi topikal xylocain 10%)
- Pemeriksaan Neurologis
Melihat gangguan saraf apabila ada, karena nasofaring berhubungan dekat dengan
rongga tengkorak melalui beberapa foramen dan KNF ini dapat mengganggu
beberapa fungsi saraf cranial sebagai gejala lanjutnya.
- Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan IgA anti VCA (capsid
antigen) untuk infeksi virus EB (Epstein Bar).

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Brennan B. Nasopharyngeal carcinoma (online) February 2005, April 2015, available


from http: www.orfa.net/data/patho/GB/uk-NPC.pdf
2. Roezin A. Karsinoma Nassofaring. In: Marlinda A, Efiaty, Arsyad S. Buku Ajar
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010. p. 123-88.
3. Snell Richard. Anatomi Klinik Ed.6. Jakarta: EGC. 2012
4. Eroschenko Victor. Atlas Histologi Difiore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta:
EGC.2012
5. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.2012
6. Boies, Adam dan Higler. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 2013
7. Ballenger John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jakarta:
EGC. 2013
8. Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
InternaPublishing. 2012

17

Anda mungkin juga menyukai