Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Endapan mineral adalah suatu keterdapatan mineral dengan ukuran

dan kadar yang cukup secara teknis (dalam berbagai kondisi) dan

mempunyai nilai ekonomis yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.

Atribut atau sifat-sifat dari suatu keterdapatan mineral harus dapat

digambarkan dalam sebuah model. Untuk itu dalam penggambaran sifat-

sifat dari suatu endapan mineral tersebut, dapat dilakukan dengan dua

pendekatan yaitu dengan karakteristik lokal yang dapat langsung diamati di

lapangan (mineralogi, pola alterasi, sifat kimiawi, dan lain-lain) serta dengan

pendekatan karakteristik tatanan tektonik regional. Suatu model endapan

mineral merupakan sebuah informasi yang disusun secara sistematis yang

memuat informasi-informasi tentang atribut-atribut penting (sifat dan

karakteristik) pada suatu kelas endapan mineral . Model endapan mineral

tersebut dapat juga berupa suatu model empirik (deskriptif), yang memuat

informasi-informasi yang slaing berhubungan (dari yang belum diketahui)

berdasarkan data teoritik, yang selanjutnya dijabarkan dalam konsep-

konsep yang fundamental.

Beberapa model genetik endapan mineral terutama endapan logam

yang telah diajukan oleh ahli geologi pertambangan, kesemuanya untuk

menjelaskan proses dan karakteristik suatu jebakan. Pada dasarnya semua

1
model yang diajukan tersebut menekankan hubungan antara terjadinya

intrusi plutonik dan endapan bijih yang terbentuk serta berdasarkan pada

model megmatik hidrotermal. Penggelompokan yang sering digunakan

oleh para ahli geologi, umunya berdasarkan pada bentuk endapannya, wall

rocknya atau control strukturnya. Sebagai contoh Bateman (1950) dalam

bukunya Economic mineral deposit mengelompokan bijih berdasarkan

control strukturalnya, diantarnya bijih yang terbentuk pada sesar, pada

lipatan, pada kontak batuan beku

Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan informasi pertambangan

dan aktifitas masyarakat pada bahan galian tembaga dan mineral

pengikutnya yang terdapat pada daerah Lapadata, Kecamatan Camming

dan Libureng, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Dan juga untuk

mengetahui model endapan mineral yang berada didaerah ini.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya kegiatan field trip ini adalah untuk:

1. Mengetahui jenis endapan mineral yang ada di daerah penelitian


2. Mendeskripsikan mineral apa saja yang ada pada sampel yang di

ambil di lokasi penelitian

1.3 Lokasi, Waktu dan Kesampaian Daerah

Praktikum lapangan Model Endapan Mineral dilaksanakan selama dua

(2) hari yaitu pada hari Jumat Sabtu, tanggal 6-7 Mei 2016. Praktikum

lpaangan dimulai pada hari Jumat tanggal 6 Mei 2016 pukul 08.00 WITA dan

tiba di lokasi pukul 15.10 WITA, di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone,

Provinsi Sulawesi Selatan. Sabtu, 7 Mei 2016 Praktikum Lapangan

dilaksanakan pukul 08.00. Dan kembali ke Makassar pada pukul 14.00 WITA.

2
Daerah praktikum lapangan berjarak sekitar 190 km dari kota Makassar

kearah utara, dan sekitar 10 km ke Desa Mattirobolu, yang dapat ditempuh

sekitar kurang lebih 4 jam dengan melewati jalur darat.

Gambar 1.1 Peta lokasi kuliah lapangan

1.4 Batasan Masalah

Dalam laporan ini hal yang dibahas yakni mengenai jenis model

endapan mineral, formasi singkapan dan pendeskripsian mengenai sifat-

sifat fisik mineral dari sampel yang ditemukan.

1.5 Penelitian Terdahulu yang telah Diakui

Daerah penelitian telah dipetakan oleh beberapa peneliti terdahulu

secara regional, diantaranya :

3
a. Studi dan penyelidikan terdahulu tentang mineralisasi bijih besi telah

dilakukan di daerah-daerah yang berdekatan dengan lokasi IUP

Eksplorasi PT. Wijaya Eka Sakti, yaitu di daerah Pakke dan Tanjung

(Kecamatan Bontocani dan Kahu), yang terletak sedikit di sebelah

selatan dari lokasi IUP tersebut (lokasi kuliah lapangan).


b. Studi atau penyelidikan terdahulu tersebut dilakukan oleh Widi et al.

pada tahun 2007 dan van Leeuwen dan Pieters pada tahun 2011-

2012.
c. Geologi regional oleh Sukamto dan Supriatna pada tahun 1982.

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Umum

Pembahasan tentang geologi umum, dibagi atas dua, yaitu

geomorfologi regional dan stratigrafi regional.

2.1.1 Geomorfologi Regional

Van Bemmelen (1949) mengelompokkan pulau Sulawesi menjadi

tujuh evolusi orogenik, salah satunya adalah orogen pulau Sulawesi Bagian

Selatan. yang terdiri dari beberapa unit fisiografi yaitu selat Makassar,

dataran antara teluk Mamuju teluk Mandar, depresi Sadan, pegunungan

Latimojong, bagian tenggara zona Palu daerah kompleks dari lengan

tenggara Sulawesi, pegunungan Verbeek dan daerah pantai timur dari

lengan tenggara Sulawesi dan teluk Tulo

2.1.2 Stratigrafi Regional

Menurut Djuri dan Sujatmiko, 1974 (Peta Geologi Lembar Mejene dan

Bagian Barat Palopo Sulawesi Selatan) batuan tertua yang merupakan alas

daerah ini adalah batuan-batuan yang termetamorfisme sedang seperti

serpih, rijang, marmer, kuarsit dan breksi terkersikan serta beberapa intrusi

menengah hingga basa. Kelompok batuan ini tersingkap dipegungungan

Latimojong, sehingga dinamakan formasi Latimojong. Oleh proses struktur

berupa perlipatan kuat sehingga ketebalannya tidak dapat diketahui.

Berdasarkan penarikan radiometri, kelompok batuan ini berumur Kapur.

5
Formasi Latimojong tertindih tidak selaras oleh Formasi Toraja yang

terdiri dari TET (Tertiry Eocene Toraja) dan TETL (Tertiary Eocene Toraja

Limestone). TET tersusun oleh Sepih napalan, Batugamping, Batupasir

kuarsa, Konglomerat kuarsa dan setempat-setempat Batubara. TETL

tersusun oleh batugamping fosil foraminifera Plantonik. Kedua satuan

batuan ini berumur Eosen.

Kegiatan gunung api bawah laut terjadi pada kala Oligosen,

batuannya terdiri dari alairan lava bersusunan basal hingga andesit, breksi

vulkanik, batupasir dan batulanau. Setempat-stempat mengandung

feldspatoid. Kelompok batuan tersebut dinamakan TOL (Tertiary Oligosen

Lava).

Diatas TOL diendapkan secara tidak selaras batuan sedimen laut

dangkal yang berasosiasi dengan karbonat. Kelompok batuan tersebut

dinamakan TMB (Tertiary Miocene Breccia) yang tersusun oleh napal,

batugamping yang tersisip setempat-setempat mengandung batupasir

gampingan, konglomerat dan breksi. Berdasarkan kandungan fosil

Plantoonik, satuan batuan ini berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah.

Bagian atasnya menjamri dengan satuan batuan TMC (Tertiary Miocene

Conglomerate) dan TMPSS (Tertiary Miocene Pliocene Sandstone).

TMC tersusun oleh Konglomerat, sedikit Batupasir gloukonit dan

Serpih. TMPSS tersusun oleh Batupasir bersusun Andesit, Batulanau,

Konglomerat dan Breksi. Ketebalan batuan ini sekitar 1000 meter dan

berumur Miosen Tengah hingga Piosen.

2.2 Petrologi Umum

6
Petrologi berasal dari dua kata yaitu petro yang berarti batu dan

logos yang berarti ilmu. Sehingga, petrologi merupakan ilmu yang

mempelajari tentang batuan. Sedangkan secara istilah petrologi adalah ilmu

mengenai batuan, secara luas mempelajari asal, kejadian, sejarah dan

sejarah batuan

2.2.1 Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan

silika cair dan pijar, yang kita kenal dangan nama magma. Pembagian

genetik batuan beku. Penggolongan ini berdasarkan ganesa atau tempat

terjadinya dari batuan beku, yaitu:

1. Batuan Beku Ekstrusi


Kelompok batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang

dikeluarkan ke permukaan bumi baik di daratan ataupun di bawah

permukaan laut. Material ini mendingin dengan cepat, ada yang

berbentuk padat, debu atau suatu larutan yang kental dan panas,

cairan ini biasa disebut lava.


2. Batuan Beku Intrusi
Kelompok batuan intrusi terdiri dari semua material yang membeku

sebelum keluar dari permukaan bumi.

2.2.2 Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat proses

pembatuan dan litifikasi dari hasil proses pelapukan dan erosi yang

kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Batuan sedimen ini

dapat digolongkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya batuan

sedimen klastik, batuan sedimen kimia, dan batuan sedimen organik.

Batuan sedimen klastik terbentuk melalui proses pengendapan dari

7
material-material yang mengalami proses transportasi. Besar butir

dari batuan sedimen klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung sampai

ukuran bongkah.Biasanya batuan tersebut menjadi batuan penyimpan

hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai

penghasil hidrokarbon (source rocks). Batuan sedimen kimia terbentuk

melalui proses presipitasi dari larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi

batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon dari migrasi. Batuan sedimen

organik terbentuk dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini

biasanya menjadi batuan induk (source) atau batuan penyimpan (reservoir).

2.2.3 Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk akibat proses

perubahan tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya dimana batuan

memasuki kesetimbangan baru tanpa adanya perubahan komposisi kimia

(isokimia) dan tanpa melalui fase cair (dalam keadaan padat), dengan

temperatur berkisar antara 200-800C.

2.3 Geologi Daerah Penelitian

Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Sulawesi Selatan yang terletak di pesisir timur Provinsi Sulawesi Selatan

yang berjarak 174 km dari Kota Makassar Ibukotanya adalah Tanete

Riattang. Mempunyai garis pantai sepanjang 138 km dari arah selatan

kearah utara. Secara astronomis terletak dalam posisi 40 0 13 - 500 06

Lintang Selatan dan antara 1190 42 - 1200 40 Bujur Timur dengan batas-

batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Soppeng


2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep, dan Barru

8
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Kabupaten

Gowa.
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone.
Di daerah pada Peta Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian

Barat terdapat dua baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada

arah utara - baratlaut dan terpisahkan oleh lembah Sungai Walanae.

Pegunungan yang barat menempati hampir setengah luas daerah, melebar

di bagian selatan (50 km) dan menyempit di bagian utara (22 km). Puncak

tertingginya 1694 m, sedangkan ketinggian rata-ratanya 1500 m.

Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat dan di

beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi kars, pencerminan

adanya batugamping. Di antara topografi kars di lereng barat terdapat

daerah perbukitan yang dibentuk oleh batuan Pra-Tersier. Pegunungan ini di

baratdaya dibatasi oleh dataran Pangkajene-Maros yang luas sebagai

lanjutan dari daratan di selatannya.

Pada Kala Eosen Awal, daerah di barat berupa tepi daratan yang

dicirikan oleh endapan darat serta batuabara di dalam Formasi Mallawa;

sedangkan di daerah Timur, berupa cekungan laut dangkal tempat

pengendapan batuan klastika bersisipan karbonat Formasi Salo Kalupang.

Pengendapan Formasi Mallawa kemungkinan hanya berlangsung selama

awal Eosen, sedangkan Formasi Salo Kalupang berlangsung sampai Oligosen

Akhir.

Proses tektonik di bagian barat ini berlangsung sampai Miosen Awal;

sedangkan di bagian timur kegiatan gunungapi sudah mulai lagi selama

Miosen Awal, yang diwakili oleh Batuan Gunungapi Kalamiseng dan

Soppeng (Tmkv dan Tmsv). Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti

oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae

yang kemudian menjadi cekungan tempat pembentukan Formasi Walanae.

9
Menurunnya Terban Walanae dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu

sesar Walanae yang seluruhnya nampak hingga sekarang di sebelah timur,

dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak menerus di sebelah barat.

Sesar utama yang berarah utara-baratlaut terjadi sejak Miosen

Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah

hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan

dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timur - barat sebelum

akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal

yang menyebabkan batuan pra-kapur Akhir di daerah Bantimala ke atas

batuan Tersier. Perlipatan dan penyesaran yang relative lebih kecil di bagian

Lembah Walanae dan di bagian barat pegunungan barat, yang berarah

baratlaut - tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh

gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar.

Secara stratigrafi, satuan-satuan batuan yang menyusun daerah Pakke

dan Tanjung dan sekitarnya, dari yang tertua ke yang termuda adalah

sebagai berikut (Sukamto dan Supriatna, 1982):

Batuan Metamorfik (S); dominan disusun oleh sekis dan sedikit genes;

secara megaskopis terlihat mengandung mineral glaukofan, garnet, epidot,

mika, dan klorit; di bawah mikroskop dikenali sekis glaukofan, eklogit, sekis

garnet, sekis amfibol, sekis kiorit, sekis muskovit, sekis muskovit-tremoilit-

aktinolit, genes albit-ortoklas, dan genes kuarsa-felspar; eklogit tidak

ditemukan dalam bentuk singkapan, tetapi dalam bentuk bongkah-bongkah

besar; sebagian sekis mengandung grafit; berwarna kelabu, hijau, coklat,

dan biru; umumnya berpendaunan miring ke timurlaut, sebagian

terbreksikan, dan tersesar-naikkan ke arah baratdaya; di blok Tanjung,

Satuan Batuan Metamorfik ini dibatasi di bagian barat dan timurnya oleh

dua buah sesar (patahan) yang hampir berarah utara-selatan, yang

10
merupakan batas kontaknya dengan Satuan Batuan Gunungapi Formasi

Camba (Tmcv), dan di bagian utaranya diterobos oleh intrusi granodiorit

(gd). Satuan ini merupakan satuan batuan tertua di daerah ini, yang

berumur Kapur Awal (111 juta tahun yang lalu), dan tebalnya 2000 m.

Formasi Marada (Km): batuan sedimen flysch yang terdiri atas

perselingan Batupasir, Batulanau, Arkose, Graywacke, Serpih, dan

Konglomerat, bersisipan Batupasir dan Batulanau karbonatan, Tufa, Lava,

dan Breksi yang tersusun oleh Basal, Andesit dan Trakit, Batupasir dan

Batulanau kelabu muda sampai kehitaman, Serpih kelabu tua sampai coklat

tua: Konglomerat tersusun oleh kerikil Andesit dan Basal: Lava dan Breksi

terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder Karbonat, Silikat, Serisit, Klorit

dan Epidot, formasi batuan sedimen ini tebalnya > 1000 m, berumur Kapur

Akhir, dan terendapkan di lingkungan neritik (laut dangkal); formasi ini

tersebar di sebelah timur Blok Tanjung.

Batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv): terdiri atas Breksi, Lava dan

Tufa, di bagian atas lebih banyak Tufa, di bagian bawah lebih banyak Lava,

umumnya bersifat andesitik, sebagian trakitik dan basaltik; bagian atas

bersisipan serpih merah dan batugamping; komponen breksi bervariasi, dari

beberapa cm sampai > 50 cm, tersemen oleh tufa dengan persentasi <

50%, Lava dan Breksi berwarna kelabu tua sampai kelabu kehijauan, sangat

terbreksikan dan terpropilitkan, mengandung banyak karbonat dan silikat,

satuan ini tebalnya sekitar 400 m, berumur Paleosen (58,5-63 juta tahun

yang lalu), ditindih tak-selaras oleh Formasi Tonasa (Temt) dan diterobos

oleh intrusi granodiorit (gd), satuan ini lebih dominan tersebar di Blok Pakke;

pada peta geologi yang disusun oleh Sukamto dan Supriatna (1982), pada

ini terdapat indikasi endapan mangan (Mn) di Blok Pakke (Gambar 1.B), oleh

11
van Leeuwen (1974), Batuan Gunungapi Terpropilitkan ini dinamakan

Formasi (Batuan Gunungapi) Langi.

Formasi Tonasa (Temt), Batugamping koral pejal, sebagian terhablurkan

(terkristalisasi), berwarna putih dan kelabu muda, Batugamping bioklastika

dan Kalkarenit berwarna putih, coklat muda dan kelabu muda, sebagian

berlapis baik, berselingan dengan napal globigerina tufa, bagian bawahnya

mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan Breksi

Batugamping dan Batugamping pasiran, terdapat Batugamping yang

mengandung glaukonit, dan di beberapa tempat mengandung sepaian

(hancuran) sekis dan batuan ultramafik, Batugamping berlapis sebagian

mengandung foraminifera besar, napalnya banyak mengandung

foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran mengandung kerang

(pelecypoda) dan siput (gastropoda) besar; batugamping pejal pada

umumnya terkekarkan kuat; formasi ini berumur Eosen Awal - Miosen

Tengah, lingkungan pengendapan neritik dangkal hingga dalam dan laguna;

tebalnya tidak kurang dari 3000 m; di peta geologi pada Gambar 1.B,

Formasi Tonasa (Temt) ini tersebar di bagian baratlaut, menindih tak-selaras

Batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv) dan tertindih tak-selaras oleh Batuan

Gunungapi Formasi Camba (Tmcv).

Batuan Gunungapi Formasi Camba (Tmcv); batuan gunungapi

bersisipan batuan sedimen laut; terdiri atas breksi gunungapi, lava,

konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir halus hingga lapili; bersisipan

batupasir tufaan, batupasir karbonatan, batulempung mengandung sisa

tumbuhan, batugamping dan napal; batuan volkanik ini berkomposisi

andesitik dan basaltik; sedikit terpropilitkan, sebagian terkersikkan (berbutir

pasir kasar), amigdaloidal dan berlubang-lubang; diterobos oleh retas, sill

dan stok berkomposisi basaltik dan dioritik, berwarna kelabu muda, kelabu

12
tua dan coklat, di bawah mikroskop dikenali batuan-batuan fonolit nefelin,

sienit nefelin porfiri, diabas hipersten, tufa, andesit, trakit, basal leusit, tefrit

leusit, basanit leusit, leusitit, dan dasit; batuan gunungapi ini berumur

Miosen Tengah - Miosen Akhir; terendapkan pada lingkungan laut neritik,

menindih tak-selaras batugamping Formasi Tonasa; sebagian terbentuk

pada lingkungan darat; tebalnya diperkirakan tidak kurang dari 4000 m; di

bagian selatan (Gambar 1.B), batuan gunungapi ini diterobos oleh intrusi

granodiorit (gd).

Formasi Walanae (Tmpw); batupasir berselingan dengan batulanau,

tufa, napal, batulempung, konglomerat, dan batugamping; berwarna putih

keabuan, kecoklatan dan kelabu muda; batupasir berbutir halus sampai

kasar, umumnya tufaan dan karbonatan, terdiri terutama oleh sepaian

batuan beku dan sebagian mengandung kuarsa; komponen batuan

gunungapi terdiri atas butiran abu hingga lapili, tufa kristal, setempat

mengandung banyak batuapung dan biotit; konglomerat tersusun terutama

oleh kerikil dan kerakal andesit, trakit dan basal; fosil foraminifera kecil

banyak ditemukan di dalam napal dan sebagian batugamping; setempat

moluska ditemukan melimpah pada batupasir, napal dan batugamping;

berumur Miosen Tengah - Pliosen; pada umumnya terlipat lemah, dengan

kemiringan lapisan < 15; terlipat kuat di sepanjang jalur sesar, dengan

kemiringan sampai 60; bagian bawah formasi ini diperkirakan menjemari

dengan Formasi Camba; tebalnya diperkirakan 4.500 m; di peta geologi

(Gambar 1.B), formasi ini tersebar setempat di bagian timurlaut (berwarna

kuning pada peta).

Batuan intrusi granodiorit (gd); berwarna kelabu muda, di bawah

mikroskop terlihat mengandung felspar, kuarsa, biotit, sedikit piroksen dan

horenblende, dengan mineral ikutan zirkon, apatit, dan magnetit;

13
mengandung xenolith bersusunan diorit dan diterobos oleh aplit; sebagian

diorit terkaolinkan; berumur Miosen Awal (19 juta tahun yang lalu); di peta

geologi (Gambar 1.B), granodiorit ini terlihat umumnya mengintrusi Batuan

Gunungapi Terpropilitikan (Tpv), serta sebagian Formasi Marada (Km) dan

Batuan Metamorfik (S).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Selama melakukan kegiatan kuliah lapangan ini, adapun alat dan

bahan yang dibutuhkan yaitu :

14
3.1.1 Alat

1. Kompas Geologi

Gambar 3.1 Kompas geologi


Alat ini berfungsi untuk mengukur arah pada suatu titik ataupun

kelurusan struktur, mengukur Strike dip pada singkapan


2. Palu Geologi

Gambar 3.2. Palu geologi


Alat ini digunakan untuk memecahkan batuan yang akan dijadikan

sampel.
3. Lup

Gambar 3.3. Lup


Alat ini digunakan untuk mengamati sampel dilapangan, baik itu

belahan dan pecahan atau yang lainnya.


4. Peta Regional

15
Gambar 3.4. Peta regional
Alat ini digunakan untuk memberikan informasi mengenai keadaan,

lokasi, stasiun, rute perjalanan dan komunikasi.


5. Roll Meter

Gambar 3.5. Roll Meter


Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi suatu singkapan, baik itu

panjang ataupun tingginya.


6. GPS

Gambar 3.6. GPS


Alat ini digunakan untuk menentukan koordinat posisi, kecepatan,

arah dan waktu saat survey. Selain itu juga berguna untuk

mengetahui medan lokasi.


7. Kamera Digital

16
Gambar 3.7. Kamera digital
Alat ini digunakan untuk mengambil gambar saat kegiatan lapangan.
8. Karung

Gambar 3.8. Karung


Alat ini digunakan untuk menyimpan contoh batuan yang telah

ditemukan dilapangan.
9. Buku Lapangan

Gambar 3.9. Buku lapangan


Alat ini digunakan untuk menuliskan data sementara yang diperoleh

saat berada dilapangan. Mulai dari data-data hasil pengukuran,

sketsa, deskripsi, dan lain-lain ada di dalamnya.


10.Headlamp/Senter

17
Gambar 3.10. Headlamp
Alat ini digunakan sebagai penerangan dimalam hari.
11.Papan Pengalas

Gambar 3.11. Papan pengalas


Alat ini digunakan dilapangan sebagai pengalas saat melakukan

penulisan.
12.Celana dan Jaket Parasut

Gambar 3.12 Jaket dan celana parasut


Alat ini digunakan sebagai pelindung diri dari matahari atau hujan.
13.Jas Hujan

Gambar 3.13 Jas hujan


Alat ini digunakan untuk melindungi saat hujan turun
14.Sepatu Gunung

18
Gambar 3.14. Sepatu gunung
Alat ini digunakan untuk melindungi kaki ketika berpijak, agar

terhindar dari cedera.


15.Topi rimba

Gambar 3.15. Topi rimba


Alat ini digunakan untuk melindungi kepala dari sengatan matahari
16.Hekter

Gambar 3.16 Hekter


Bahan ini digunakan untuk menyatukan kertas-kertas agar menjadi

satu

3.1.2 Bahan

1. Larutan HCL 0,1 mol

19
Gambar 3.17 Larutan HCL 0,1 mol
Bahan ini digunakan untuk membantu dalam deskripsi batuan
2. Kantong Sampel

Gambar 3.18. Kantong sampel

Bahan ini digunakan untuk membungkus contoh-contoh batuan yang

telah diambil.
3. Kertas HVS

Gambar 3.19. Kertas HVS


Bahan ini digunakan sebagai wadah untuk penulisan data singkapan.
4. ATK (Spidol, pensil, pulpen, penghapus, mistar, busur, penghapus)

Gambar 3.20 ATK

20
Bahan ini digunakan sebagai pendukung saat penulisan data

singkapan. Baik itu untuk catatan sementara, pemberian plot pada

peta, penomoran sampel, dan lain sebagainya.

3.2 Deskripsi Batuan dan Mineral

3.2.1. Batuan

1. Batuan Beku
1. Morfologi disii dengan penampakan secara fisik yang di temui

pada singkapan.
2. Tata Guna Lahan diisi berdasarkan fungsi lahan atau area pada

singkapan tersebut contohnya sebagai tempat penambangan,

rumah warga dan lain-lain.


3. Warna itu sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu warna segar

dan lapuk pada batuan beku warna berperan penting dalam

menunjukkan asam an basa, jika warna semakin cerah maka

batuan itu semakin asam begitu pula sebaliknya.


4. Tekstur di batuan beku terbagi menjadi 3 macam yaitu

kristanilitas, granulitas dan fabrik. Pada kristanilitas diliat

berdasarkan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam

batuan, tingkat kristanilitas terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu

holokristalin, hipokristalin dan holohyalin. Granulitas adalah

ukuran butir kristan contohnya Afanitik dan Faneritik. Dan pada

fabrik terbagi menjadi 2 bagian yaitu bentuk yang diliat dari

kesempurnaan Kristal dan relasi yang diiat berdasarkan

hubungan antara Kristal.


5. Struktur pada batuan adalah bentuk batuan beku dalam skala

besar contohnya yang paling umum ditemui pada struktur batuan

beku adalah massif. Jika secara keseluruhan kenampakan batuan

21
terlihat seragam, adapun struktur batuan beku yang lain adalah

vesikuler, amygdaloidal, scorious dan lain-lain.


6. Komposisi Mineral diisi dengan meliat mineral-mineral penyusun

pada batuan tersebut. Di komposisi mineral terbagi menjadi

menjadi Fenokris, massa dasar dan alterasi.


7. Mineralisasi diisi berdasarkan perubahan mineral karena factor

dari luar maupun dari dalam.


8. Nama Batuan diisi berdasarkan nama batuan yang sesuai dengan

deskripsi.
2. Batuan Sedimen
1. Warna itu sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu warna segar

dan lapuk. Warna diisi beradasrkan warna yang diliat pada

batuan.
2. Tekstur diisi dengan meliat ukuran butir pada batuan sedimen.
3. Struktur pada batuan sedimen terbagi menjadi dua yaitu struktur

primer dan struktur sekunder. Struktur priimer adalah struktur

yang terbentuk bersamaan dengan batuan saat proses litifikasi,

sedangkan struktur sekunder adalah struktur yang terbentuk

setelah proses litifikasi.


4. Komposisi Kimia diisi berdasarkan unsure-unsur kimia penyusun

batuan tersebut.
5. Komposisi diisi dengan melihat komposis mineral penyusun

batuan sedimen tersebut. Komposisi mineral pada batuan

sedimen terbagi menjadi 3 bagian yaitu fragmen, matrik dan

semen.
6. Sortasi diisi berdasarkan kemampuan batuan menyerap air.
7. Kemas diisi dengan meliat hubungan antara butir, jika hubungan

antara butir reggang disebut kemas terbuka


8. Nama Batuan diisi berdasarkan nama batuan yang sesuai dengan

deskripsi.
3. Batuan Metamorf
1. Warna itu sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu warna segar

dan lapuk. Warna diisi beradasrkan warna yang diliat pada

batuan.

22
2. Tekstur diisi berdasarkan ukura komposisi Kristal-kristalnya.

Coontohnya granoblastik jika Kristal-kristalnya berukuran

seragam.
3. Struktur pada batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok

besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi

ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun

batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak

memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun

batuan metamorf.
4. Nama Batuan diisi berdasarkan nama batuan yang sesuai dengan

deskripsi.

3.2.2. Mineral

1. Warna itu sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu warna segar dan

lapuk. Warna diisi beradasrkan warna yang diliat pada mineral.

2. Kilap diisi berdasarkan kenampakan mineral jika terkena cahaya.

Contohnya kilap logam dan non logam.

3. Belahan diliat berdasarkan pembelahan diri pada mineral biasana

menjadi satu arah atau dua arah.

4. Pecahan diisi dengan melihat perpisahan mineral dalam keadaan

tidak teratur. Contohnya even, uneven dan lain-lain.

5. Cerat diisi dengan meliat warna mineral dalam bentuk serbuk.

6. Kekerasan diliat ketahanan mineral terhadap goresan.

7. Berat jenis ditentukan oleh unsur-unsur penyusunnya.

8. Sifat kemagnetan yaitu respon mineral terhadap gaya magnet,

contohnya feromagnetik jika dapat ditarik oleh magnet dengan kuat,

23
paramagnetik jika dapat ditarik oleh magnet tapi lemah dan

diamagnetik jika tidak dapat ditarik oleh magnet.

9. Reaksi dengan asam dengan menguji cairan asam pada mineral jika

larut maka diisi larut terhadap asam.

10.Komposisi mineral diisi dengan meliat unsure-unsur kimia dalam

mineral tersebut.

11.Sistem Kristal diisi Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat

simetrinya (bidang simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh

sistem, yaitu :isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal,

Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.

12.Golongan mineral terbagi menjadi 8 golongan yaitu mineral Silika,

Oksida, Sulfida, Sulfat, Karbonat, Halida, Fosfat, dan Native element.

13.Asosisasi mineral diisi dengan mineral yang memiliki keterbukaan

dengan mineral yang diamati.

14.Nama mineral diisi berdasarkan nama mineral yang sesuai dengan

deskripsi.

15.Proses pembentukan diisi dengan cara atau proses terbentuknya

mineral tersebut.

16.Kegunaan mineral diisi dengan melihat fungsi dari mineral itu sendiri.

24
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Stasiun 1

Stasiun 1 terletak Sungai Lappadata dengan koordinat 04 0 48 44,49

LS dan 1200 07 04,63 BT dan berada pada ketinggian 167 mdpl.

Pengamatan di stasiun ini dilakukan pada tanggal 6 Mei 2016 saat kondisi

cuaca cerah. Singkapan berada di tepi sungai dengan ditumbuhi beberapa

vegetasi di sekitarnya berupa pepohonan dan sedikit rerumputan.

Foto 4.1 Singkapan Stasiun 1A (N 1040 E)

Stasiun 1A tersingkap batugamping dengan ukuran panjang

pengamatan 1,55 m dan tinggi 0,8 m dengan pengambilan arah

penggambaran N 1040 E. Sebagian dari tubuh singkapan ini berada tertutup

oleh tanah. Singkapan ini telah mengalami banyak perubahan dari mineral

25
primernya akibat proses dari alterasi sehingga terdapat clay pada

singkapan. Singkapan ini mempunyai hostrock berupa batugamping dengan

mineralisasi mineral sulfida berupa pyrite dan chalcopyrite yang diikat oleh

clay, sehingga singkapan ini dapat digolongkan ke dalam endapan tipe

skarn atau endapan tipe epithermal. Jika pada daerah ini ditemukan mineral

garnet, maka dapat diindikasi bahwa endapan yang terbentuk adalah

endapan tipe skarn.

Mineral yang terdapat dalam sampel yang diperoleh dari singkapan

ini adalah chalcopyrite dan pyrite sebagai fenokris, dan calcite sebagai

massa dasar batuan, serta malachite sebagai material yang tidak dominan.

Struktur geologi yang berkembang pada singkapan tidak begitu mencolok.

Struktur yang berkembang pada singkapan batugamping hanya berupa

kekar-kekar kecil yang cenderung searah.

Pengamatan yang dilakukan pada Stasiun 1B dilakukan pada tanggal

6 Mei 2016 saat kondisi cuaca cerah. Lokasi stasiun 1B berjarak kurang lebih

3 m dari singkapan Stasiun 1A. Singkapan ini berada pada aliran sungai,

terletak sedikit dibawah dari singkapan pada stasiun 1A. Panjang

pengamatan terhadap singkapan adalah 0.3m dan tinggi 0.1m, dengan

pengambilan arah penggambaran yaitu N 790 E.

26
Foto 4.2 Singkapan Stasiun 1B (N 790 E)

Mineral yang terbentuk di dalam singkapan batuan berupa mineral

hematite dengan warna lapuk kemerahan akibat proses oksidasi. Struktur

geologi yang berkembang pada singkapan tidak begitu mencolok dan hanya

berupa kekar-kekar kecil.

4.2. Stasiun 2

Stasiun 02 terletak pada titik koordinat 040 48 37.83 LS dan 1200 71

4.54 BT. Pada stasiun ini singkapan terletak dipinggir aliran anak sungai.

Pada stasiun ini dilakukan pengamatan pada arah N 236 o E. Dimensi

pengamatan singkapan ini relatif kecil dengan lebar 2,47 m dan tinggi 1,9

m.

27
Foto 4.3 Stasiun 2 (N 236o E)

Mineral yang terbentuk dalam batuan ini adalah pyrite, chalcopyrite,

sphalerite, quartz, iron oxide yang diikat oleh clay sehingga dapat dikatakan

batuan sampingnya berupa batulempung. Struktur yang terbentuk pada

batuan ini tidak terlalu berkembang dan hanya berupa kekar-kekar kecil.

Batuan pada singkapan ini masih tergolong dalam tipe endapan dengan

batuan pada Stasiun 1 dan merupakan zona yang terletak lebih di luar dari

zona utama alterasi pada Stasiun 1. Tipe alterasi yang terdapat pada

endapan ini adalah silisifikasi.

4.3. Stasiun 3

Stasiun 03 terletak disekitar aliran sungai yang merupakan anak

sungai dari sungai Lappadata. Stasiun ini terletak pada titik koordinat 4 0 48

36,36 LS dan 1200 7 3,86 BT dengan ketinggian 193 mdpl. Dimensi

pengamatan dari singkapan adalah panjang 1.03 m dan tinggi kurang lebih

0.66 m dengan arah pengambilan gambar adalah N 2430 E.

28
Foto 4.4 Singkapan Stasiun 3 (N 2430 E)

Warna hijau dari singkapan menandakan bahwa batuan ini telah

mengalami proses alterasi yang mengubah warna asal batuan beku (putih

dan hitam) menjadi hijau. Mineral yang terbentuk pada batuan yaitu chlorite

yang tersebar dominan dalam batuan. Struktur geologi yang terbentuk pada

singkapan sangat sedikit dan cukup sulit ditemukan, walaupun ada hanya

berupa kekar-kekar kecil. Tipe endapan mineral pada Stasiun 3 masih sama

dengan stasiun-stasiun sebelumnya, namun pada stasiun ini merupakan

zona yang lebih jauh lagi dari alterasi utamanya dibandingkan dengan

Stasiun 2. Jenis alterasi dari mineral ini yaitu propilitik. Berdasarkan

letaknya, singkapan ini termasuk kedalam fasies distal. Fasies distal ini

merupakan daerah pengendapan yang jauh dari sumber pembentukannya.

4.4. Stasiun 4

Singkapan pada Stasiun 4A terletak pada aliran sungai. Stasiun ini

terletak pada koordinat 40 50 7.52 LS dan 1200 7 33.3 BT, pada

ketinggian 214 mdpl. Pada stasiun ini dilakukan pengamatan pada arah N

29
3440 E. Dimensi pengamatan singkapan kecil dengan panjang 9.7 m dan

lebar 0.64 m. Tinggi pengamatan kurang lebih 0.5 m.

Foto 4.5 Singkapan Stasiun 4A (N 3440 E)

Dari kenampakkan fisiknya batuan ini merupakan batuan vulkanik

yaitu batu basalt. Mineral yang terkandung dalam batuan ini adalah

hematite, chalcopyrite, pyrite, dan quartz. Struktur yang terbentuk pada

singkapan ini cukup banyak sehingga memberikan jalan bagi larutan

hidrotermal untuk masuk ke dalam celah-celah batuan. Kekar pada batuan

diisi oleh quartz. Proses ini akan menyebabkan pelapukan pada batuan.

Basalt merupakan hostrock dari singkapan ini. Alterasi pada singkapan ini

merupakan alterasi hidrotermal.

Stasiun 4b merupakan singkapan yang satu tubuh dengan singkapan

Stasiun 4A. Stasiun ini terletak pada aliran sungai yang sama dengan

stasiun 4A. Stasiun ini terletak pada koordinat 4 0 50 7,52 LS dan 1200 7

33,3 BT pada ketinggian 214 mdpl. Pada stasiun ini dilakukan pengamatan

pada arah N 325o E. Dimensi pengamatan pada singkapan yaitu panjang 1.6

m lebar 0.5 m dan tinggi kurang lebih 0.53 m. Singkapan ini merupakan

30
hasil alterasi batu Basalt yang kemudian terdapat urat-urat Quartz yang

mengintrusi kekar-kekar pada batuan.

Foto 4.6 Singkapan Stasiun 4B (N 325o E)

4.5. Stasiun 5

Stasiun ini terletak pada koordinat 4050 7.18 LS dan 1200 7 33.65

BT dengan ketinggian 217 mdpl. Pada stasiun ini dilakukan pengamatan

pada arah N 330o E. Dimensi pengamatan terhadap singkapan ini relatif

kecil dengan panjang 1.8 m, lebar lebar 1.6 m dan tinggi 2 m. Singkapan

terletak di tepi sungai dan ditumbuhi vegetasi berupa tumbuh-tumbuhan

menjalar dan pepohonan.

Mineral yang terbentuk pada singkapan adalah mineral pyrite dan

chalcopyrite sebagai mineral utamanya yang diikat oleh clay sehingga

dapat dikatakan bahwa batuan sampingnya berupa batulempung. Alterasi

yang terjadi pada singkapan ini adalah tipe argillik dengan alterasi yang

intensif mengakibatkan mineral-mineral pada batuan menjadi lebih halus.

31
Foto 4.7 Singkapan Stasiun 5 (N 330o E)

4.6. Stasiun 6

Stasiun ini terletak pada koordinat 4 0 50 6.93 LS dan 1200 7 33.75

BT, pada ketinggian 224 mdpl. Pada stasiun ini pengambilan arah

penggambarannya yaitu pada N 218o E. Dimensi pengamatan pada batuan

ini relatif kecil dengan panjang 1,04 m dan lebar 0.54 m, serta tinggi

kurang lebih 1,44 m. Batuan tersebar di sepanjang sungai dan ditumbuhi

vegetasi berupa pepohonan besar.

Di stasiun ini batuan yang diperoleh bukan merupakan suatu

singkapan, hal ini dikarenakan hostrock dari batuan tersebut tidak berada

ditempat melainkan berasal dari tempat yang lain atau dapat dikatakan

batuan ini adalah hasil transportasi dari tubuh batuan aslinya. Batuan ini

mengandung mineral mangan dan magnetite hal ini dapat terlihat dari kilap

metaliknya dan warnanya yang gelap. Struktur yang berkembang pada

batuan tidak dapat diamati secara utuh karena merupakan batuan yang

32
telah tertransportasi, namun tetap dapat ditemukan kekar-kekar dalam

tubuh batuan.

Foto 4.8 Singkapan Stasiun 6 (N 218o E)

33
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum Model Endapan Mineral yang telah dilakukan

daoat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan salah satu hostrock yang ditemukan pada lokasi

penelitian, yaitu batuan karbonat yang menjadi ciri khas dari tipe

endapan skarn, tetapi setelah diteliti lebih mendalam dan tidak

ditemukannya asosiasi mineral Garnet sehingga belum dapat

dipastikan apakah sampel yang didapatkan di lokasi penelitian

merupakan tipe endapan skarn.


2. Mineral yang paling sering ditemukan adalah mineral sulfida seperti

Pyrite dan Chalcopyrite. Sedangkan mineral-mineral lain yang juga

ditemui pada sampel ialah mineral oksida seperti Chlorite serta

mineral silikat seperti Quartz sebagai mineral yang mengintrusi

batuan khususnya pada kekar di batuan.

5.2 Saran

5.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi diharapkan lebih dekat dengan pusat kota karena dengan

lokasi penelitian dan juga penginapan yang terpencil, terjadi keterbatasan

fasilitas seperti listrik, air, dan kamar mandi. Sehingga, segala aktifitas

34
yang dilakukan pada lokasi penelitian serba terbatas. Mungkn di lain waktu,

dapat dicari lokasi penelitian yang tidak terlalu jauh dan mudah untuk

dijangkau.

5.2.2 Asisten

Semoga kinerja dapat dipertahankan atau lebih baiknya ditingkatkan

agar ke depannya dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

5.2.3 Panitia
Lebih terorganisir agar nantinya tidak kewalahan ketika menjelang hari-

H ataupun menyiapkan rencana-rencana cadangan apabila terjadi hal yang

tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
35
Djuri & Sujatmiko. 1974. Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat
Lembar Palopo, Sulawesi Selatan. Bandung: Departemen
Pertambangan dan Energi, Direktoraat janderal Pertambangan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Graha, Doddy S. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: NOVA.

Nur, Irzal. 2009. Endapan Sulfida Masif Volkanodenik Tipe Kuroko.


Makassar : Universitas Hasanuddin.

Ricardo, Frans E. 2009. Tugas Praktikum Petrologi. Jakarta: Universitas


Trisakti.

Sufriadin. 2014. Pengenalan Batuan. Makassar: Universitas Hasanuddin

Talebong, Lewirson. 2014. Laporan Field Trip Teknik Eksplorasi PT. Makale
Toraja Mining. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Minerals.net. The Mineral & Gemstone Kingdom.


http://m.minerals.net/MineralMain.aspx. Diakses tanggal 4
Desember 2015.

36

Anda mungkin juga menyukai