Anda di halaman 1dari 26

BAB II

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING, HASIL BELAJAR

RANAH KOGNITIF DAN GAYA BELAJAR

A. Model Pembelajaran Inkuiri

Model mengajar dapat difahami sebagai kerangka konseptual yang

mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi

para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran (Sagala, 2005:176). Model

pembelajaran menurut Soekamto (Trianto, 2007: 5) adalah suatu kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai

pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

merencanakan aktivitas belajar mengajar. Adapun Joyce dan Weil (2000: 13)

mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau

suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran

di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-

perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, dan

lain-lain. Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran

mengarahkan kita ke dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta

didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dari beberapa

pengertian tersebut, maka model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu

10
11

kerangka yang secara sistematis mendeskripsikan dan mengorganisasi prosedur

pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

Inkuiri berarti pertanyaan, pemerikasaan atau penyelidikan. Inkuiri sebagai

suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami

informasi. Gulo (Trianto, 2010: 166) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri

berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara meksimal seluruh

kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,

analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh

percaya diri. Pembelajaran inkuiri akan efektif apabila :

a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu

permasalahn yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam strategi inkuiri

penguasaan meteri pelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan

tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar.

b. Bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang

sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

c. Proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.

d. Guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan

dan kemampuan berpikir. Pembelajaran inkuiri akan kurang berhasil

diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk berpikir.

e. Jumlah siswa yang belajar tidak terlalu benyak sehingga bisa dikendalikan

oleh guru.

f. Guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang

berpusat pada siswa.


12

Joice and Weil (Wena, 2010: 77) menjelaskan bahwa model pembelajaran

inkuiri terdiri atas lima tahapan kegiatan, yaitu penyajian masalah (confrontation

with problem), pengumpulan data verivikasi (data gathering-verification),

pengumpulan data eksperimentasi (data gathering-experimentation), organisasi

data dan formulasi kesimpulan (organizing, formulating, and explanation), serta

analisis proses inkuiri (analysis of the inquiry process).

a. Tahap penyajian masalah

Pada tahap ini guru memberi masalah atau teka-teki yang harus

dipecahkan siswa. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi. Strategi yang dipakai

didasarkan pada masalah-masalah yang sederhana.

b. Tahap pengumpulan dan verifikasi data

Pada tahap ini, siswa mengumpulkan data (informasi) sebanyak-

banyaknya terhadap peristiwa yang mereka lihat atau alami kemudian melakukan

verifikasi data.

c. Melakukan eksperimen

Eksperimen mempunyai dua fungsi yaitu pertama eksplorasi dan menguji

secara langsung. Pada tahap ini siswa melakukan keduanya, yaitu eksplorasi dan

menguji secara langsung. Eksplorasi mengubah sesuatu untuk melihat

pengaruhnya, tidak selalu diarahkan oleh suatu teori atau hipotesis tetapi mungkin

memberi gagasan tentang sebuah teori. Pengujian secara langsung terjadi ketika

siswa mencoba atau menguji suatu teori atau hipotesis. Fungsi yang kedua adalah
13

guru berperan untuk memperluas inkuiri siswa dengan mengembangkan informasi

yang mereka peroleh melalui eksplorasi dan pengujian secara langsung.

d. Merumuskan penjelasan

Pada tahap ini, guru mengajak siswa untuk merumuskan penjelasan

mengenai permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu dengan cara mengarahkan

siswa melakukan analisis dan diskusi terhadap hasil-hasil yang diperoleh.

Kegiatan ini bertujuan untuk membimbing siswa kepada pemecahan masalah

yang terarah. Apabila terdapat siswa yang menemui kesulitan dalam

mengemukakan informasi dalam bentuk uraian yang jelas (penjelasan yang rinci),

maka siswa tersebut mendapat dorongan dan pengarahan untuk memberikan

penjelasan yang sederhana saja dan tidak begitu mendetail.

e. Mengadakan analisis terhadap proses inkuiri

Pada tahap ini, siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan

mereka. Dengan demikian siswa akan banyak memperoleh tipe-tipe informasi

yang sebelumnya tidak mereka miliki. Hal ini penting bagi siswa, sebab hal

tersebut dapat memperbanyak dan melengkapi data yang relevan serta menunjang

untuk menentukan pemecahan masalah. Mereka boleh mengajukan pertanyaan

tentang informasi-infomasi apa saja yang diperlukan berkaitan dengan konsep

atau teori yang telah mereka dapatkan pada tahap sebelumnya.

Moh. Amien (1987: 136) menguraikan tujuh jenis model dalam

pembelajaran inkuiri, diantaranya:


14

a. Inkuiri terbimbing (Guide inquiry)

Pada jenis model inkuiri ini sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru.

Guru memiliki peran penting untuk menyediakan kesempatan bimbingan atau

petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini, siswa tidak merumuskan

masalah dan petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan

mencatat hasil eksperimen. Dapat dikatakan pula bahwa pembelajaran dengan

jenis model inkuiri ini merupakan tahap awal sebelum siswa diberikan model

pembelajaran inkuiri sesungguhnya.

b. Inkuiri yang dimodifikasi (Modified inquiry)

Dalam model ini guru hanya memberikan permasalahan saja. Kemudian

siswa diminta untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi dan atau

melalui prosedur penelitian. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan

caranya sendiri secara kelompok atau perseorangan. Guru berperan sebagai

pendorong, narasumber, dan bertugas memberikan bantuan yang diperlukan untuk

menjamin kelancaran proses belajar siswa. Kegiatan-kegiatan belajar siswa pada

model ini terutama ditekankan pada eksplorasi, merancang, dan melaksanakan

eksperimen. Pada waktu siswa melakukan proses belajar untuk mencari jawaban,

bantuan yang dapat diberikan guru ialah dengan teknik pertanyaan-pertanyaan,

bukan berupa penjelasan. Guru hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan

pengarah yang sifatnya mengarah kepada pemecahan masalah yang perlu

dilakukan siswa.
15

c. Inkuiri bebas (Free inquiry)

Dalam proses pembelajaran dengan jenis model ini, siswa melakukan

penelitian sendiri sebagai seorang ilmuwan. Perbedaan jenis inkuiri ini dengan

jenis inkuiri lain adalah guru sama sekali tidak membantu siswa dalam

merumuskan masalah serta memecahkan masalah, dengan kata lain pada model

inkuiri ini siswa mandiri sepenuhnya.

d. Mengajak pada penyelidikan (Invitation into inquiry)

Dalam pendekatan jenis model inkuiri ini, siswa dilibatkan dalam proses

pemecahan masalah dengan cara yang serupa dengan cara yang biasa dilakukan

oleh para ilmuwan. Siswa diajak untuk melakukan beberapa kegiatan seperti:

merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, dan menetapkan pengawasan

melalui pertanyaan yang telah direncanakan dengan teliti. Perbedaan jenis inkuiri

ini dengan jenis inkuiri lain adalah guru akan memecahkan suatu masalah

tersebut, artinya siswa tidak dituntut untuk memecahkan masalahnya sendiri

melainkan bersama-sama dengan guru.

e. Pendekatan peran (Inquiry role approach)

Inkuiri jenis ini merupakan suatu kegiatan proses belajar yang melibatkan

siswa dalam beberapa tim yang masing-masing tim terdiri atas empat anggota

untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota tim diberi

suatu peranan yang berbeda-beda yaitu, (1) koordinator tim, (2) penasehat teknis,

(3) pencatat data dan (4) evaluator proses. Anggota tim menggambarkan peranan-

peranan tersebut, dan bekerja sama untuk memecahkan masalah yang berkaitan

dengan topik yang akan dipelajari.


16

f. Teka-teki bergambar (Pictorial riddle)

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model ini merupakan

salah satu teknik untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam

diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar, peragaan, atau situasi yang

sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan

kreatif siswa. Suatu riddle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster,

atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan

pertanyaan yang berkaitan dengan riddle tersebut. Dalam merancang inkuiri ini,

guru harus mengikuti langkah berikut:

1) Memilih beberapa konsep atau prinsip yang akan diajarkan atau

didiskusikan.

2) Melukis suatu gambar, menunjukkan suatu ilustrasi atau menggunakan

gambar yang menunjukkan konsep, proses, atau situasi.

3) Suatu prosedur bergantian adalah menunjukkan sesuatu yang tidak

sewajarnya dan kemudian meminta siswa untuk mencari dan menemukan

mana yang salah dengan ridlle tersebut.

4) Membuat pertanyaan-pertanyaan berbentuk divergent yang berorientasikan

proses dan berkaitan dengan ridlle yang akan membantu siswa memperoleh

pengertian konsep atau prinsip yang terlibat di dalamnya.

g. Kiasan (Synectics lesson)

William J. J. Gordon mengungkapkan bahwa pada dasarnya synectics

lesson memusatkan pada keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam

bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuat intelegensinya dan


17

mengembangkan kreativitasnya. Hal ini dapat dilakssiswaan karena metafora

dapat membantu dalam melepaskan ikatan struktur mental yang melekat kuat

dalam memandang suatu permasalahan sehingga dapat menunjang timbulnya ide-

ide kreatif. Dengan kata lain, inkuiri ini merupakan suatu pendekatan untuk

menstimulasi bakat-bakat kreatif siswa.

B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

pembelajaran inkuiri jenis guided inquiry atau model pembelajaran inkuiri

terbimbing. Beberapa ahli telah mendefinisikan tentang inkuiri terbimbing, salah

satunya adalah Sund dan Trowbridge (http://agungprudent_wordpress.com

/2009/05/27/model_pembelajaran_inkuiri-2/) yang mengemukakan bahwa

pembelajaran inquiry terbimbing adalah suatu model pembelajaran inquiry yang

dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan/petunjuk yang cukup luas

untuk siswa. Sebagai perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan

problem/masalah. Dalam pembelajaran guided inquiry, guru melepas siswa begitu

saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa. Guru harus memberikan pengarahan

dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa

yang berpikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegent rendah tetap mampu

mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan. Dalam pelaksanaan

metode ini guru harus mempunyai kemampuan mengelola kelas yang bagus dan

pandai mengendalikan siswa. Inkuiri terbimbing biasanya digunakan terutama

bagi siswa-siswa yang belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri.

Pada tahap-tahap awal pengajaran diberikan bimbingan lebih banyak yaitu berupa
18

pertanyaan-pertanyaan pengarah agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan

tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang

disodorkan oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan pengarahan selain dikemukakan

langsung oleh guru juga diberikan melalui pertanyaan yang dibuat dalam LKS.

Dalam inkuiri terbimbing kegiatan belajar harus dikelola dengan baik oleh guru

dan luaran pembelajaran sudah dapat diprediksikan sejak awal. Inkuiri jenis ini

cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran mengenai konsep-konsep dan

prinsip-prinsip yang mendasar dalam bidang ilmu tertentu.

Moh. Amin (1979: 17) menyatakan beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam pembelajaran inkuiri terbimbing adalah:

1. Problema untuk masing-masing kegiatan dapat dinyatakan sebagai pertanyaan

dan pernyataan biasa.

2. Konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus ditemukan siswa melalui

kegiatan belajar harus dituliskan masindengan jelas dan tepat.

3. Alat atau bahan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa untuk

melakukan kegiatan.

4. Diskusi pengarahan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada

siswa atau kelas untuk didiskusikan sebelum para siswa melakukan kegiatan

discovery-inquiry.

5. Kegiatan metode discovery-inquiry oleh siswa berupa kegiatan percobaan/

penyelidikanyang dilakukan oleh siswa untuk menemukan konsep-konsep dan

atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh guru.


19

6. Proses berpikir kritis dan ilmiah menunjukkan tentang mental operation siswa

yang diharapkan selama kegiatan berlangsung.

7. Pertanyaan yang bersifat open-ended harus berupa pertanyaan yang mengarah

pada pengembangan tambahan kegiatan penyelidikan yang dapat dilakukan

oleh siswa.

8. Catatan guru berupa catatan-catatan yang meliputi:

a. Penjelasan tentang hal-hal atau bagian-bagian yang sulit dari kegiatan-

kegiatan atau pelajaran.

b. Isi atau materi pelajaran yang relevan dengan kegiatan.

c. Faktor-faktor variabel yang dapat mempengaruhi hasil-hasilnya terutama

penting sekali apabila kegiatan percobaan atau penyelidikan tidak berjalan

(gagal).

Sintaks model pembelajaran yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1
20

Tabel 2.1
Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Tahapan
Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Tahap 1. Membagi siswa dalam beberapa 1. Duduk bersama teman


Penyajian kelompok sekelompok
Masalah. 2. Memusatkan perhatian siswa pada 2. Memperhatikan demonstrasi
suatu materi melalui serangkaian yang dilakukan oleh guru dan
demonstrasi menjawab pertanyaan -
3. Memberikan permasalahan kepada pertanyaan yang diajukan.
siswa 3. Merumuskan jawaban
sementara dari masalah yang
diberikan oleh guru.
Tahap 1. Meminta siswa untuk mengumpulkan 1. Mengumpulkan informasi yang
Pengumpulan informasi yang berhubungan dengan berhubungan dengan
dan verifikasi permasalahan yang diajukan permasalahan yang diberikan.
data 2. Meminta siswa membuat jawaban 2. Membuat jawaban sementara
sementara (hipotesis) (hipotesis)

Tahap 1. Membagikan LKS percobaan pada 1. Menerima LKS percobaan


Pengumpulan setiap kelompok 2. Melakukan percobaan sesuai
Data Melalui 2. Membimbing siswa dalam melakukan bimbingan dari guru.
Eksperimen percobaan
3. Berkeliling ke setiap kelompok untuk
mermbimbing siswa melakukan
percobaan
Tahap 1. Memberi kesempatan pada siswa untuk 1. Mengolah serta menganalisis
Perumusan dan mengolah serta menganalisis data hasil data hasil percobaan.
Pengolahan eksperimen dan menjawab pertanyaan 2. Merumuskan dan menyusun
Data diskusi yang terdapat dalam LKS kesimpulan hasil percobaan
2. Meminta siswa untuk merumuskan dan
menyusun kesimpulan hasil percobaan
Tahap Analisis 1. Membimbing siswa untuk memahami 1. Memperhatikan dan
Proses Inkuiri pola-pola penemuan yang telah memahami pola-pola
dilakukan penemuan yang telah
2. Membimbing siswa menganalisis dilakukan
tahap-tahap inkuiri yang telah 2. Menganalisis tahap-tahap
dilaksanakan inkuiri yang telah dilaksanakan
21

C. Belajar dan Hasil Belajar

Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai belajar.

Robert M. Gagne (Sagala, 2005: 17) menjelaskan bahwa belajar merupakan

perubahan yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya

disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila situasi stimulus

bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga

perbuatannya berubah dari waktu sebelum ke waktu setelah ia mengalami situasi

tadi. James L. Mursell (Sagala, 2005: 13), mengemukakan belajar adalah upaya

yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan

memperoleh sendiri. Sedangkan menurut Gage (Sagala, 2005: 13) belajar adalah

sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat

dari pengalaman. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan

bahwa belajar merupakan suatu proses psikologis yang terjadi pada diri seseorang

yang menyebabkan terjadinya perubahan yang relatif tetap. Perubahan itu tidak

hanya berupa penambahan ilmu pengetahuan tetapi juga keterampilan dan tingkah

laku.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2001: 22). Benjamin S. Bloom

(Clark, 2000) mengklasifikasi hasil belajar dalam tiga ranah yaitu: ranah kognitif

(cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor

(psychomotor domain).
22

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif meliputi kemampuan pengembangan keterampilan

intelektual (knowledge) dengan tingkatan-tingkatan yaitu:

a. Recall of data (Hapalan/C1)

Merupakan kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep prinsip,

prosedur atau istilah yang telah dipelajari. Tingkatan ini merupakan tingkatan

yang paling rendah namun menjadi prasarat bagi tingkatan selanjutnya.

Kemampuan yang dimiliki hanya kemampuan menangkap informasi kemudian

menyatakan kembali informasi tersebut tanpa harus memahaminya. Pada

tingkatan ini siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta

yang sederhana. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menyebutkan,

mendefinisikan, menggambarkan.

b. Comprehension (Pemahaman/C2)

Merupakan kemampuan untuk memahami arti, interpolasi, interpretasi

instruksi (pengarahan) dan masalah. Syambasri Munaf (2001: 69) mengemukakan

bahwa pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses

berpikir dimana siswa dituntut untuk memahami yang berarti mengetahui sesuatu

hal dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pada tingkatan ini, selain hapal siswa

juga harus memahami makna yang terkandung misalnya dapat menjelaskan suatu

gejala, dapat menginterpretasikan grafik, bagan atau diagram serta dapat

menjelaskan konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri. Contoh kata kerja yang

digunakan yaitu menyajikan, menginterpretasikan, menjelaskan.


23

c. Application (Penerapan/C3)

Merupakan kemampuan untuk menggunakan konsep dalam situasi baru

atau pada situasi konkret. Tingkatan ini merupakan jenjang yang lebih tinggi dari

pemahaman. Kemampuan yang diperoleh berupa kemampuan untuk menerapkan

prinsip, konsep, teori, hukum maupun metode yang dipelajarinya dalam situasi

baru. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu mengaplikasikan, menghitung,

menunjukkan.

d. Analysis (Analisis/C4)

Merupakan kemampuan untuk memilah materi atau konsep ke dalam

bagian-bagian sehingga struktur susunannya dapat dipahami. Dengan analisis

diharapkan seseorang dapat memilah integritas menjadi bagian-bagian yang lebih

rinci atau lebih terurai dan memahami hubungan bagian-bagian tersebut satu sama

lain. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menganalisa, membandingkan,

mengklasifikasikan.

e. Synthesis (Sintesis/C5)

Merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang

terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Syambasri Munaf (2001:73)

menyatakan bahwa kemampuan sintesis merupakan kemampuan menggabungkan

bagian-bagian (unsur-unsur) sehingga terjelma pola yang berkaitan secara logis

atau mengambil kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya satu

dengan yang lain. Kemampuan ini misalnya dalam merencanakan eksperimen,

menyusun karangan, menggabungkan objek-objek yang memiliki sifat sama ke


24

dalam satu klasifikasi. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menghasilkan,

merumuskan, mengorganisasikan.

f. Evaluation (Evaluasi/C6)

Merupakan kemampuan untuk membuat pertimbangan (penilaian)

terhadap suatu situasi, nilai-nilai atau ide-ide. Kemampuan ini merupakan

kemampuan tertinggi dari kemampuan lainnya. Evaluasi adalah pemberian

keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan,

cara kerja, materi dan kriteria tertentu. Untuk dapat membuat suatu penilaian,

seseorang harus memahami, dapat menerapkan, menganalisis dan mensintesis

terlebih dahulu. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menilai, menafsirkan,

menaksir dan memutuskan.

Adapun aspek kognitif yang diamati dalam penelitian ini meliputi aspek

comprehension (pemahaman/C2), application (penerapan/C3), dan analysis

(analisis/C4).

2. Ranah Afektif

Ranah afektif berkaitan dengan perkembangan emosional individu

misalnya sikap (attitude), apresiasi (appreciation) dan motivasi (motivation).

David Kartwohl (Clark, 2000) membagi aspek afektif dalam lima kategori yaitu:

b. Receiving (Penerimaan)

Mengacu pada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan terhadap

stimulus yang tepat. Sebagai contoh, siswa mampu mendengarkan penjelasan dari

guru secara seksama tanpa memberikan respon yang lebih dari itu.
25

c. Responding (Pemberian Respon)

Mengacu pada partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Kemampuan ini

meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi suatu stimulus. Sebagai contoh,

siswa menjawab pertanyaan guru dan memperdepatkan masalah yang dilontarkan

guru serta mau bekerjasama dalam penyelidikan.

d. Valuing (Penilaian)

Mengacu pada nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus

tertentu. Reaksi-reaksi yang dapat muncul seperti menerima, menolak atau tidak

menghiraukan. Sebagai contoh, siswa bertanggung jawab terhadap alat-alat

penyelidikan dan bersikap jujur dalam kegiatan pembelajaran.

e. Organization (Pengorganisasian)

Pengorganisasian dapat diartikan sebagai proses konseptualisasi nilai-nilai

dan menyusun hubungan antara nilai-nilai tersebut, kemudian nilai-nilai terbaik

untuk diterapkan. Sebagai contoh, kemampuan dalam menimbang dampak positif

dan negatif dari suatu perlakuan.

f. Characterization (Karakteristik)

Karakteristik adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan

oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap

dan perbuatannya itu seolah-olah menjadi ciri-ciri pelakunya. Sebagai contoh,

mau mengubah pendapatnya jika pendapat tersebut tidak sesuai dengan bukti-

bukti yang ditunjukkan.


26

3. Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan manual fisik (skills).

Aspek psikomotor dikemukakan oleh Dave (Clark, 2000) menjadi lima kategori,

yaitu:

a. Imitation (Peniruan)

Kemampuan ini dimulai dengan mengamati suatu gerakan kemudian

memberikan respon serupa yang diamati. Sebagai contoh, kemampuan

menggunakan alat ukur setelah diperlihatkan cara menggunakannya.

b. Manipulation (Manipulasi)

Kemampuan ini merupakan kemampuan mengikuti pengarahan (intruksi),

penampilan dan gerakkan-gerakkan pilihan yang menetapkan suatu penampilan.

Sebagai contoh, melakukan kegiatan penyelidikan sesuai dengan prosedur yang

dibacanya.

c. Precision (Ketepatan)

Kemampuan ini lebih menekankan pada kecermatan, proporsi dan

kepastian yang lebih tinggi. Sebagai contoh, pada saat menggunakan alat ukur,

memperhatikan skala alat ukur yang digunakan dan satuan yang digunakan dalam

mengambil data, orang yang memiliki ketepatan biasanya melakukan pengamatan

berulang kali untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti.

d. Articulation (Artikulasi)

Merupakan kemampuan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan

membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi

internal diantara gerakan-gerakan yang berbeda. Sebagai contoh, menunjukkan


27

tulisan yang rapi dan jelas, mengetik dengan cepat dan tepat dan menggunakan

alat-alat sesuai dengan ketentuannya.

e. Naturalization (Pengalamiahan)

Menekankan pada kemampuan yang lebih tinggi secara alami, sehingga

gerakkan yang dapat dilakukan dapat secara rutin dan tidak memerlukan

pemikiran terlebih dulu.

D. Hubungan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Hasil Belajar

Ranah Kognitif

Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan suatu model

pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan

penyelidikan selayaknya ilmuwan dengan adanya bimbingan dari guru.

Bimbingan yang dilakukan berupa pertanyaan-pertanyaan arahan yang dapat

menggali kemampuan berpikir siswa. pertanyaan tersebut hanya bersifat

mengarahkan, bukan memberikan jawaban mengenai masalah yang sedang

diteliti.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai dengan tahapan penyajian

masalah oleh guru. Tahapan ini dapat melatihkan kemampuan berpikir siswa

untuk mengidentifikasi suatu permasalahan yang disajikan oleh guru. Pada

tahapan ini, selain itu juga dapat melatihkan kemampuan siswa untuk

mengemukakan hipotesis atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang

disampaikan. Pada tahapan ini dilatihkan kemampuan kognitif siswa untuk

menginterpretasikan yaitu mengubah suatu bentuk penggambaran ke bentuk

penggambaran yang lainnya.


28

Pada tahapan pengumpulan data, siswa dibimbing oleh guru untuk

mengumpulkan informasi berkaitan dengan permasalahan yang diberikan seperti

misalnya prosedur percobaan yang harus ditempuh untuk mendapatkan data-data

yang diperlukan. Pada tahapan ini dilatihkan kemampuan kognitif

menginterpretasikan.

Pada tahapan pengumpulan data melalui eksperimen, siswa melakukan

eksperimen untuk memperoleh data dan menyelesaikan permasalahan yang

diberikan oleh guru. Dalam melakukan eksperimen siswa dituntut untuk dapat

merangkai alat percobaan, melakukan pengamatan dan pengukuran. Dalam

tahapan ini dilatihkan kemampuan kognitif siswa seperti menyelidiki, mengukur,

dan mendiskusikan.

Pada tahapan pengolahan data siswa menggunakan kemampuan

kognitifnya untuk mengolah dan menganalisis data yang telah diperoleh pada

tahap sebelumnya. Pada tahapan ini siswa juga menjawab hipotesisnya

berdasarkan analisisnya terhadap data yang diperolehnya. Siswa juga dilatihkan

kemampuan kognitifnya yakni menjelaskan, membandingkan, dan menarik

kesimpulan berdasarkan data hasil percobaan serta mengimplementasikan.

Pada kegiatan penutup yang meliputi koreksi dan penguatan siswa

diharapkan mampu memahami dan menganalisis konsep atau materi dari

percobaan yang telah dilakukan. Pada tahapan ini, dilatihkan kemampuan kognitif

siswa menginterpretasikan dan menganalisis.

Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing siswa lebih banyak diberi

kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya. Hal ini sesuai


29

dengan yang diungkapkan oleh Amien (1987: 163) bahwa pada pembelajaran

inkuiri, guru lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan

kreativitas siswa. dari uraian tersebut, terlihat bahwa pada setiap tahapan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digali hasil belajar ranah kognitif siswa.

Hubungan medel pembelajaran inkuiri terbimbing dan hasil belajar ranah kognitif

siswa dapat dilihat pada Tabel 2.2:

Tabel 2.2 Hubungan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Hasil


Belajar Ranah Kognitif

Tahapan Model Pembelajaran Hasil Belajar Ranah Kognitif


Inkuiri Terbimbing
Tahap I Pemahaman (C2), Analisis (C4)
Penyajian Masalah
Tahap II Pemahaman (C2), Penerapan (C3),
Pengumpulan dan Verifikasi Data Analisis (C4)
Tahap III Pemahaman (C2), Analisis (C4)
Pengumpulan Data Eksperimen
Tahap IV Pemahaman (C2), Penerapan (C3),
Merumuskan Penjelasan Analisis (C4)
Pemahaman (C2), Analisis (C4)
Koreksi dan Penguatan

Berkaitan dengan penerapan model pembelajaran inkuiri dalam

pembelajaran fisika, telah dilakukan penelitian diantaranya oleh Astuti (2010)

yang melakukan penelitian dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk

meningkatkan hasil belajar siswa SMP kelas VIII. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada ranah kognitif, afektif dan

psikomotor mengalami peningkatan meskipun peningkatannya tidak signifikan.

Purnamasari (2009) melakukan penelitian dengan model pembelajaran inkuiri

terbimbing untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMA. Hasil penelitian

menunjukkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor
30

mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap seri pertemuan. Sedangkan

Taufik Hidayat (2008) dalam tesisnya menyebutkan bahwa penerapan model

pembelajaran inkuiri dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa dan

kemampuan berpikir kritis pada sub topik pembahasan cahaya oleh lensa

dibanding penerapan model pembelajaran konvensional.

E. Gaya Belajar
Djatmika dan Murwani (Murwani, 2009) menyatakan bahwa gaya belajar

adalah pola-pola perilaku yang konsisten untuk mengkonstruksi pengetahuan yang

menyatu dengan pengalaman konkret atau kehidupan nyata siswa. Menurut Snow,

Corno dan Jackson (Wilson, 2008: 41) gaya belajar didefinisikan sebagai

pendekatan-pendekatan siswa untuk belajar, menyelesaikan masalah dan

memproses informasi. Hal ini hampir senada seperti yang diungkapkan oleh Joko

Susilo bahwa gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk

menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut (Susilo,

2009: 94). Gaya belajar juga dideskripsikan oleh Cassidy (Witte, 2010) sebagai

satu set karakter, tingkah laku dan sikap yang memfasilitasi belajar seseorang

dalam situasi yang diberikan. Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari

bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (De

Porter dan Hernacki, 2000: 110). Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa gaya belajar seseorang adalah suatu cara tertentu

yang membuat seseorang merasa nyaman untuk belajar memperoleh sebuah

informasi dan memproses informasi tersebut.

Banyak ahli menyatakan teori tentang gaya belajar yang berbeda-beda,

tergantung dasar pemikiran mereka. Walaupun masing-masing peneliti


31

menggunakan istilah yang berbeda-beda namun telah disepakati secara umum

adanya dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar. Pertama, bagaimana

kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas) dan kedua adalah bagaimana

cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak) (De Porter

dan Hernacki, 2000: 110).

F. Gaya Belajar Visual-Auditorial-Kinestetik (VAK)

Pada awal pengalaman belajar, salah satu di antara langkah-langkah

pertama kita adalah mengenali modalitas seseorang sebagai modalitas visual,

auditoria atau kinestetik. Sehingga Bobbi De Porter & Mike Hernacki

mengemukakan bahwa ada tiga jenis gaya belajar yaitu: Gaya belajar visual, gaya

belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik (V-A-K). Gaya belajar VAK

didasarkan pada modalitas sensori. Orang visual belajar apa yang mereka lihat,

siswa auditorial melakukannya melalui apa yang mereka dengar, siswa kinestetik

belajar lewat lewat gerak dan sentuhan. Sistem identifikasi V-A-K membedakan

bagaimana kita menyerap informasi. Walaupun masing-masing dari kita belajar

dengan menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan

orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya.

1. Gaya Belajar Visual

Dilihat dari kata visual dapat diartikan sebagai penglihatan atau melihat,

sehingga dengan demikian gaya belajar visual mempunyai makna gaya belajar

dengan cara melihat. Siswa yang mempunyai kecenderungan gaya belajar visual

cenderung menggunakan penglihatannya dalam menyerap informasi maupun

menerima rangsangan-rangsangan yang dating dari luar. Siswa yang gaya


32

belajarnya visual menyukai penggunaan gambar, symbol, grafik, diagram alir,

poster, slide, dan peta konsep. Pada umumnya siswa yang gaya belajarnya visual

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Rapi dan teratur

b) Berbicara dengan cepat

c) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik

d) Teliti terhadap detail

e) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi

f) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran

mereka

g) Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar

h) Mengingat dengan asosiasi visual

i) Biasanya tidak terganggu oleh keributan

j) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan

seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

k) Pembaca cepat dan tekun

l) Lebih suka membaca daripada dibacakan

m) Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada

sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek

n) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat

o) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak

p) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato

q) Lebih suka seni daripada musik


33

r) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan

2. Gaya Belajar Auditorial

Auditorial dapat diartikan mendengar jadi dengan demikian gaya belajar

auditorial adalah gaya belajar dengan cara mendengar atau dengan kata lain siswa

auditorial cenderung menggunakan pendengarannya dalam menyerap informasi

dan rangsangan-rangsangan yang dating dari luar. Siswa yang kecenderungan

gaya belajarnya auditorial berkonsentrasi terhadap penjelasan yang dikatakan oleh

guru. Mereka lebih suka mendengarkan penjelasan daripada membuat catatan.

Siswa auditorial memiliki ciri-ciri di antaranya sebagai berikut:

a) Berbicara kepada diri sendiri pada saat bekerja

b) Mudah terganggu oleh keributan

c) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika

membaca

d) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

e) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara

f) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita

g) Berbicara dalam irama yang terpola

h) Biasanya pembicara yang fasih

i) Lebih suka musik daripada seni

j) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada

yang dilihat

k) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar


34

l) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi,

seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain

m) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

n) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

3. Gaya Belajar Kinestetik

Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja

dan menyentuh (De Porter dan Hernacki, 2000: 113). Siswa dengan

kecenderungan gaya belajar kinestetik lebih baik dalam aktivitas bergerak dan

interaksi kelompok. Adapun ciri-ciri siswa dengan gaya belajar kinestetik di

antaranya sebagai berikut:

a) Berbicara dengan perlahan

b) Menanggapi perhatian fisik

c) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka

d) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang

e) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

f) Belajar melalui memanipulasi dan praktik

g) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

h) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca

i) Banyak menggunakan isyarat tubuh

j) Tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama

k) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah

berada di tempat itu

l) Menggunakan kata-kata yang menggunakan aksi


35

m) Kemungkinan tulisannya jelek

n) Ingin melakukan segala sesuatu

o) Menyukai permainan yang menyibukkan

G. Gaya Belajar dan Hasil Belajar Ranah Kognitif

Pengetahuan tentang gaya belajar dapat membantu para guru untuk

menciptakan lingkungan belajar yang bersifat melayani sebaik mungkin

kebutuhan individual setiap siswa. Para guru menjadi lebih efektif dalam

menentukan strategi-strategi pembelajaran. Dasari (2006: 54) membandingkan

hasil belajar ranah kognitif siswa antara pembelajaran sebelum dan setelah

disesuaikan dengan gaya belajar siswa. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil

belajar ranah kognitif siswa lebih tinggi ketika guru menerapkan pembelajaran

yang di dalamnya dapat memfasilitasi cara belajar siswa sesuai dengan

kecenderungan gaya belajar yang dimiliki siswa tersebut. Dunn, Deckinger,

Withers, dan Katzenstein (Witte, 2010) juga mendiagnosa bahwa gaya belajar

siswa dapat memberikan pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dengan

gaya mereka dan juga untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar ranah

kognitif.

Anda mungkin juga menyukai