Mengunyah
Mengunyah
dan Bicara
Filed under: Uncategorized 2 Comments
October 30, 2010
I. Mekanisme Mastikasi
Pergerakan yg terkontrol dari mandibula dipergunakan dalam mengigit,
mengunyah, dan menelan makanan dan cairan, serta dalam berbicara. Aktivitas
yang terintegrasi dari otot rahang dalam merespon aktivitas dari neuron eferen
pada saraf motorik di pergerakan mandibular yang mengontrol hubungan antara
gigi rahang atas dan bawah. Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang
terintegrasi dari lidah dan otot lain yang mengontrol area perioral, faring, dan
laring.
Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan otot rahang bukan
secara resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir secara bilateral. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama penguyahan
yang secara relatif merupakan pergerakan sederhana dengan pengaturan pada limb
sebagai penggerak. Bagaimanapun, pergerakan dalam mastikasi adalah suatu yang
kompleks dan tidak hanya berupa mekanisme pergerakan menggerinda simple
yang mana merupakan pengurangan ukuran makanan. Selama mastikasi, makanan
dikurangi ukurannya dan dicampur dengan saliva sebagai tahap awal dari proses
digesti.
I.1.1 Pergerakan
Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama, membuka dan menutup.
Tingkat dan pola pergerakan rahang dan aktivitas otot rahang telah diteliti pada
hewan dan juga manusia. Pola pergerakan rahang pada beberapa hewan berbeda
tergantung jenisnya. Pengulangan pergerakan pengunyahan berisikan jumlah
kunyahan dan penelanan. Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang
sangat bergantung pada tingkatan penghancuran makanan. Urutan kunyah dapat
dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal, makanan ditransportasikan ke bagian
posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam periode reduksi.
Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode yaitu sebelum penelanan.
Pergerakan rahang pada ketiga periode ini dapat berbeda tergantung pada bentuk
makanan dan spesiesnya. Selama periode reduksi terdapat fase opening, fast-
opening dan slow-opening. Pada periode sebelum penelanan terdapat tiga fase
selama rahang membuka dan dua fase selama rahang menutup.
Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di dalam mengontrol
pergerakan makanan dan pembentukan menjadi bolus. Untuk makanan yang
dihancurkan, diposisikan oleh lidah pada konjugasi dengan otot buccinators pada
pipi diantara oklusal permukaan gigi. Makanan yang padat dan cair
ditransportasikan di dalam rongga mulut oleh lidah. Selama fase slow-opening pada
pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan memperluas permukaan makanan.
Tulang hyoid dan badan lidah kembali tertarik selama fase fast-opening dan fase-
closing, membuat gelombang yang dapat memindahkan makanan ke bagian
posterior pada rongga mulut. Ketika makanan sudah mencapai bagian posterior
rongga mulut, akan berpindah ke belakang di bawah soft palate oleh aksi menekan
dari lidah. Lidah amat penting dalam pengumpulan dan penyortiran makanan yang
bias ditelan, sementara mengembalikan lagi makanan yang masih dalam potongan
besar ke bagian oklusal untuk pereduksian lebih lanjut. Sedikit yang mengetahui
mengenai mekanisme mendasar mengenai pengontrolan lidah selama terjadinya
aktivitas ini.
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi,
setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot
intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior
ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus
terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring
sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat
kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)
n.IX,X,XI : m.palatoglosus
Lidah n.V.3 (lingualis)
n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring
Uvula n.V.2 (mandibularis)
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3
sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut
efferen (motorik).
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai
serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak
peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah
pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk
merangsang gelombang peristaltik primer.
III Berbicara
Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk menyempurnakan
proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan
dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan
memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan
bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk perkembangan area pusat
saraf dalam sistem percakapan.
Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan
produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak.
Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada
bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran
berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah
kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam
fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan
terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara
III.2 Vokalisasi
Artikulasi
Berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya, yang
bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari
urutan suara. Regio fasial dan laryngeal korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini,
dan serebelum, ganglia basalis, dan korteks sensorik semuanya membantu
mengatur urutan dan intensitas kontraksi otot, dengan mekanisme umpan balik
serebelar dan fungsi ganglia basalis. Kerusakan setiap regio ini dapat menyebabkan
ketidakmampuan parsial atatu total untuk berbicara dengan jelas.
Lesi yang tidak mempengaruhi cerebral cortex, khususnya lesi vascular pada basal
ganglia dan thalamus, dapat juga menyebabkan afasia yang disebut afasia
subcortical.
Lesi kecil pada otak dapat merusak kemampuan untuk membaca dan/atau menulis,
tanpa menganggu bicara ataupun fungsi kognitif lainnya. Alexia (ketidakmampuan
untuk membaca) dengan agraphia (ketidakmampuan menulis) berhubungan
dengan lesi kortex pada lobus parietal kiri, dibelakang cortex area auditorik. Alexia
tanpa agraphia berhubungan dengan lobus occipital kiri.
IV.3 Lokalisasi pusat kontrol bahasa
Vokalisasi mamalia membutuhkan koordinasi pergerakan pernapasan, laryngeal
artikulatori (supralaryngeal). Moto neuron bertanggung jawab untuk pergerakan
respiratori yang berada dalam corda spinalis lumbar atas, toraxic dan servikal.
Kontrol kontrol ditemukan dalam nucleus ambiguus. Neuron yang bertanggung
jawab untuk kontrol pergerakan artikulator terlokalisasi dalam nukleus motorik
trigeminal, nukleus facial, rostal nucleus ambiguus, nucleus hipoglosal, dan corda
spinalis servical atas. Demikian, bahkan pada tingkat kontrol efferen kontrksi otot
(jalur final) yang umum, vokalisasi melibatkan suatu satuan ekstensive pada
motoneuron yang bersambung dari pons ke corda spinalis.
Transeksi pusat otak diatas nucleus motorik trigeminal pada hewan mengakibatkan
hewan ini bisu. Karena itu, pertukaran informasi sraf antara nuclei motor cranial,
motoneuron respiratorius spinalis, dan informasi somato sensorik yang memasuki
batang otak bawah dan corda spinalis tidak cukup u8ntuk menginisiai vokalisasi.
Input koordinasi dari pusat cerebral yang lebih tinggi diperlukan. Dengan beberapa
penelitian behavioral yang hati pada produksi bahasa, para neurologis telah
mendeskripsikan beberapa aphasia yang biasanya terlibat dalam area berbeda di
hemisver otak. Salah satu aphasia yang paling awal, wernickes aphasia, yang
mana pasien dapat berbicara sangat cepat,tanpa peduli irama, pola kalimat, dan
artikulasi. Kata, jika tidak didengarkan secara baik, dapat terdenga hampir
normal. Pasien gagal menggunakan kata yang benar dan justur menggunakan
frase circumlacutory. Karakteristik lain parafrasia, yang mana satu kata atau frase
disubsitusi untuk yang lain, terkadang pada makasud yang terkait, ataupun tidak
terkait. Pasien ini dapat memiliki kehilangan percakapan yang parah walaupun
pendengaran suara non verbal dan musik bisa jadi sepenuhnya normal. Lesi saraf
ini berhubungan dengan gangguan linguistik asosiasi seperti ketidak mampuan
membaca (aleksia) dan ketidak mampuan menulis (agrafia).
Pada Brocas apasia , kata-kata terjadi secara perlahan, artikulasi tidak rapi, dan
kata gramatikal kecil dan akhiran huruf mati dan kata kerja bersambung jadi kata-
kata diucapkan memiliki gaya telegrafik. Lesi ini terlokalisasi dalam zona bahasa
anterior, dan bukan lesi kombinasi.
Conduction aphasia, menyerupai Wernickes aphasia pada keberadaan kata yang
kebanyakan normal dan lancar tapi repetisi yang buruk, juga kompensasi auditori
yang baik. Lesi ini mengkompromisasi struktur yang cecara normal mentransfer
informasi auditori ke sistem motor, langkah fisiologis diperlukan untuk tindakan
mengulangi kalimat.
Pasien dengan global aphasia tidak dapat berbicara atau memahami bahasa.
Mereka tidak dapat membaca, menulis, mengulangi, atau menyebutkan nama
barang-barang. Lesi ini ektensive dan yang secara esensial di suplai oleh cabang
cortical pada arteri tengah otak mengarahnkan semua perisylvian territory pada
hemisver kiri.
Pada anomic aphasia, satu-satunya gangguan adalah dalam menemukan kata
yang tepat. Ini adalah bentuk aphasia yang tidak biasa yang secara khas mengikuti
lesi di aspek posterior lobus temporalis inferior kiri, dekat border temporal-occipital.
Transcortical motor aphasia dihasilkan dari lesi yang memutuskan hubungan area
brocas dari cortex motori suplementer. Pasien akan melakukan percakapan tapi
hanya dapat mengucapkan sedikit syllables.
Transcortical sensory mengikuti diskoneksi dari Wernickes area pada area asosiasi
temporal parietal posterior. Ini menyebabkan aphasia lancar dengan pemahaman
yang defektif, dan defek dalam berfikir atau mengingat maksud sinyal dan tanda-
tanda.
Pasien tidak bisa membaca dan menulis dan juga memiliki kesulitan dalam
menemukan kata-kata tapi dapat mengulangi kata-kata verbal secara mudah dan
lancar.
Lesi yang tidak mempengaruhi cortex cerebral, biasanya lesi vaskuler dalam ganglia
basalis dan talamus, dapat juga dihasilkan dalam aphasia yang biasanya disebut
subcortical aphasia.
fii
February 18, 2011 at 10:18 am
thanks
Reply
o
dentisha1990
March 4, 2011 at 11:23 am
your welcome..
Reply
Leave a Reply
Follow