Anda di halaman 1dari 5

Sinopsis Novel

Hanum menyusul suaminya ke Wina, Austria yang mendapat beasiswa studi doktoral.
Kemampuan bahasa Jerman yang minim membuat Hanum menjalani kursus bahasa Jerman.
Selama kursus itulah Hanum berkenalan dengan Fatma, wanita asal Turki yang berhasil
menggugah jiwa kelana Hanum untuk menyusuri jejak Islam di Eropa.
Fatma yang notabene hanya seorang ibu rumah tangga ternyata memiliki wawasan luas
tentang sejarah Islam di Eropa. Bukan hanya itu, kebesaran hati seorang Fatma yang
menerima cerca dari kalangan non muslim menyadarkan Hanum, bahwa Islam seharusnya
dimaknai luar dan dalam. Bukan sekedar casing yang Islam, namun jiwa dan pikiran kaum
bar-bar.
Sayangnya Fatma tiba-tiba menghilang setelah mereka mengikat janji akan berkelana
bersama menapaki jejak Islam yang ada di Spanyol, Perancis, dan Turki yang pernah berjaya
pada masanya. Demi memenuhi janji itu Hanum kemudian mulai menjelajah sendiri bersama
suami.
Paris the Light of City, kota yang paling terang cahayanya di Eropa. Kota yang menjadi
pusat peradaban paling maju di Eropa. Kota yang pertama kali Hanum kunjungi untuk
mengendus keberadaan Islam pada jaman dulu, dan ketika sampai Hanum sungguh
tercengang ketika mengunjungi Museum Louvre, museum dengan koleksi paling lengkap di
dunia, museum yang menyimpan lukisan Monalisa yang terkenal itu. Bagi Hanum, Monalisa
dengan senyum misterius kalah menarik dengan lukisan Bunda Maria yang ujung kain
kerudungnya terdapat tulisan kalimat tauhid atau piring-piring hias bertulis Arab Kufic.
Marion Latimer seorang pemandu yang baik, seorang Perancis yang memeluk Islam.
Seorang peneliti di Arab Institut Paris berhasil menjawab rasa penasaran Hanum akan
berbagai hal dalam museum yang mengandung nafas Islam, termasuk makna tulisan pada
hijab Maria dan arti kata pada piring-piring bertuliskan Arab Kufic.
Bukan hanya itu, Marion juga menunjuki sebuah kenyataan yang tak bisa dipungkiri
bahwa bangunan pada masa Napoleon Bonaparte berkuasa mulai dari La Defense, Arc du
Triomphe de Ietoile, Champ Elyses, Obelisk, Arc du Triomphe du Carrousel, Louvre jika
ditarik garis lurus imajiner akan menembus langsung ke arah Kabah.
Timbul sebuah praduga, mungkinkah Napoleon Bonaparte seorang muslim?
Cordoba di Spanyol merupakan kunjungan kedua Hanum untuk melihat Mezquita.
Sebuah masjid yang beralih fungsi menjadi gereja dengan nama The Mosque Cathedral.
Siapa sangka Cordoba dulu adalah kota seribu cahaya. Kota yang menginspirasi banyak
orang di Eropa. Kota yang menerangi abad kegelapan di Eropa. Kota yang memiliki ilmu
pengetahuan dan keharmonisan antar umat beragama pada masanya. Kota yang
melahirkan the double truth doctrine dari seorang filsul Ibnu Rushd atau Averroes, dua
kebenaran yang tidak terpisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan/sains.
Sayangnya orang Eropa menjadi trauma karena agama yang mereka anut
sebelumnya menyebabkan kegelapan pada masa kekuasaan gereja bersifat mutlak. Sekarang,
orang Eropa lebih percaya sains. Seperti ajang balas dendam siapa yang lebih menguasai
siapa. Jika dulu agama khususnya Kristen menguasai sains, kini giliran sains yang
memberangus agama. Tak heran jika kini mayoritas masyarakat Eropa menganut paham
sekuler yang melahirkan golongan ateis.
Belum lengkap rasanya jika ke Spanyol tanpa mengunjungi Granada, Istana Al-
Hambra. Tempat terakhir Islam bertahan di Eropa. Sayang,the royal couple, Isabella-
Ferdinand yang memiliki kekuasaan besar berhasil membuat Granada jatuh ke tangannya
untuk kemudian melakukan pembaptisan masal orang-orang muslim yang menjadi mayoritas
masyarakat Granada.
Sebuah email mengejutkan datang dari Fatma membuat Hanum ingin segera
mengunjungi imperium Islam terakhir pada masa Dinasti Usmaniyah atau Ottoman di Turki
sekaligus menengok kawan lama Fatma Pasha. Ini menjadi perjalanan terakhir Hanum dalam
mengarungi samudera peradaban Islam di Eropa.
Pada akhirnya, kata-kata Paulo Coelho dalam buku The Alchemist, Pergilah untuk
kembali, mengembaralah untuk menemukan jalan pulang. Sejauh apa pun kakimu
melangkah, engkau pasti akan kembali ke titik awal. Membawa Hanum menjejak ke titik
awal dari sebuah perjalanan panjang Islam di sebuah kota Mekah di satu titik pusat Kabah.
Di mana kalimat tauhid masih bergema dari jutaan manusia pencari cahaya.

UNSUR INTRINSIK
Tema : menapak jejak islam di Eropa
Tokoh & Penokohan
Hanum : mempunyai rasa keingin tahuan pada islam yang sangat besar
Rangga : suami yang baik, selalu mendukung Hanum menjelajahi Islam di Eropa. menjadi
penengah antara Khan dan Stefan
Fatma : mengajak hanum menyusuri rahasia-rahasia kebesaran islam di eropa
Eyse : anak dari Fatma yang selalu menuruti perkataan ibunya.
Selim : membantu Fatma dan menjelaskan segala yang diketahuinya tentang islam di eropa
Natalie : agen muslim sejati yang tidak hanya mempromosikan islam bukan hanya dari mulut
tapi dari perbuatannya.
Marion : membantu Hanum menjelajahi eropa dan menjelaskan tentang peradaban islam
disana.
Khan : pemuda Muslim asal Pakistan yang merupakan teman dekat Rangga.sangat taat pada
agamanya
Stefan : teman kuliah doktorat sekaligus teman dekat Rangga di kampus. pria yang tidak
memeluk agama dan selalu egois namun teman yang baik
Maarja : cantik,berwawasan luas dan pintar. Teman kuliah Rangga yang menyukai Rangga

Sudut pandang : Sudut pandang orang pertama

Gaya Bahasa : Gaya bahasa yang digunakan disini cukup jelas, hanya saja banyak
menggunakan bahasa-bahasa asing dikarenakan background dan latar yang penulis angkat
yaitu di eropa.

Latar
Tempat :Austria, Granada, Cordoba, Paris,Istanbul, Mekkah, perpustakaan, museum louvre.
Waktu :Pagi,Siang, Malam
Suasana : Menyenangkan, Menegangkan, Menyedihkan
Alur : Novel ini menggunakan alur campuran (Maju Mundur)

Amanat : Jadikanlah sejarah menjadi pelajaran berharga bagi kita terutama generasi muda.
Toleransi beragama yang berada dalam jejak-jejak sejarah harus kita ketahui dan di junjung
tinggi, tidak diwajibkan melakukan kekerasan atas nama agama, seperti halnya yang ada
dalam Mezquita Chatedral yang dulunya mesjid dan beralih fungsi menjadi gereja , dan
sebalik di Istanbul Turkey hagia sophia yang awalnya gereja menjadi mesjid.

UNSUR EKSTRINSIK

Tentang Penulis
Hanum Salsabiela Rais, adalah putri Amien Rais, lahir dan menempuh pendidikan dasar
Muhammadiyah di Yogyakarta hingga mendapat gelar Dokter Gigi dari FKG UGM.
Mengawali karir menjadi jurnalis dan presenter di TRANS TV.

Hanum memulai petualangannya di Eropa selama tinggal di Austria bersama suaminya


Rangga Almahendra dan beke rja untuk proyek video podcast Executive Academy di WU
Vienna selama 2 tahun. Ia juga tercatat sebagai koresponden detik.com bagi kawasan Eropa
dan sekitarnya.

Tahun 2010, Hanum menerbitkan buku pertamanya, Menapak Jejak Amien Rais:
Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta. Sebuah novel biografi tentang
kepemimpinan, keluarga dan mutiara hidup.

Rangga Almahendra, suami Hanum Salsabiela Rais, teman perjalanan sekaligus penulis
kedua buku ini. Menamatkan pendidikan dasar hingga menengah di Yogyakarta, berkuliah di
Institut Teknologi Bandung, kemudian S2 di Universitas Gadjah Mada, keduanya
lulus cumlaude dan memenangi beasiswa dari Pemerintah Austria untuk studi S3 di WU
Vienna, Rangga berkesempatan berpetualang bersama sang istri menjelajah Eropa. Pada 2010
ia menyelesaikan studinya dan meraih gelar doktor di bidang International Business &
Management.

Saat ini ia tercatat sebagai dosen di Johannes Kepler University dan Universitas Gadjah
Mada. Rangga sebelumnya pernah bekerja di PT Astra Honda Motor dan ABN AMRO
Jakarta.

Kesimpulan :
Kehancuran Islam di Eropa adalah karena setitik nila perang saling menguasai yang
menyebabkan trauma berkepanjangan. Jika proses masuknya Islam terus konsisten melalui
cara damai seperti di Indonesia tentulah, Eropa hingga kini masih bercahaya sebagaimana
Cordoba berhasil menerangi abad gelap di Eropa.
Kini minoritas Islam di Eropa harus berjuang untuk mengembalikan citra Islam yang keras
menjadi lembut, seperti Fatma yang tetap santun meski mendengar hujatan dari orang-orang
Eropa non muslim. Itulah sejatinya Islam, agama yang cinta damai.
Sayang, selalu dan masih saja ada yang memaknai Islam harus ditegakkan dengan jalan yang
keras, menebar teror melalui hembusan jihad, atau demo yang berujung anarkhis seperti di
Indonesia.
Sudah saatnya umat Islam belajar dari kegagalan Islam berjaya di Eropa. Nafsu untuk
menjadi lebih, nafsu untuk menguasai, dan nafsu merasa paling benar atas nama agama hanya
akan memperburuk citra Islam di mata dunia.
MAKALAH PROSA FIKSI

99 CAHAYA DILANGIT EROPA


Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Prosa Fiksi

Disusun Oleh:

HENDRA SUFYANTO : 10.88201.1707


NOVIS

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SATRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MADURA
PAMEKASAN

2014

Anda mungkin juga menyukai