Anda di halaman 1dari 3

Untuk meningkatkan daya saing, kompetensi dan peran jasa konstruksi dalam negeri, Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) RI menginisiasi revisi Undang-undang (UU) Nomor 18/1999


tentang Jasa Konstruksi. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki
Hadimuljono usai menghadiri Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi V DPR RI terkait
Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Jasa Konstruksi di gedung DPR RI, Rabu (24/2)
mengatakan bahwa revisi UU Jasa Konstruksi ini diperlukan untuk meningkatkan daya saing
jasa konstruksi di Indonesia karena saat ini masih ada kelemahan.

Raker yang dipimpin oleh Ketua Komisi V, Fary Djemy Francis dari fraksi Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra) dihadiri oleh 23 anggota Komisi V DPR RI. Dalam raker tersebut
turut hadir Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib, Sekretaris
Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono serta perwakilan dari Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Tenaga Kerja.

Basuki menjelaskan bahwa RUU tentang Jasa Konstruksi terdiri dari 15 bab dan 113 pasal,
sedangkan dalam undang-undang tentang Jasa Konstruksi yang saat ini berlaku terdiri dari 11
bab dan 46 pasal.

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, seperti daya saing dan kompetensi.
Untuk kompetensi tidak hanya keahlian tapi juga termasuk pengharkatan terhadap profesi
jasa konstruksi, melalui peningkatan remunerasi.

Karena, lanjutnya, selama ini jasa konstruksi dibandingkan dengan jasa sektor minyak dan
gas bumi (Migas) itu sangat kecil. Remunerasi tidak hanya untuk meningkatkan gajinya tapi
pengharkatan sebagai profesi jasa konstruksi, katanya.

Ia mencontohkan, mahasiswa yang masuk ke fakultas teknik sipil terus menurun, sementara
yang meningkat di bidang teknologi informatika. Jadi hanya melihat remunerasi itu sebagai
take home pay, namun juga sebagai pengharkatan profesi jasa konstruksi, ujarnya.

Kemudian hal-hal lain yang perlu dibahas lebih lanjut dalam RUU tentang Jasa Konstruksi
adalah tentang penguatan kelembagaannya.

Menurut pandangannya, kalau undang-undang lama klasifikasi usahanya hanya arsitek, sipil,
mekanikal, kelistrikan dan tata lingkungan. Sementara kalau dalam RUU Jasa Konstruksi
bukan sekedar itu namun klasifikasi yang didasarkan pada central product classification
(CPC), mulai dari hulu ke hilir.

Itu perubahannya, karena kalau hanya arsitek, sipil, mekanikal dan lainnya itu lebih ke
PUPR-an, sementara ini bukan Undang-undang PUPR namun jasa konstruksi, katanya.

Lalu soal badan usaha asing dan tenaga asing jasa konstruksi, menurut Basuki, cita-cita
dalam RUU Jasa Konstruksi ini adalah memastikan jasa konstruksi asing masuk dalam
kualifikasi besar. Sehingga jasa kosntruksi asing tidak bermain di kualifikasi kecil dan
sedang.
Walau kita di era kompetisi tapi bukan berarti kita open tanpa perlindungan di jasa
konstruksi karena era keterbukaan itu bukan berarti liberalisasi, katanya.

Kemudian untuk badan usaha asing harus joint operation dengan perusahaan nasional yang
besar. Kalau Misalnya, pembangunan infrastruktur di daerah senilai Rp 50 miliar ke bawah,
maka badan usaha asing tersebut tidak bisa main di bawah itu.

Kemudian soal kegagalan konstruksi, nanti akan dirumuskan untuk sanksi-sanksinya namun
harus melalui Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum masuk ke
ranah hukum.

Basuki menambahkan bahwa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) akan diserahkan kepada
DPR pada 3 Maret mendatang. DIM-nya ada sekitar 980-an, nanti ada yang tetap,
disinkronisasi, dan lainnya, katanya.

Wakil Ketua Komisi V dari fraksi Golongan Karya (Golkar), Muhidin Mohamad Said
menambahkan bahwa RUU Jasa Konstruksi yang akan menggantikan UU Jasa Konstruksi
saat ini akan ada perubahan substansi hingga lebih dari 50 persen.

Beberapa substansi penting dalam RUU Jasa Konstruksi adalah terkait pembinaan jasa
konstruksi, mengenai badan usaha asing/usaha perseorangan asing dan tenaga kerja asing.
Kemudian soal badan sertifikasi dan registrasi jasa konstruksi, partisipasi masyarakat dan
masalah kriminalisasi dan remunerasi

remunerasi standar minimal yang ditetapkan pemerintah sehingga pihaknya tak


perlu lagi melakukan penawaran harga jasa dalam memperoleh billing rate.

Selain hal itu nantinya juga akan mempersingkat waktu lelang

menghapus ketentuan pidana dan menekankan penegakan hukum pada aspek


administrasi dan keperdataan

mengatur apabila ada dugaan kejahatan atau pelanggaran oleh pengguna dan
penyedia jasa, maka proses hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau
menghentikan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

undang-undang lama klasifikasi usahanya hanya arsitek, sipil, mekanikal, kelistrikan dan tata
lingkungan.
UU Jasa Konstruksi yang baru bukan sekedar itu namun klasifikasi yang didasarkan pada
central product classification (CPC), mulai dari hulu ke hilir.

Itu perubahannya, karena kalau hanya arsitek, sipil, mekanikal dan lainnya itu
lebih ke PUPR-an, sementara ini bukan Undang-undang PUPR namun jasa
konstruksi

Anda mungkin juga menyukai