Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan penyakit yang
mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik
jangka pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang
menyeluruh dan terpadu. Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan
mortalitasnya (kematian) yang tinggi.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor
resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor
resiko terhadap timbulnya hipertensi.

B. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah hipertensi ini antara lain :
1. Memahami dan menjelaskan definisi hipertensi.
2. Memahami dan menjelaskan gejala hipertensi.
3. Memahami dan menjelaskan penyebab hipertensi.
4. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk hipertensi.
5. Memahami dan menjelaskan Pengobatan hipertensi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hipertensi
Hitertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dalam sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolic sekitar 90 mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi ringan dan sedang.
(Anderson : 2006 h 582).

B. Insiden Hipertensi.
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh
perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon.
Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner
dan kematian prematur (Tambayong, 2000).

C. Penyebab Hipertensi secara Epidemiologi.


Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu
timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler.
Hipertensi disebut silent killer karena sifatnya asimptomatik dan setelah beberapa tahun dapat
menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan
penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya.

D. Patofisiologi Hipertensi.
1. Hipertensi Essensial, disebut juga hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi yang
tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini.
Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi essensial adalah peningkatan resistensi perifer.
Penyebab hipertensi essensial adalah multi faktor, terdiri dari faktor genetik dan lingkungan.
2. Hipertensi sekunder.Prevalensinya hanya sekitar 5-8 % dari seluruh penderita hipertensi.
Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin
(hipertensi endokrin), obat, dan lain-lain.
Hipertensi renal dapat berupa :
1. Hipertensi renovaskular, adalah hipertensi akibat adanya lesi pada arteri ginjal sehingga
menyebabkan hipoperfusi ginjal.
2. Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan fungsi ginjal. Hipertensi
endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal, tumor di medulla adrenal, akromegali,
hiperparatiroidisme, hipotiroidisme, hipertiroidisme, dan lain-lain.
3. Defisiensi zat-zat vasodilator yang disintesis oleh endotelium vaskuler seperti prostasiklin,
brandikinin, nitrogen oksid (NO), dan peningkatan produksi zat-zat vasokontriktor seperti
angiotensi II dan endotelin I.

E. Diagnosis dan Gejala Klinis Hipertensi.


Menurut Sylvia Anderson (2005), gejala hipertensi sebagai berikut :
a. Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk.
b. Sulit tidur, gelisah, cemas dan kepala pusing.
c. Dada berdebar-debar.
d. Lemas, sesak nafas, berkeringat.

Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah, telinga berdengung,
rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing (Mansjoer,2001).

F. Faktor-faktor Resiko Hipertensi.


a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol.
1) Umur.
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang
hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko terkena hipertensi.

2) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup
bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan
11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan
daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.

3) Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih
sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian
bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda
sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol.


1) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan
risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar
tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari
menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.

2) Konsumsi Asin/Garam.
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi.
Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan
garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan
hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di
samping ada faktor lain yang berpengaruh.
Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat maupun
yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya
terhadap tekanan darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak
natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi.
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak
pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3
gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara
5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %.

3) Konsumsi Lemak Jenuh.


Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang
berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam
makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang
berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah.
4) Penggunaan Jelantah.
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk menggoreng,
dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa
bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara
kimia isi kandungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh
(ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida,
sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan
berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh
lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9.
Minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga
matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.

5) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol.


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi
meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum
alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu
yang tidak minum atau minum sedikit.

7) Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan
teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga
dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya
hipertensi.

8) Stres.
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat
tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang
percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi
hipertensi.

9). Penyakit lain penyebab hipertensi, yaitu :


a. Kolesterol tinggi
b. Diabetes.
c. Gagal jantung.
d. Hiperlipidemia.
G. Klasifikasi Hipertensi.
Menurut WHO, klasifikasi hipertensi dibagi menjadi :
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normotensi < 140 < 90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95

Hipertensi sedang-berat >180 >105

Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90

Hipertensi sistolik 140-160 <90


perbatasan

H. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi.


Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan
adanya kerusakan organ resiko lain atau mencari penyebab hipertensi sebagai tambahan dapat
dilakukan pemeriksaan lain seperti kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol/LDL, TSH,
EKG, dan CT-Scan, foto rontgen, dan glukosa. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah
dipakai untuk menilai fungsi ginjal.

I. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN.


Hipertensi yang menimpa ibu hamil akan sangat membahayakan baik bagi kehamilan itu sendiri
maupun bagi ibu. Hipertensi pada kehamilan banyak terjadi pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun
atau di atas 40, kehamilan dengan bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan
pertama.

1. Perubahan Fisiologis Sistem Kardiovaskuler Dalam Kehamilan.


Sistem kardiovaskuler selama kehamilan harus memenuhi kebutuhan yang meningkat antara ibu dan
janin. Peningkatan curah jantung selama kehamilan berkisar 40% pada trimester pertama dan kedua
(Murray dalam Wylie). Peningkatan curah jantung memungkinkan darah mengalir malalui sirkulasi
tambahan yang terbentuk di uterus yang membesar dan dinding plasenta dan memenuhi kebutuhan
tambahan pada organ lainnya di tubuh ibu.
Jumlah dan panjang pembuluh darah yang dialirkan ke plasenta meningkat sehingga terjadi
vasodilatasi sebagai akibat aktivitas hormon progesteron pada otot polos dinding pembuluh darah.
Selama kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah hingga 50% dan jumlah sel darah
meningkat hingga 18% untuk mengompensasi penurunan volume darah akibat pembentukan darah
ekstra dan vasodilatasi (Blackburn dalam Wylie)

2. Penyebab Hipertensi Dalam Kehamilan.


Penyebab hipertensi pada sebagian besar kasus, tidak diketahui sehingga disebut hipertensi esensial.
Namun demikian, pada sebagian kecil kasus hipertensi merupakan akibat sekunder proses penyakit
lainnya, seperti ginjal; defek adrenal; komplikasi terapi obat.
Penyebab hipertensi dalam kehamilan adalah:

a. Hipertensi esensial.
Hipertensi esensial adalah penyakit hipertensi yang disebabkan oleh faktor herediter, faktor emosi dan
lingkungan. Wanita hamil dengan hipertensi esensial memiliki tekanan darah sekitar 140/90 mmHg
sampai 160/100 mmHg. Gejala-gejala lain seperti kelainan jantung, arteriosklerosis, perdarahan otak,
dan penyakit ginjal akan timbul setelah dalam waktu yang lama dan penyakit terus berlanjut.
Hipertensi esensial dalam kehamilan akan berlangsung normal sampai usia kehamilan aterm. Sekitar
20% dari wanita hamil akan menunjukkan kenaikan tekanan darah, dapat disertai proteinuria dan
edema.

b. Penyakit Ginjal.
Penyakit ginjal dengan hipertensi dapat dijumpai pada wanita hamil dengan glomerulonefritis akut
dan kronik; pielonefritis akut dan kronik. Frekuensi kejadian sekitar 1% secara klinis dan secara
patologi-anatomi kira-kira 15%. Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara: pemeriksaan urin lengkap
dan faal ginjal; pemeriksaan retina; pemeriksaan umum; pemeriksaan kuantitatif albumin air kencing
dan pemeriksaaan darah lengkap. Nasehat yang dapat diberikan ke pasien adalah: pemerilksaan
antenatal yang teratur, pengawasan pertumbuhan janin dan kesehatan ibu.

3. Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan.


Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai berikut:
a. Hipertensi esensial kronis.
b. Hipertensi esensial disertai superimposed pregnancy-induced hypertension.
c. Hipertensi diinduksi kehamilan (pregnancy-induced hypertension, PIH).
d. Pre-eklamsia.
e. Eklamsia.

Hipertensi esensial
Hipertensi pre-existing dikenal dengan hipertensi esensial kronis.Faktor resiko hipertensi
esensial dalam kehamilan adalah wanita hamil multipara dengan usia lanjut dan kasus toksemia
gravidarum. Penanganan dilakukan saat dalam kehamilan dan dalam persalinan.
Penanganan dalam kehamilan meliputi: pemeriksaan antenatal yang teratur; cukup istirahat;
monitor penambahan berat badan; dan melakukan pengawasan ibu dan janin; pemberian obat (anti
hipertensi dan penenang); terminasi kehamilan dilakukan jika ada tanda-tanda hipertensi ganas.
Penanganan dalam persalinan meliputi: pengawasan pada setiap kala persalinan; secsio sesarea
dilakukan pada wanita primitua dengan anak hidup.

Hipertensi esensial disertai superimposed pregnancy-induced hypertension.


Superimposed pregnancy-induced hypertension dapat terjadi selama kehamilan. Komplikasi
dari hipertensi esensial diindikasikan oleh ketidakmampuan tubuh untuk mengompensasi patologi
penyebab hipertensi yang menghambat darah menyuplai gas dan nutrien ke jaringan dan organ tubuh.
Komplikasi lain yang mungkin timbul antara lain: gagal ginjal; serangan vaskuler serebral (stroke);
ensefalopati. Prognosis kondisi tersebut cenderung buruk.

Pregnancy-induced hypertension, PIH.


Hipertensi diinduksi kehamilan (pregnancy-induced hypertension, PIH) atau pre-eklamsia
adalah peningkatan tekanan darah setelah minggu ke-20 kehamilan. Penyebab PIH belum diketahui,
akan tetapi telah dihubungkan dengan kasus pembesaran plasenta. Karena tekanan darah meningkat
tanpa proteinuria, maka dapat menjadi indikasi bahwa tubuh tidak mampu mengompensasi patologi
sirkulasi yang berhubungan dengan hipertensi esensial dengan vaskularisasi tambahan ke plasenta dan
janin.

Pre-eklamsia.
Pre-eklamsia juga dikenal sebagai hipertensi gestasional proteinurik, toksemia pre-eklamtik
(TPE). Pre-eklamsia merupakan gangguan multisistem yang bersifat spesifik terhadap kehamilan dan
masa nifas. Lebih tepatnya, penyakit ini merupakan penyakit plasenta. Angka kejadian pre-eklamsia
sekitar 6-8% dari semua kehamilan. Penyebab pre-eklamsia belum diketahui secara pasti. Pre-
eklamsia ditandai dengan gejala tekanan darah > 140/90 mmHg, proteinuria dan edema pada wajah
maupun tangan.

Eklamsia.
Eklamsia didefinisikan sebagai satu atau lebih kejang menyeluruh atau koma dalam kondisi
pre-eklamsia tanpa ada kondisi neurolig lain. Eklamsia dianggap sebagai tahap akhir pre-eklamsia.
Eklamsia dapat terjadi selama periode pranatal, intranatal, dan pascanatal. Yang paling beresiko
adalah periode pascanatal. Komplikasi terjadinya eklamsia adalah kematian; perdarahan serebral;
edema paru; ARDS; gagal ginjal. Ibu dengan pre-eklamsia berat beresiko mengalami kejang berulang,
sehingga pencegahan dan penanganan dapat dilakukan dengan pemberian Magnesium Sulfat secara
intravena.

J. Komplikasi Hipertensi.

1. Stroke.
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma
(Corwin, 2000).

2. Infark Miokard.
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai
cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan (Corwin, 2000).

3 Gagal ginjal. .
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler
ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000).

4. Gagal jantung
ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat
mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam
paru paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau
sering dikatakan edema (Amir, 2002).

5. Ensefalopati.
Enselofati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang
tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma
serta kematian (Corwin, 2000).

6. Diabetes Melitus.
Semua pasien DM dan hipertensi harus diterapi dengan menggunakan ACE-inhibitor atau ARB.
Kedua golongan obat tersebut bersifat nephroprotection dan menurunkan resiko pada kardiovaskuler.

K. Terapi Hipertensi.
1. Non Farmakologi.
a. Mengidentifikasi dan mengurangi faktor resiko seperti :
Merokok.
Dislipidemia.
Diabetes melitus.
Laki-laki berusia lebih dari 60 tahun dan wanita post menopause.
Riwayat keluarga menderita hipertensi.
Obesitas (Body mass index/BMI 30 kg/m2) dan penyakit jantung.
Aktivitas fisik yang kurang.
b. Modifikasi gaya hidup.
Menurunkan berat badan bila kelebihan (BMI 27 kg/m2).
Membatasi konsumsi alkohol.
Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari).
Mengurangi asupan garam (2,4gr Na atau 6gr NaCl/hari).
Mempertahankan asupan kalium yang adequate.
Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak atau kolesterol dalam makanan.
2. Terapi Farmakologi.
Pemilihan obat harus berdasarkan pada efektivitasnya dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas,
keamanan, biaya, penyakit yang menyertainya, dan faktor resiko yang lain.
a) Diuretik.
Diuretik thiazid biasanya obat pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik
membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan diseluruh tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air, sehingga
pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan. Contoh : furosemid, HCT.
b) Penghambat adrenergik
merupakan sekelompok obat yang terdiri dari 1-bloker, bloker, - bloker labetalol yang
menghambat efek sistem syaraf simpatis yang merupakan sistem syaraf yang dengan segera akan
memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Contoh : Atenolol,
captopril.

c) ACE-inhibitor.
Mekanismenya menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, menyebabkan penurunan
tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Contoh : Amlodipin.

d) Angiotensin II bloker (ARB).


Menyebabkan penuurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE inhibitor.

e) Antagonis kalsium.
Menyebabkan melebarnya pembuluh darah melalui relaksasi otot jantung dan otot polos pembuluh
darah dengan cara menghambat kanal Ca+2. Contoh : nifedipin, verapamil
.
f) Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir
selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat antihipertensi lainnya. Contoh : Hidralazin,
minoksidil.

g) Agonis 2- reseptor.
Menurunkan tekanan darah dengan mengurangi aktivitas simpatik, seperti mengurangi kecepatan
denyut jantung, resistensi perifer. Contoh : Klonidin, metildopa.

h) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna),


memerlukan obat yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera. Beberapa obat bisa
menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena :
Diazoxide.
Nitroprusside.
Nitro glyceerin.
Labetalol.
L. Evaluasi Terapi Hipertensi.
1. Memelihara tekanan darah tetap < 140/90 mmHg, < 130/80 mmHg pada pasien dengan
komplikasi DM dan gagal ginjal.
2. Mengurangi morbiditas dan mortalitas.
3. Mengontrol faktor resiko.
4. Pasien terbebas dari efek samping obat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih
atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi.
2. Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah, telinga
berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing.
3. Faktor resiko hipertensi terdiri dari faktor resiko yang tidak dapat diubah (umur, jenis
kelamin, genetik) dan faktor resiko yang dapat diubah seperti : stres, konsumsi alkohol,
merokok, konsumsi garam berlebih, obesitas.
4. Hipertensi pada kehamilan banyak terjadi pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun atau di atas
40, kehamilan dengan bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan pertama.
5. Terapi hipertensi terdiri dari terapi non farmakologi (mengurangi faktor resiko serta
modifikasi gaya hidup) dan terapi farmakologi (menggunakan obat-obatan).

B. Saran.
Lakukan evaluasi terhadap terapi hipertensi dengan memelihara tekanan darah dan mengontrol
faktor resiko hipertensi sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.2004.Farmakologi dan Terapi edisi 4 .Jakarta:Gaya Baru.Hlm:327-342.
2. http://www.lusa.web.id/hipertensi-dalam-kehamilan/ diakses tgl 15-12-12 jam
22.00 Wylie, Linda, 2010.
3. Manajemen Kebidanan: Gangguan Medis Kehamilan dan Persalinan. Jakarta:
EGC. Hlm:13-41.
4. Priyanto.2008.Farmakoterapi dan Terminologi Medis.Jakarta:Leskonfi.Hlm 183-
194.
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf
diakses tgl 15-12-12 jam 09.20
6. www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/206312017/bab2.pdf diakses tgl 16-
12-12 jam 15.00

Anda mungkin juga menyukai