Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama universal, berhubungan dengan ketuhanan.
Apalagi idiologi Negara kita adalah pancasila sedangkan dalam sila
pertama disebutkan bahawa ketuhanan yang Maha Esa. Dalam hal ini
pancasila merupakan idilogi bangsa yang harus ditanamkan pada setiap
generasi bangsa sebagai generasi penerus pencapaian kemerdekaan yang
yang seutuhnya.
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meneruskan
kemerdekaan ini. Karena pendidikan yang berberan penting dalam hal
ini, oleh karena itu dalam proses pendidikan yang berperan penting
adalah guru sebab itu guru harus menguasai materi-materi dalam
mendidik keimanan para siswanya. Tapi kenyataan yang ada dilapangan
tidaklah semudah dalam teori oleh karena itu dalam memperdalam
materi-materi keimanan bagi para calon pendidik, dibuatlah makalah ini,
disamping itu juga sebagai tanggung jawab perkuliahan. Ajaran-
ajaranNya yang berupa pokok-poko akidah (kepercayaan) dan pokok-
pokok syariat (peraturan) telah disampaikan kepada Nabi Muhammad
Saw. Selanjutnya beliau diitugaskan untuk menyampaikan kepada
segenap manusia dan menyarankan supaya memrka memeluk agama
islam dan menjalankan menurut ajaran agama islam.
Bukti-bukti yang cukup kuat telah memberikan keyakinan kepada
orang-orang yang telah memperhatikan Quran dengan seksama. Karena
itu seseorang yang cinta dan tunduk untuk menerima kebenaran
mempercayai adnaya Allah.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan iman?
2. Bagaimana Peran Keimanan dalam Agama Islam?
3. Bagaimana Tahap dan Tingkatan Iman Serta Keyakinan?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan iman.
2. Untuk mengetahui keimanan dalam agama islam.
3. Untuk mengetahui tahap dan tingkatan iman serta keyakinan.

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Pengertian Iman
Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama seseorang dalam
memeluk sesuatu agama karena dengan keyakinan dapat membuat orang
untuk melakuakan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Iman
menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti kepercayaan
atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti atau
poko-pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama
islam. Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yumanu-amanan
yang berarti percaya.
Selain itu, keimanan adalah suatu kepercayaan / keyakinan
yang tertanam dalam hati yang dibuktikan melalui sikap / tindakan,
Setiap manusia yang sepenuh hati beriman kepada Allah swt memenuhi
semua perintahNya dan menjahui segala apa yang dilarangNya.
Keimanan adalah perbuatan yang apa bila diibaratkan sebuah puhun
mempunyai cabang-cabang, diantara cabang-cabang iman yang paling
pokok adalah keimanan kepada Allah swt.
Iman bukan hanya percaya, melainkan keyakinan yang
mendorong seorang muslim berbuat amal shaleh. Seseorang dinyatakan
beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
keyakinan. Adapun orang yang beriman disebut mukmin.

B. Keimanan dalam agama Islam

3
Keimanan sering disalahpahami dengan 'percaya', keimanan dalam
Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam
sehingga timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam
semesta ini, dari pengetahuan tersebut kemudian akal akan berusaha
memahami esensi dari pengetahuan yang didapatkan. Keimanan dalam
ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tapi harus
melalui ilmu dan pemahaman.
Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu
berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai
akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai akhlak
mahmudah.Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap
jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dll.
Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk
dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik
manusia yang berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana
akhlak rosul, maka ia menjawab bahwa akhlak rosul adalah Al-quran.
Artinya rosul merupakan manusia yang menggambarkan akhlak seperti
yang tertera di dalam Al-quran [10:36] yang artinya: Dan kebanyakan
mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya
persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Adapun sikap 'percaya' didapatkan setelah memahami apa yang
disampaikan oleh mu'min mubaligh serta visi konsep kehidupan yang
dibawakan. Percaya dalam Qur'an selalu dalam konteks sesuatu yang
ghaib, atau yang belum terrealisasi, ini artinya sifat orang yang beriman
dalam tingkat paling rendah adalah mempercayai perjuangan para
pembawa risalah dalam merealisasikan kondisi ideal bagi umat manusia
yang dalam Qur'an disebut dengan 'surga', serta meninggalkan kondisi
buruk yang diamsalkan dengan 'neraka'.

4
Dalam tingkat selanjutnya orang yang beriman ikut serta dalam misi
penegakkan Din Islam. Adapun sebutan orang yang beriman adalah
Mu'min

C. Tahap dan Tingkatan Iman serta Keyakinan


1. Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:
Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan
Kebenaran yang disampaikan)
Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran)
Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh Rasul)

2. Tingkatan Keyakinan akan Kebenaran (Yaqin) adalah:


Ilmul Yaqin (berdasarkan ilmu)
Ainul Yaqin (berdasarkan ilmu dan bukti-bukti akan Kebenaran)
Haqqul Yaqin (berdasarkan ilmu, bukti dan pengalaman akan
Kebenaran)

D. Faktor-Faktor yang Mengurangi Keimanan


1. Berkurangnya iman dengan meninggalkan sifat-sifat kesempurnaanya
Disamping dalil-dalil yang menunjukkan bertambahnya
keimanan adapula dalil-dalil yang menunjukkan bahwa keimanan
sempurna sangat berat sehingga banyak pula dalil-dalil yang
menafikan keimanan yang sempurna dari seseorang yang berbuat
kemaksiatan-kemaksiatan. Allah -Subhanallahu wa Taala- :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang
apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal (Al-Anfaal:2)
Dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman
hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang
benar (Al-Hujuraat:15)

5
Kalimat inna maa merupakan harfu hashrin yang
mengurung sesuatu pada sesuatu. Sehingga makna ayat di atas adalah;
hanya saja yang dikatakan mukmin adalah orang yang berjihad
dengan harta dan nyawanya, lain tidak. Atau yang disebut mukmin
adalah orang-orang yang apabila disebut nama Allah bergetar hatinya,
yang tidak demikian tidak dikatakan orang mukmin. Oleh karena itu
sebagian manusia mengira dengan kaku bahwa yang tidak memiliki
sifat-sifat yang tersebut di atas adalah kafir. Padahal para ulama ahli
tafsir memahami bahwa yang dikurung dengan sifat-sifat tersebut
adalah mukmin yang sempurna imannya, maka makna ayat diatas
adalah: Sesungguhnya seorang mukmin yang sempurna adalah..
atau Hanya saja mukmin hakiki adalah.:. dengan demikian orang
yang tidak memiliki sifat-sifat diatas belum tentu kafir, yang pasti
bukan mukmin yang sempurna imannya.

Maka jika tidak seperti yang Allah gambarkan di dalam ayat-


ayat di atas ada dua kemungkinan; bisa jadi tidak memiliki keimanan
alias kafir (munafiq) atau kemungkinan yang kedua, ia adalah seorang
yang memiliki iman yang lemah dan tidak sempurna alias belum
mencapai gambaran yang Allah sebutkan dalam ayat-ayat di atas.

Dalam ayat lainnya Allah sifatkan pula orang-orang beriman


dengan rinci yaitu di awal surat Al-Muminuun: Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang
khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang
menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki;
maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara

6
sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,
(yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di
dalamnya. (Al-Muminuun 1-11)

Dalam ayat di atas juga menggambarkan orang yang beriman


dengan sebenar-benar keimanan, sehingga orang yang tidak khusyu
shalatnya bukan berarti tidak mukmin namun tidak sempurna
keimanannya. Demikian pula yang belum meninggalkan perbuatan-
perbuatan laghwun, yaitu perbuatan sia-sia bukan berarti kafir, namun
orang yang belum sempurna keimananya dan begitulah seterusnya.
Hingga apabila mereka meninggalkan dasar-dasar keimanannya
seperti membatalkan syahadat dengan syirik besar, atau membatalkan
syahadat kedua dengan beriman ke[ada nabi-nabi palsu atau ingkar
kepada rukun-rukun iman maka ia kafir dan hilang imannya sama
sekali.

Dengan keterangan tersebut berarti kita mengenali ada dua


model keimanan, yaitu; keimanan yang sempurna dan keimanan yang
lemah. Sedangkan kelemahan itu relatif; ada yang dekat pada
kesempurnaan, ada pula yang di bawahnya dan di bawahnya, ada pula
yang sangat lemah mendekati kekufuran. Jika kita lihat ayat-ayat di
atas dan kita tanyakan mana yang lebih lemah, apakah seseorang yang
tidak khusyu dalam shalatnya atau yang tidak khusyu dan tidak
meninggalkan perbuatan sia-sia atau seseorang yang disamping tidak
khusyu, tidak meninggalkan perbuatan sia-sia juga dia jatuh ke dalam
zina dan tidak menjaga kemaluannya dari yang haram. Tentunya
secara fiqih, mereka yang meninggalkan sifat-sifat kesempurnaan
iman berarti dia lebih jauh dari kesempurnaan dan lebih lemah
imannya. Inilah yang kita namakan berkurangnya keimanan. Para
ulama menyebutkan bahwa keimanan akan berkurang dengan
kemaksiatan-kemaksiatan, semakin banyak kemaksiatan yang
dilakukan, maka akan semakin berkurang keimanannya.

7
Berkata Imam Abu Utsman Ash-Shaabuni -rahimahullah- : Di
antara madzhab Ahlul-Hadits adalah bahwa iman merupakan ucapan,
amalan, dan pengenalan (terhadap Allah), bisa bertambah dengan
ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. (Aqidatus-Salaf wa
Ashabul-Hadits, hlm:264)

Imam Ahmad -rahimahullah- pernah ditanya tentang makna


bertambah dan berkurangnya iman? Kemudian beliau menjawab
dengan menukilkan ucapan dengan sanadnya sampai kepada Umair
bin Hubaib -rahimahullah-, dia berkata: Iman bertambah dan
berkurang. Maka dia ditanya, Bagaimana bertambah dan
berkurangnya? Dia menjawab: Jika kita ingat Allah, memuji-Nya,
bertasbih kepada-Nya, maka demikianlah bertambahnya. Dan jika kita
lalai, melupakan-Nya, menyia-nyiakan-Nya maka itulah
berkurangnya. (Aqidatus-Salaf wa Ashabul-Hadits, hlm:265-266)

Demikian pula kita katakan hadits-hadits yang menafikan


keimanan dari orang yang belum mengerjakan sifat-sifat
kesempurnaan iman, seperti ucapan Rasulullah -salallahualaihi wa
sallam- : Tidak beriman salah seorang kalian hingga engkau
menyukai untuk saudaramu apa-apa yang engkau sukai dari dirimu.
(Muttafaq alaih)

Dalam hadits ini Rasulullah -shalallahualaihi wa sallam-


memberikan syarat yang sangat berat yaitu menyukai untuk
saudaranya apa yang disukai oleh dirinya, namun apakah bermakna
orang yang egois yang mementingkan diri sendiri adalah kafir? Tentu
tidak.

Dan sabda Rasulullah -shalallahualaihi wa sallam- lainnya:


Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga menjadikan aku

8
lebih dicintai daripada anaknya, orangtuanya atau seluruh manusia
lainnya. (Muttafaqalaih)

Para ulama memahami ucapan Rasulullah -shalallahualaihi wa


sallam- tidak beriman adalah tidak beriman dengan keimanan yang
sempurna.

2. Berkurangnya iman dengan mengerjakan dosa-dosa


Dan ucapan-ucapan Rasulullah -shalallahualaihi wa sallam-
lainnya yang meniadakan keimanan bagi orang yang melakukan dosa-
dosa tertentu: Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman,
demi Allah tidak beriman! Seseorang bertanya, Siapakah yang tidak
beriman wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu seseorang yang
tetangganya merasa tidak aman karena gangguannya. (Muttafaqalaih)

Tentunya bukan bermakna kafir tetapi memiliki keimanan yang


sempurna atau menurunnya keimanannya, yang demikian karena sudah
disebutkan secara jelas di dalam Al-Quran pembatal-pembatal
keimanan diantaranya kesyirikan yang besar. Dan juga telah dijelaskan
bahwa dosa-dosa selain syirik masih ada kemungkinan diampuni.

Allah -Subhanallahu wa Taala- berfirman: Sesungguhnya Allah


tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang
siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar. (An-Nisa:48)

3. Berkurangnya iman dengan meninggalkan cabang-cabang keimanan


Dalam riwayat yang lainnya Rasulullah -shalallahualaihi wa
sallam- bersabda: Iman itu memiliki 70 lebih atau 60 lebih cabang,
yang paling tinggi adalah Laa Ilaaha Illallah, yang paling rendahnya
adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Dan malu adalah bagian dari
iman. (Muttafaqalaih)

9
Maka di dalam hadits diatas Rasulullah -shalallahualaihi wa
sallam- menyebutkan bahwa iman memiliki sekian cabang, yang paling
tingginya adalah ucapan laa ilaaha illallah yang paling rendahnya
adalah menghilangkan gangguan dari jalan, di samping menunjukkan
bahwa perbuatan yang baik (amal shalih) termasuk dalam keimanan
juga menunjukkan bahwa jika berkurang cabang tersebut maka
berkurang keimanannya, sampai hilang sama sekali keimanannya.
Hingga jika hilang cabang yang utama yaitu laa ilaaha illallah maka
hilanglah keimanannya secara keseluruhan.

Sufyan bin Uyainah -rahimahullah- berkata: Iman mencakup


ucapan dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.
Kemudian saudaranya yaitu Ibrahim bin Uyainah bertanya kepadanya:
(Apakah juga) berkurang? Maka dia menjawab: Diamlah kamu
wahai anak kecil! Tentu saja bisa berkurang, sampai-sampai tidak
bersisa sama sekali. (Aqidatus-Salaf wa Ashabul-Hadits, hlm:270-
271).

E. 10 Langkah untuk meningkatkan keimanan


Setiap anak yang baru lahir mengetahui bahwa Tuhannya hanya
satu yaitu Allah Swt., tidak peduli keyakinan apa yang dipeluk oleh
kedua orang tuanya. Namun bukan berarti seorang anak yang lahir
dengan fitrah seperti itu, atau keyakinan alami, ketika nanti dia tumbuh
besar akan menjadikannya seorang Muslim yang baik dan beriman.

Sudah menjadi tugas setiap Muslim untuk menjaga dan


mengevaluasi kadar keimanannya. Artinya seseorang harus secara rutin
menjaga imannya dan mengamati apakah kadar keimanannya berkurang
atau bertambah dan mencari tahu apa sebabnya. Seandainya kadar
keimanannya berkurang, maka ia harus meningkatkannya sebelum benar-
benar turun hingga bisa menghancurkan hatinya. Terdapat banyak cara
untuk meningkatkan kadar keimanan seseorang dan perbuatan-perbuatan

10
itu termasuk di dalamnya dengan memperbanyak berbuat baik dan
menghindari perbuatan dosa dan menjauhi orang yang mengajak kepada
perbuatan dosa itu.

Ada 10 langkah yang bisa ditempuh guna meningkatkan kadar keimanan


kita:
1. Membaca dan merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an. Dengan begitu akan
membuat hati tenang dan damai. Untuk mendapatkan manfaat yang
lebih, anggap Allah sedang berbicara dengan kita. Manusia
digambarkan dalam beberapa kategori di dalam Al-Qur'an; pikirkan
kategori manusia seperti apa kita.
2. Menyadari kebesaran Allah Swt. Semuanya berada dalam kendali-
Nya. Terdapat banyak tanda-tanda kebesaran-Nya yang bisa kita
saksikan. Semua yang terjadi merupakan kehendak-Nya. Allah Swt.
melihat dan mencatat segala sesuatu, bahkan seekor semut hitam yang
berada di bebatuan hitam di dalam malam yang gelap gulita tanpa
sinar bulan tetap akan terlihat dan dicatat.
3. Berusahalah untuk menambah pengetahuan, setidaknya sesuatu yang
dasar dalam hidup kita misalkan bagaimana berwudhu yang benar.
Mengetahui makna di balik nama-nama Allah dalam asmaul husna.
Orang yang bertaqwa adalah mereka yang berilmu.
4. Menghadiri majelis-majelis yang di dalamnya berisi kegiatan untuk
mengingat Allah. Dalam majelis seperti itu kita akan dikelilingi oleh
para malaikat.
5. Kita harus memperbanyak perbuatan baik. Satu perbuatan baik akan
diikuti oleh perbuatan baik lainnya. Allah Swt. akan mempermudah
jalan bagi seseorang yang melakukan perbuatan baik. Perbuatan baik
harus dilakukan secara terus menerus bukan cuma sesekali saja.
6. Kita harus takut akan kematian; mengingat mati akan membuat kita
takut untuk berbuat kesenangan.
7. Mengingat beberapa tingkatan akhirat, contohnya ketika kita di dalam
kubur, ketika kita diadili atau ketika kita di surga atau neraka.

11
8. Berdoa, sebagai realisasi bahwa kita membutuhkan Dia. Tundukkan
diri kita dan jangan iri terdapat sesuatu yang berbau materi yang ada
di dunia ini.
9. Cinta kita kepada Allah Swt. harus ditunjukkan dalam bukti nyata.
Kita mengharap Allah akan menerima semua ibadah kita, dan
menghindarkan kita dari berbuat dosa. Sebelum tidur, kita harus
merenungkan perbuatan baik apa saja yang telah kita lakukan pada
hari ini.
10. Menyadari dampak dari dosa dan ketidaktaatan- kadar keimanan
seseorang akan meningkat dengan cara berbuat baik dan kadar
keimanan kita akan menurun apabila berbuat maksiat. Semua yang
terjadi merupakan kehendak-Nya. Ketika musibah menimpa kita-
itupun berasal dari Allah Swt. Dan merupakan akibat langsung dari
ketidaktaatan kita kepada-Nya.

F. Tanda-tanda orang beriman dan Manfaat Iman dalam Kehidupan


manusia.
1. Tanda-tanda orang beriman :
Jika disebut nama Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha ilmu
Allah tidak lepas dari syraf memorinya.
Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu
Allah atau mengharapkan keridhaan Allah semata.
Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakan
perintah-perintahnya serta menjahui segala apa yang dilarangnya.
Menafkahkan rizki yang diterima dijalan Allah.
Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga
kehormatan.
Memelihara amanah dan menepati janji.

2. Manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia :


Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda.
Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut.
Iman memberikan ketentraman jiwa.
Iman mewujudkan kehidupan yang baik.
Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen.
Iman memberikan keberuntungan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keimanan adalah suatu kepercayaan / keyakinan yang tertanam
dalam hati yang dibuktikan melalui sikap / tindakan, Setiap manusia yang
sepenuh hati beriman kepada Allah swt memenuhi semua perintahNya
dan menjahui segala apa yang dilarangNya.
Iman bukan hanya percaya, melainkan keyakinan yang
mendorong seorang muslim berbuat amal shaleh. Seseorang dinyatakan
beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
keyakinan. Adapun orang yang beriman disebut mukmin.

B. Saran
Untuk para mahasiswa hususnya yang beragama islam sudah
seharusnya kita beriman kepada Allah, dan dilarang beriman selain kepada
Allah. Kita harus terus menggali pengetahuan agama kita tentang beriman
kepada Allah, agar kita selalu di jalannya yang lurus yang Allah ridhai.

13
DAFTAR PUSTAKA

Yunus, Muhammad. 1997. Pendidikan Agama Islam untuk SLTP. Jakarta.


Erlangga
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta. Depatemen Agama RI
Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar-Dasar Penddikan Agama Islam. Jakarta. Bumi
Aksara
Darajat, Zakiah, dkk. 1986. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta. Departemen
Agama RI
http://rochmatin-sholihati.blogspot.co.id/2012/03/makalah-keimanan-dalam-
islam.html

14

Anda mungkin juga menyukai