Anda di halaman 1dari 126

PERAN K.

H AHMAD SANUSI DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)


sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh:
Maya Maryati
NIM. 109011000291

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Maya Maryati
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Desember 1990
Nim : 109011000291
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Angkatan Tahun : 2009
Alamat : Jl. Prepedan Gg. Jambu Rt.02/09 No. 63, 11810,
Kelurahan-Kamal Kecamatan-Kalideres, Jakarta
Barat.
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul: Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan
Islam, adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Dosen Pembimbing : Drs. H. Ahmad Basuni, M.A


NIP : 1949 1126 1979 0110 01
Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri

Jakarta, 20 April 2014

Maya Maryati
ABSTRAK
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil judul tentang Peran K.H Ahmad Sanusi
Dalam Pendidikan Islam. Alasan penulis memilih judul tersebut karena, Pertama: Para ulama
sekarang ini kurang produktif dalam mengembangkan ilmunya pada suatu karya tulis, yang
diterapkan dari kebanyakan para ulama saat ini hanya berceramah dan mengajar. Kedua:
Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam.
Ketiga: Minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia dan minimnya kajian tokoh Islam
tradisional di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran K.H
Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam.
Diketahui bahwa, K.H Ahmad Sanusi adalah seorang ulama tradisional yang
membentengi umat dan melahirkan pendidikan Islam yang maju pada masanya. Dari
beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam, memiliki kesan yang bermanfaat
bagi seluruh masyarakat pada umumnya dan masyarakat kota Sukabumi pada khususnya.
Untuk mengetahui beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan tersebut, beliau
masih memiliki peninggalan atau pun berkas K.H Ahmad Sanusi yang ada di pesantren yang
didirikannya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari sinilah, penulis merasa perlu untuk
mengemukakan dari beberapa perjuangan seorang tokoh sekalipun ulama tradisional yang
sangat gigih dari K.H Ahmad Sanusi semasa hidupnya dalam pendidikan Islam.
Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif (qualitatif research). Dan metode
penelitian yang digunakan yaitu metode historis yang ditopang dengan beberapa metode
antara lain: Metode Kepustakaan (Library Reseach) dan metode Lapangan (Field Reseach).
Adapun dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan tiga cara antara lain:
Observasi, Wawancara, dan Dokumenter.
Hasil penelitian yang penulis dapat, tentang Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan
Islam diantaranya meliputi: Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada dunia pendidikan dan
penerbitan K.H Ahmad Sanusi dengan banyaknya karya-karya beliau hingga seratus lebih,
diantaranya: Kitab Tafsir al-Quran, Kitab Hadits, Kitab Ilmu Tauhid, Kitab Ilmu Fiqh, Kitab
Ilmu Bahasa Arab, Kitab Akhlak, Kitab Ilmu Mantiq, Kitab Ilmu Bade, Kitab Ilmu Bayan,
Kitab Sejarah, Kitab Jumah, Kitab Munadoroh, dll; Serta Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada
organisasi yang didirikannya sendiri dengan nama Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) yang
merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII; dan adanya perluasan pesantren
yang K.H Ahmad Sanusi dirikan dengan menjadikan suatu lembaga hingga berdiri sampai
sekarang ini.
Sedangkan pelajaran yang berharga dari K.H Ahmad Sanusi adalah dapat memberikan
semangat atau motivasi pada generasi umat maupun penerus ulama selanjutnya dengan cara
mengikuti jejak langkah beliau dalam memajukan pendidikan Islam antara lain, yaitu
semangat untuk mendirikan pesantren, semangat dalam memberikan pengajaran yang lebih
baik dan semangat dalam berkarya sendiri pada bidang keagamaan. Karena K.H Ahmad
Sanusi tidak hanya dikenal sebagai ulama tradisional melainkan ulama yang produktif dalam
karya-karyanya. Dan dari beberapa perannya beliau yang sangat kharismatik menjadi kaca
berbandingan bagi kita saat ini.

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sebagaimana kita
telah diberikan nikmat iman dan islam, serta nikmat sehat sebagai bentuk kasih
sayang-Nya kepada kita semua. Berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini bisa
terselesaikan. Sholawat serta salam, tak lupa panjatkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarganya, beserta sahabatnya.
Bab demi bab terselesaikan sudah dalam sebuah bentuk karya ilmiah skripsi
yang insya Allah berguna untuk penulis dan orang lain nantinya. Halangan serta
tantangan dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari orang tua dan para dosen, teman-teman, maupun pengajar lain yang memiliki
intensitas ilmu dibidang kelembagaan, khususnya mengenai masalah Peran K.H
Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam. Penulis hanya bisa mengucapkan
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Allah SWT, yang selalu memberikan kesehatan, kemudahan serta nikmat
yang luar biasa.
2. Orang tua saya, Babeh Umar dan Umi Munati serta keluarga tercinta yang
senantiasa memberi semangat, doa, kasih sayang, serta berbagai dorongan
yang tak terhingga baik moril maupun materil. Semoga Allah selalu
memberikan kesehatan kepada kedua beliau.
3. Dra. Nurlena Rifai, M.A.Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendididkan Agama
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag., selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Drs. H. Ahmad Basuni, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi terimakasih
yang tak terkira atas kesediaannya berbagi ilmu dan meluangkan waktunya

ii
untuk membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan saran, motivasi
dan nasihat demi keberhasilan penulisan skripsi ini.
7. Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan saran, motivasi baik serta bimbingan dalam penulisan karya
ilmiah ini maupun dalam perkuliahan biasanya dari semester pertama sampai
terakhir.
8. Drs. H. Munandi Shaleh, M.Si, Dosen STAI Syamsul Ulum Sukabumi, yang
turut membantu saya dalam mempermudah wawancara dan pencarian berkas-
berkas terkait pada pembahasan.
9. Husein Murtafi Said, S.Kom, calon pemimpin hidup saya yang selalu
mensupport, dan selalu hadir dalam memberikan cinta dan kasih sayang, serta
kebahagiaan baik moril maupun materil. Smoga Allah merestui kami dalam
jalinan yang suci, abadi selamanya.
10. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan baik perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan maupun perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
11. Segenap teman-teman PAI angkatan 2009 khususnya kelas G, dan teman-
teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu tetapi tidak
mengurangi rasa sayang saya pada kalian semua selama kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun


demikian saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi
ini sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengetahuan saya. Kritik dan saran dari
pembaca serta rekan-rekan mahasiswa senantiasa saya nantikan. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk masa sekarang maupun di masa
yang akan datang.
Jakarta, 2014
Penulis

Maya Maryati, (NIM: 109011000291)

iii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 4
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ................................................ 4

BAB II KAJIAN TEORI


A. Pendidikan Islam ........................................................................ 6
1. Pengertian Pendidikan .......................................................... 6
2. Pengertian Pendidikan Islam ................................................. 9
3. Dasar-dasar Pendidikan Islam ............................................... 11
4. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam .................................... 13
5. Materi Pendidikan Islam ....................................................... 16
6. Metodologi Pendidikan Islam ............................................... 20
B. Pendidikan Islam di Indonesia..................................................... 25
1. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ................................ 25
2. Organisasi Islam dan Pendidikan Islam di Indonesia .......... 28
3. Tokoh-tokoh (ulama) Pendidikan Islam di Indonesia .......... 31
C. Pentingnya Peran Ulama ............................................................ 33
D. Pembahasan Kajian yang Relevan .............................................. 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 36
B. Metode Penelitian ........................................................................ 37

iv
C. Prosedur ....................................................................................... 38
1. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 38
2. Teknik Pengelolaan Data ..................................................... 39
D. Analisis Data .............................................................................. 39
E. Teknik Penulisan ........................................................................ 40

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (PERAN


K.H AHMAD SANUSI DALAM PENDIDIKAN ISLAM)
A. Sejarah Sukabumi Pada Masa Abad Pertengahan Abad ke 19
Sampai Abad ke 20 ..................................................................... 41
B. Biografi K.H Ahmad Sanusi Dan Latar Belakangnya ................ 43
C. Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam ................... 61
1. Dunia Pendidikan Dan Penerbitan K.H Ahmad Sanusi ....... 61
2. Mendirikan Al-Ittihadiyatul Islamiyyah (AII) ..................... 70
3. Perluasan Pesantren K.H Ahmad Sanusi ............................. 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 79
B. Implikasi .................................................................................... 80
C. Saran-saran ................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 81

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan sangat diperlukan sebagai proses yang mampu membangun
potensi manusia menuju kemajuan dalam segala aspek.1 Menurut islam,
pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang.
Oleh karena itu, ajaran islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu
kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur
hidup semenjak dari buaian hingga ajal datang.2
Manusia Muslim yang telah mendapatkan pendidikan Islam itu harus mampu
hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai yang diharapkan oleh cita-
cita Islam. Pengertian pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem
kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh
hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia
Muslim baik duniawi maupun ukhrawi.3
Dari itu bahwa pendidikan Islam sangatlah penting dalam kehidupan umat,
karena manusia perlu adanya perubahan dalam diri dan pengetahuan serta
bimbingan akhlak yang tidak keluar dari syariat Islam. Agar manusia menjadi
bertaqwa, berakhlak, dan berguna bagi setiap orang sehingga manusia tersebut
mendapat kebahagiaan di dunia maupun akhirat.

1
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam , (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 29 .
2
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet 1, 1991), hlm. 1.
3
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 1991), hlm.13.

1
2

Hakikat pendidikan Islam pada dasarnya dapat dipahami dan dianalisis serta
dikembangkan dari Al-Quran dan As-Sunnah. Konsep operasionalnya dapat
dipahami, dianalisis dan dikembangkan dari proses pembudayaan, pewarisan dan
pengembangan ajaran agama, budaya, dan peradaban Islam dari generasi ke
generasi. Sedangkan secara praktis dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan
dari proses pembinaan dan pengembangan (pendidikan) pribadi muslim pada
setiap generasi dalam sejarah umat Islam.4
Sejarah bangsa telah mengukir berbagai peran yang dimainkan ulama.
Kerukunan umat beragama telah berhasil dan terbina dengan baik berkat
dukungan ulama, sehingga kerukunan itu dapat mengokohkan persatuan dan
kesatuan bangsa yang menjadi modal pembangunan negara dan bangsa selama ini.
Ulama berperan melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan melalui
ceramah-ceramah agama dan khutbah Jumat di masjid-masjid. Dalam
menggerakkan pembangunan di negara-negara sedang berkembang, seperti
Indonesia, paling tidak ada tiga kelompok pemimpin yang harus mengambil
peranan. Tiga kelompok itu adalah pemimpin resmi (pemerintah), pemimpin tidak
resmi (tokoh agama) dan pemimpin adat.
Salah satu peran ulama sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah posisi
mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan kepada
masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan oleh mereka
baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua itu adalah lembaga
yang ikut mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terpelajar.
Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam
lewat karya-karya yang telah ditulis atau jalur dakwah mereka. Dari pengkajian
ini, peran ulama dalam pengembangan pendidikan agama dan Khazanah
keagamaan menjadi sangat penting untuk dilakukan.5
Kita mengetahui bahwa adanya teori pengembangan pendidikan Islam itu
diterapkan oleh upaya-upaya guru pendidikan Islam, ulama serta banyaknya peran
seorang tokoh pendidikan Islam yang membawa pembaharuan dalam pendidikan
4
Muhaimin, op. cit., hlm.29-30.
5
Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan
Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1, Desember 2003), hlm. 1.
3

Islam. Jika kita lihat kembali pada peran ulama di abad ke-20 dalam
mengembangkan pendidikan Islam, sangat memberikan dampak positif. Sehingga
dapat memberikan perubahan pendidikan Islam yang baik di zaman tersebut.
Dalam pendidikan Islam di Indonesia, bahwa banyak peran para tokoh
modern maupun tradisional dalam menterdepankan serta mengembangkan
pendidikan Islam demi tujuan yang ingin mereka capai. Ulama pendidikan Islam
tersebut di antaranya ialah Abdullah Ahmad dari Sumatera Barat, Abdul Halim
dan Ahmad Sanusi dari Jawa Barat, Imam Zarkasyi dari Jawa Timur, dan masih
banyak lagi tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia yang lainnya. Dari
beberapa tokoh tersebut, terasa bahwa peran mereka tidak kalah penting dan
hebatnya dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang hidup di abad klasik dan
pertengahan.
Namun dalam penulisan ini, penulis memilih K.H Ahmad Sanusi dari Jawa
Barat untuk mengetahui secara dalam tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam
pendidikan Islam. Alasan penulis memilihnya karena, Pertama: Telah diketahui
bahwa K.H Ahmad Sanusi adalah ulama tradisional yang sangat produktif. Dari
itu kita dapat membandingkan sosok K.H Ahmad Sanusi dengan ulama-ulama
masa kini yang kita ketahui bahwa para ulama sekarang ini kurang produktif
dalam mengembangkan ilmunya pada suatu karya tulis, yang diterapkan dari
kebanyakan para ulama saat ini hanya berceramah dan mengajar. Kedua: Masih
kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan
Islam. Ketiga: Minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia atau minimnya kajian
ulama tradisional di Indonesia.
Dalam mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi pun, penulis memiliki referensi
yang kuat yaitu beliau masih memiliki peninggalan, dokumentasi atau pun masih
adanya pihak keluarga dari K.H Ahmad Sanusi yang berada di pesantren yang
didirikannya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari sinilah, penulis merasa perlu untuk
mengemukakan dari beberapa perjuangan K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan
Islam.
Dari sini pula berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis
kemukakan, maka penulis perlu mencari kejelasan untuk mengetahui secara dalam
4

yang kemudian penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi
dengan judul berikut : PERAN K.H. AHMAD SANUSI DALAM
PENDIDIKAN ISLAM.

B. Identifikasi Masalah
Dalam uraian singkat di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa
permasalahan yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut:
1. Kurang produktifnya ulama-ulama pada masa sekarang ini, para ulama
sekarang ini hanya berceramah, mengajar namun tidak membuat banyak
karya tulisan
2. Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi Dalam
Pendidikan Islam
3. Masih minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia dan minimnya kajian ulama
tradisional di Indonesia

C. Batasan dan Rumusan Masalah


Dalam pembahasan ini batasan masalahnya adalah:
1. Bagaimana peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam

Adapun perumusan masalahnya adalah:


1. Apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan utama penelitan ini adalah untuk menemukan jawaban kualitatif
terhadap pertanyaan-pertanyaan utama yang tersimpul dalam rumusan masalah.
Lebih rinci tujuan itu dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan islam.

Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah:


5

1. Sebagai rujukan dalam mengembangkan pendidikan Islam untuk generasi-


generasi muda, agar pendidikan Islam dapat menjadi lebih baik lagi.
2. Secara Teoritis, dapat semakin memperkaya khazanah intelektual islam pada
umunya dan bagi akademika Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama
Islam pada khususnya.
3. Selain itu, dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya sehingga proses
pengkajian secara mendalam akan terus berlangsung dan memperoleh hasil
yang maksimal.
4. Dan secara praktis, dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum sehingga
mampu menumbuhkan kepedulian terhadap pendidikan pada umumnya dan
pendidikan Islam pada khususnya.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie yang
berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan orang yang tugasnya
membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri
disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan
agoge (saya membimbing, memimpin).1
Pendidikan bisa berarti pemeliharaan dengan penuh kasih sayang agar yang
dipelihara dapat berkembang dengan baik dan memberi manfaat bagi manusia
dan bagi alam itu sendiri, lantaran di antara satu alam dengan lainnya saling
membutuhkan dalam ekosistem. Misalnya, air jika dipelihara dengan baik akan
memberi manfaat bagi manusia tumbuh-tumbuhan, binatang dan seterusnya.
Pada tingkat operasional pendidikan dapat dilihat pada praktek yang
dilakukan oleh Rasulullah, antara lain beliau telah membacakan ayat-ayat Tuhan
kepada manusia, membersihkan mereka dari kemusyrikan dan mengajarkan
kepada manusia kitab dan hikmah (QS. 62:2). Kata mensucikan pada ayat
tersebut, menurut M. Quraisy Shihab, dapat diidentikan dengan mendidik, sedang
mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak-anak dengan pengetahuan yang
berkaitan dengan alam metafisika dan fisika.

1
Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, April 2005), hlm.17.

6
7

Berdasarkan pernyataan di atas, pendidikan berarti berkaitan dengan


mensucikan, membentuk perilaku dengan adab sopan santun.2 Menurut Omar
Muhammad al-Toumy al-Syaibani, mendefinisikan bahwa pendidikan adalah
proses pengubahan tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat,
dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan
sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.3
Menurut M. Arifin bahwa Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara
sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan
dasar anak didik, baik dalam pendidikan formal maupun non formal.4Dan
menurut Hasan Langgulung bahwa Pendidikanadalah suatu proses yang
mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola
tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang di didik.5
Sementara itu, dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah Usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, masyarakat, bangsa dan
negara.6
Dan menurut penulis, bahwa pendidikan adalah usaha sistematis dalam
membimbing anak manusia yang berlandaskan pada proses individual dan
sosialisasi dalam mengembangkan serta memberi pengetahuan ilmu dari segala
bidang apapun terhadap seseorang yang belum mengetahuinya atau belum
memahaminya.
Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai usaha yang
dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
membimbing atau memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah

2
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 186-188
3
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 28.
4
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga;
Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet.4, hlm. 14
5
Abuddin Nata,loc.cit., hlm. 28.
6
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta: Biro
Hukum dan Organisasi, cet. Pertama, September 2003), hlm. 5.
8

kedewasaan. Atau dengan kata lain, pendidikan adalah bimbingan yang


diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam
pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan
masyarakatnya.
Definisi pendidikan di atas sepertinya hanya dimaksudkan untuk pendidikan
anak-anak di lembaga persekolahan. Pertanyaan yang muncul kemudian,
bagaimana kalau yang diajar atau dibimbing adalah orang yang telah dewasa atau
orang tua, apakah hal itu disebut juga pendidikan?
Menanggapi hal demikian, para pakar pendidikan umat beragama dalam
memberikan makna pendidikan. John Dewey misalnya, mengartikan pendidikan
sebagai organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup.
Sementara itu, Komisi Nasional Pendidikan mendefinisikan, pendidikan adalah
usaha nyata menyeluruh yang setiap program dan kegiatannya selalu terkait
dengan tujuan akhir pendidikan.
Meski berawal dari akar kata sama, tetapi pemberian makna terhadap istilah
pendidikan begitu beragam. Hal ini disebabkan oleh karena sifat pendidikan yang
dinamis. Pengertian pendidikan di zaman Yunani akan berbeda dengan
pengertian pendidikan di zaman Aufklarung. Pengertian pendidikan di zaman
kemajuan Islam akan berbeda dengan pengertian yang diberikan para pakar
pendidikan Islam di zaman kemundurannya. Demikian juga dalam konteks
Indonesia, arti pendidikan di zaman Orde Lama, Baru dan Era Reformasi akan
berbeda.
Perbedaan itu secara prinsip dikarenakan tujuan pendidikan yang ingin
dicapai berbeda-beda (beragam) pada setiap masanya, serta amat dipengaruhi
oleh kondisi sosial politik dan geografisnya, apalagi, pendidikan adalah ilmu
pengetauan yang bercorak teoritis dan praktis.7
Di negara demokrasi, pendidikan merupakan sarana untuk membentuk warga
negara menjadi diri sendiri. Setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk
berkembang dan mendapatkan pendidikan yang layak sebagai manusia. Individu

7
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 17-18.
9

juga diberi kebebasan sebesar-besarnya untuk mampu merealisasikan diri, dan


kemampuannya semaksimal mungkin.8

2. Pengertian Pendidikan Islam


Agama Islam adalah agama yang universal. Yang mengajarkan kepada umat
manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun
ukhrawi.9Islam adalah damai, sentosa dan aman.Agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan untuk umat manusia, melalui RasulNyaMuhammad SAW.
Tujuan ajaran islam yaitu untuk mendorong manusia agar patuh dan tunduk
kepada Tuhan, sehingga terwujud keselamatan, kedamaian, aman dan sentosa,
serta sejalan pula dengan misi ajaran islam, yaitu menciptakan kedamaian di muka
dumi dengan cara mengajak manusia untuk patuh dan tunduk kepada Tuhan.10
Kata Islam dalam Pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan tertentu
yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami yaitu pendidikan
yang berdasarkan Islam.11Salah satu di antara ajaran Islam tersebut adalah,
mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut
Islam ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia
yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan
berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannnya.
Lebih-lebih Islam merupakan agama ilmu dan agama akal. Karena Islam
selalu mendorong umatnya untuk mempergunakan akal dan menuntut ilmu
pengetahuan, agar dengan demikian mereka dapat membedakan mana yang benar
dan mana yang salah, dan dapat menyelami hakikat alam.
Apabila kita memperhatikan ayat-ayat yang pertama kali diturunkan oleh
Allah kepada Nabi Muhammad, maka nyatalah bahwa Allah telah menekankan
perlunya orang belajar baca tulis dan belajar ilmu pengetahuan.

8
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 19.
9
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2009) hlm. 98.
10
Abuddin Nata, op. cit., hlm. 32.
11
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), cet. 7, hlm. 24
10

Firman Allah dalam Surat Al-Alaq ayat 1-5:

..

.. .
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al- Alaq: 1-5)

Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar
menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan
dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan.
Islam disamping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh
umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Jadi Islam mewajibkan
umatnya belajar dan mengajar. Melakukan proses belajar dan mengajar adalah
bersifat manusiawi, yakni sesuai dengan harkat kemanusiaannya, sebagai makhluk
Homo educandus, dalam arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan
dapat mendidik. Banyak ayat Al- Quran dan Hadits yang menjelaskan hal
tersebut, diantaranya:12
Firman Allah dalam Surat Al- Taubah ayat 122:


Artinya:
Apakah tidak lebih baik pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. Al- Taubah: 122).

Sabda Nabi:

12
Zuhairini, dkk, op. cit., hlm. 98-101.
11

Artinya:
Belajarlah dan kemudian ajarankanlah kepada orang-orang lain, serta
rendahkanlah dirimu kepada guru-gurumu, serta berlaku lemah lembutlah
kepada murid-muridmu. (H.R. Al- Thabrani).

M. Arifin memandang pendidikan Islam sebagai proses mengarahkan dan


membimbing anak didik ke arah pendewasaan pribadi yang beriman, berilmu
pengetahuan yang saling mempengaruhi dalam perkembangannya untuk mencapai
titik optimal kemampuannya.13
Samsul Nizar mendefinisikan bahwa pendidikan Islam sebagai rangkaian
proses yang sistematis, terencana dan komprehensif dalam upaya mentransfer
nilai-nilai kepada anak didik, mengembangkan potensi yang ada pada diri anak
didik sehingga anak didik mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan
sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai illahiyah yang didasarkan pada ajaran
agama (Al- Quran dan Hadits) pada semua dimensi kehidupannya.14
Proses kependidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan
potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan
kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya
sebagai makhluk individual, dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam
sekitar dimana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam nilai-nilai
Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syariah dan akhlakul
karimah.15

3. Dasar-dasar Pendidikan Islam


Dasar atau pudamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang
menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada

13
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum), (Jakarta: Bina Aksara, 1991), hlm. 44.
14
Samsul Nizar, M.A, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit
Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 94.
15
HM Arifin M,ed, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Aksara 1987), cet.l, hlm. 13.
12

suatu pohon dasar atau pundamennya adalah akarnya. Fungsinya yaitu


mengkokohkan berdirinya pohon itu.16
Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang
melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal
dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kokoh dan
komprehensif, serta tidak mudah berubah.17
Menurut al- Syaibany dasar pendidikan Islam adalah identik dengan dasar ajaran
Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu al-Quran dan
hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam
bentuk qiyas syari, ijma yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk
hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagat raya, manusia,
masyarakat dan bangsa, pengetahuan manusia dan akhlak, dengan merujuk kepada
kedua sumber asal (al-Quran dan hadits) sebagai sumber utama.18
Dan Ahmad D. Marimba juga berpendapat bahwa dasar pendidikan Islam itu
adalah Firman Tuhan dan Sunnah Rasulullah SAW. Al-Quran adalah sumber
kebenaran dalam Islam. Kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan
Sunnah Rasulullah adalah prilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan
Rasulullah sebagai pelaksana hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran.
Inipun tidak dapat diragukan lagi.19
Dan identik dasar ajaran Islam itu sendiri berasal dari kedua sumber yaitu, Al-
Quran dan Hadits, Kemudian dari dasar keduanya dikembangkan dalam
pemahaman Ulama.
Allah berfirman dalam surat Al- Baqarah ayat 2 yaitu:

16
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1980), cet. 4,
hlm. 38.
17
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2005), hlm. 59.
18
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam konsep dan perkembangan, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 37.
19
Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 41.
13

Artinya: Kitab (Al-Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa. (Q.S Al-Baqarah 2: 2).

4. Tujuan dan fungsi pendidikan Islam


Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah kegiatan
tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus direncanakan agar
sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara terarah dan menghasilkan
sesuatu.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam, terlihat sangat besar
dalam membangun peradaban manusia. Artinya, peradaban dan kebudayaan
manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Agar peradaban bisa
tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam konsep
pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita-cita, dan falsafah yang berlaku di
suatu masyarakat atau bangsa.
Menurut Omar Al-Toumy Al-Syaibani yang dikutip oleh Jalaluddin, bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga
tercapai tingkat akhlak al-karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan tujuan
yang akan diapai oleh misi kerasulan, yaitu membimbing manusia agar berakhlak
mulia kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari sikap dan
tingkah laku individu dalam hubungan dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia
dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya.20
Telah dikatakan pula oleh Dr. Zakiah Daradjat bahwa tujuan pendidikan
Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi
insan kamil dengan pola takwa, Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan
jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya
kepada Allah SWT.21
Umar Tirta Raharja mengemukakan : Bahwa yang dimaksud dengan
manusia utuh adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang
mempunyai hubungan vertikal ( dengan Tuhan ), horizontal (dengan lingkungan)

20
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2002), hlm. 92
21
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 41
14

dan konsentris (dengan diri sendiri ) yang berimbang antara duniawi dan
ukhrawi.22
Karena telah dihasilkan dalam rumusan tentang Tujuan Pendidikan Islam menurut
Kongres Pendidikan Islam se Dunia di islamabadtahun 1980, menunjukkan bahwa
pendidikan harus merealisasikan cita-cita (Idealitas) Islam yang mencakup
pengembangan kepribadian muslim yang bersifat menyeluruh secara harmonis
berdasarkan potensi psikologi dan fisiologis (jasmaniah) manusia yang memacuh
kepada keimanan dan sekaligus berilmu pengetahuan secara berkeseimbangan
sehingga terbentuklah manusia muslim yang paripurna yang berjiwa tawakkal
(menyerahkan diri) secara total kepada Allah SWT.23
Sebagaimana firman Allah yang menyatakan:

Artinya: Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku dan hidup dan matiku


hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al- Anam: 162)

Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan


manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar
mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan
Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat
dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti.24
Dan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah perubahan yang diinginkan dan diusahakan oleh proses pendidikan, baik
tingkah laku individu maupun kehidupan masyarakat.
Jelaslah juga bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan Islam identik dengan
tujuan hidup seorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah setiap gerak
hidupnya.
Dalam undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3
disebutkan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

22
Umar Tirta Raharja, S.L.La. Sulo, Pengantar Pendidikan,(Jakarta: Rangka Cipta, 1995), hlm. 2.
23
Nur Uhbiyati, loc. cit., hlm. 59
24
Ibid.,hlm. 41.
15

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.25
Untuk mencapai itu, maka kesemuanya itu merupakan tanggung jawab yang
dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam konteks ini, fungsi
pendidikan Islam dapat dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu:
a) Dimensi mikro (Internal), yaitu manusia sebagai subjek dan objek
pendidikan. Pada demensi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi
memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri
anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama. Dengan upaya ini
diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk insani yang berkualitas dan
mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai
pribadi maupun kepada masyarakat.
b) Dimensi makro (Eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban
manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungan. Pada demensi ini,
pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana pewarisan budaya dan
identitas suatu komunitas yang didalamnya manusia melakukan berbagai
bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara dengan yang lainnya. Tanpa
proses pewarisan tersebut, budaya suatu bangsa akan mati. Oleh karena itu,
pendidikan Islam harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan
identitas masyarakat pada peserta didiknya sekaligus mampu mewarnai
perkembangan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai
Islami.26
Apabila kesemua fungsi tersebut mampu tertanam dan dihayati oleh peserta
didik, maka sekaligus akan mampu menjadi alat kontrol bagi manusia dalam
melaksanakan setiap kegiatannya di muka bumi. Seluruh aktifitasnya akan
senantiasa bernuansa ibadah kepada sang Khaliq dan kepentingan seluruh umat
25
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta, Biro
Hukum dan Organisasi, cet. pertama, September, 2003), hlm. 8.
26
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 121-122.
16

manusia di muka bumi.27 Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah
sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya.

5. Materi pendidikan Islam


Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan,
maka tentu saja materi yang akan disajikan atau yang diperbincangkan sebagai
bahan kajian adalah materi-materi yang diambil dari sumber ajaran Islam. Materi
pendidikan ini biasanya dikemas dalam sebuah kurikulum yang lebih komplek
dengan nama mata pelajaran. Kurikulum dalam arti luas adalah serangkaian
program pendidikan yang diperlukan dalam sebuah lembaga pendidikan yang
digunakan untuk proses pendidikan, baik yang nyata maupun yang tidak nyata.
Rangkaian muatan kurikulum sebagai program pendidikan biasanya menyangkut
tujuan, isi atau materi, metode, sarana, pendidik dan sebagainya. Dalam bagian ini
akan dijelaskan isi materi dalam kurikulum pendidikan Islam, sebagai mata
pelajaran yang diajarkan dalam proses pendidikan Islam.28
Menurut al-Ghazali materi pendidikan Islam itu menyangkut dua hal, yaitu:
materi tentang ilmu syariat dan ilmu non-syariat. Ilmu syariat dibagi menjadi
dua, yaitu: 1). Ilmu Ushul, yang meliputi ilmu al-Quran, Sunnah nabi, pendapat
Shahabat dan Ijma. 2). Ilmu pengantar, meliputi: ilmu bahasa dan gramatika. 3).
Ilmu Furu, meliputi; fiqh, ilmu hal ihwal, hati, dan akhlak. 4). Ilmu pelengkap,
meliputi; ilmu qiraat, makhrij huruf, ilmu tafsir, nasikh dan mansukh, lafadz
umum-khusus, dan biografi sejarah sahabat. Ilmu non syariat dapat dibagi
menjadi: 1). Ilmu terpuji, seperti; kedokteran, berhitung, ekonomi, pertanian,
ekonomi pertenunan, ekonomi pembangunan, dan politik. 2). Ilmu yang
diperbolehkan, meliputi; kebudayaan, sastra, sejarah dan puisi. 3). Ilmu yang
tercela, meliputi; ilmu tenun, sihir, dan bagian tertentu dari filsafat.
Dan Ibnu Khaldun juga menjelaskan bahwa materi yang diajarkan dalam
dunia pendidikan dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu: 1). Kebiasaan,
meliputi; gramatika dan sastra puisi. 2). Materi yang diambil dari sumber ajaran
27
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 123.
28
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN- Malang Press, Mei 2008),
cet. 1., hlm. 120.
17

Islam (Kitab suci), meliputi; al-Quran-Hadist, ulum al-Quran, ulum al-Hadist,


ushul fiqh, Fiqh, ilmu kalam, ilmu Tasawuf, ilmu Tabir al-Ruya. 3). Materi
diambil dari hasil berpikir manusia melalui indra dan akalnya, meliputi;
logika(mantiq), fisika, metafisika, matematika (aritmatika, aljabar, geografi, ilmu
musik, astronomi, dan ilmu nujum).29
Adapun penjelasan mengenai materi dalam pendidikan agama Islam adalah
meliputi:
a. Al- Quran/Hadits
Al- Quran adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama.
Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah,
al- Quran adalah kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu-wahyu) Allah,
sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22
hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya, untuk menjadi
pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya
mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.30
Adapun isi al- Quran itu antara lain adalah:
1) Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia;
2) Petunjuk mengenai syariah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam
berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan
hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak;
3) Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus
diindahkan oleh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual
maupun kehidupan sosial;
4) Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau;
5) Berita-berita tentang zaman yang akan datang;
6) Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan;
7) Sunatullah atau hukum Allah yang berlaku di alam semesta.31

Hadits adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Apa yang telah disebut
dalam al-Quran di atas, dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Rasulullah
dengan sunnah beliau.

29
A. Fatah Yasin, op.cit., hlm. 122-123.
30
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 93.
31
Ibid., hlm. 103.
18

Ada tiga peranan al-Hadits di samping al-Quran sebagai sumber agama dan
ajaran Islam diantaranya:
1) Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al- Quran;
2) Sebagai penjelasan isi al- Quran;
3) Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-
samar ketentuannya di dalam al- Quran.32
b. Aqidah
Akidah, menurut etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Dalam pengertian
teknis artinya adalah imam atau keyakinan. Aqidah Islam (Aqidah Islamiyah),
karena itu, ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam.
Adapun pokok-pokok keyakinan Islam yang terangkum dalam istilah Rukun
Iman itu antara lain:
1) Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa;
2) Keyakinan kepada Malaikat-malaikat;
3) Keyakinan kepada para Nabi dan Rasul;
4) Keyakinan akan adanya Hari akhir;
5) Keyakinan kepada Qada dan Qadar Allah.33
c. Syariah/syariat
Makna asal syariat adalah jalan ke sumber (mata) air. Secara harfiah berarti
jalan yang harus dilalui oleh setiap muslim. Dilihat dari segi hukum, syariat
adalah norma hukum dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib diikuti oleh orang
Islam, baik dalam berhubungan dengan Allah maupun dalam berhubungan dengan
sesama manusia dan benda dalam masyarakat.34
d. Ibadah
Ibadah menurut bahasa, artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan doa. Dilihat dari
segi pelaksanaanya, ibadah dapat dibagi tiga, yakni:
1) Ibadah jasmaniah-rohaniah, yaitu ibadah yang merupakan perpaduan
jasmani dan rohani, seperti shalat dan puasa;

32
Muhammad Daud Ali, hlm. 110-113.
33
Ibid., hlm. 199-201.
34
Ibid., hlm. 235-236.
19

2) Ibadah rohiah dan maliah, yaitu perpaduan rohani dengan harta, seperti
zakat;
3) Ibadah jasmanish, rohiah dan maliah (harta) sekaligus, contohnya haji.35
e. Akhlak
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlak,
bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologi (bersangkutan
dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan-
perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat.36Akhlak dalam pembagiannya di bagi menjadi 2, yaitu:
1) Akhlak terhadap Allah;
2) Akhlak terhadap Makhluk, dibagi dua: akhlak terhadap manusia dan
akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup).37
f. Tarikh
Tarikh dalam bahasa Arab disebut sejarah, yang menurut bahasa artinya
ketentuan masa. Sedangkan menurut istilah berarti keterangan yang telah terjadi
dikalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.
Kata Tarikh juga dipakai dalam arti perhitungan tahun, seperti keterangan
mengenai tahun sebelum atau sesudah Masehi dipakai sebutan sebelum atau
mengenai tarikh Masehi.
Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti pengalaman masa
lampau daripada umat manusia. Pengertian selanjutnya memberikan makna
sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam
yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan ruang lingkup yang luas.38
Dari penjelasan diatas dapat dikemukakan bahwa materi pendidikan agama
Islam yaitu al- Quran/hadits (isi dan kandungannya tentang akidah, syariat,
sejarah, ilmu pengetahuan, dll), aqidah (yang berisi tentang keyakinan yang
terangkum dalam rukun Islam), Syariah (yang berisi tentang tingkah laku dan
tabiat), dan tarikh (yang berisi tentang sejarah pada masa lampau).

35
Muhammad Daud Ali., hlm. 244-245.
36
Ibid., hlm. 346.
37
Ibid., hlm. 356.
38
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 1-2.
20

6. Metodologi pendidikan Islam


Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat
signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam
mentransper ilmu pengetahuan/materi pelajaran kepada peserta didik dianggap
lebih signifikan dibanding dengan materi sendiri.
Pengertian metode secara etimologi, berasal dari Bahasa Yunani Metodos, yaitu
meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti Jalan atau cara.
Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa
Arab metode disebut Thariqat, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
metode adalah: Cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud. Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus
dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.39
Materi yang baik bukan merupakan jaminan bagi keberhasilan pendidikan.
Dapat saja materi kurikulum yang baik akan berakibatkan buruk bagi anak didik,
jika dalam pelaksanaan pendidikan digunakan metode yang keliru. Metode dapat
diartikan sebagai cara untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik
(peserta didik).
Mohammad Athiyah al- Abrasy mendefinisikannya sebagai jalan yang kita ikuti
untuk memberi paham kepada murid-murid dalam segala macam pelajaran, dalam
segala mata pelajaran. Metode adalah rencana yang kita buat untuk diri kita
sebelum kita memasuki kelas, dan kita terapkan dalam kelas selama kita mengajar
dalam kelas itu.40
Dan menurut Prof. Abd Al- Rahim Ghunaimah menyebut metode sebagai
cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik.
Adapun Edgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai kegiatan yang
terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses belajar-mengajar, hingga
pengajaran menjadi berkesan.41

39
Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, Juli
2002), hlm. 39-42.
40
Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 52-53.
41
Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 53.
21

Barangkali masih banyak definisi-definisi tentang metode pendidikan yang


dikemukakan para ahli pendidik, namun yang penting kita tangkap adalah makna
pokok yang terkandung dalam pengertian metode itu sendiri. Makna pokok yang
dapat disimak antara lain bahwa: (1) metode pendidikan adalah cara yang
digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik; (2) cara yang
digunakan merupakan cara yang tepat guna untuk menyampaikan materi
pendidikan tertentu dalam kondisi tertentu; dan (3) melalui cara itu diharapkan
materi yang disampaikan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak
didik.
Mengacu kepada kepentingan tersebut, maka metode paling tidak harus
disesuaikan dengan materi, kondisi dan keadaan anak didik. Karena itu metode
yang digunakan dapat bervariasi. Suatu metode mungkin dinilai baik untuk materi
dan kondisi tertentu, tapi sebaliknya kurang tepat digunakan pada penyampaian
materi yang berbeda dan suasana yang berlainan.
Mohammad al-Toumy al-Syaibany menyodorkan pembagian metode dalam
pendidikan Islam, yakni metode yang umumnya pernah digunakan dalam
pendidikan Islam, antara lain:
a. Metode induksi (pengambilan kesimpulan)
Metode ini digunakan untuk mendidik agar anak didik dapat mengetahui
fakta-fakta dan kaidah-kaidah umum dengan cara menyimpulkan pendapat.
b. Metode Perbandingan (Qiyasiah)
Metode ini digunakan untuk mendidik agar anak didik dapat membandingkan
kaidah-kaidah umum atau teori dan kemudian menganalisanya dalam bentuk
rincian-rincian.
c. Metode Kuliah
Metode ini digunakan untuk mendidik anak didik agar mereka dapat
mengintisarikan materi yang diberikan secara benar, sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
d. Metode Dialog dan Perbincangan
22

Metode ini digunakan untuk mendidik anak agar mereka dapat


mengemukakan kritik-kritik terhadap materi yang diberikan. Kritik dilakukan
secara lisan melalui dialog antara guru dan anak didik.
e. Metode Halaqoh
f. Metode Riwayat
g. Metode Mendengar
h. Metode Membaca
i. Metode Imla
j. Metode Hafalan
k. Metode Pemahaman
l. Metode Lawatan untuk Menuntut Ilmu.
Selain dari ragam metode, al-Syaibany juga mengemukakan dasar-dasar
penyusunan metode pendidikan Islam. Menurut penilaiannya, ada empat yang
menjadi dasar pertimbangan penggunaan metode pendidikan Islam, yaitu:
1) Dasar agama, meliputi pertimbangan bahwa metode yang digunakan
bersumber dari tuntunan al-Quran, sunnat Nabi, pelaksanaan pendidikan
yang dilakukan oleh para sahabat dan para ulama shalaf.
2) Dasar biologis, meliputi pertimbangan kebutuhan jasmani dan tingkat
perkembangan usia anak didik.
3) Dasar psikologis, meliputi pertimbangan terhadap motivasi kebutuhan, emosi,
minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat dan intelektual anak didik.
4) Dasar sosial, meliputi pertimbangan kebutuhan sosial di lingkungan anak
didik.
Karena itu ungkap al-Syaibany selanjutnya bahwa metode pendidikan Islam
merangkum empat tujuan pokok, yakni: (1). menolong anak didik
mengembangkan kemampuan individunnya; (2). membiasakan anak didik
membentuk sikap diri; (3). membantu anak didik bertindak efektif dan efisien; (4).
membimbing aktivitas anak didik. Uraian ini menunjukkan bahwa metode
23

pendidikan Islam memiliki sifat yang luwes, sesuai dengan kebutuhan anak didik
dan lingkungan zamannya.42
Menurut Armai Arief, pengembangan metode pendidikan Islam memiliki tiga
masa, yaitu:
1) Masa Klasik (610-1258M)
a) Ceramah;
b) Hafalan;
c) Membaca tadarus;
d) Tanya jawab;
e) Bercerita;
f) Menulis;
g) Metode khusus.
Instansi yang dipergunakan adalah antara lain: rumah, masjid, surau, dan
pondok sebagai tempat berlangsungnya pendidikan antara Nabi saw, para sahabat
dan kaum muslimin.
Pada masa ini Socrates mengemukakan metode dialektik atau metode
penemuan, sebab pertanyaan yang dilontarkan guru menuntut siswa merumuskan
dan menjelaskan suatu pengetahuan.
2) Masa Pertengahan (1258-1800M)
Pada masa ini metode yang dipergunakan antara lain:
a) Ceramah;
b) Hafalan;
c) Membaca-menulis;
d) Membaca-tadarus;
e) Tanya jawab;
f) Cerita lewat buku;
g) Menulis al-Quran mulai ada titik;
h) Keyakinan / pembenaran;
i) Mudzakarah;
j) Umum dan sederhana;

42
Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 53-55.
24

k) Metode khusus;
l) Menyeluruh;
m) Pemberian contoh;
n) Membimbing.
Pada akhir abad ke-11 dan 12, Skulatisisme menyumbangkan suatu metode
deduktif analisis logis yaitu doktrin yang didasarkan atas logika dan metafisika
Aristoteles.
Seiring dengan makin berkembangnya jumlah umat Islam dan keinginan
memperoleh pengajaran, menuntut adanya kelembagaan yang lebih teratur dan
terarah, maka didirikanlah al- Kuttab sebagai lembaga baru.
3) Masa Modern (1800-sekarang)
Metode berikut ini adalah pengembangan metode-metode di masa klasik dan
pertengahan yaitu:
a) Ceramah menggunakan media;
b) Hafalan mandiri;
c) Membaca dengan pemahaman;
d) Murid bertanya dan menjawab;
e) Cerita lewat media;
f) Menulis al-Quran secara utuh;
g) Sintesis analisis;
h) Diskusi;
i) Deduktif;
j) Induktif;
k) Komprehensif;
l) Demonstrasi;
Memasuki abad modern Johan Amos menggunakan metode ilmiah dalam
pendidikan, dan John Locke menggunakan metode persepsi dan asosiasi dalam
menekankan pentingnya pengalaman.
Karena lembaga al-Kuttab tidak mampu menampung aspirasi dan kebutuhan
belajar yang lebih luas, maka dibentuklah madrasah atau sekolah. Madrasah
25

dilengkapi dengan perpustakaan. Institusi pendidikan Islam berkembang lagi,


seperti zawiyah, perpustakaan, majlis taklim dan pendidikan individual / private.
Pada dasarnya antara zaman klasik, pertengahan, dan modern, penggunaan
metode pendidikan adalah sama, seperti metode ceramah, diskusi, hafalan, tanya
jawab, dll. Namun hal membedakan antara ketiga periode tersebut adalah
pengembangan dalam menggunakan metode dengan dibantu alat atau media yang
semakin canggih. Penggunaan metode ceramah misalnya, berbeda antara zaman
klasik yang hanya mengandalkan suara dan tempat terbatas, dengan periode
pertengahan yang sudah menggunakan alat pengeras suara. Apalagi dibanding
dengan masa modern yang tidak hanya menggunakan media pengeras suara dan
dalam ruangan tertentu, tetapi dapat dijangkau keseluruh pelosok dunia melalui
media audio, atau audio-visual, seperti radio, TV, Internet dll.43

B. Pendidikan Islam di Indonesia


1. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
Sejarah pendidikan Islam di mulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia, yaitu
kira-kira pada abad keduabelas Masehi. Ahli sejarah umumnya sependapat, bahwa
agama Islam mula-mula masuk ialah ke pulau Sumatera bagian Utara di daerah
Aceh.
Dalam mengetahui sejarah masuknya Islam, tahun berapa, dan siapa yang
mula-mula memasukkan? Tidaklah dapat jawaban yang pasti dalam sejarah.
Setengah ahli sejarah mengatakan, bahwa agama Islam masuk ke daerah Aceh
pada pertengahan abad kedua belas Masehi. Setengah mereka berpendapat,
bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas Masehi.
Alasannya, karena pada abad ke duabelas itu telah banyak ahli-ahli agama yang
termasyhur di Aceh. Hal itu menunjukkan, bahwa Islam telah masuk ke daerah
Aceh sebelum abad keduabelas, karena tidak mungkin Islam baru masuk, lalu
lahir orang-orang ahli dalam Islam itu.
Pendapat ini dikuatkan lagi dengan keterangan setengah ahli sejarah, bahwa orang
Arab atau Islam telah mengenal pulau Sumatera dalam abad kesembilan. Oleh
43
Armai Arief, op.cit., hlm. 47-49.
26

sebab itu, banyak di antara mereka itu datang ke Sumatera dan ke pulau-pulau
Indonesia yang lain untuk berniaga sekaligus mereka menyiarkan agama Islam
kepada penduduk negeri. Dengan berangsur-angsur penduduk negeri tertarik
kepada agama Islam, lalu mereka memeluk agama itu. Sebab itu tidak heran,
bahwa agama Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas.
Umumnya ahli sejarah mempastikan masuk Islam ke daerah Aceh itu dengan
perjalanan Marco Polo. Dalam perjalanannya pulang dari Tiongkok, ia singgah di
Aceh pada tahun 1292 Masehi. Menurut keterangannya, di Perlak telah
didapatnya rakyat yang beragama Islam. Perlak adalah pelabuhan besar di Aceh
pada masa itu, yang menghadap ke Selat Malaka.
Begitu juga dengan perjalanan Ibnu Bathutha, pengembara Magribi yang masyhur
(th. 725 H. = 1325 M). Dalam perjalanannya pulang-pergi ke Tiongkok, ia
singgah di Pase. Pada masa itu Pase telah mejadi kerajaan Islam di bawah perintah
Raja bernama Al- Malikuz-Zahir.
Dengan keterangan tersebut ahli sejarah menetapkan dengan pasti, bahwa agama
Islam mula-mula masuk ke Indonesia ialah dari daerah Aceh.Dan dari sanalah
Islam memancarkan cahayanya ke Malaka dan Sumatera Barat (Minangkabau).
Dari Minangkabau Islam berkembang ke Sulawesi, Ambon dan sampai ke
Philipina. Kemudian Islam tersiar ke Jawa Timur, dari sana ke Jawa Tengah dan
ke Banten, sampai ke Lampung dan Palembang dan ke seluruh kepulauan
Indonesia. Bukan saja agama Islam dianut dan didukung oleh rakyat umum,
bahkan berdiri pula beberapa kerajaan Islam di Indonesia.
Di Sumatera berdiri kerajaan Islam di Pasei, Perlak, Samudra dan Bersama pada
tahun 1290 1511 M, dan kerajaan Islam Aeh pada tahun 1514 1904 M,
kerajaan Islam di Minangkabau pada tahun 1500 M.Di Jawa berdiri kerajaan
Islam Demak pada tahun 1500 1546 M, dan kemudian kerajaan Islam Banten
pada tahun 1550 1757 M, dan kerajaan Islam Pajang pada tahun 1668 1586 M
dan kerajaan Islam Mataram pada tahun 1575 1757 M.44
Adapun beberapa pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia, antara lain:

44
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1988, hlm. 10-
11.
27

1. Masjid dan Langgar, berfungsi untuk tempat shalat yang lima waktu ditambah
dengan sekali seminggu dilaksanakan shalat Jumat dan dua kali setahun
dilaksanakan shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selain dari masjid ada juga
tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya lebih kecil dari masjid dan
digunakan hanya untuk tempat shalat lima waktu ataupun untuk tempat
pendidikan, bukan untuk tempat shalat Jumat;
2. Pesantren, ditinjau dari segi sejarah, belum ditemukan data sejarah, kapan
pertama sekali berdirinya pesantren, ada pendapat mengatakan bahwa pesantren
telah tumbuh sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, sementara yang lain
berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulana
Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang pertama mendirikan pesantren.45
Dan Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak
ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah diajarkan dan dididikkan ilmu dan
nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap awal pendidikan dipesantren tertuju
semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama saja lewat kitab-kitab klasik atau
kitab kuning. Ilmu-ilmu agama yang terdiri dari berbagai cabang diajarkan di
pesantren dalam bentuk wetonan, sorogan, hafalan, ataupun musyawarah
(muzakarah). Dan ada pula yang mengartikan bahwa pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami
ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.46
3. Meunasah, Rangkang dan Dayah, secara etimologi meunasah berasal dari
perkataan madrasah, tempat belajar atau sekolah. Bagi masyarakat Aceh
meunasah tidak hanya semata-mata tempat belajar, bagi mereka meunasah
memiliki multifungsi. Meunasah di samping tempat belajar, juga berfungsi
sebagai tempat ibadah (shalat), tempat pertemuan, musyawarah, pusat informasi,
tempat tidur, dan tempat menginap bagi musafir juga tempat pendidikan. Dan
Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang dibangun disekitar masjid.
Kemudian Dayah berasal dari bahasa Arab yaitu Zawiyah, kata Zawiyah pada

45
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm. 20-21.
46
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004, hlm. 25-27.
28

mulanya merujuk kepada sudut dari satu bangunan, dan sering dikaitkan dengan
masjid. Di sudut masjid itu terjadi proses pendidikan antara si pendidik dengan si
terdidik. Selanjutnya zawiyah dikaitkan tarekat-tarekat sufi, di mana seorang
syekh atau mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum sufi;
4. Surau, dalam kamus bahasa Indonesia, surau diartikan tempat (rumah) umat
Islam melakukan ibadahnya (bersembahyang, mengaji, dan sebagainya).47

2. Organisasi dan Pendidikan Islam di Indonesia


Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena didorong
oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai
respon terhadap kepincangan-kepincangan yang ada di kalangan masyarakat
Indonesia pada akhir abad ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat
eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda. Langkah pertama diwujudkan
dalam bentuk kesadaran berorganisasi.
Walaupun banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah kolonial waktu itu untuk
membendung pergolakan rakyat Indonesia melalui media pendidikan namun tidak
banyak membawa hasil, justru berakibat sebaliknya makin menumbuhkan
kesadaran tokoh-tokoh organisasi Islam untuk melawan penjajah Belanda. Dengan
cara menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan rasa nasionalisme di kalangan
rakyat dengan melalui pendidikan. Dengan sendirinya kesadaran berorganisasi
yang dijiwai oleh perasaan nasionalisme yang tinggi, menimbulkan perkembangan
dan era baru di lapangan pendidikan dan pengajaran. Dan dengan demikian
lahirlah Perguruan-perguruan Nasional.\, yang ditopang oleh usaha-usaha swasta
(partikelir) menurut istilah waktu itu yang berkembang pesat sejak awal tahun
1900 an.
Para pemimpin pergerakan nasional dengan kesadaran penuh ingin mengubah
keterbelakangan rakyat Indonesia. Mereka insyaf bahwa penyelenggaraan
pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukkan ke dalam agenda

47
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
op.cit, hlm. 23-26.
29

perjuangannya. Maka lahirlah sekolah-sekolah pertikelir (swasta) atas usaha para


perintis kemerdekaan. Sekolah-sekolah itu semula memiliki dua corak, yaitu:
a. Sesuai dengan haluan politik, seperti:
1) Taman Siswa, yang mula-mula didirikan di Yogyakarta.
2) Sekolah Sarikat Rakyat di Semarang, yang berhaluan komunis.
3) Ksatrian Institut, yang didirikan oleh Dr. Douwnes Dekker (Dr. Setiabudi)
di Bandung.
4) Perguruan Rakyat, di Jakarta dan Bandung.
b. Sesuai dengan tuntutan / ajaran agama (Islam), yaitu:
1) Sekolah-sekolah Serikat Islam.
2) Sekolah-sekolah Muhammadiyah
3) Sumatera Tawalib di Padang Panjang
4) Sekolah-sekolah Nahdatul Ulama
5) Sekolah-sekolah Persatuan Ulama Islam (PUI)
6) Sekolah-sekolah Al Jamiatul Wasliyah
7) Sekolah-sekolah Al-Irsyad
8) Sekolah-sekolah Normal Islam
9) Dan masih banyak sekolah-sekolah lain yang didirikan oleh organisasi
Islam maupun oleh perorangan diberbagai kawasan kepulauan Indonesia
baik dalam bentuk pondok pesantren maupun madrasah.

Dan berikut ini adalah kilasan tentang organisasi-organisasi yang berdasarkan


sosial keagamaan yang banyak aktivitas kependidikan Islam, yaitu:
a. Al- Jamiat Al- Khariyah
Organisasi yang lebih dikenal dengan nama Jamiat Khair ini didirikan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang Arab,
tetapi tidak menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi anggota tanpa
diskriminasi asal usul. Umumnya anggota dan pipinnanya terdiri dari orang-orang
yang berada, yang memungkikan penggunaan waktu mereka untuk
perkembangan organisasi tanpa mengorbankan usaha pencaharian nafkah.
b. Al-Islah Wal Irsyad
30

Syeikh Ahmad Surkati, yang sampai di Jakarta dalam bulan Februari 1912,
seorang alim yang terkenal dalam agama Islam, beberapa lama kemudian
meninggalkan Jamiat Khair dan mendirikan gerakan Agama sendiri bernama Al-
Islah Wal Irsyad, dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam
(reformisme).
Pada tahun 1941 berdirilah perkumpulan Al- Islah Wal Irsyad, kemudian terkenal
dengan sebutan Al- Irsyad, yang terdiri dari golongan-golongan Arab bukan
golongan Alawi. Tahun 1951 berdirilah sekolah Al-Irsyad yang pertama di
Jakarta, yang kemudian disusul oleh beberapa sekolah dan pengajian lain yang
sehaluan dengan itu.
c. Persyerikatan Ulama
Persyerikatan Ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan di daerah
Majalengka, Jawa Barat, yang dimulai pada tahun 1911 atas inisiatif Kyai Haji
Abdul Halim, lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka. Kedua orang
tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya seorang penghulu di
Jatiwangi), sedangkan saudara-saudaranya mempunyai hubungan yang erat secara
kekeluargaan dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.
d. Muhammadiyah
Salah sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang
Dunia IIdan mungkin jugasampai saat sekarang ini adalahMuhammadiyah.
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912
bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H, oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan
atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi
Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
e. Nahdatul Ulama
Nahdatul Ulama didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (33 Januari 1926 M) di
Surabaya. Yang mendirikannya ialah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa
Timur. Di antaranya ialah:
1) K.H. Hasyim Asyari Tebuireng
2) K.H. Abdul Wahab Hasbullah
3) K.H. Bisri Jombang
31

4) K.H. Ridwan Semarang


5) K.H. Nawawi Pasuruan
6) K.H. R. Asnawi Kudus
7) K.H.R. Hambali Kudus
8) K. Nakhrawi Malang
9) K.H. Doromuntaha Bangkalan
10) K.H.M. Alwi Abdul Aziz
11) Dan lain-lain.
f. Persatuan Islam
Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920-an
ketika orang-orang Islam di daerah-daerah lain telah lebih dahulu maju dalam
berusaha untuk mengadakan pembaharuan dalam agama. Bandung kelihatan agak
lambat memulai pembaharuan ini dibandingkan dengan daerah-daerah lain,
sungguhpun Sarekat Islam telah beroperasi di kota ini semenjak tahun 1913.
Kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan salah sebuah cambuk untuk
mendirikan sebuah organisasi.48

3. Tokoh-tokoh (Ulama) Pendidikan Islam di Indonesia


Inilah beberapa ulama Pendidikan Islam di Indonesia, yang dibahas secara
singkat :
a. Mahmud Yunus, dilahirkan 10 februari 1899 di Desa Sunggayang,
Batusangkar, Sumatra Barat. Mahmud Yunus adalah peletak dasar pengajaran
dalam bahasa Arab. Ia lebih menekankan pengajaran bahasa Arab karena
bahasa ini adalah pintu masuk untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman,
seperti Al-Quran, Hadits, dan kitab-kitab fiqih. Ia merombak pemikiran lama
yang lebih menekankan pada pendalaman kitab-kitab fiqh dengan dituntun
oleh guru daripada memberi ilmu alat dan selanjutnya para murid yang akan
melaksanakannya. Mahmud Yunus bukan hanya mengajarkan tentang
kebahasaannya, tapi juga bagaimana cara mudah dan cepat untuk bisa

48
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam,op.cit, hlm. 210-215.
32

menguasai bahasa Arab. Dan pada tanggal 16 Januari 1982, Mahmud Yunus
meninggal dunia di Jakarta.49
b. Abdullah Ahmad, dilahirkan di Padang Panjang pada tahun 1878. Ia adalah
putera H. Ahmad, seorang ulama Minangkabau yang senantiasa mengajarkan
agama di surau-surau, di samping sebagai saudagar kain bugis.50 Baliau
sempat belajar di Makkah selama empat tahun, berkat ketekunan dan
kecerdasannya dalam pengetahuan agama, Abdullah Ahmad pernah diangkat
sebagai asisten dari Syaikh Abdul Khatib. Kemudian di tahun 1899, beliau
kembali ke kampung halaman untuk mengajar di Surau Jembatan Besi
Padang Panjang. Dari sinilah beliau mulai mengajar dengan menggunakan
cara tradisional yaitu sistem halaqah. Selain itu, beliau juga seorang ulama
yang produktif, banyak karya-karya yang ditulisnya.
c. Imam Zarkasyi, dilahirkan di Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret
1901 M. Dan meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 1985. Ia meninggalkan
seorang istri dan 11 orang anak.51 Beliau semasa hidupnya pernah menjadi
Dewan PertimbanganMajelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Selain itu, beliau
juga orang yang aktif dalam bidang pendidikan, sosial dan politik negara,
Imam Zarkasyi juga ternyata seorang ulama yang produktif dalam bidang
tulis-menulis. Dalam hal ini, beliau banyak sekali meninggalkan karya ilmiah
yang hingga saat ini masih dapat dinikmati. Dan beliau juga rajin menulis
beberapa petunjuk teknik bagi para santri dan guru di Pondok Gontor dalam
berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan di pesantren tersebut,
termasuk metode mengajar beberapa mata pelajaran. Buku-buku karangannya
hingga kini masih dipakai di KMI Gontor dan pondok-pondok pesantren yang
didirikan para alumni Gontor serta beberapa sekolah agama.
d. Abdul Halim, dilahirkan di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia
adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat, yang

49
Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berpengaruh Adab 20, Jakarta: Gema Insani
Press, 2006, hlm. 85-90.
50
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001, hlm. 157.
51
Ibid., hlm. 195.
33

kemudian berkembang menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun


1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada
tanggal 5 April 1952 M / 9 Rajab 1371 H. Dalam bidang pendidikan K.H
Abdul Halim semula menyelenggarakan pendidikan agama seminggu sekali
untuk orang-orang dewasa. Pelajaran yang diberikan adalah fiqh dan hadits.
Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan
pemikirannya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa ia
tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun orang lain atau organisasi
lain yang tidak sepaham dengan dia. Tablighnya lebih banyak merupakan
anjuran untuk menegakkan etika di dalam masyarakat dan bukan merupakan
kritik tentang pemikiran ataupun pendapat orang lain. Dan pada tanggal 7
Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang ke rahmatullah di Majalengka Jawa Barat
dalam usia 75 tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada mazhab
Syafii.52
e. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia yang
lainnya.

C. Pentingnya Peran Ulama


Kata ulama berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari alim; orang yang
tahu, orang yang memiliki ilmu agama, atau orang yang meiliki pengetahuan.
Seorang ulama tumbuh dan berkembang dari kalangan umat agamanya, yakni
umat Islam. Secara terminologi ulama adalah orang yang tahu atau orang yang
memiliki ilmu agama dan ilmu pengetahuan keulamaan yang dengan
pengetahuannya tersebut memiliki rasa takut dan tunduk kepada Allah SWT.
Oleh kalangan awam di Indonesia, pengertian ulama kerapkali dikesankan
berubah menjadi tunggal (mufrad), untuk itu, kata ulama sering digunakan,
meskipun untuk menunjuk orang yang dikategorikan sebagai alim. Dari segi
istilah pengertian ulama juga sering disempitkan karena diartikan sebagai orang
yang memiliki pengetahuan dalam bidang fiqih, di Indonesia identik dengan
fuqaha dibidang ibadah saja. Hal ini terpengaruh dengan tradisi masa lalu yaitu
52
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, op.cit., hlm. 206-208.
34

pada akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20 di mana ulama diidentikan dengan
kyai di Pesantren yang kebanyakan keahliannya dalam bidang fikh.
Menurut Malik Fajar, ukuran keulamaan yang diberikan masyarakat atau umat
kepada seseorang ditentukan olah bidang keilmuannya, kegiatan dan lingkup
komunikasi. Disamping itu, ketokohan seorang ulama ditentukan oleh peran dan
fungsinya sebagai pengayom, panutan dan pembimbing ditengah umat atau
masyarakat. Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama adalah orang
yang memiliki pengetahuan agama Islam yang luas dan dengan bekal
keilmuannya yang luas itu mereka sanggup memerankan diri sebagai pengayom,
menjadi panutan dan pembimbing ditengah umat atau masyarakat.53
Menurut Al-Munawar, ulama adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan
luas tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kawniyyah (fenomena alam)
maupun bersifat quraniyyah yang mengantarkan manusia kepada pengetahuan
tentang kebenaran Allah, takwa, tunduk, dan takut pada-Nya. Sebagai pewaris
nabi, ulama mengemban beberapa fungsi, antara lain: (1). Tabligh, yaitu
menyampaikan pesan-pesan agama yang menyentuh hati dan memberi stimulasi
bagi orang untuk melakukan pengalaman agama; (2). Tibyan, yaitu menjelaskan
masalah-masalah agama berdasarkan referensi kitab suci secara lugas, jelas dan
tegas; (3). Uswatun hasanah, yaitu menjadikan dirinya sebagai tauladan yang baik
dalam pengalaman agama.
Selanjutnya, berkaitan dengan posisi ulama sebagai pewaris nabi pada fungsi
tabligh, maka ulama harus mengacu beberapa tugas, yaitu: memberi ketenangan
jiwa kepada pendengarnya, memberikan motivasi dengan ikhlas, merancang
materi tabligh dan metode penyampaiannya yang dapat membangkitkan intensitas
imaniah, untuk kemudian direalisasikan dalam bentuk tingkah laku perbuatan
perbuatan sehari-hari. Dalam menjalankan fungsi tibyan, dalam penyampaiannya
ulama memerlukan nalar yang jernih untuk dapat memaparkan ajaran agama
secara jelas, sederhana dan mudah dipahami. Kemudian sebagai Uswatun

53
Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan
Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1, Desember 2003), hlm. 15-16.
35

hasanah, ulama harus menjadi suri tauladan dan pemimpin yang baik bagi
masyarakat.
Dilihat dari segi pendidikan, menurut Malik Fadjar, fungsi ulama dapat
dipetakan menjadi dua: Pertama, mempersiapkan sarana, melaksanakan
pendidikan dan pengkaderan bidang ilmu pengetahuan dan keulamaan. Kedua,
mempersiapkan saran kepada pendengarnya tanpa kenal lelah melaksanakan
penelitian dan penyelidikan dalam bidang keilmuan dan keulamaan.
Mengambil pelajaran dari uraian di atas, maka fungsi dan peran ulama yang
dimaksud adalah (1). Keterlibatan mereka dalam pengembangan pendidikan
agama (perencanaan pendidikan, penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan,
dan pengontrol serta mengevaluasi pendidikan). (2). Karya-karya ulama yang
berkaitan dengan pengembangan pendidikan Islam dan buku-buku acuan
keagamaan ulama.54

D. Pembahasan Kajian yang Relevan


Pada penulisan tugas akhir yang membahas K.H Ahmad Sanusi, memiliki 1
kajian yang relevan yaitu di antaranya:
1. Ajaran Tasawuf dalam Raudatul-Irfan Fi Ma-Rifatil- Quran Karya Kiai Haji
Ahmad Sanusi (Analisis Semiotik dan Resepsi) (Tesis): dalam judul ini lebih
membahas kepada isi dari ajaran Tasawuf dalam salah satu kitab karangan K.H
Ahmad Sanusi yaitu Raudatul-Irfan Fi Ma-Rifatil- Quran.
Namun, skripsi yang penulis buat ini berjudul Peran K.H Ahmad Sanusi
dalam Pendidikan Islam, di dalam skripsi ini lebih kepada mencari tahu dan
membahas secaradalam tentang apa saja peran yang dilakukan K.H.Ahmad Sanusi
dalampendidikan agama Islam pada semasa hidupnya untuk mengambil fungsi
dari pada peran K.H Ahmad Sanusi tersebut.

54
Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, op.cit., hlm. 17-18.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian yang berjudul Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan
Islam ini dilaksanakan di Pesantren Salafiyah Syamsul Ulum, tepatnya di
kampung Gunung Puyuh, Sukabumi. Dan dalam proses pengumpulan data dibagi
menjadi tiga tahap: Pertama, tahap persiapan dimulai pada tanggal 29 Maret
2013. Kedua, pada bulan April 2013 penulis pertama kalinya berangkat ke
Pesantren yang dibangun oleh K.H Ahmad Sanusi yaitu Syamsul Ulum Sukabumi
digunakan untuk mengumpulkan data mengenai sumber-sumber tertulis yang
diperoleh dari lembaran ataupun buku yang ada dari beberapa dokumentasi atau
buku karya K.H Ahmad Sanusi yang ada di Sukabumi. Dan penulis juga
memperoleh kutipan yang bersangkutan dari perpustakaan, internet, serta sumber
lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan peran K.H
Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam dari beberapa sumber sebagai sumber
skunder.
Pada awal tahun 2014, penulis pun berangkat yang kedua kalinya ke
Sukabumi guna mencari dokumentasi yang tersedia di Sukabumi sekaligus
digunakan untuk penelitian dalam bentuk wawancara dengan salah seorang
keluarga dari K.H Ahmad Sanusi, yang memiliki jabatan di Pesantren K.H Ahmad
Sanusi dirikan yang bernama Syamsul Ulum Gunung Puyuh, Sukabumi. Dan juga
kepada salah seorang yang patut dipercayai oleh pihak keluarga K.H Ahmad

36
37

Sanusi dalam penyimpanan dokumentasi beliau tentang peran K.H Ahmad Sanusi
dalam pendidikan Islam. Ketiga, Kemudian menyimpulkan hasil observasi dan
kemudian menafsirkan serta menyusun data dalam bentuk hasil penelitian
(laporan) dari sumber-sumber yang telah ditemukan. Adapun kegunaan penelitian
dalam bentuk Wawancara ini dilakukan oleh penulis sebagai penguat dalam
penulisan skripsi ini dan dapat memperoleh data yang relevan. Kemudian
menyusun data dalam bentuk hasil penelitian (laporan) dari sumber-sumber yang
telah ditemukan.
Dan sebagian penyelesaian skripsi ini dilaksanakan di Perpustakaan Utama
dan Perpusatakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

B. Metode Penelitian
Penulis menggunakan penelitian kualitatif (qualitatif research) yaitu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara
individual maupun kelompok.1
Dalam penelitian ini, menggunakan tekhnik analisis historis. Analisis Historis
adalah kegiatan penelitian untuk menggambarkan (mendeskripsikan) berbagai
hubungan antara manusia, peristiwa, waktu dan tempat secara kronologis dengan
tidak memandang sepotong-potong objek-objek yang diobservasi.2 Penggunaan
metode historis dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kenyataan-
kenyataan sejarah dari riwayat perjuangan K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan
Islam.
Metode utama tersebut akan ditopang dengan beberapa metode penelitian lain
untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan mendalam. Metode-metode

1
Pedoman Penulisan Skripsi, (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta 2013), hlm. 62.
2
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung,:Pustaka Setia, 1999),
hlm. 88.
38

tersebut adalah Metode Kepustakaan (Library Reseach) dan Metode Lapangan


(Field Reseach).3
Maka, dengan menggambarkan permasalahan yang akan dibahas dengan
mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas,
kemudian dianalisa, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.
Pada metode penelitian yang dipakai oleh penulis ini menunjukkan jalan yang
berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang di perlukan bagi
penggunaannya sehingga dapat mencapai objek atau tujuan pemecahan masalah.
Sedangkan metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dimana
usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah.
Dari itulah, untuk melakukan penelitian ini diperlukan metode penelitian
yang tersusun secara sistematis, maka penelitian ini layak diuji kebenarannya dan
wajib diketahui sebagai dasar ilmu pengetahuan ataupun wawasan pembaca.

C. Prosedur
1. Teknik pengumpulan data
a. Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati kepribadian dan kejiwaannya.
Penulis melakukan observasi terhadap data primer, hal ini dilakukan
langsung di pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi yang didirikan K.H
Ahmad Sanusi.
b. Wawancara
Wawancara adalah interaksi bahan yang berlangsung antara dua orang
dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan
wawancara meminta informasi atau ungkapan tentang orang yang diteliti
terhadap orang yang dapat dipercayai dalam pengetahuannya.
Wawancara ini dilakukan dalam bentuk dialog langsung dengan informan
yaitu: kepada salah seorang keluarga dari K.H Ahmad Sanusi, yang

3
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), hlm.106
dan 161.
39

memiliki jabatan di Pesantren K.H Ahmad Sanusi dirikan yang bernama


Syamsul Ulum Gunung Puyuh, Sukabumi. Dan juga kepada salah seorang
yang patut dipercayai oleh pihak keluarga K.H Ahmad Sanusi dalam
penyimpanan dokumentasi beliau. Bagi pihak-pihak yang bisa bertatap
muka secara langsung dan tersedia kesempatan yang leluasa, maka
wawancara akan dilakukan secara langsung. Namun bagi yang tidak bisa
bertemu langsung atau pertemuan tidak bisa melakukan wawancara
langsung akan dilakukan wawancara secara tertulis dengan mengajukan
lembaran pertanyaan tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan
Islam.
c. Dokumenter
Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metolodogi penelitian sosial. Pada intinya metode
dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis.
Sedangkan, dokumenter adalah informasi yang disimpan atau
didokumentasikan sebagai bahan dokumenter seperti otobiografi, surat-
surat pribadi atau catatan-catatan pribadi, kliping, data yang tersimpan di
website, dan lain-lain.

2. Teknik pengelolaan data


Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan adalah
membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklarifikasi data-data yang
relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis analisis,
simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.

D. Analisis Data
Dalam menganalisis data, Penulis menggunakan analisis isi (Content
Analysis) merupakan proses memilih, membandingkan, menggabungkan, memilih
berbagai pengertian hingga ditemukan pengertian yang relevan dengan fokus
40

penelitian.4 Maka, di sini penulis menggambarkan permasalahan yang dibahas


dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan, kemudian
dianalisis, dipadukan, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.

E. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku Pedoman Akademik
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
tahun 2013.

4
Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multi Disipliner, (Yogyakarta:
Kurnia Kalam Semester, 2006), hlm. 226.
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERAN K.H AHMAD SANUSI DALAM PENDIDIKAN


ISLAM
A. Sejarah Sukabumi Pada Masa Pergantian Abad ke 19 - Abad
ke 20.
Pada masa pergantian abad ke 19-20, adanya gerakan pembaratan dan
penyesatan fikiran dengan melakukan berbagai seruan dan gerakan untuk
membaratkan, menyesatkan, meragukan pemikiran dalam islam dan memerangi
bahasa Arab yang merupakan media pokok untuk memahami sumber-sumber
pokok ajaran Islam. Di antara gerakan-gerakan itu adalah gerakan missionari
Kristen, gerakan Zionisme, gerakan kembali ke bahasa pasar (ammiyah)
menggantikan bahasa baku (fusha) dan menggunakan huruf Latin menggantikan
huruf Arab.
Gerakan Missionari telah menjadi gerakan internasional semenjak tahun
1830M. Ketika diakui oleh Paus dan direncanakan di biayai oleh negara-negara
Eropa dengan modal yang begitu banyak. Aktifitas-aktifitas Missionari ini ada
dua jalan: Pertama, melalui pendudukan, baik militer maupun lain-lain. Kedua,
melalui usaha-usaha pendidikan.1

1
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-husna, cet.1, 1988),
hlm. 89-91.

41
42

Dari sini, adapun dapat di ceritakan secara singkat yang pernah terjadi di
masa itu, bahwa mayoritas masyarakat Sukabumi memeluk agama Islam sehingga
kehidupan sosial budayanya pun di pengaruhi oleh nilai-nilai keislaman. Keadaan
tersebut diperkuat oleh kebangkitan gerakan kehidupan keagamaan yang terjadi di
Pulau Jawa sejak akhir abad ke-19. Di Sukabumi, kebangkitan kehidupan
keagamaan tersebut ditandai dengan semakin banyaknya yang pergi ke Makkah
untuk menunaikan ibadah haji, jumlah pesantren yang semakin meningkat, dan
pembangunan masjid yang cukup pesat.
Namun di pihak lain, Pemerintah Hindia Belanda berupaya agar nilai-nilai
keislaman yang dipraktikkan oleh masyarakat Sukabumi tidak berkembang
menjadi suatu gerakan keagamaan. Pemerintah kolonial mengawasi secara ketat
perilaku para kyai yang memiliki pengaruh yang sangat kuat di kalangan
masyarakat. Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda pun berusaha untuk
mengkristenkan penduduk pribumi. Usaha itu dilakukan sejak pertengahan abad
ke-19 oleh S. Van Aendenburg dari Rotterdamsche Zendingsvereniging. Pada
akhir abad ke-19, kristenisasi itu berhasil mendirikan sebuah perkampungan
Kristen pertama di Sukabumi yang terletak di daerah Pangharepan. Untuk
mendukung penyebaran agama Kristen, baik kalangan misi maupun zending
menjadikan sekolah dan rumah sakit sebagai media penyebaran agama Kristen.
Oleh karena itu, tidaklah heran kalau sampai tahun 1921, sebagaimana dilaporkan
oleh L. De Steurs (Residen Priangan) tanggal 2 Januari 1921, Di Sukabumi telah
berdiri dua buah Zendingschool dan sebuah sekolah partikelir yang bernama
Hollandsch-Chineescheschool.
Keadaan tersebut, yang mendorong kalangan ulama Sukabumi untuk semakin
menghidupkan kegiatan-kegiatan yang bernafaskan Islam. Bahkan, mereka
kemudian mendorong para santrinya yang telah selesai menimbah ilmu di
pesantrennya untuk mendirikan pesantren baru di daerah-daerah. Meskipun
hampir disetiap wilayah di Sukabumi terdapat pesantren, namun
Cantayan,Genteng, Gunung Puyuh, Cipoho, Babakan Cicurug, Sukamantri,
43

Cibalagung, dan Cipanengah dipandang sebagai pusat pendidikan pesantren di


Sukabumi.2

B. Biografi K.H Ahmad Sanusi Dan Latar Belakangnya


K.H Ahmad Sanusi dari Sukabumi di lahirkan pada tanggal 12 Muharram
1306H, Bertepatan dengan tanggal 18 September 1888 M(Daftar Orang-orang
Indonesia Terkemuka di Jawa, R. A. 31No. 2119).3 Di kampung CantayanDesa
Cantayan Kecamatan Cantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (daerah
tersebut dulunya bernama kampung Cantayan Desa Cantayan Onderdistrik
Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi). Putra ketiga dari delapan
bersaudara, dari pasangan K.H Abdurrohim (Ajeungan Cantayan, Pimpinan
Pondok Pesantren Cantayan) dengan ibu Empok.4
Beliau adalah seorang yang membentengi aqidah umat dan melahirkan
pendidikan yang membebaskan. Karena disatu sisi, ia menyaksikan pendidikan
Islam (pesantren) tertinggal jauh oleh pendidikan yang diselenggarakan oleh
misionaris Kristen, sedangkan disisi yang lain pendidikan Islam (non formal)
yang ada waktu itu adalah penghulu yang menjadi ajang kepanjangan tangan
pemerintah colonial.5 Dan K.H Ahmad Sanusi merupakan seseorang yang sangat
gigih dalam perjuangannya, dan tidak hanya di keagamaan beliau berperan namun
di politik pun beliau aktif.6
Dilihat dari silsilah keluarga, K.H Ahmad Sanusi masih keturunan Syaikh
Haji Abdul Muhyi Pamijahan, seorang Waliyullah yang berada di daerah
Pamijahan Tasikmalaya.7 Didalam buku karangan Miftahul Falah, bahwa
berdasarkan cerita yang berkembang di lingkungan keluarga dan masyarakat

2
Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah
Indonesia: Maret 2009), hlm. 2-4.
3
Wawancara dengan Drs.H. Munandi Shaleh, pada tanggal 11 Februari 2014.
4
Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan
Nasional, (Sukabumi: Ketua Umum MUI, 21 September 2011), hlm. 3.
5
http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html, Diakses pada tanggal 18
September 2013.
6
Wawancara Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
7
Munandi Shaleh, M,Si, loc.cit., hlm. 3.
44

sekitarnya, K.H Abdurrahim berasal dari Sukapura (Tasikmalaya). Konon


diceritakan bahwa, ayah K.H Abdurrahim yang bernama H. Yasin masih memiliki
hubungan kekeluargaan dengan Raden Anggadipa. Ketika memegang jabatan
sebagai Bupati Sukapura, Raden Anggadipa dikenal dengan nama Raden
Tumenggung Wiradadaha III. Ia dikenal juga dengan panggilan Dalem Sawidak
karena memiliki anak sekitar enam puluh orang.Cerita lain menyebutkan bahwa
H. Yasin merupakan keturunan Syaikh Haji Abdul Muhyi, penyebar agama Islam
di daerah Tasikmalaya Selatan yang berpusat di Pamijahan.
H. Yasin berangkat mengembara ke Sukabumi sampai ia memutuskan untuk
menetap di Cantayan. Dalam pengembaraan itu, ia ditemani istrinya yang
bernama Naisari. Dari perkawinannya itu, H. Yasin memiliki sepuluh orang putra
dan salah satunya bernama K.H Abdurrahim sebagai anak ke enam. Lima orang
kakaknya masing-masing bernama Sardan, Eming Jaud, Coon, Maryam, dan Iti.
Sementara itu, empat orang adiknya masing-masing bernama Fatimah, Madjid,
Eming Emot, dan Rohman.
Dan K.H Ahmad Sanusi merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara buah
cinta K.H Abdurrahim dengan Empok, istrinya yang pertama. K.H Ahmad Sanusi
memiliki dua orang kakak yang masing-masing bernama Iting (Perempuan) dan
Abdullah (Laki-laki); serta memiliki lima orang adik yang masing-masing
bernama Ulan, Nahrowi, Soleh, Kahfi, dan Endah. Selain itu, K.H Abdurrahim
pun memiliki enam orang anak hasil pernikahannya dengan Eno, istri keduanya,
yang masing-masing bernama Muhammad Mansyur, Ahmad Damanhuri, Dadun
Abdul Qohar, Muhammad Maturidi, Bidin Saefudin, dan Bidi Malakah. Adapun
pernikahannya dengan Oyo, istri ketiganya, K.H Abdurrahim tidak dikaruniai
anak.
Dari sumber lain dikatakan bahwa K.H Abdurrahim memiliki dua orang istri
masing-masing bernama Empok (istri pertama) dan Siti Zaenab (istri kedua). Dari
istri pertamanya, K.H Abdurrahim mempunyai delapan orang anak, sedangkan
dari istri keduanya dikaruniai sembilan orang anak. Sumber yang merupakan
dokumen keluarga ini menunjukkan perbedaan dengan sumber sebelumnya dalam
hal urutan adik-adik K.H Ahmad Sanusi, nama istri kedua K.H Abdurrahim, dan
45

jumlah anak dari istri kedua K.H Abdurrahim. Sebagai gambaran, saudara-saudara
K.H Ahmad Sanusi, baik yang seibu/sebapak maupun yang sebapak dapat dilihat
dalam gambar silsilah K.H Ahmad Sanusi sebagai berikut8:
Gambaran:
Silsilah K.H Ahmad Sanusi

EMPOK X K.H. ABDURRAHIM X SITI ZAENAB

Iting Acun Manshur


Abdullah Damanhuri
Ahmad Sanusi Siti Munzah
Endah Anfasiah
Ulan Dadun Abdul Qohar
Soheh Mamad Maturidi
Hanafi Bidin Saefudin
Nahrowi Ammatul Jabbar
Abdul Malik

Keterangan: Bahwa jumlah keturunan dari K.H. Abdurrahim (Ayah dari K.H
Ahmad Sanusi) memiliki 17 keturunan dari 2 istri. Dan K.H Ahmad Sanusi
merupakan anak ke 3 dari istri pertama K.H Abdurrahim yaitu ibu Empok.
(Sumber: Buku karangan Miftahul Falah, Maret 2009)

Proses pendidikan agama yang diterima K.H Ahmad Sanusi dilakukan secara
langsung oleh orang tuanya yang pada waktu itu telah mendirikan sebuah
pesantren yang bernama Pesantren Cantayan. Dipesantren ini, secara rutin digelar
majlis taklim yang selalu dihadiri oleh para jamaah dari berbagai daerah.
Sementara itu, santri yang masantren di Cantayan juga tidak hanya berasal dari
daerah setempat, melainkan ada juga yang berasal dari Bogor dan Cianjur.

8
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 12-15.
46

Seperti halnya di daerah lain, dalam kehidupan sehari-harinya pun, K.H.


Ahmad Sanusi mendapat perlakuan istimewah dari para santri dan masyarakat
sekitarnya. Hal tersebut disebabkan oleh rasa hormat mereka kepada kyai atau
untuk istilah loakal dipanggil dengan sebutan ajengan. Rasa hormat yang begitu
tinggi yang diberikan masyarakat kepada kyai atau ajengan karena didorong oleh
kedalaman ilmu agamanya. Kyai merupakan kelompok sosial di masyarakat yang
memiliki pengaruh sangat kuat sehingga dipandang sebagai salah satu kekuatan
penting dalam kehidupan politik.
Rasa hormat masyarakat kepada kyai tidak hanya ditujukan kepada dirinya
sendiri, melainkan ditujukan pula kepada keluarganya, terutama kepada anak-
anaknya. Para santri dan masyarakat sekitarnya akan memberikan perlakuan
istimewah kepada anak-anak kyai dengan tujuan untuk menjaga nama baik kyai.
K.H.Ahmad Sanusi di besarkan dalam lingkungan kehidupan yang agamis, dan
sejak kecil ia terbiasa dengan lingkungan yang memiliki perhatian tinggi terhadap
agama dan kehidupan beragama islam.
Sebagaimana umumnya anak seorang kyai yang terkenal saat itu, dan karena
pesantren Cantayan merupakan basis pergerakan kegamaan, maka Ahmad Sanusi
memperoleh perhatian dan perlakuan yang istimewa dari ayahnya ataupun dari
santri-santri ayahnya dan juga masyarakat pada umumnya. Tingkah laku Ahmad
Sanusi senantiasa memperoleh perhatian dari masyarakat, sehingga apabila ia
berbuat kesalahan atau kekeliruan banyak orang yang memperingatkannya atau
mencegahnya. Ini dilakukan bukan saja karena hal itu dianggap perbuatan dosa,
karena menyalahi kaidah dan norma-norma agama, akan tetapi juga akan
menjatuhkan nama baik dan wibawa orang tuanya yang sangat disegani oleh
masyarakatnya.9
Proses internalisasi masalah-masalah keagamaan tersebut telah terjadi sejak ia
masih kecil, ditambah lagi ayahnya sebagaimana umumnya para kyai di tanah
Jawa menginginkan anaknya menjadi seorang ulama yang baik dan dapat
meneruskan cita-cita orang tuanya, sehingga proses sosialisasi pun sudah dimulai
sejak kecil sampai ia dewasa.

9
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 14-16.
47

Sejak usia tujuh sampai limabelas tahun, K.H. Ahmad Sanusi menimba
pengetahuan dari ayahnya sendiri. Kepada ayahnya ia belajar menulis dan
menbaca huruf Arab dan latin serta ilmu-ilmu agama bersama-sama santri lainnya
dipesantren Cantayan. Setelah cukup dewasa, untuk menambahkan pengetahuan
dan pengalamannya, ia disuruh ayahnya untuk memperdalam ilmu agama di luar
lingkungan pesantren ayahnya.10
Dari sinilah setelah menginjak usia 16 tahun kurang lebih pada tahun 1905,
K.H. Ahmad Sanusi mulai belajar serius untuk mendalami pengetahuan agama
Islam. Atas anjuran ayahnyauntuk lebih mendalami pengetahuan agama Islam,
menambah pengalaman dan memperluas pergaulan dengan masyarakat, beliau
nyantri ke berbagai pesantren yang ada di Jawa Barat. Adapun Pesantren yang
pernah beliau kunjungi dengan perkiraan lamanya mesantren, diantaranya:
1. Pesantren Selajambe (Cisaat Sukabumi)
Pimpinan Ajengan Soleh/Ajengan Anwar, lamanya nyantri lebih kurang
sekitar enam bulan;
2. Pesantren Sukamantri (Cisaat Sukabumi)
Pimpinan Ajengan Muhammad Siddiq, lamanya nyantri lebih kurang sekitar
dua bulan;
3. Pesantren Sukaraja (Cisaat Sukabumi)
Pimpinan Ajengan Sulaeman/Ajengan Hafidz, lamanya nyantri lebih kurang
sekitar enam bulan;
4. Pesantren Cilaku (Cianjur) untuk belajar ilmu Tasawwuf, lamanya nyantri
lebih kurang sekitar dua belas bulan;
5. Pesantren Gentur Warung Kondang (Cianjur)
Pimpinan Ajengan Ahmad Syatibi dan Ajengan Qortobi, lamanya nyantri
lebih kurang sekitar enam bulan;
Namun demikian, yang paling berkesan di hati K.H Ahmad Sanusi adalah
ketika ia masantren di Pesantren Gentur ini. Kesannya itu muncul karena K.H
Ahmad Syatibi memiliki sikap terbuka dan toleran terhadap santrinya. Sikap

10
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), cet.2, hlm. 170.
48

tersebut diperlihatkan sang guru itu dengan tidak keberatan atas perbedaan
pendapat antara dirinya dan santrinya itu dalam menafsirkan Ilmu
Mantiq(Logika). Para santri menganggapnya sebagai santri kurang ajar,
karena ia yang sering menentang pendapat gurunya. Ia berani bertanya dan
mengemukakan pendapatnya yang berbeda dengan gurunya, padahal tradisi
pesantren pada saat itu sangat tabu untuk bertanya apalagi berdebat dengan
guru. Saat itu ia mempunyai pendapat yang berbeda dengan kyai dalam
menafsirkan ilmu mantiq yang dipelajarinya.
6. Pesantren Ciajag (Cianjur), lamanya nyantri lebih kurang sekitar lima bulan;
7. Pesantren Burniasih (Cianjur), lamanya nyantri lebih kurang sekitar tiga
bulan;
8. Pesantren Keresek Blubur Limbangan (Garut), lamanya nyantri lebih kurang
sekitar tujuh bulan;
9. Pesantren Sumursari (Garut), lamanya nyantri lebih kurang sekitar empat
bulan;
10. Pesantren Gudang (Tasikmalaya)
Pimpinan K.H.R. Sujai, lamanya nyantri lebih kurang sekitar dua belas bulan.11

Namun, lamanya mesantren seluruhnya hanya 4,5 tahun. Dari sekian banyak
guru dan pesantren yang ia singgahi, ia tinggal antara dua bulan sampai satu
tahun, karena ilmu-ilmu yang ia pelajarinya di tiap pesantren pada umumnya
sudah ia kuasainya dan sudah dipelajari di pesantren lainnya. Jadi, K.H Ahmad
Sanusi pun tidak bersekolah hanya mesantren saja.12
Setelah melanglangbuana ke berbagai pesantren, pada tahun 1909, akhirnya
K.H Ahmad Sanusi kembali ke Sukabumi dan masuk ke Pesantren Babakan
Selawi Baros Sukabumi. Ketika nyantri di Pesantren tersebut beliau bertemu
dengan seorang gadis yang bernama Siti Djuwariyah putri Kyai Haji Affandi dari
kebon Pedes, akhirnya beliau menikahi gadis tersebut.13

11
Munandi Shaleh, M,Si, op.cit., hlm. 4.
12
Wawancara dengan Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, pada tanggal 11 Februari 2014.
13
Munandi Shaleh, M,Si, loc.cit., hlm. 5.
49

Dan pada tahun 1910 sampai tahun 1915 K.H Ahmad Sanusi mulai aktif di
Sarikat Islam ketika bermukim menuntut ilmu di Makkah. Namun, pada tahun
1910 terlebih dahulu K.H Ahmad Sanusi menikah dan pergi haji ke Mekah
bersama istrinya serta bermukim di sana beberapa waktu lamanya sekitar 5 (lima)
tahun untuk memperdalam pengetahuan agama Islam. Dalam kesempatan itu ia
telah mengenal tulisan para pembaru, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha. Ia tetap berpegang pada madzhab Syafii yang beraliran Ahlusunnah
waljamaah.
Orang-orang yang beliau kunjungi sewaktu di kota Makkah al- Mukarramah
baik untuk ditimba ilmunya maupun untuk dijadikan teman diskusi dalam
berbagai bidang, diantaranya14:
1. Dari kalangan Ulama:
a. Syeikh Saleh Bafadil
b. Syeikh Maliki
c. Syeikh Ali Thayyib
d. Syeikh Said Jawani
e. Haji Muhammad Junaedi
f. Haji Muhammad Jawawi
g. Haji Mukhtar
2. Dari kalangan kaum Pergerakkan:
a. K.H. Abdul Halim (Tokoh Pendiri PUI Majalengka)
Dari sinilah pada tahun 1911 K.H Ahmad Sanusi bertemu dengan K.H
Abdul Halim dari Majalengka di kota Mekkah. Mereka berasal dari satu
daerah yang sama yakni Tatar Pasundan pertemuan tersebut menjadi
sebuah persahabatan. Dan mereka pun mulai berusaha
mengimplementasikan cita-citanya membebaskan bangsa Indonesia dari
penjajahan melalui pendidikan. Dari hubungan itulah, kelak di kemudian
hari lahir sebuah organisasi yang bernama Persatuan Umat Islam (PUI)
yang merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII.15

14
Munandi Shaleh, M,Si, op.cit., hlm. 5-6.
15
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 26.
50

b. Haji Abdul Muluk (Tokoh SI)


Dari sini, seiring K.H Ahmad Sanusi berguru kepada para ulama di
Mekkah. Beliau pun kontinyu melakukan diskusi dengan para santri atau
mukminin lainnya. Yang membicarakan tentang berbagai permasalahan
umat pada kalangan yang satu mazhab maupun mazhab lain dengan K.H
Ahmad Sanusi. Dari kegiatan inilah, pada tahun 1913 K.H Ahmad Sanusi
bertemu dengan K.H Abdul Muluk yang memperlihatkan statuten atau
anggaran dasar Sarikat Islam (SI) kepada K.H Ahmad Sanusi. Setelah
anggaran itu di diskusikan, K.H Abdul Muluk mengajak K.H. Ahmad
Sanusi untuk bergabung di Serikat Islam. Ajakan tersebut pun di respon
positif oleh K.H Ahmad Sanusi untuk masuk organisasi Sarikat Islam.
Akhirnya peristiwa tersebut menghantarkan K.H Ahmad Sanusi untuk
terlibat dalam bidang politik.
Menurutnya tujuan SI dipandang memiliki tujuan yang baik, yaitu tujuan
akhirat dan duniawi. K.H Ahmad Sanusi sangat membela SI, karena
terbukti bermula adanya sebuah surat kaleng yang beredar tanpa identitas
dengan mengatakan kalau SI adalah organisasi yang bukan berlandaskan
Islam. Namun,surat tersebut tidak hanya sampai ke tangan K.H Ahmad
Sanusi melainkan kepada beberapa ulama yaitu Syaikh Achmad Khatib
dan K.H Muchtar, dua orang ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah.
Bahkan surat itu sampai kepada K.H Moehammad Basri dari pesantren
Babakan, Cicurug, Sukabumi. Menurut K.H Moehammad Basri surat
tersebut ditulis oleh Sayyid Utsman Betawi karena ada kemiripan dari
gaya bahasanya. Denagn ini, K.H Ahmad Sanusi merasa terpanggil untuk
menyelesaikannya dengan membuat karangan buku yang berjudul
Nahratoeddarham yang berisikan tentang kebaikan-kebaikan sesuai
dengan anggarannya, antara lain mengenai tujuan didirikannya SI.16
c. K.H. Abdul Wahab Hasbullah (Tokoh Pendiri NU)
d. K.H. Mas Mansyur (Tokoh Muhammadiyah).

16
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 27-30.
51

Selain itu, masalah kepercayaan dan mazhab pun menjadi tema perdebatan
K.H Ahmad Sanusi ketika berdebat dengan para ulama Ahmadiyah. Dengan ilmu
dan pengetahuannya yang begitu dalam serta wawasan yang begitu luas,
perdebatan-perdebatan tersebut dapat dilakukan oleh K.H Ahmad Sanusi dengan
baik. Oleh karena itu, di kalangan kaum mukminin di Mekkah ia dikenal sebagai
ahli debat.17
Selama 5 (lima) tahun lebih bermukim di Makkah, K.H Ahmad Sanusi
memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya, untuk mendalami,
mengkaji dan memahami berbagai disiplin ilmu tentang ke-Islaman, sehingga
menurut tradisi lisan yang berkembang di kalangan para Ulama Sukabumi,
bahwa: Saking mendalamnya ilmu yang ia miliki, maka sebagai wujud
penghargaan dan pengakuan ketinggian ilmunya tersebut dari para Syeikh yang
ada di Makkah, K.H Ahmad Sanusi mendapat kesempatan untuk menjadi imam
Shalat di Masjidil Haram. Bahkan, salah seorang Syeikh sampai mengatakan
bahwa jika seseorang yang berasal dari Sukabumi hendak memperdalam ilmu
kegamaannya, ia tidak perlu pergi jauh-jauh ke Makkah karena di Sukabumi telah
ada seorang guru agama yang ilmunya telah mencukupi untuk dijadikan sebagai
guru panutan yang pantas diikuti.18
Tepatnya pada bulan Juli 1915 K.H Ahmad Sanusi pulang ke kampung
halamannya yaitu Cantayan yang telah ditinggalkannya sejak tahun 1910.
Setibanya di Cantayan, K.H Ahmad Sanusi langsung membantu orang tuanya
mengajar agama di Pesantren Cantayan, gaya mengajar berbeda dengan para kyai
lainnya, termasuk dengan orang tuanya. Beliau mengajar dengan bahasa
sederhana dan menerapkan metode halaqoh. Ternyata pada saat itu berdampak
positif karena materi pelajaran yang disampaikannya dapat diterima dengan
mudah oleh para santri dan jamaahnya. Santrinya tidak hanya berasal dari
Sukabumi, tetapi juga dari luar daerah dan luar Pulau Jawa.Oleh karena itu, dalam
waktu yang relatif singkat, K.H Ahmad Sanusi telah mendapat gelar dari

17
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 32.
18
Munandi Shaleh, M,Si, op. cit., hlm. 6-7.
52

masyarakat dengan panggilan Ajengan Cantayan atau dalam sumber kolonial


dipanggil dengan sebutan Kyai Cantayan.
Ditengah-tengah kesibukannya mengajar di Pesantren Cantayan, K.H Ahmad
Sanusi didatangi oleh H. Sirod, presiden Serikat Islam Sukabumi itu meminta K.H
Ahmad Sanusi untuk menjadi penasehat (adviseur) Serikat Islam di Sukabumi.
Sebelum menerima penawaran itu, K.H Ahmad Sanusi mengajukan beberapa
persyaratan, yaitu19:
1. Tidak menerima perempuan sebagai anggota.
2. Para anggota harus secara mutlak patuh terhadap anggaran dasar (statuten).
3. Para anggota harus berpegang teguh kepada agama.
4. Iuran anggota sebesar f 0,10 jangan semuanya disetorkan kepada pengurus
besar, iuran itu harus dibagi menjadi dua, masing-masing f 0,50 untuk
pengurus besar dan f 0,05 lagi harus dijadikan sebagai kas sebagai modal
organisasi untuk memajukan anggotanya dalam urusan perdagangan atau
urusan lainnya.
Syarat tersebut diterima oleh K.H Sirod hingga sejak Juli 1915, selama 10
bulan K.H Ahmad Sanusi memegang jabatan itu. Namun, sekitar bulan Mei tahun
1916, K.H Ahmad Sanusi mundur dari jabatannya karena dua hal yaitu: Pertama,
ia merasa sudah tidak dapat mengerti lagi arah perjuangan Sarekat Islam. Kedua,
ia merasa dikhianati oleh pengurus Sarekat Islam Sukabumi karena persyaratan
yang diajukannya ternyata sama sekali tidak dijalankan oleh pengurus Sarekat
Islam Sukabumi.
Kiprah K.H Ahmad Sanusi di Sarekat Islam memang tidak terlalu lama,
hanya 3 tahunan. Meskipun terbilang cepat, namun mampu menunjukkan
perhatian yang luar biasa terhadap Sarekat Islam. Karena K.H Ahmad Sanusi
sebagai pengurus juga anggota, hubungan personal dengan para anggota Sarekat
Islam Sukabumi terus telah terjalin. Selain itu, perkembangan organisasi itu pun
dapat dipantau oleh K.H Ahmad Sanusi, karena banyak santrinya yang masuk
menjadi anggota Sarekat Islam. Namun, mereka tidaklah di susupkan oleh K.H
Ahmad Sanusi ke Sarekat Islam Sukabumi dengan tujuan untuk mengendalikan

19
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 32-34.
53

organisasi tersebut. Para santrinya masuk menjadi anggota Sarekat Islam karena
keinginan sendiri, bukan disuruh oleh gurunya itu. Hal itu, karena K.H Ahmad
Sanusi sangat menghargai perbedaan pendapat.
Di dalam buku karangan Miftahul Falah, menurut R. Karnadibrata, Wedana
Patih Afdeeling Sukabumi, bahwa dirinya sudah tidak aktif lagi di Sarekat Islam
Sukabumi, tidak dapat dipercayai begitu saja oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Gerak geriknya terus di awasi oleh Pemerintah kolonial karena mereka merasa
terancam oleh kewibawaan Ajengan Cantayan itu. Hubungan baik dengan para
pengurus dan anggota Sarekat Islam Sukabumi, oleh pemerintah kolonial
dipandang sebagai bentuk terselubung bagi aktivitasnya di organisasi tersebut.
Pandangan pemerintah kolonial itu semakin menguat karena K.H Ahmad Sanusi
masih sering diundang untuk menghadiri rapat-rapat terbuka Sarekat Islam.20
Setelah lama, K.H Ahmad Sanusi kembali melakukan rutinitasnya sebagai
seorang ajengan. Metode halaqoh yang diterapkan K.H Ahmad Sanusi dalam
mengajar santri begitu efektif. Selain itu juga, di Pesantren Cantayan secara rutin
digelar pengajian yang selalu dihadiri kaum muslimin dari berbagai daerah. Dari
sinilah, jumlah jamaah semakin banyak karena kemampuan K.H Ahmad Sanusi
dalam berpidato dan ketenarannya semakin meluas ketika berpolitik.
Dari sinilah, K.H Abdurrahim menyarankan kepada anaknya untuk
mendirikan sebuah Pesantren. Sesuai dengan keinginan ayahnya, pada tahun 1919
K.H Ahmad Sanusi kemudian mendirikan sebuah pesantren di Genteng, Distrik
Cibadak, Afdeeling Sukabumi. Di kompleks Pesantren Genteng itu, K.H Ahmad
Sanusi mendirikan sebuah masjid yang dikelilingi oleh beberapa bangunan. Di
sebelah timur berdiri bangunan tempat pengajian masyarakat umum; sebelah
Selatan berdiri sebuah bangunan untuk belajar para santri (madrasah); dan sebelah
Barat dibangun tempat tinggal K.H Ahmad Sanusi beserta keluarganya.
Sementara itu, disebelah Utara masjid dibuat sebuah kolam (kulah) tempat para
santri dan jamaah mengambil air wudlu. Dan pada tahun-tahun awal
perkembangannya, santrinya yang belajar di Pesantren Genteng tidak lebih dari
170 orang.

20
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 34-36.
54

Namun, Masjid Pesantren Genteng yang dibangun oleh K.H Ahmad Sanusi
sudah berubah fungsi. Sebagian ruangannya dipakai sebagai kantor Yayasan
Pendidikan Islam K.H Ahmad Sanusi dan sebagian lagi dijadikan sebagai ruangan
belajar (kelas) Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT). Sementara itu,
bangunan tempat belajar para santri sudah tidak ada lagi karena memang
Pesantren Genteng itu sendiri sekarang sudah tidak berjalan lagi.21
Bagi K.H Ahmad Sanusi, Pesantren Genteng merupakan sebuah alat bagi
perjuangannya untuk menegakkan sebuah syariat Islam di Sukabumi. Oleh karena
itu, ia tidak bersikap pasif, artinya hanya berdiam di pesantrennya menunggu
kaum muslimin mendatangi dirinya. Beliau berkeliling dari satu kampung ke
kampung lainnya untuk menyebarkan pemikiran-pemikirannya itu. Dengan sangat
lugas, beliau menyampaikan pemikirannya itu kepada para jemaah yang
menghadiri dakwahnya itu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau sejak
awal tahun 1920-an, masyarakat tidak hanya memanggil dirinya dengan sebutan
Ajengan Cantayan, melainkan juga dengan panggilan Ajengan Genteng.
Metode yang diterapkan K.H Ahmad Sanusi kepada santrinya tidaklah
berbeda ketika beliau masih membantu ayahnya mengasuh Pesantren Cantayan.
Beliau tidak hanya mengajar santrinya dengan menggunakan metode tradisional
yakni sorogan dan bandungan, tetapi lebih sering menggunakan metode halaqoh.
Dengan metode ini, para santri diajak untuk mendiskusikan setiap persoalan
keagamaan. Untuk mengefektifkan proses diskusi tersebut, para santri dibagi ke
dalam beberapa kelompok. Mereka mendiskusikan setiap permasalahan agama di
masing-masing kelompok yang kemudian dibicarakan lagi dengan kelompok
lainnya. Hasil diskusi itu dibahas bersama-sama dengan K.H Ahmad Sanusi
sehingga para santri akan memiliki pemahaman yang jauh lebih mendalam
dibandingkan dengan sistem sorogan dan bandungan.
Metode halaqoh diterapkan untuk santri yang sudah duduk tingkat atau kelas
lanjut sedangkan metode sorogan dan bandungan diterapkan untuk santri yang
baru duduk di tingkat dasar. Untuk metode bandungan, beliau mengajar santrinya
selama empat kali yakni setelah Shalat Subuh, Dzuhur, Ashar, dan Isya. Meskipun

21
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 38-39.
55

sifatnya bandungan, tetapi beliau masih memberikan kesempatan bertanya kepada


para santri. Dengan metode seperti itulah, K.H Ahmad Sanusi mendidik para
santrinya untuk berjuang menegakkan hukum Islam khususnya di Sukabumi.22
K.H Ahmad Sanusi adalah orang yang tegas dalam berdakwah
mengakibatkan dirinya memiliki keberanian untuk menentang setiap hukum yang
dipandangnya tidak sejalan dengan Al-Quran. Beliau tidak akan melaksanakan
fatwa yang dikaluarkan oleh ulama selama fatwa tersebut dipandang tidak
memiliki landasan hukumnya.23
Pada tahun 1920-an, ada beberapa masalah keagamaan yang mengakibatkan
terjadinya perdebatan antara K.H Ahmad Sanusi dan ulama pakauman. Beberapa
masalah keagamaan yang krusial yang menjadi topik perdebatan antara lain
masalah zakat fitrah, zakat maal, dan selamatan. Masalah penulisan dan
penerjemahan Al- Quran pun mengundang perdebatan dengan ulama dari
kalangan tradisional. Dengan demikian, perdebatan masalah-masalah keagamaan
tidak hanya terjadi dengan kalangan ulama, birokrat dan modernis, melainkan
juga dengan kalangan tradisional.
Salah satu tugas dari ulama pakauman adalah menarik zakat fitrah dan zakat
maal dari umat Islam yang dilakukan oleh para amil. Zakat fitrah dan zakat maal
yang berhasil dikumpulkan oleh mereka, sebesar 70 % disetorkan kepada
hoofdpenghulu atau penghulu kepala yang berkedudukan di kabupaten. Sisanya
yang 30 % menjadi milik para amil sebagai gajinya. Dapat dibayangkan bahwa
zakat fitrah dan zakat maal yang terkumpul tidak sampai secara utuh kepada
masyarakat yang berhak menerimanya.
Hal ini sungguh membuat K.H Ahmad Sanusi menentang karena
bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah. Bahkan dalam aturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah sendiri, urusan zakat tidak akan diatur oleh mereka
karena pada dasarnya pemerintah tidak akan mencampuri urusan agama Islam.
Namun ternyata, pemerintah tidak bersikap konsisten.24

22
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 45-46.
23
Ibid., hlm. 46.
24
Ibid., hlm. 51-52.
56

K.H Ahmad Sanusi berpendapat bahwa masalah zakat fitrah dan zakat maal
adalah urusan umat Islam bukan urusan pemerintah. Amil yang bertugas
mengumpulkan zakat fitrah dan zakat maal adalah amil yang ditunjuk oleh
masyarakat bukan amil yang ditunjuk oleh pemerintah. Zakat yang terkumpul
kemudian dibagikan kepada masyarakat yang berhak menerimanya (mustahik)
sesuai hukum yang telah diatur Al-Quran dan Sunnah.
Pendapat K.H Ahmad Sanusi tersebut ternyata sangat berpengaruh di
kalangan masyarakat Sukabumi. Rupanya, masyarakat Sukabumi lebih menerima
fatwa yang dikeluarkan oleh Ajengan Genteng tersebut daripada fatwa yang
dikeluarkan oleh Ulama pakauman. Hal ini dapat dilihat dari suatu kenyataan
bahwa setidaknya sampai awal 1928, masyarakat yang menyerahkan zakat fitrah
dan zakat maal kepada Amil yang ditunjukkan oleh pemerintah semakin
berkurang.
Tentunya, pendapat K.H Ahmad Sanusi tentang zakat ditentang keras oleh
ulama pakauman yang dimotori oleh K.H. R. Ahmad Juwaeni, Hoofdpenghulu
Sukabumi. Karena pendapatan mereka dari hasil menarik zakat akan berkurang
atau bahkan menjadi hilang. Mereka memandang pendapat K.H Ahmad Sanusi
sebagai fatwa yang bukan hanya menyinggung dasar hukum masalah zakat. Lebih
jauh mereka berpandangan bahwa fatwa tersebut merupakan suatu bentuk
ancaman terhadap kewibawaan ulama pakauman di mata masyarakat.25
Selain argumen K.H Ahmad Sanusi yang begitu bijaksana dalam ketentraman
umat jika dicermati, bagi K.H Ahmad Sanusi siapa pun yang berpihak kepada
Belanda itu dianggapnnya sebagai musuhnya. Dengan prinsipnya beliau yang
kuat, dan tidak adanya kemunafikan pada diri beliau.26
Ketika masalah zakat belum mendapatkan titik temu, K.H Ahmad Sanusi pun
menolak acara selamatan bagi umat Islam yang telah meninggal dunia. Pada
waktu itu, bahkan sampai sekarang, dalam praktik keagamaan dikalangan
masyarakat terdapat suatu tradisi yaitu upacara kematian hari ketiga, hari ketujuh,
dan seterusnya. Bagi K.H Ahmad Sanusi, upacara kematian tersebut merupakan

25
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 53-54.
26
Wawancara dengan Drs. K.H Hasanudin, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
57

praktik keagamaan yang hukumnya makruh. Apabila upacara kematian itu


dikatakan sebagai suatu ketentuan agama Islam, maka hukumnya menjadi haram
karena tidak ada satupun ayat dalam Al-Quran yang mengatur upacara tersebut.
Dalam pandangan beliau, bahwa upacara kematian tersebut merupakan sebuah
warisan karuhun belaka yang tidak memiliki implikasi hukum agama apapun jika
hal itu tidak dilaksanakan. Bahkan sebaiknya hal itu ditinggalkan karena
hubungannya dengan kemusyrikan sangat dekat. Oleh karena itu, K.H Ahmad
Sanusi memandang upacara kematian sebagai masalah dhiafah yaitu sedekah
kematian.
Pendapat beliau tersebut, kembali mendapat reaksi keras dari ulama
pakauman. K. H. R. Uyek Abdullah merupakan sosok ulama pakauman yang
sangat keras menentang fatwa K.H Ahmad Sanusi. Ia adalah saudara K. H. R.
Ahmad Juwaeni, Hoofdpenghulu Sukabumisekaligus sebagai pengasuh Pesantren
Pabuaran. Selain itu, ia pun berkedudukan sebagai anggota Raad Igama Sukabumi
dan menjadi Imam masjid Agung (Kaum) Sukabumi. Menyangkut upacara
kematian, Kyai Uyek berpendapat bahwa upacara tersebut tidak termasuk masalah
Dhiafah dan hukumnya tidak haram. Upacara kematian dipandang sebagai salah
satu bentuk sedekah bagi kaum muslimin sehingga hukumnya menjadi Wenang
(diperbolehkan).
Dua pendapat tersebut dari dua orang ulama berpengaruh mengakibatkan
masyarakat Sukabumi menjadi kebingungan. Dengan alasan menjaga
ketentraman, K.H.R Ahmad Juwaeni mempertemukan kedua kyai tersebut dalam
suatu acara debat terbuka. Dalam debat tersebut yang diselenggarakan tahun 1922,
baik K.H Ahmad Sanusi maupun K.H.R Uyek Abdullah sependapat bahwa
upacara kematian boleh diselenggarakan sepanjang diniatkan untuk melakukan
sedekah yang tidak terikat oleh ketentuan hari tertentu, yaitu tiluna, tujuhna,
matang puluh, natus, dan seterusnya.27
Perdebatan K.H Ahmad Sanusi dengan ulama pakauman menjadi salah satu
faktor yang mendorong terjadinya konflik dengan elite birokrasi. Betapa tidak,
dengan kharismanya yang begitu kuat terpancar dari dirinya, kalangan elite

27
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 54-56.
58

birokrasi merasa kewibawaannya di mata masyarakat menjadi tentram. Dengan


perkataan lain, dari perbedaan pendapat mengenai masalah-masalah keagamaan,
bergeser menjadi konflik pribadi karena perbedaan pendapat tersebut berubah
menjadi hasutan dan fitnahan. Oleh karena itu, kalangan elite birokrasi berusaha
dengan berbagai cara untuk menjauhkan K.H Ahmad Sanusi dari masyarakat
Sukabumi.
Konflik antara K.H Ahmad Sanusi dan elite birokrasi sudah ada ketika dirinya
dikaitkan dengan peristiwa Cimareme 1919 serta adanya dampak negatif atas
perdebatannya dengan ulama pakauman yang dihembuskan oleh kalangan elite
birokrasi, namun titik pangkal konflik itu adalah perbedaan pandangan dalam
tradisi mendoakan bupati setiap hari Jumat. Tradisi ini memang tidak hanya
terjadi di Sukabumi, tetapi umum terjadi di Pulau Jawa. Dalam setiap pelaksanaan
Shalat Jumat, setiap khatib diwajibkan untuk memanjatkan doa bagi bupatinya.
Bagi K.H Ahmad Sanusi, tradisi tersebut bukanlah sebuah kewajiban, malah
menyarankan tradisi tersebut tidak perlu dilakukan. Mendoakan para pemimpin
memang diwajibkan dalam syariat Islam, tetapi yang didoakan itu seorang
pemimpin atau raja yang adil dalam konteks ibadah Islam. Mendoakan raja atau
pemimpin Islam yang dzalim hukumnya haram, apalagi mendoakan bupati.
Bupati bukanlah raja, melainkan seorang pemimpin di suatu daerah yang dalam
menjalankan kepemimpinannya itu tidak berdasarkan syariat Islam. Ia diangkat
dan diberhentikan oleh pemerintah kolonial yang dikategorikan sebagai
pemerintahan kafir. Oleh karena itu, ia bekerja bukan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat melainkan untuk menjaga kepentingan kolonialisme. Oleh
karena itu, mendoakan mereka hukumnya haram karena tidak termasuk dalam
konteks ibadah Islam.
Pandangan tersebut yang kemudian dikenal sebagai kasus Abdaka Maulana
dianggap oleh para penguasa bahwa K.H Ahmad Sanusi sebagai rongrongan dan
ancaman terhadap kedudukan serta kewibawaan mereka. Hal ini diperkuat dari
pihak oleh penguasa karena seiring dengan adanya laporan yang menggambarkan
pembangkangan masyarakat terhadap aparat desa sepulangnya mereka dari
pengajian yang digelar oleh K.H Ahmad Sanusi. Bahkan lebih dari itu, meskipun
59

sudah tidak memiliki hubungan organisasi tersebut mempergunakan pandangan


K.H Ahmad Sanusi dalam berbagai kegiatan pengajian dan propagandanya.28
Peristiwa tersebut kemudian menjadi kartu as bagi elite birokrasi yang
menyudutkan K.H Ahmad Sanusi. Mereka semakin gencar menuduh dirinya
sebagai biang keladi dan mereka menyebarkan bahwa propaganda K.H Ahmad
Sanusi merupakan seorang ulama yang memiliki anti-pemerintah. Mereka
mengajukan berbagai sikap penentangan K.H Ahmad Sanusi terhadap berbagai
sikap persoalan praktik keagamaan yang sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah
kolonial. Penuduhan itu, jelas dibantah oleh K.H Ahmad Sanusi, karena beliau
tidak merasa ulama yang memiliki anti-pemerintah. Karena seandainya beliau
benci kepada Bupati beserta aparatnya, sudah barang tentu dirinya tidak akan
menginjakkan kakinya di Masjid Kaum. Malah sebaliknya, beliau selalu Shalat
Jumat di masjid yang dikelola oleh ulama pakauman tersebut. Namun, dapat
dipahami bahwa permasalahan ini disimpulkan bahwa dari pihak elite birokrasi
menginginkan K.H Ahmad Sanusi untuk diasingkan ke luar Sukabumi.29
Meskipun demikian, kekhawatiran dan ketidaknyamanan kalangan elite
birokrasi pribumi tidak dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintahan Hindia Belanda.
Karena tidak ada bukti kuat yang dapat menangkap dan mengasingkan kyai
kharismatik tersebut ke luar Sukabumi. Sampai suatu ketika, terjadilah
pengrusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi dengan
Bandung dan Bogor. Peristiwa tersebut terjadi pada Agustus 1927 dijadikan
sebagai bukti awal bagi Pemerintahan Hindia Belanda untuk menangkap dan
menahan K.H Ahmad Sanusi. Alasan yang dikemukakan oleh Pemerintah Hindia
Belanda itu adalah salah satu jaringan kawat telepon yang dirusak itu lokasinya
tidak terlalu jauh dari Pesantren Genteng. Dari itu, K.H Ahmad Sanusi mendekam
di penjara selama sembilan bulan sampai pada bulan Mei 1928 beliau dipindahkan
ke penjara di Kota Sukabumi.
Namun, pihak pemerintah kolonial tidak segera membebaskan K.H Ahmad
Sanusi malah mengaitkan dirinya dengan peristiwa perlawanan Kyai Asnawi di

28
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 56-58.
29
Ibid., hlm. 59.
60

Menes, Banten yang terjadi tahun 1926. Meskipun tidak bukti dan kesaksian atas
keterlibatan K.H Ahmad Sanusi dalam perlawanan Kyai Asnawi (1926) dan
pengrusakan jaringan kawat telepon (1927), Gubernur Jenderal B. C. De Jonge
mengeluarkan keputusan untuk mengasingkan K.H Ahmad Sanusi ke Tanah
Tinggi di Batavia Centrum. Pengasingan itu sendiri resmi diberlakukan sejak
November 1928. Pemerintah Hindia Belanda mengatakan bahwa penahanan
tersebut adalah untuk menjaga ketentraman umum (rust en order) karena
pemikiran-pemikiran K.H Ahmad Sanusi memiliki potensi untuk menciptakan
suatu masyarakat yang memiliki semangnat revolusioner. Untuk mencegah
perkembangan potensi tersebut, Pemerintah Hindia Belanda memandang perlu
untuk mengasingkan K.H Ahmad Sanusi dari lingkungan sosial budayanya.30
Selama K.H Ahmad Sanusi menjalani pengasingan dari tahun 1928-1934 di
Batavia Centrum itu, K.H Ahmad Sanusi tidak lantas berpangku tangan atau
kemudian berubah pandangannya. Pengasingan tersebut justru telah membentuk
watak dan kepribadiannya semakin kuat untuk berjuang menegakkan kebenaran.
Beliau terus berjuang melalui pemikirannya yang kemudian diterbitkan menjadi
buku yang disebarkan kepada masyarakat sehingga pemikirannya pun menyebar
di kalangan masyarakat.
Meskipun sedang mengalami pengasingan di tempat yang jauh dari kampung
halamannya, namun pemerintah kolonial tidak melarang dirinya bertemu dengan
orang-orang yang sepaham dengan dirinya maupun dengan orang-orang yang
bertolak belakang dengan dirinya. Para santri dan Jamaah dari Sukabumi
berdatangan ke Batavia Centrum untuk menjenguk kyai kharismatik tersebut.
Bahkan tidak hanya yang berasal dari Sukabumi, tidak sedikit juga Jamaah yang
menjenguknya berasal dari daerah luar Sukabumi.
Para jemaah yang datang ke Tanah Tinggi, Batavia Centrum ternyata bukan
hanya sekedar menjenguknya. Mereka selalu membawa permasalahan umat dan
mendiskusikan dengan K.H Ahmad Sanusi. Dengan perkataan lain, para jamaah
yang mendatangi dirinya memiliki dua tujuan, yakni menjenguk dan mengadukan
berbagai persoalan keagamaan. Puncak pengaduan para jamaah itu terjadi seiring

30
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 61-64.
61

dengan semakin gecarnya usaha yang dilakukan oleh para pembaharu Islam di
wilayah Priangan Barat, termasuk Sukabumi.31
Terhadap permasalahan keagamaan itu, K.H Ahmad Sanusi banyak
melakukan perdebatan dengan beberapa orang ulama terkemuka dari kalangan
pembaharu, antara lain K. H. R. Muhammad Anwar Sanusi dari Pesantren Biru
Tarogong; K. H. R. Muhammad Zakaria dari Pesantren Cilame; K. H. Jusuf
Taujiri dari Pesantren Cipari; dan K. H. Romli dari Pesantren Haur Koneng. Para
Ajeungan tersebut semuannya berasal dari Garut. Bahkan K.H Ahmad Sanusi pun
pernah melakukan debat soal keagamaan dengan A. Hasan, tokoh Persis dari
Bandung, ketika ia telah mendirikan Al Ittihadul Islamiyah (AII).32

C. Peran K.H. Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam


1. Dunia Pendidikan dan Penerbitan K.H Ahmad Sanusi.
Pengasingan yang dijalani oleh K.H Ahmad Sanusi memberikan dampak
positif terhadap dirinya. Selama dipengasingan Batavia Centrum K.H Ahmad
Sanusi menunjukkan dirinya sebagai ulama yang produktif dalam menulis buku.
Perjuangan dalam menegakkan kebenaran dalam konteks ibadah Islam tidak
hanya dapat dilakukan dengan cara berdakwah secara langsung. Pemikiran-
pemikirannya yang sedikit banyaknya terpancing oleh adanya pengaduan dari para
jamaah dituangkan oleh K.H Ahmad Sanusi dengan menulis buku. Hal tersebut
mudah dipahami karena sebagai orang yang sedang menjalani pengasingan, ruang
geraknya sangat dibatasi. Sementara itu, jika tidak menanggapi pengaduan-
pengaduan para jamaah yang menyangkut masalah keagamaan, maka masyarakat
akan mengalami kebingungan dalam menjalankan praktik-praktik keagamaannya.
Oleh karena itu, K.H Ahmad Sanusi menuliskan pemikirannya dengan
menerbitkan berbagai buku.
Selain itu, produktivitasnya dalam penerbitan buku menunjukkan bahwa K.H
Ahmad Sanusi merupakan kyai tradisional yang memiliki pikiran yang progresif.
Beliau tidak hanya berdiam diri sambil memegang kuat keyakinan tradisionalnya.

31
Miftahul Falah, S.S, op.cit., hlm. 66.
32
Ibid., hlm. 67-68.
62

Beliau memberikan suatu pembelaan terhadap para ulama terdahulu yang menurut
kaum mujadid pemikirannya tidak perlu dijadikan bahan rujukan untuk ber-taqlid.
Di dalam pengasingan beliau yang meninggalkan para santri dan jamaahnya di
Sukabumi, K.H Ahmad Sanusi tidak meninggalkan dunia pendidikan. Dalam
proses pembelajaran terhadap mereka pun tetap dapat dilakukan oleh dirinya.
Pada hakikatnya, K.H Ahmad Sanusi tetap melaksanakan proses mengajar tetapi
dengan menggunakan media berbeda.33
Adapun materi-materi keagamaan yang disampaikan kepada para santri dan
jamaahnnya dilakukan melalui sebuah buku. Tafsir Quran, misalnya, K.H
Ahmad Sanusi secara rutin menuliskannya ke dalam beberapa buku (buletin) yang
secara rutin beliau terbitkan di Batavia Centrum. Dari menulis buku inilah, K.H
Ahmad Sanusi dapat bertahan hidup selama pengasingannya di Batavia Centrum
karena buku-bukunya itu banyak dibeli orang. Kemampuannya dalam
menerbitkan buku yang jumlahnya mencapai ratusan judul, seperti yang
dilaporkan oleh dirinya kepada Pemerintahan Militer Jepang tahun 1942.34

Buah karya Ahmad Sanusi berdasarkan pengakuan-nya sebagaimana yang


tercantum dalam lampiran Pendaf-taran Orang Indonesia yang Terkemoeka yang
ada di Djawa. (R.A. 31. No. 2119.), untuk disampaikan kepada Gunseikanbu
Tjabang I, Pegangsaan Timoer 36 Djakarta, ada 125 judul kitab yang terdiri dari
101 judul kitab berbahasa Sunda dan 24 judul kitab berbahasa Indonesia. Adapun
judul kitab tersebut adalah sebagi berikut:

1. Kitab Tafsir al-Quran/Ilmu Tajwid


a. Raoedlotoel Irfan (17 Boekoe dari 17 Djoez Qoeran);
b. Tamsjijjatoel Moeslimin (53 Boekoe dari 7 Djoez Qoeran);
c. Tafsir Maldjaoettolibien (Djoez Ama);
d. Tafsier Maldjaoettolbien (1 Boekoe);
e. Maldjaoettolibien (24 Boekoe dari 100 Djoez Qoeran);
f. Tidjanul Gilman (Elmoe Tadjwied Qoeran);

33
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 74-75.
34
Wawancara Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, pada tanggal 11 Februari 2014.
63

g. Hiljatoellisan;
h. Sirodjoel Moeminien (Doea Fadilah Jasin);
i. Hidajatoel Azkija (Tardjamah Azkija);
j. Tafsier Soerat Jasin;
k. Tafsier Soerat Waqiah;
l. Tafsier Soerat Tabarok;
m. Tafsier Soerat Doechon;
n. Tafsier Soerat Kahfi;
o. Sirodjoel Wahadj (Kitab Miradj);
p. Jasin Waqiah;
q. Hilaatoel Iman (Kaifijat Chatam Qoeran);
r. Silahoel Irfan (2 Boekoe dari 2 Djoez Qoeran);
s. Miftahoel Djannah;
t. Jasin Waqiah (di Gantoeng Loegat dan Keterangannja);
u. Ajjoehal Walad Gozalie (Tardjamah).
2. Kitab Hadits
a. Tafsier Boechorie;
b. Al Hidajah (Menerangkan Hadits2 Kitab Sapinah)
3. Kitab Ilmu Tauhid/Aqidah
a. Al loe loeoen nadid (Menerangkan Bahasan Ilmoe Taoehid);
b. Matan Ibrohiem Badjoeri (Gantoeng Logat);
c. Matan Sanoesi (Gantoeng Logat);
d. Madjmaoel Fawaid (Tardjamah Qowaidoel Aqoid);
e. Taoehidoel Moeslimien (Tentang Ilmoe Taoehied);
f. Taoehidoel Moeslimien;
g. Tardjamah RisalahQoedsijah;
h. Tardjamah Djauharotoettaoehid;
i. Al-Moefhimat (Menerangkan Pabidahan dan Idjtihad);
j. Hiljatoel Aqli (Bab Moertad),;
k. Loe Loeunnadies Ilmoe Taoehid;
l. Al-Moethohhirot (Bab Moesjrik);
64

m. Noeroel Jakin (Penolakan Ahmadijah Qadian Lahore, 2 Boekoe);


n. Oesoeloel Islam;
o. Silahoel Mahijah Firqoh 73;
p. Hoeljatoel Aqli (Bab Moertad);
q. Assoejoefoessorimah (MenolakMatjam2 Bidah ).
4. Kitab Ilmu Fiqh
a. Al Djaoeharotoel Mardijah (Fiqih Sjafeie);
b. Tardjamah Fiqih Akbar (karangan Imam Hanafi);
c. Hiljatoel Goelam (Bab Siam);
d. Mifathoe Darissalam;
e. Al Adwijatoessafiah (Bab Solat Hadjat dan Istihoroh);
f. Al Oekoedoel Fachiroh (Menerangkan Istiharoh Moetahadjdjiroh);
g. Bab Zakat dan Fithrah,;
h. Qowaninoeddinijjah (Bab Zakat);
i. Bab Nikah;
j. Bab Taraweh;
k. Hidajatussomad (Tardjamah Zoebad);
l. Targib Tarhib;
m. Kitab Talqin;
n. Bab Kematian;
o. Firqoh (8 Nomer);
p. Bab Woedloe;
q. Bab Bersentoeh;
r. Bab Aer The;
s. Kasjifoel Aoeham (Tentang Menjentoeh Qoeran);
t. Al-Aqwaloel Moefidah (Tentang Adzan Awal).
u. Kitab Bab Tioeng;
v. Dijafah dan Sodaqoh;
w. Al-Isjaroh (Membedakan antara Dijafah dan Sodaqoh),
x. Al-Oehoed fil Hoedoed;
y. Idjtihad Taqlied.
65

5. Kitab Ilmu Bahasa Arab


a. Doeroesoennahwijjah (KeteranganAjurmijah);
b. Bahasan Adjroemijah;
c. Kasjfoenniqob (Tardjamah Qowaidoel Irob);
d. Matan Sorof Bina (Dengan Segala Ketera-ngannya);
e. Bahasan Nadlom Jaqoeloe (Ilmoe Sorof);
f. Tanwiroerribat (Sjarah Nadom Imriti).
6. Kitab Akhlak/Tasawwuf/Tariqat/Doa/Aurod.
a. Misabahoel Falah (Wiridan Sore dan Soeboeh);
b. Sirodjoel Afkar (Wiridan Siang dan Malam);
c. Matolioel Anwar (Bab Istigfar);
d. Bab Istighfar;
e. Miftahoel Gina (Tentang Tasbeh),
f. Kitab Asmaoel Hoesna,
g. Al Kawakiboeddoerrijjah (Doa2 Nabi);
h. Daliloessairien (Menerangkan Keoetamaan Solawat);
i. Asmaoel Hoesna (Dengan mananja serta Choesoe-sijatnja);
j. Fadoiloel Kasb i(Bab Kasab dan Ichtiar),
k. Al-MadjamaatoelMoefidah (Menerangkan Tiga Kitab);
l. Attamsjijjatoel Islamijjah (Manaqib Imam Ampat);
m. Fachroel Albab (Manaqib Wali2);
n. Doea Nabi Ibrohiem;
o. Mandoematurridjal (Tawasoel Kepada Aulija);
p. Aqoiduddoeror (Memanakan Kitab Barzandji),
q. Manaqib Sjech Abdoel Qodie Djaelani,
r. Tardjamah Kitab Hikam,
s. Al Djawahiroel Bahijah (Tentang Adab-Adaban Istri),
t. Pengadjaran Istri (2 Nomer);
u. Al-DjawahiroelBahijjah (Peradaban Istri);
v. Tarbijatoel Islam (Menerangkan Adab2 Islam).
7. Kitab Ilmu Mantiq
66

Moethijjatoel Goelam (Tardjamah Manteq Soelam).


8. Kitab Ilmu Bade
Al-Kalimatoel Moebajjinah (Ilmoe Bad).
9. Kitab Ilmu Bayan
Kifajatoel Moebtadi (Bahasan Samarqondie Ilmoe Bajan).
10. Kitab Sejarah
a. Tarich Ahli Soennah;
b. Lidjamoel Goeddar (Bab Ajah Boenda Nabi);
c. Mifatahoerrohmah (Bab Hadijah).
11. Kitab Jumah
a. Tanbihoettoelabah (Choetbah Djoemah);
b. Bab Djoemah;
c. Sirodjoel Oemmah (70 Choesoesijat Djoemah);
d. Fathoel Moeqlatain (Tentang Pendirian Djoemah).
12. Kitab Munadoroh
Tardjamah Ilmoe Moenadoroh.
13. Lain-lain
a. Tasjqiqoel Aoeham (Menolak Madjalah Tjahaja Islam);
b. Silahoel Basil (Menolak Kitab Tazahiqoel Bathil);
c. Arroeoedijjah (Menolak Dowabit Qontoerijah)
d. Al-Hidajatoel Islamijjah (10 Buku Hrf Latin);
e. Tahdziroel Afkar (Menolak Kitab Tasfijatoel Afkar);
f. Tahdziroel Awam (Menerangkan Kesetiaan Madjalah Tjahaja Islam);
g. Tolakan Kepada Foetoehat;
h. Koerseos Al-Ittihad;
i. Pengadjaran Al-Ittjihad (7 Nomer);
j. Tabligoel Islam (10 Nomer);
k. Addaliel (10 Nomer);
l. Noeroel Iman (5 Nomer);
m. Mindoroh;
n. Bab Adzan Awal;
67

o. Hoedjdjatoel Qotijjah;
p. Al-Moefid (6 Nomer);
q. Al-Kalimatoel Moezhiqoh;
r. Tanwiroeddoelam fi Firoqil Islam;
s. Koerses Lima Ilmoe (10 Nomer);
t. Addaliel (10 Nomer). 35

Selain dari judul-judul kitab tersebut di atas, menurut pengakuan keluarga


masih ada karangan lainnya yang belum tercatat baik yang masih dalam bentuk
manuskrif (tulisan tangan), yang belum tercetak, maupun yang sudah tercetak
(print book), jumlahnya diperkirakan sekitar 400-an judul kitab, namunkitabnya
masih berada di tangan perorangan, atau di perpustakaan negeri Belanda, atau
tempat-tempat lain, yang tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut.

Materi karya Ahmad Sanusi sebagaimana termaktub pada judul kitab di atas,
meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir al-Quran, tauhid, fiqh, tasawwuf,
nahwu/syorof, mantiq, bade, bayan, dan lain-lain. Karya itu ia tulis sesuai dengan
kebutuhan masyarakat pada saat itu, sehingga hasil karyanya relatif mudah
dipasarkan bahkan dalam waktu singkat dicetak secara berulang-ulang.
Kedalaman ilmu yang ia miliki dapat terlihat dari buah karyanya, seperti dalam
kitab Tamsyiyyatu al-Muslimin fi Tafsiiri Kalaami Robbi al-Aalamiin. Kitab
tersebut ia tulis tidak hanya dengan menafsirkan kata perkata, akan tetapi ia
tafsirkan pula secara lengkap dengan disertai asbabunnuzul-nya dari ayat-ayat al-
Quran yang sedang ia bahas, serta dilengkapi pula dengan sumber kitab yang
dijadikan rujukan dalam penafsirannya.
Karya tulis Ahmad Sanusi ada pula yang menjadi bahan perdebatan diantara
kaum ulama pada saat itu, seperti halnya menuliskan al-Quran dengan huruf
latin. Hal yang menarik justru Ahmad Sanusilah orang Indonesia pertama yang
menuliskan al-Quran dengan huruf latin dan menjelaskan maksud yang

35
Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan
Nasional, cet- 2, (Sukabumi, At-Tadbir: 2013), hlm. 67-71.
68

terkandung dalam al-Quran dikaitkan dengan pengetahuan umum dan sejarah


terutama ayat-ayat yang menyangkut masalah-masalah kauniyah.36
Dari kitab Raudhatul Irfan karangan K.H Ahmad Sanusi inilah yang pada
waktu Pemerintah Belanda pada waktu itu melarang untuk dapat dikembangkan
dan disebarluaskan. Bagi Pemerintah Belanda, bahwa dari hadirnya kitab tersebut
membuat bahaya bagi Pemerintah Belanda di kota Sukabumi. Dari kitabnya yang
unik, namun bermanfaat yaitu kitab tafsiran Al-Quran yang di terjemahkan ke
dalam logatnya beliau (Sunda) yang lainnya pun tidak ada yang seperti beliau dan
pastinya tidak dibolehkan oleh Pemerintah Belanda. Bacaan kitab tersebut
diterjemahkan dengan bahasa yang lain, yang lebih enak didengar, difahami dan
lebih mendalam dalam menafsirkannya.37
Selain menulis berbagai buku keagamaan, K.H Ahmad Sanusi secara aktif
bergerak di bidang penerbitan. Beliau mengurus beberapa majalah yang isinya
membicarakan masalah-masalah keagamaan. Pada bulan Maret 1931, K.H Ahmad
Sanusi menerbitkan sebuah majalah bulanan yang diberi nama Al-Hidajatoel
Islamijjah. Majalah ini diterbitkan dalam satu bulan sebanyak tiga edisi, yaitu
bahasa Sunda dengan huruf Latin, bahasa Sunda dengan huruf Arab, dan bahasa
Indonesia dengan huruf Latin.Tujuan diterbitkannya majalah itu diperjelas oleh
K.H Ahmad Sanusi sebagai upaya memberikan pemahaman kepada umat Islam
bahwa membenci para ulama tradisional merupakan kesalahan besar, seperti
tercantum di halaman cover majalah tersebut.38
Penerbitan majalah Al-Hidajatoel Islamijjah rupa-rupanya disambut positif
oleh umat Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya permintaan pembeli agar
tanggal terbit majalah ini diterapkan secara konsisten dan adanya harapan agar
majalah ini terbitkan lebih dari satu kali dalam satu bulan. Namun, kedua
permintaan dari pembaca itu tidak dapat langsung K.H Ahmad Sanusi lakukan.
Karena keterbatasan prasarana yang dimiliki K.H Ahmad Sanusi yaitu percetakan
merupakan penyebab ketidakmampuan Al-Hidajatoel Islamijjah terbit secara
konsisten tiap bulannya. Pada awal terbitnya, majalah ini dicetak dipercetakan
36
Munandi Shaleh, op.cit., hlm. 72-73.
37
Wawancara dengan Drs. K.H. Hasanudin M,Ag., pada tanggal 11 Februari 2014.
38
Miftahul Falah, S.S, op.cit, hlm. 86.
69

milik orang lain sehingga harus tepat tidaknya majalah terbit sangat bergantung
pada penuh tidaknya percetakan itu. Sebagai solusinya, K.H Ahmad Sanusi
mengusahakan akan mendirikan sebuah percetakan. Sehingga jika memiliki
percetakan sendiri, majalah dapat diterbit tiap bulannya pada tanggal yang sama.
Dan pada akhirnya dipertengahan tahun 1932, Al-Hidajatoel Islamijjah
diterbitkan dua kali dalam satu bulan.39
Sebagai majalah yang bertujuan hendak meluruskan ajaran Islam dari
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dari majalah yang
disajikan K.H Ahmad Sanusi, mengupas persoalan-persoalan yaitu Baboel Ijtihad,
Azas Islam, keterangan Firqoh Islam, keterangan tentang Mazhab Ampat,
pelajaran Tauhid dan Fiqih, dan Bab Tarikh. Dan terkadang pembahasan dalam
majalah itu mengupas masalah-masalah khusus yang berbeda-beda, yaitu pada
penebitan bulan Agustus 1932 Al-Hidajatoel Islamijjah mengangkat masalah
Ahmadiyah Qodian. Intinya K.H Ahmad Sanusi menolak keberadaan Ahmadiyah
Qodian sebagai bagian dari agama Islam. Secara tegas K.H Ahmad Sanusi
menganjurkan kepada kaum muslimin untuk tidak berhubungan dengan mereka
karena dikhawatirkan mereka akan menjadi Kufur.
Selain menerbitkan Al-Hidajatoel Islamijjah, K.H Ahmad Sanusi pun
menerbitkan majalah yang berisikan tentang tafsir Al-Quran. Tafsir ini
diterbitkan secara berkala setiap bulan dan menggunakan bahasa Sunda sebagai
bahasa pengantarnya. Majalah ini kemudian dijadikan sebagai bahan pengajaran
oleh para kyai dan guru agama dalam mengajarkan tafsir Al-Quran kepada
santrinya. Dari terbitnya majalah inilah menunjukkan bahwa K.H Ahmad Sanusi
merupakan seorang ulama ahli Tafsir yang hasil pemikirannya menyebar di
sekitar Priangan Barat. Keahlian yang dimiliki K.H Ahmad Sanusi ini, kelak akan
menjadi salah satu rujukan ketika beliau dibebaskan dari Batavia Centrum oleh
Pemerintahan Hindia Belanda.40

39
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 90-92.
40
Ibid., hlm. 93-94.
70

2. K.H Ahmad Sanusi Mendirikan Al- Ittihadiyatul Islamiyyah


(AII).
Para kyai yang ada di Sukabumi sering menghadapi kritikan dari kaum
mujadid. Tidak hanya masalah furu, tetapi juga mereka menyerang berkaitan
dengan masalah nasionalisme. Jawaban-jawaban mereka disampaikan secara lisan
maupun tertulis sehingga terkesan sebagai jawaban perorangan. Sebagai sebuah
komunitas yang memiliki keyakinan tertentu, mereka merasakan perlu adanya
wadah atau organisasi yang akan memayungi aktivitas mereka.
Dan pada tahun 1931, para ulama pengikut K.H Ahmad Sanusi menggelarkan
pertemuan di Pesantren Babakan Cicurug yang di pimpin oleh K.H Moh. Hasan
Basri dengan membicarakan berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan.
Dan pada akhirnya, para kyai yang menghadiri pertemuan itu mencapai
kesepakatan untuk membentuk sebuah organisasi yang akan diberi nama Al-
Ittihadiat al-Islamiyah(AII). Hal ini pun disepakati bahwa organisasi yang akan
didirikan ini berasaskan Islam dan bertujuan mewujudkan kebahagiaan umat
dengan menjalankan secara konsisten ajaran Islam berdasarkan atas mazhab Ahlus
Sunnah Wal jamaah.41
Dan pada awal November 1931, K.H Ahmad Sanusi mengesahkan berdirinya
Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) di kantor pusat Tanah Tinggi No. 191, Kramat,
Batavia Centrum. K.H Ahmad Sanusi mendirikan organisasi AII inipun
mengatakan bahwa organisasi ini bukan organisasi politik, melainkan. Organisasi
sosial-keagamaan. Salah satu tujuannya adalah memajukan pendidikan bagi
kalangan bangsa pribumi. Mekipun demikian, K.H Ahmad Sanusi berupaya
hendak menggugah kesadaran politik di kalangan para jamaah dan anggota AII.
Hal tersebut dipertegas dengan dimuatnya tulisan yang berjudul Indonesia Iboe
Kita dan Islam dan Politik Internasional dalam Soeara Moeslim Edisi Juli dan
Agustus 1932. Kedua tulisan itu berisi uraian yang bertujuan hendak menggugah
bangsa Indonesia agar tidak bergantung dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia
harus memperjuangkan nasibnya sendiri dan tanah airnya demi untuk harga diri

41
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 97-98.
71

sebagai sebuah bangsa. Oleh karena itu isi ceramahnya yang dapat menggugah
rasa nasionalisme dan disebarluaskannya artikel itu oleh Soeara Moeslim,
Gubernur Jawa Barat menuduh AII terlibat dalam kegiatan politik.42
Setelah AII dibentuk, frekuensi pertemuan K.H Ahmad Sanusi dengan para
jamaah atau anggota AII semakin meningkat. Dalam pertemuan itu, K.H Ahmad
Sanusi sering mengupas makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al- Quran yang
berhubungan dengan harga diri, persamaan, persaudaraan, nasionalisme, dan
kemerdekaan. Masalah-masalah tersebut sengaja dibahas oleh K.H Ahmad Sanusi
sebagai upaya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa perpecahan di kalangan
mereka sengaja diciptakan oleh Belanda agar kekuasaan kolonialismenya di
Indonesia dapat dilanggengkan. Islam merupakan agama yang mengakui adanya
persamaan dan menganjurkan untuk memperkuat persaudaraan di kalangan
mereka. Kedua hal itu merupakan salah satu faktor bagi tumbuhnya nasionalisme
sehingga yang akan menjadi landasan bagi upaya mencapai kemerdekaan.43
Di dalam kegiatan organisasi AII yang didirikan K.H Ahmad Sanusi
memberikan dampak positif, tidaklah heran jika aktivitas AII terutama di
Sukabumi semakin meningkat sehingga melahirkan kekhawatiran mendalam dari
kalangan birokrat. Mereka lebih merasa senang jika K.H Ahmad Sanusi tetap
ditahan dan AII dibekukan. Padahal jika dibandingkan dengan organisasi sejenis,
perkembangan AII pada tahun-tahun awal berdirinya berjalan lamban. Sampai
tahun 1934, AII hanya memiliki sekitar empat belas cabang yang tersebar di
daerah Sukabumi, Cianjur, dan Bogor.44
Dan pada suatu saat pun pernah terjadi permasalahan oleh pendiri organisasi
AII yaitu K.H Ahmad Sanusi dengan adanya kembali perdebatan antara K.H
Ahmad Sanusi dengan ulama Pakauman. Gagasan K.H Ahmad Sanusi untuk
mentransliterasi Al-Quran ke dalam huruf Latin mendapat respon negatif dari
ulama Pakauman sehingga melahirkan perdebatan yang tidak kunjung usai.
Sebenarnya, perdebatan ini sudah terjadi sebelum K.H Ahmad Sanusi di asingkan
di Batavia Centrum tahun 1927. Dan setelah itu K.H Ahmad Sanusi dipindahkan
42
Miftahul Falah, S.S,op.cit, hlm. 98 & 102-103.
43
Ibid., hlm. 100.
44
Ibid., hlm. 106.
72

pengasingannya di Sukabumi dengan menjadi tahanan Kota. Sesampai K.H


Ahmad Sanusi di Sukabumi, perdebatan itu semakin memanas sehingga
mendorong pejabat setempat untuk mempertemukan dua pihak yang berbeda
pendapat. 45
Akhirnya perdebatan masalah boleh atau tidaknya penulisan Al-Quran
dengan huruf latin yang dilakukan dari kumpulan pembela K.H Ahmad Sanusi
dengan kumpulan ulama Pakauman itu ternyata tidak hanya dihadiri oleh kedua
kelompok itu saja. Melainkan dari berbagai organisasi keIslaman dan kalangan
pers serta 15.000 kaum muslimin mengikuti debat terbuka. Setelah mendengar
penjelasan masing-masing pendapat, pihak komite mengambil keputusan bahwa
mentransliterasi Al-Quran ke dalam huruf latin itu hukumnya dibolehkan.
Mereka sependapat dengan K.H Ahmad Sanusi bahwa tidak ada satu pun dalam
A-Quran yang mengharamkan transliterasi itu.
Tentunya, keputusan yang diambil oleh Komite mengundang ketidakpuasan
kelompok ulama Pakauman. Sampai akhirnya, K.H Uyek Abdullah kemudian
menulis sebuah buku yang isinya menetapkan bahwa orang yang menulis Al-
Quran ke dalam huruf latin adalah kafir sehingga halal darahnya untuk dibunuh.
Pandangan tersebut direnpon dengan keras oleh K.H Ahmad Sanusi dengan
mengirim surat kepada pemerintah. Surat yang dikirim tanggal 27 Februari 1937
itu mengatakan bahwa pandangan K.H Uyek Abdullah merupakan pikiran yang
mengundang rasa tidak aman sehingga menimbulkan kerusuhan. Sehubungan
dengan itu, beliau meminta untuk segera mengambil keputusan. Namun, protes
tersebut tidak ditanggapi pihak pemerintah, mengingat posisi pemerintah yang
mendukung ulama Pakauman.46
Dan upaya lain yang dilakukan K.H Ahmad Sanusi adalah mendirikan dan
mengelola sekolah, rumah sakit, yayasan anak yatim-piatu, koperasi, toko, dan
baitul maal. Upaya ini merupakan cita-cita AII di bidang sosial untuk
meningkatkan kesejahtraan para anggotanya.47Dan pada tahun 1939 tepatnya
pada tanggal 29 Februari, Gubernur Tjarda (seorang) mencabut status K.H Ahmad
45
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 126.
46
Ibid., hlm. 129-130.
47
Ibid., hlm. 131.
73

Sanusi sebagai tahanan kota. Dengan alasan, bahwa menurut G. F. Pijper yang
menggantikan Gobee sebagai Adviseur Indlandsche Zaken mengirim surat kepada
Gubernur Jenderal A. W. L. Tjarda. Ia berpandangan bahwa ketakutan mendalam
yang diperlihatkan oleh sebagian pejabat setempat merupakan sesuatu yang
berlebihan dan tidak mendasar.48
Dan Pijper yakin bahwa seandainya K.H Ahmad Sanusi dicabut statusnya
sebagai tahanan kota, beliau tidak akan berkeliling dari satu kampung ke kampung
yang lainnya untuk memperluas pengaruhnya di kalangan masyarakat. Dalam
pandangan Pijper, K.H Ahmad Sanusi merupakan seorang ulama yang memiliki
kecerdasan luar biasa. Keahliannya di bidang Tafsir mengundang kecemburuan
dari kalangan ulama Pakauman karena hasil penafsirannya mampu menggoyahkan
tradisi yang telah dibangun oleh mereka.49
Sampai tahun 1940-an, AII sudah mendirikan sekitar 69 sekolah di bagian
daerah, terutama di daerah Priangan dan Bogor.50 Dan pada saat Jepang berhasil
menguasai Indonesia dengan adanya peperangan antar Jepang dan Pemerintahan
Hindia Belanda, pada awal tahun 1943 pendekatan Jepang terhadap golongan
Islam gencar dilakukan. Tujuannya jelas untuk memobilisasi umat Islam
membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Kolonel Horie, pimpinan
Shumubu, mengutus beberapa stafnya untuk menemui sejumlah ulama terkemuka
di Pulau Jawa salah satunya H. Abdul Muniam Inada. Dan juga sempat menemui
K.H Ahmad Sanusi di Pesantren beliau agar mau bekerja sama membangun
Lingkungan Kemakmuran Asia Timur Raya. Sementara itu, ormas Islam pun
dibubarkan, termasuk AII, dan MIAI. Semua kegiatan organisasi diIndonesia
termasuk organisasi yang didirikan K.H Ahmad Sanusi yaitu AII, di Non-aktifkan
dan dibubarkan oleh penguasa Jepang. Karena menurut Pemerintah Militer
Jepang, organisasi yang dibubarkannya dipandang tidak optimal dalam
memobilisasi umat Islam. Pemerintah Militer Jepang pun akhirnya mendirikan
Madjelis Sjoero Moeslimin Indonesia (Masjoemi) pada Oktober 1943.51

48
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 152-154.
49
Ibid., hlm. 152.
50
Ibid., hlm. 131.
51
Ibid., hlm. 161.
74

K.H Ahmad Sanusi yang diminta untuk bekerja sama membangun


Lingkungan Kemakmuran Asia Timur Raya pun pada dasarnya tidak menolak
tawaran kerja sama tersebut. Sikap kooperatif yang diperlihatkan oleh K.H
Ahmad Sanusi bukan berarti beliau berposisi sebagai boneka Jepang. Kerja sama
yang beliau perlihatkan semata-mata sebagai bentuk strategi dalam perjuangan
membebaskan bangsa Indonesia dari penguasaan bangsa asing. Kemudian K.H
Ahmad Sanusimenjadi salah seorang pengajar latihan Kyai di Jakarta yang
diselenggarakan untuk mengadakan konsolidasi politik Jepang terhadap umat
Islam dan diangkat sebagai anggota Dewan Penasihat Daerah Bogor(Giin Bogor
Shu Sangi Kai).52Ketika beliau dimintai untuk bekerja sama dengan perorangan
Jepang. Posisi K.H Ahmad Sanusi pada waktu itu sebagai ulama dan menurut
kalangan Jepang, ulama sangat berpengaruh bagi umat Indonesia.53
Namun, beliau mengadakan konsolidasi dengan mengajukan syarat kepada
Pemerintah Militer Jepang, yakni meminta agar AII dihidupkan kembali.
Pemerintah Militer Jepang tidak keberatan atas syarat terrsebut selama K.H
Ahmad Sanusi mau mengubah anggaran dasarnya dan mengubah nama organisasi
tersebut menjadi Persatoean Oemat Islam Indonesia (POII). Sejak tanggal 1
Februari 1944, AII dihidupkan kembali bersama-sama dengan Persjarikatan
Oelama Islam (POI) pimpinan K.H Abdul Halim dari Majalengka. Sejak akhir
Mei 1944, K.H Ahmad Sanusi dan K.H Abdul Halim diangkat menjadi wakil
POII dan POI dalam Masjoemi. Bahkan K.H Ahmad Sanusi kemudian duduk di
jajaran pengurus Masjoemi.54
Sampai menjelang kemerdekaan republik Indonesia, K.H Ahmad Sanusi
tercatat sebagai anggota panitia Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Kemudian, namanya dicoret dari keanggotaan BPUPKI karena ia dianggap terlalu
banyak memihak Islam. Hal ini dilakukannya dengan tujuan agar kelak Indonesia
merdeka menjalankan peraturan yang berdasarkan syariat Islam. Dan dengan
selesainya Perang Kemerdekaan 1949, K.H Ahmad Sanusi kembali ke Sukabumi
52
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 162-163.
53
Wawancara dengan Drs. H. Munandi Shaleh, pada tanggal 11 Februari 2014.
54
Miftahul Falah, S.S, loc. cit., hlm. 164.
75

untuk membangun masyarakat Sukabumi di bawah naungan NKRI. Karena


beberapa pekerjaan menunggu untuk diselesaikan, salah satunya rencana
mempersatukan POII dengan POI. Akan tetapi, Tuhan berkehendak lain karena
pada tahun 1950 K.H Ahmad Sanusi dipanggil menghadap Illahi. Berita wafatnya
Ajengan Sanusi begitu cepat menyebar dan dalam waktu yang sekejap ribuan
umat Islam berkumpul di Pesantren Gunung Puyuh.55Sosok K.H Ahmad Sanusi,
dalam perannya sangatlah aktif di keagamaan maupun politik. K.H. Ahmad
Sanusi adalah seorang ulama tradisional yang modern dan berkharismatik yang
tinggi, itulah yang dinilai oleh saya dan masyarakat pada umumnya. 56

3. Perluasan Pesantren K.H Ahmad Sanusi


Selain K.H Ahmad Sanusi menerbitan Tamsyiyatul Islamiyah, ketika beliau
menjadi tahanan kota di Sukabumi, K.H Ahmad Sanusi berkeinginan untuk
mendirikan sebuah lembaga pendidikan. Pada akhir tahun 1934, K.H Ahmad
Sanusi mendirikan sebuah pesantren kecil yang kemudian dikenal dengan
Pesantren Gunung Puyuh. Pada saat itu, beliau mendirikan masjid dan sebuah
bangunan sederhana. Meskipun demikian, pesantren tersebut cukup diminati
sehingga pada awal berdirinya cukup banyak santri yang masantren di Pesantren
Gunung Puyuh.57
Selain K.H Ahmad Sanusi mempersiapkan prasarana, beliau pun
mempersiapkan lembaga pendidikan dari aspek organisasi dan kurikulum. Beliau
memutuskan akan memberi nama Syamsul Ulum terhadap lembaga pendidikan
yang akan didirikannya. Sementara itu, Kurikulumnya telah dirancang yaitu
seorang siswa akan dianggap berhasil menyelesaikan pendidikannya di pesantren
tersebut setelah belajar selama 9 tahun. Masa belajar yang sembilan tahun itu
dibagi ke dalam tiga jenjang atau kelas sehingga tiap-tiap kelas akan diselesaikan
selama tiga tahun. Dan mata pelajarannya pun menyangkut keislaman, belum
dimasukkan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan umum pada siswanya.

55
Miftahul Falah, S.S, op.cit., hlm. 201.
56
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi, S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
57
Miftahul Falah, S.S, loc. cit., hlm.137-140.
76

Beberapa bulan kemudian, lamanya belajar di Syamsul Ulum diubah menjadi 12


tahun dengan jenjang kelas tetap.

Setelah dianggap cukup siap, pada tanggal 20 Desember 1937 Perguruan


Syamsul Ulum secara resmi mulai menjalankan program pendidikannya. Pada
tanggal tersebut, jelaslah kiranya bahwa perguruan ini berdiri sebagai perluasan
Pesantren Gunung Puyuh yang telah didirikan pada akhir tahun 1934 oleh K.H
Ahmad Sanusi.Meskipun pesantren Gunung Puyuh telah diperluas dan namanya
diganti menjadi perguruan Syamsul Ulum, namun masyarakat lebih mengenalnya
dengan nama pesantren Gunung Puyuh. Hal ini disebabkan karena kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yang menamai sebuah pesantren disesuaikan dengan
nama kampung tempat pesantren berdiri.58

Pada zaman kepemimpinan K.H Ahmad Sanusi saat itu juga disekitar masjid
pesantren Syamsul Ulum ini adalah kali seperti sungai kiranya, namun tetap juga
bisa terlihat kali itu di belakang. Mengapa bisa rata dengan bangunan-bangunan
ini? karena dari sinilah terlihat, bahwa tidak adanya dana sedikit pun dari
pemerintah akan tetapi atas bantuan tenaga masyarakat sekitar yang memang
gigih dan ikhlas membantu untuk mendirikan Pesantren Gunung Puyuh yang K.H
Ahmad Sanusi dirikan tanpa beliau meminta bantuan materi sedikit pun hingga
berdirilah lembaga salafiah. Dari kekharismatikan beliau pula masyarakat gigih
bantu membangun dan banyak juga yang mengaji dengan beliau pada waktu itu.59

Tepatnya perguruan Syamsul Ulum didirikan ini lantaran penuhnya santri


yang belajar kepada beliau ketika di Pesantren Cantayan yaitu pesantren ayahnya
K.H Ahmad Sanusi. Diadakannya sekolah pada waktu itu dengan tahapan
Idadiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah, namun pada waktu itu belum tercatat di
Kementrian Agama, karena pada waktu itu santri Syamsul Ulum tidak
diperbolehkan untuk menjadi birokrat. Dengan pengajaran yang beliau terapkan
berbeda dengan pesantren lain, dengan adanya metode-metode dalam mengajar,
dan kitab-kitab karagannya yang sangat bermanfaat sebagai acuan belajar santri

58
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 145-148.
59
Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag., pada tanggal 11 Februari 2014
77

Syamsul Ulum hingga saat ini. Hingga banyaknya para santri yang masantren
pada waktu itu mencapai 1000. Pada saat K.H Ahmad Sanusi meninggal pun, dan
kemudian digantikan oleh K.H Aceh Zarkasyi, santrinya tetaplah banyak. K.H.
Ahmad Sanusi menerapkan tiga ajaran yang dijadikan pedoman para
santrinyayaitu pendidikan, perjuangan, dan dawah. K.H. Ahmad
Sanusimenginginkan, agar kelak santrinya mendirikan pesantren jika sudah tamat
belajar di Syamsul Ulum.60

Dan jika dilihat pada masa sekarang ini, kini Syamsul Ulum memiliki
beberapa jenjang, dari mulai adanya TPA, MI, MTS, MA, sampai STAI Syamsul
Ulumnya pun ada, yang belajar di perguruan Syamsul banyak memakai karangan
K.H Ahmad Sanusi. Dan jika dilihat di MA Syamsul memiliki jurusan IPA, IPS,
dan keagamaan. Sudah barang tentu pengajaran disini tidak akan ingin tertinggal
jauh dari pada kemodernan saat ini. Namun, tetap keagamaannya juga
diutamakan, dari semua jenjang menggunakan dari beberapa kitab karangan K.H
Ahmad Sanusi yang masih dipakai dari dulu hingga sekarang adalah kitab
Tafsir(Raudhatul Irfan) dan (Tamsyiyatul Muslimin), dan kitab lainnya, ilmu-
61
ilmu umum yang diajarkan, serta adanya

Jumlah dari pada santri putra yang belajar di Syamsul Ulum adalah 200
santri. Perbedaan kurikulum Syamsul Ulum pada masa kepeminpinan K.H Ahmad
Sanusi dengan masa sekarang ini adalah bahwa kurikulum yang diajarkan
bercampur dengan kitab-kitab juga pendidikan umumnya juga diadakan. Dan
kitab yang masih dipakai dari karangan K.H Ahmad Sanusi di Pesantren Syamsul
Ulum saat ini yaitu kitab Raudhatul Irfan dan juga kitab Tamsyiyatul Muslimin,
dan banyak kitab-kitab yang lainnya, ditambah lagi dengan adanya pengajaran
Tahfidz bagi santriwan dan santriwati atau pun yang sekolah di perguruan
Syamsul Ulum. Dan juga lebih di perbanyak lagi dalam kegiatannya seperti
adanya kesenian seperti Marawis, Qosidah, dll.

60
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
61
Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
78

Adapun saat ini Syamsul Ulum Putra menerapkan organisasi yang layaknya
seperti OSIS, yaitu OSPA. Dan jika di pesantren putri itu OSPI, di putranya
OSPA (Organisasi Snatri Putra). Jika organisasi yang di Madrasah adalah OSIMA
(Organisasi Madrasah). Adapun visi misinya dari Pesantren Syamsul Ulum adalah
mencetak kader-kader ulama yang Tafaqu Fiddin.62

Namun di Pesantren Syamsul Ulum putri, jumlah santrinya sebanyak 500an


santriwati. Disini juga memakai organisasi layaknya OSIS, namun namanya
berbeda yaitu Organisasi Santri Putri (OSPI). Dan yang bertugas untuk membantu
ketua yayasan mengelolah Pesantren, dari kebanyakan anak mahasiswa-wi dari
STAI Syamsul Ulum sebanyak 35 orang. Mereka bukan hanya kuliah, namun juga
ikut mengaji di Pesatren Syamsul Ulum.63

K.H Ahmad Sanusi yang pertama kali menerapkan sekolah-sekolah mewah


dengan adanya bangku, kursi dan metode yang diajarkannya pun berbeda dari
pesantren-pesantren lain karena tujuan beliau ingin semata-mata menterdepankan
pendidikan agar bangsa Indonesia ini tidak dikalahkan oleh negara lain yang ingin
menguasainya pada saat itu. Dan dengan itu beliau merasa ingin ada perubahan
bahwa tidak semua orang yang belajar di Pesantren itu monoton. Beliau sangat
menyemangati muridnya untuk selalu bercita-cita yang tinggi karena tidak harus
semua orang yang lulus dari Pesantren itu mesti menjadi Kyai.
Namun, beliau juga mengharapkan untuk mendirikan pesantren yang sudah
selesai belajar olehnya. Dan beliau sangat berpegang teguh pada keagamaan
walaupun aktifnya K.H Ahmad Sanusi dalam ruang lingkup politik. Dari sini,
masyarakat sangat menyadari bahwa K.H Ahmad Sanusi itu adalah ulama
tradisional yang modern dan dipercayai kepandaian beliau dengan dilihat dari
beberapa peran K.H Ahmad Sanusi lainnya.64

62
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
63
Wawancara dengan Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
64
Wawancara Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari seluruh uraian yang telah di bahas pada bab sebelumnya, maka dalam
bab ini penulis akan menarik kesimpulan secara umum dari pembahasan tentang
Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam yang telah penulis teliti.
Adapun kesimpulannya, sebagai berikut:
1. K.H Ahmad Sanusi merupakan salah seorang ulama tradisional dan ulama
yang produktif. Beliau dilahirkan pada tanggal 12 Muharram 1306 H,
Bertepatan dengan tanggal 18 September 1888 M. Di kampung Cantayan
Desa Cantayan Kecamatan Cantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
(daerah tersebut dulunya bernama kampung Cantayan Desa Cantayan
Onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi).
2. Dan K.H Ahmad Sanusi adalah seseorang yang sangat gigih dalam
perjuangannya, dan beliau tidak hanya berperan aktif dalam pendidikan Islam
namun dalam politik pun beliau aktif. Beliau yang pertama kali menerapkan
sekolah-sekolah mewah dengan adanya bangku, kursi dan metode yang
diajarkannya pun berbeda dari pesantren-pesantren lain karena tujuan beliau
ingin semata-mata menterdepankan pendidikan agar bangsa Indonesia ini
tidak dikalahkan oleh negara lain yang ingin menguasainya pada saat itu.
3. Adapun Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam, diantaranya
sebagai berikut: (1). Beliau aktif pada dunia pendidikan dan penerbitan,
dengan banyaknya karya-karya K.H Ahmad Sanusi hingga seratus lebih,
diantaranya: Kitab Tafsir al-Quran, Kitab Hadits, Kitab Ilmu Tauhid, Kitab
Ilmu Fiqh, Kitab Ilmu Bahasa Arab, Kitab Akhlak, Kitab Ilmu Mantiq, Kitab
Ilmu Bade, Kitab Ilmu Bayan, Kitab Sejarah, Kitab Jumah, Kitab
Munadoroh, dll; (2). Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada organisasi yang
didirikannya sendiri dengan nama Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) yang
merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII; (3). Dan, Beliau

79
80

memperluas Pesantrennya dengan menjadikan suatu lembaga yang berdiri


hingga saat ini.

B. Implikasi
Dalam pembahasan ini tentunya memiliki beberapa implikasi, diantaranya:
1. Bahwa saat ini seorang ulama ataupun generasi-generasi selanjutnya dapat
melihat dari sisi perjuangan K.H Ahmad Sanusi yang tidak hanya aktif pada
segi pendidikan agama melainkan pada segi pertahanan negara.
2. Dapat pula memotivasi untuk para ulama dan generasi selanjutnya agar
menjadi orang yang produktif dalam membuat karya dari karangan sendiri
pada bidang pendidikan Islam khususnya.
3. Dan dapat terinspirasi pada semua umat untuk mendirikan lembaga
pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam (Pesantren) di Indonesia
seperti halnya K.H Ahmad Sanusi, agar melahirkan umat Indonesia menjadi
umat yang menterdepankan keagamaan (Beragama) dan berintelektual.

C. Saran-saran
Setelah penulis menguraikan hal-hal tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam
pendidikan Islam. Maka, saran-saran yang dapat penulis kemukakan agar
sekiranya bisa menjadi manfaat, sebagai berikut:
1. Tidak hanya untuk mengetahui sosok K.H Ahmad Sanusi dan perannya dalam
pendidikan Islam yang sangat gigih dalam perjuangannya, namun juga dapat
menjadikan kaca perbandingan dalam kehidupan umat generasi penerus dan
dapat terus menterdepankan pendidikan Islam.
2. Dan bagi umat seluruhnya dapat menjadikan K.H Ahmad Sanusi sebagai
sosok ulama tradisional yang tidak tergerus oleh zaman, sebagai gambaran
kehidupan seluruh manusia yang dapat membawa kebaikan bagi dirinya dan
bagi orang lain di dunia maupun diakhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA

A. Yasin., Fatah, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN- Malang


Press, Mei 2008), cet. 1.

Abdullah., Amin, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multi Disipliner,


(Yogyakarta: Kurnia Kalam Semester, 2006).

Arief., Armai, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, April


2005).

_______, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat


Pers, Juli 2002).

Danim., Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia,


2002).

Daud Ali., Muhammad, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005).

Daulay Putra., Haidar, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di


Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004).

_______, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di


Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007).

Falah., Miftahul, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah


Indonesia: Maret 2009).

http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html, Diakses pada


tanggal 18 September 2013.

Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam konsep dan
perkembangan Dr. Jalaluddin dan Drs. Usman Said, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996).

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2002).

Langgulung., Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-husna,


cet.1, 1988).

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Aksara 1987), cet.l.

81
82

_______, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan


Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978), cet.4.

_______, Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum), (Jakarta: Bina Aksara,
1991).

Marimba D., Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-


Maarif, 1980), cet. 4.

M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung,:Pustaka Setia,


1999).

Mohammad., Herry dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berpengaruh Adab 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006).

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam , (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,


2002).
Nata., Abuddin , Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001).

_______, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2005).

_______, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010).

Nizar., Samsul , Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:


Penerbit Gaya Media Pratama, 2001).

Pedoman Penulisan Skripsi, (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas


Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013).

Rosehan Anwar dan Drs. Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran
Pendidikan dan Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani
Berseri, cet. 1, Desember 2003).

Shaleh., Munandi, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam


Pergolakan Nasional, (Sukabumi: Ketua Umum MUI, 21 September
2011).

_______, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan


Nasional, cet- 2, (Sukabumi, At-Tadbir: 2013).

Tafsir., Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 7.
83

Tirta., Raharja Umar, Pengantar Pendidikan , (Jakarta: Rangka Cipta, 1995).

Uhbiyati., Nur, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,


(Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, cet. Pertama, September 2003).

Wawancara dengan Drs. H. Munandi Shaleh, pada tanggal 11 Februari 2014.

Wawancara dengan Drs. K.H Hasanudin, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.

Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag, pada tanggal 11
Februari 2014.

Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.

Yunus., Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: PT. Mutiara Sumber


Widya, 1988).

Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997).

_______, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2009).

_______, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet 1, 1991).
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Gambar K.H Ahmad Sanusi

Ket: Gambar ini pada tahun 1939 Ket: Gambar ini pada tahun 1942

2. Gambar Makam K.H Ahmad Sanusi


3. Gambar Menuju Komplek Pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh Sukabumi.

4. Gambar Masjid Pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh, Sukabumi (Masjid tersebut
yang masih dipakai untuk belajar para santri).

5. Gambar Drs. K.H Hasanudin M.Ag

Keterangan: Beliau adalah yang penulis


wawancarai dalam pembahasan Skripsi ini
(Beliau menjabat sebagai ketua Yayasan
Pesantren Syamsul Ulum Putri, Gunung
Puyuh Sukabumi hingga saat ini, dan
beliau juga merupakan menantu cucu K.H
Ahmad Sanusi)
6. Gambar K.H Anwar Snusi S.Ag

Keterangan: Beliau adalah yang penulis


wawancarai dalam pembahasan Skripsi ini
(Beliau menjabat sebagai ketua Yayasan
Pesantren Syamsul UlumPutra, Gunung
Puyuh Sukabumi hingga saat ini, dan
beliau juga merupakan Alumni dari
Pesantren K.H Ahmad Sanusi)

7. Gambar Drs. K.H Aab Abdullah S.Ip, M.Ag

Keterangan: Beliau adalah yang penulis


wawancarai dalam pembahasan Skripsi ini
(Beliau juga merupakan Alumni dari
Pesantren K.H Ahmad Sanusi)
8. Gambar Drs. Munandi Shaleh M.Si

Keterangan: Beliau adalah yang penulis


wawancarai dalam pembahasan Skripsi ini
(Beliau juga merupakan Alumni dari
Pesantren Syamsul Ulum, dan beliau juga
seseorang yang dipercayai oleh keluarga
K.H Ahmad Sanusi dalam penyimpanan
dokumentasi K.H Ahmad Sanusi dan dan
beliau juga orang yang membuat tulisan
terkait dari semua riwayat perjuangan K.H
Ahmad Sanusi serta beliau pula yang
menulis ulang dari beberapa karangan
K.H Ahmad Sanusi kemudian
menerbitkanya kembali.

9. Gambar Prof. Dr. K. H. Deddy Ismatullah S.H, M.H.


Keterangan: Beliau adalah Penerus Pimpinan Pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh
Sukabumi dari 2006 sampai sekarang. Dan Beliau juga Merupakan Cicit dari K.H Ahmad
Sanusi.

10. Gambar Lembaran Sistem Pengajaran Di Pesantren Syamsul Ulum Pada

Masa Pimpinan K.H Ahmad Sanusi.


Kepada Yth.,

Drs. K.H. Hasanuddin M.Ag

Kepala Yayasan Syamsul Ulum (Putri)

Di

Sukabumi

Assalamualaikum Wr. Wb.,

1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Syamsul Ulum?

Jawaban: Pada saat K.H Ahmad Sanusi pulang dari Makkah kurang lebih selama
5 sampai 7 tahun. Sehingga pada saat itu, K.H Ahmad Sanusi sempat mengajar
terlebih dahulu di Pesantren Cantayan (Pesantren Ayahnya) setelah pulang dari
Makkah selesai menunaikan haji dan menuntut ilmu disana. Dan memutus untuk
mendirikan Pesantren sendiri, atas dorongan ayahnya karena banyaknya anak
murid yang diajarkan K.H Ahmad Sanusi. Dan K.H Ahmad Sanusi mendirikan
Pesantren pertamanya yang bernama Pesantren Genteng, hingga berubah
perluasan pesantren menjadi Syamsul Ulum pada tahun 1930-1934 yang masih
berdiri hingga saat ini.

2. Bagaimana sosok K.H Ahmad Sanusi menurut Bapak, dan masyarakat pada
umumnya?
Jawaban: K.H Ahmad Sanusi adalah seseorang yang sangat gigih dalam
perjuangannya, dan tidak hanya di keagamaan beliau berperan namun di politik
pun beliau aktif. Beliau yang pertama kali menerapkan sekolah-sekolah mewah
dengan adanya bangku, kursi dan metode yang diajarkannya pun berbeda dari
pesantren-pesantren lain karena tujuan beliau ingin semata-mata menterdepankan
pendidikan agar bangsa Indonesia ini tidak dikalahkan oleh negara lain yang ingin
menguasainya pada saat itu. Dan dengan itu beliau merasa ingin ada perubahan
bahwa tidak semua orang yang belajar di Pesantren itu monoton. Beliau sangat
menyemangati muridnya untuk selalu bercita-cita yang tinggi karena tidak harus
semua orang yang lulus dari Pesantren itu mesti menjadi Kyai. Namun beliau juga
mengharapkan untuk mendirikan pesantren yang sudah selesai belajar olehnya.
Dan beliau sangat berpegang teguh pada keagamaan walaupun aktifnya K.H
Ahmad Sanusi dalam ruang lingkup politik. Dari sini, masyarakat sangat
menyadari bahwa K.H Ahmad Sanusi itu adalah ulama tradisional yang modern
dan dipercayai kepandaian beliau dengan dilihat dari beberapa peran-peran K.H
Ahmad Sanusi lainnya.
3. Bagaimana peran K.H Ahmad Sanusi terhadap perjuangannya dalam
pendidikan Islam? Dan apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan
Islam?

Jawaban: Yang sangat saya kagumi dari beberapa peran K.H Ahmad Sanusi
dalam pendidikan Islam bahwa kehebatan beliau yang membuat karangan kitab
yaitu kitab Raudhatul Irfan. Karena dari kitab inilah Pemerintah Belanda pada
waktu itu melarang untuk dapat dikembangkan dan disebarluaskan. Bagi
Pemerintah Belanda, bahwa dari hadirnya kitab tersebut membuat bahaya bagi
Pemerintah Belanda di kota Sukabumi. Dari kitabnya yang unik, namun
bermanfaat yaitu kitab tafsiran Al-Quran yang di terjemahkan ke dalam logatnya
beliau (Sunda) yang lainnya pun tidak ada yang seperti beliau dan pastinya tidak
dibolehkan oleh Pemerintah Belanda. Dengan banyaknya pengaruh keagamaan
dari K.H Ahmad Sanusi, membuat Pemerintah Belanda Geram untuk menahan
beliau hingga beliau dipindahkan di Jakarta dalam pengasingannya. Akan tetapi,
beliau disana malah semakin aktif dalam peran keagamaannya, dan banyak guru-
guru yang belajar oleh beliau karena akibat buku tafsir karangan beliau tersebut.
Sudah barang tentu keahlian beliau dalam menafsirkan itu Al-Quran sangat baik,
karena ilmu yang diterapkan itu dari ilmu para ulama-ulama Makkah. Yang pada
waktu itu juga beliau mulai mengenal Sarikat Islam (SI) dan aktif didalamnya
karena pertemuannya dengan K.H Abdul Muluk di Makkah. Dan keaktifan beliau
dalam berdebat di Makkah dengan para penuntut ilmu dalam masalah keagamaan
sangatlah tidak diherankan. Hingga kebiasaan berdebatnya, beliau terapkan di
kota sendiri yaitu Sukabumi sepulang dari Makkah. Beliau aktif debat dengan
kalangan ulama Pakauman (ulama yang berpihak pada Belanda) dan kalangan
Elite Birokrasi (orang yang memiliki jabatan di Sukabumi). K.H Ahmad Sanusi
yang tidak kooperatif terhadap Belanda, menjadi adanya Perdebatan beliau
dengan ulama Pakauman hingga membuat K.H Ahmad Sanusi ingin dijauhi dari
kampung halamannya oleh ulama Pakauman. Karena jika dicermat, bagi K.H
Ahmad Sanusi siapa pun yang berpihak kepada Belanda itu dianggapnnya sebagai
musuhnya. Dengan prinsipnya yang kuat, dan tidak adanya kemunafikan pada diri
beliau. Dan inisiatif beliau dengan K.H Abdul Halim membuat oganisasi AII yang
telah mereka rencanakan selama di Makkah akhirnya terwujud. Organisasi Fusi
yang berawal POI dan POII disatukan menjadi organisasi AII hingga masih aktif
sampai saat ini. Dan tentunya, peran K.H Ahmad Sanusi yang lain, adalah
keproduktifan beliau dalam membuat tulisan, kitabnya yang masih di pakai di
Pesantren Syamsul Ulum saat ini adalah kitab Raudhatul Irfan. Karena menurut
saya, bacaan kitab tersebut diterjemahkan dengan bahasa yang lain, yang lebih
enak didengar, difahami dan lebih mendalam dalam menafsirkannya.

4. Kurikulum apa saja yang dipakai oleh pondok pesantren Syamsul


Ulum?(kitab2 yang dikaji)

Jawaban: Untuk masalah itu, kita memakai dari beberapa kitab yang tidak jauh
berbeda dengan Pesantren lain, namun kita juga masih memakai kitab dari
karangan K.H Ahmad Sanusi selian Raudhatul Irfan juga memakai kitab
Tamsyiyatul Muslimin yang juga dari karangan beliau.

5. Bagaimana sistem organisasi yang dikembangkan oleh pesantren Syamsul


Ulum pada saat ini?

Jawaban: Disini memakai organisasi layaknya OSIS, namun namanya berbeda


yaitu Organisasi Santri Putri (OSPI). Yang bertugas untuk membantu bapak
mengelolah Pesantren, dari kebanyakan anak mahasiswa-wi dari STAI Syamsul
Ulum sebanyak 35 orang. Mereka bukan hanya kuliah namun juga ikut mengaji di
Pesatren Syamsul Ulum.
6. Apa kontribusi KH. Ahmad Sanusi dalam pengembangan pendidikan Islam
pada semasa hidupnya?

Jawaban: Dengan semangatnya beliau, metode pengajaran yang di terapkan


menjadi berkembang pada saat itu. Hingga sangat berbeda dengan Pesantren-
pesantren yang lainnya. Dan semangatnya pula dalam pemahaman umat terhadap
makna Al-Quran.

7. Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan
oleh bapak untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H
Ahmad Sanusi pada masa itu?

Jawaban: Yaitu kegiatan mengajar dangan sistem Trapikal yaitu santri yang
belajar disini harus melalui beberapa tahapan antara lain: Idadiyah (Persiapan),
Awaliyah (Tingkat Satu), dan uliyyah serta ada juga Mahad Ali (tingkah
pengajian para orang tua).

8. Apa saran bapak terhadap pendidikan Islam, khususnya di kota Sukabumi,


dan apa pendapat bapak tentang hasil yang telah di capai oleh KH. Ahmad
Sanusi?

Jawaban: Yang jelas, bapak menginginkan agar pendidikan Islam tetap


diterdepankan, semanagat jiwa muda anak sekarang harus seperti jiwa orang
zaman dulu. Banyaknya semangat untuk mendirikan pesantren dan terus berkarya
dalam karya keagamaan. Menurut bapak tentang hasilnya, sangat memberikan
pengajaran yang baik kepada generasi-generasi sekarang dan perannya yang
begitu kharismatik dapat menjadi kaca berbandingan bagi kita saat ini.

9. Ada berapa sumber tenaga pengajar 2013-2014?

Jawaban: Sebanyak 35 orang, banyak yang mengajar di Pesantren Syamsul Ulum


ini memiliki kegitan mengajar juga di Sekolah (MTS, MA, STAI) Syamsul Ulum.
Dan juga tidak sedikit yang mengajar di Pesantren Syamsul Ulum ini adalah dari
para alumni.
10. Ada berapa jumlah santri pada tahun 2013-2014?

Jawaban: Sebanyak 500-an murid

11. Apa saja sarana dan prasarana di pondok pesantren Syamsul Ulum?

Jawaban: Sarana dan Prasarana disini biasa saja, sengaja tidak dibuat mewah
selain biaya yang masih kekurangan. Menurut saya, sarana dan prasarana disini
sudah cukup lumayan, di zaman dulu saja sangat miris jika dibandingkan dengan
sarana dan prasarana sekarang. Santri tidak perlu adanya kemewahan, karena dari
sinilah santri dapat bersungguh dapat menuntut ilmu

Sukabumi, 11 Februari 2014.

Salam Hormat,
Jakarta,

Maya Maryati.
Kepada Yth.,

K.H. Anwar Sanusi S.Ag

Kepala Yayasan Syamsul Ulum (Putra), Sukabumi.

Assalamualaikum Wr. Wb.,

1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Syamsul Ulum?

Jawaban: Dengan didirikan oleh K.H Ahmad Sanusi, kurang lebih tahun 1933-
1934. Yang berawal dari pesantren Genteng hingga pesantren Syamsul Ulum pada
saat ini. dan tepatnya pesantren Syamsul Ulum didirikan ini lantaran penuhnya
santri yang belajar kepada beliau ketika di Pesantren Cantayan yaitu pesantren
ayahnya K.H Ahmad Sanusi. Diadakannya sekolah pada waktu itu dengan
tahapan Idadiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Sehingga setelah pendiri pesantren
Syamsul Ulum yaitu K.H Ahmad Sanusi meninggal dilanjutkan oleh anaknya
yaitu K.H Acep Zarkasyi.

2. Bagaimana sosok K.H Ahmad Sanusi menurut Bapak, dan masyarakat pada
umumnya?
Jawaban: Mengenai sosok K.H Ahmad Sanusi, dalam perannya sangatlah aktif di
keagamaan maupun politik. Yang K.H Ahmad Sanusi adalah seorang ulama
tradisional yang modern dan berkharismatik yang tinggi, itulah yang dinilai oleh
saya dan masyarakat pada umumnya. Jika ingin lebih jelas lagi tentang sosok dan
peran K.H Ahmad Sanusi, bisa kepada bapak Drs. H. Munandi Shaleh yang dapat
menjelaskan. Karena beliaulah yang menyimpan dokumentasi-dokumentasi K.H
Ahmad Sanusi hingga beliau rajin mengoleksi dan kemudian menjadikan buku
terbitan baru untuk sekarang ini dari riwayat perjuangannya hingga karya-karya
K.H Ahmad Sanusi pun ada.
3. Kurikulum apa saja yang dipakai oleh pondok pesantren Syamsul
Ulum?(kitab2 yang dikaji)
Jawaban: Kalau pada zaman K.H Ahmad Sanusi mengajar, kurikulumnya lebih
kepada kitab-kitab saja. Berbeda dengan saat ini, bahwa kurikulum yang diajarkan
itu bercampur dengan kitab-kitab juga pendidikan umumnya juga diadakan. Dan
kitab yang masih dipakai dari karangan K.H Ahmad Sanusi di Pesantren Syamsul
Ulum saat ini yaitu kitab Raudhatul Irfan dan juga kitab Tamsyiyatul Muslimin,
dan banyak kitab-kitab yang lainnya.

4. Bagaimana sistem organisasi yang dikembangkan oleh pesantren Syamsul


Ulum pada saat ini? dan apa visi misi pesantren Syamsul Ulum saat ini?

Jawaban: Saat ini dipesantren Syamsul Ulum Putra menerapkan organisasi yang
layaknya seperti OSIS, yaitu OSPA. Jika di pesantren putri itu OSPI, di putranya
OSPA (Organisasi Snatri Putra). Dan organisasi yang di Madrasah adalah OSIMA
(Organisasi Madrasah). Dan visi misinya adalah mencetak kader-kader ulama
yang Tafaqu Fiddin.

5. Apa kontribusi KH. Ahmad Sanusi dalam pengembangan pendidikan Islam


pada semasa hidupnya?

Jawaban: Dengan cara pengajaran yang beliau terapkan berbeda dengan


pesantren lain, dengan adanya metode-metode dalam mengajar, dan kitab-kitab
karagannnya yang sangat bermanfaat sebagai acuan belajar santri Syamsul Ulum
hingga saat ini. Sampai membuat banyaknya para santri yang masantren pada
waktu itu mencapai 1000. Pada saat K.H Ahmad Sanusi meninggal pun dan
kemudian digantikan oleh K.H Aceh Zarkasyi, santrinya tetaplah banyak. Dan
K.H Ahmad Sanusi menerapkan tiga ajaran yang dijadikan pedoman para
santrinya yaitu pendidikan, perjuangan, dan dakwah. Dan beliau menginginkan
agar kelak santrinya mendirikan pesantren jika sudah tamat belajar di Syamsul
Ulum.

6. Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan
untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H Ahmad
Sanusi pada masa itu?
Jawaban: Yang masih dipertahankan dari kepemimpinan K.H Ahmad Sanusi
hingga sekarang adalah pendidikan yaitu sebagai penerus yang berilmu hingga
saat ini da sampai nanti , perjuangan yaitu amar maruf nahi munkar serta tanpa
pamrih dan dakwah yaitu berlatihnya para santri untuk berdakwah dalam satu
minggu satu kali. Dan juga adanya barjanji, serta seninya pun ada disini seperti
marawis, qosidah, dan ada juga tahfidz, dll.

7. Apa saran bapak terhadap pendidikan Islam, khususnya di kota Sukabumi,


dan apa pendapat bapak tentang hasil yang telah di capai oleh KH. Ahmad
Sanusi?

Jawaban: Bahwasanya, masyarakat jangan samapai melebihi batas, yaitu terlalu


terpaku dengan keduniawian, harus di imbangi dengan keagamaan yang kuat.

8. Ada berapa sumber tenaga pengajar 2013-2014?

Jawaban: Tenaga pengajarnya hampir sama dengan yang di Putri, pengajar yang
di pesantren putri juga mengajar di putra. Bedanya, yang di putri pengajarnya
lebih banyak PR, dan di putra lebih banyak pengajar LK. Namun, jika pengajar
Tahfidz itu bisa campuran dari pengajar PR dan LK.

9. Ada berapa jumlah santri pada tahun 2013-2014?

Jawaban: Jumlah santri putra pada saat ini sekitar 200 santri.

10. Apa saja sarana dan prasarana di pondok pesantren Syamsul Ulum?

Jawaban: Layakya pesantren biasa, yang sederhana saja. Namun pasti adanya
peningkatan dari pada periode-periode masa lalu hingga saat ini.

Sukabumi, 11 Februari 2014.

Salam Hormat,

Jakarta,

Maya Maryati.
Kepada Yth.,

Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag.

Di

Sukabumi

Assalamualaikum Wr. Wb.,

1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Syamsul Ulum?

Jawaban: Sejarahnya yang dapat saya ceritakan, bahwa dahulu sebelum adanya
Syamsul Ulum itu K.H Ahmad Sanusi membangun pesantren Genteng, hingga
pada akhirnya berubah lebih diperluas tempatnya dengan dinamakan pesantren
Syamsul Ulum. Dan dahulu juga disekitar masjid pesantren Syamsul Ulum ini
adalah kali seperti sungai kiranya, namun tetap juga bisa terlihat kali itu di
belakang. Mengapa bisa rata dengan bangunan-bangunan ini? karena dari sinilah
terlihat, bahwa tidak adanya dana sedikit pun dari pemerintah akan tetapi atas
bantuan masyarakat-masyarakat sekitar yang memang gigih dan ikhlas membantu
untuk mendirikan Pesantren Syamsul Ulum yang K.H Ahmad Sanusi dirikan ini.
dari kekharismatikan beliau pula masyarakat gigih bantu membangun dan banyak
juga yang mengaji dengan beliau pada waktu itu.

2. Kurikulum apa saja yang dipakai oleh pondok pesantren Syamsul


Ulum?(kitab2 yang dikaji)

Jawaban: Kalau yang masantren disini banyak memakai karangan K.H Ahmad
Sanusi, dan jika dilihat di MA memiliki jurusan IPA, IPS, dan keagamaan. Sudah
barang tentu pengajaran disini tidak akan ingin tertinggal jauh dari pada
kemodernan saat ini. Namun, tetap keagamaannya juga diutamakan. Salah satu
kitab yang masih dipakai dari dulu hingga sekarang adalah kitab Tafsir karangan
K.H Ahmad Sanusi (Raudhatul Irfan) dan (Tamsyiyatul Muslimin).
3. Apa kontribusi KH. Ahmad Sanusi dalam pengembangan pendidikan Islam
pada semasa hidupnya?

Jawaban: Dari banyaknya karya K.H Ahmad Sanusi yang ratusan dan tentunya
manfaat dari kitab tersebut dapat dirasakan oleh para murid-murid beliau dengan
terus memakai pedoman kitab karangan beliau dari periode ke periode
selanjutnya.

4. Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan
oleh bapak untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H
Ahmad Sanusi pada masa itu?

Jawaban: Di pesantren Syamsul Ulum ini, sistemnya seperti sistem klasikal


adanya Tsanawiyah dan Aliyah namun belum tercatat di Kementrian Agama atau
pun Departemen Agama, hal ini tentu terlihat tampil beda dari pada pesantren-
pesantren yang lain.

5. Apa saja sarana dan prasarana di pondok pesantren Syamsul Ulum?

Jawaban: disini terlihat lumayan, karena jika saya bandingkan dengan masa lalu
itu sangat jauh berbeda. Minimnya sarana prasarana, namun tetap mencetak santri
berkualitas yang baik.

Sukabumi, 11 Februari 2014.

Salam Hormat,
Jakarta,

Maya Maryati.
Kepada Yth.,

Drs. H. Munandi Shaleh, M.Si.

Di

Sukabumi

Assalamualaikum Wr. Wb.,

1. Ceritakan tentang profil K.H Ahmad Sanusi ?

Jawaban: Untuk masalah tanggal kelahiran K.H Ahmad Sanusi banyak yang
memiliki argumen yang berbeda. Namun, argumen saya ini akan memberikan
yang benar-benar otentik. Yaitu pada tanggal 12 Muharram 1306 H bertepatan
dengan tanggal 18 September 1888 M pada malam Jumat. Mungkin jika ada
yang berbeda, saya disini bukan asal bicara. Tetapi, saya menjawab ini
berdasarkan apa yang ditulis oleh K.H Ahmad Sanusi sendiri di lampiran
catatan orang terkemuka. Dan pada tahun 1905, beliau mulai belajar di
berbagai pesantren kurang lebih selama 4 setengah tahun, beliau tidak
bersekolah hanya belajar di Makkah selama 5 tahun.

2. Apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam yang bapak
ketahui?
Jawaban: K.H Ahmad Sanusi pernah bertemu dengan K.H Abdul Halim dan
K.H Abdul Muluk di Makkah, dan pada saat itu pula K.H Abdul Muluk
mengajaknya masuk ke SI pada tahun 1913. Dan K.H Ahmad Sanusi pernah
diperlihatkan anggaran dasarnya, namun beliau masuk SI tidak dibaiat,
namanya langsung saja dimasukkan ke daftar nama-nama anggota SI.
Pertemuannya dengan K.H Abdul Halim membuat kedua memiliki hubungan
yang semakin erat, karena beliau sama-sama dari Jawa Barat. Dari situlah,
K.H Ahmad Sanusi dan K.H Abdul Halim sekitar tahun antara 1910/1911.
Dan mulai berniat untuk mendirikan organisasi AII dan lembaga-lembaga
sekolah, namun hanya berniat. Dan organisasi pun didirikan ketika keduanya
pulang ke kampungnya masing-masing. Dari apa yang telah saya ketahui,
bahwa pada pemerintahan Jepang, AII itu sempat di non aktifkan oleh pihak
Jepang. Namun, hal tersebut dimintanya kembali aktif oleh K.H Ahmad
Sanusi dan K.H Abdul Halim. Ketika beliau dimintai untuk bekerja sama
dengan perorangan Jepang. Posisi K.H Ahmad Sanusi pada waktu itu sebagai
ulama dan menurut kalangan Jepang, ulama sangat berpengaruh bagi umat
Indonesia. Permintaan itu pun diterima asal berubah nama dan anggaran
dasarnya. Setelah pulang dari Makkah, beliau mengabdi di pesantren
cantayan. Dengan banyaknya murid beliau, kemudian beliau dirikan
pensantren sendiri yang bernama pesantren Genteng. Sempat beliau
diasingkan karena dakwah dan perannya dikeagamaan yang begitu
mendalam, akhirnya beliau diasingkan dari kota yaitu ke Jakarta oleh
pemerintahan Belanda pada saat itu. Dipengasingan, jiwa keagamaannya
semakin menjadi, beliau mengarang banyaknya buku dari pemikirannya.
Hingga pada waktu itu sempat juga dipindahkan kembali ke kampung
halamannya, namun tetap sebagai tahanan kota. Perdebatannya dengan pihak
pakauman pun sering terjadi, pihak pakauman adalah ulama yang berpihak
pada Belanda. Dan perdebatannya dengan pihak Elite Birokrasi juga pernah
terjadi, yaitu perdebatan K.H Ahmad Sanusi dengan kalangan para pejabat
seperti Gubernur, Bupati dll. Dengan kekharismatikan beliau dan ketegasan
beliau dalam berargumen menjadikan adanya perdebatan sengit terhadap
pihak Pakauman, sehingga K.H Ahmad Sanusi diasingkan, karena membuat
pihak Pemerintahan Belanda yang merasa bahaya dengan kehadirannya K.H
Ahmad Sanusi bahkan pihak Pakauman pun sangat mendukungnya.
Dipengasingan K.H Ahmad Sanusi tidaklah hanya berdiam diri, namun beliau
malah semakin meningkat dalam keaktifannya di dalam pendidikan agama
Islam dan beliau menjadi ulama yang produktif. Adapun beberapa materi
keagamaan yang disampaikan kepada para santri dan jamaahnnya dilakukan
melalui sebuah buku. Tafsir Quran, misalnya, K.H Ahmad Sanusi secara
rutin menuliskannya ke dalam beberapa buku (buletin) yang secara rutin
beliau terbitkan di Batavia Centrum. Dari menulis buku inilah, K.H Ahmad
Sanusi dapat bertahan hidup selama pengasingannya di Batavia Centrum
karena buku-bukunya itu banyak dibeli orang. Kemampuannya dalam
menerbitkan buku yang jumlahnya mencapai ratusan judul, seperti yang
dilaporkan oleh dirinya kepada Pemerintahan Militer Jepang tahun 1942.

Sukabumi, 11 Februari 2014.

Salam Hormat,
Jakarta,

Maya Maryati.
v
I

LEMBAR UJI REFERENSI

Nama : Maya Maryati


I\IM : 109011000291
Jurusan : PendidikanAgama Islam
Judul Skripsi 2 "Peran K.H Ahmad SanusiDalam Pendidikanfshm"-

No. Footnote& hal. Buku Halaman Paraf


Skripsi Pembimbing
BAB I
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam , (Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya,2002),hlm. 29. I
{
,)
Dra. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. I
Bumi Aksara,cet 1, 1991),hlm. l. I
T
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu PendidilcanIslam, (Bandung:
f
a

Setia,199f, hlm.13.
CV.Pustaka I
4. Muhaimin, Paradi$ma PendidikanIslan. @andung:PT.
RemajaRosdakarya,2002),hlm.29-30. 2 Y
5. Drs. H. RosehanAnwar dan Drs. Andi BahruddinMalik,
Ulatna dalam Penyebaran Pendiditan dan Khazanah 2
Keagamaan,(Jakarta:PT. PringggondaniBerseri,cet. 1, {-
Desember2003),hlm. l.
BAB II
6. Prof. Dr. Armai Ariel MA, Reformulasi Pendidikan
hlam, (Jakarta:CRSD PRESS,April 2005), hlm. 17. 6 d-
7. Prof. Dr. Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan
Islam, (Jakarta:CRSD PRESS,April 2005), hlm. 186-
188.
7 t
8. AbuddinNat1 IImu PendidikonIslom,(Jakarta:Kencan4
2010),hlm.28-29.

9. M. Arifin, Hubungan Timbal Balik PendidikanAgama di


7
L
I
t.
Lingkungan Sekolah dan Keluarga; Sebagai Pola 7
PengembanganMetodologi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1978),cet.4,hlm. 14.
Y
1 0 . Abuddin Nata,Ilmu PendidikanIslam, (Iakarta:Kencana, I
2 0 1 0 )h. l m . 2 8 . 7
v
t/I

l1 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun


2003 tentang SISDIKNAS,(Jakarta:Biro Hukum dan 7
Organisasi, 2003),hlm. 5.
cet.Pertama,September {
t 2 . Prof. Dr. Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan
CRSDPRESS,April2005),hlm. l7-18.
Islam,(Jakarta: 8
i-
1 3 . Prof. Dr. Armai Ariel MA, Reformulasi Pendidikan
Islam,(Jakarta:CRSDPRESS,April2005), hlm. 19. 9 q-
1 4 . Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara2009)hlm. 98.
1 5 . Abuddin Nata,Ilmu Pendidikanhlam, (Jakarta:Kencanao
9
L
2010),hlm. 32.
1 6 . Dr. Ahmad Tafsir, IImu Pendidikan Islam Dalam
9
t
Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakary4
2007),cet.7,hlm.24.
1 7 . Dra. Zuhairini,dkk Filsafat PendidiknnIslom, (Jakarta:
9
t
BumiAksara2009),
1 8 . M. Arifin,
hlm.98-101.
Kapita Selelaa Pendidiknn (slam Dan
10 il-
Umum),(Jakarta:Bina Aksara l99l),h1m.44.
t9. Dr. Samsul Nizar, M.A, Pengantar Dasar-Dasar
1l
t-
Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya 1l
{
Media Pratama,200l), hlm. 94.
20. Prof. HM Arifin l\Aed, Filsafat Pendidikon Islam,
(Jakarta:
PT.BinaAksara1987),cet.l,hlm. 13. ll

21. Ahmad D. Marimba" Pengantar Filsafat Pendidikan


hlarm,(Bandung:Al-Ma'arif, 1980),cet.4,hlm. 38. t2
/-
22. Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan
IsIam @disi B aru), Qakafia: GayaMedia Pratam4 2005), t2
hlm.59. {-
23. Dr. JalaluddindanDrs.UsmanSaid,FilsafatPendidikan
Islam konsep dan perkembangan,(Jakarta:PT. Raja
GrafindoPersada,
1996),hlm.37.
t2
L
.lt
I

24. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan

25.
Islam,(Bandung:Al-Ma'arif, 1980),cet.4, hlm. 41.
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
t3
I I
(Malang: UIN- Malang Press,Mei 2008), cet. 1, hlm. 66. t4
Y
26. A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
(Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. 1, hlm. 68.
27. Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad Ihsan,
l4

l4
+
_-t
t.
lt

Fitsafat PendidiknnIslam, (Bandung:CV. PustakaSetia,


2/-
1 9 9 8 )h, l m . 9 3 .
28. Drs. H. HamdaniIhsandan Drs. H. A. Fuad Ihsan,
Islam,(Bandung:CV. PustakaSetia,
FilsafatPendidikon t4
{-
1 9 9 8 h),l m.1 0 9 -1 1 0 .
29. e- Fitatr Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
(Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. l, hlm' 85- 15
86.
30. ,q" fiiah Yasin, DimensiDimensiPendidikanIslam,
(Malang:UIN- MalangPress,
95.
Mei 2008),cet.1,hlm.94- t6
L
3 1 . A. fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
(Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. 1, hlm. 95 t6 .t,
& 100.
a4
JZ. A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
(Malang: UIN- Malang Press,Mei 2008), cet. 1, hlm.
103-104.
l7
v I

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakatta: PT. Raja


I
JJ.
I
grafindoPersad42002),hlm. 92. 18 n
Y
3 4. Dra. Hj. Nur Uhbiyati,IImu PendidiknnIslam. (Bandung: I
I
q
CV. PustakaSetia,1997),hlm.41. l8 tl./

3 5 . Umai Tirta Raharja,S.L.La. Sulo,PengantarPendidikan,


(Jakarta:RangkaCipta, 1995),hlm. 2. 18
3 6. Drs. Hj. Nur Uhbiyati,Ilmu PendidikanIslam. (Bandung:
Setia,1997),hlm.59.
CV. Pustaka 18
{,
F

a4
Jt. Drs. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu PendidikanIslam. (Bandung:
CV. PustakaSetia.1997\,hlm. 41. l9
{
3 8 . Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang SISDIKNA^S,(Jakarta, Biro Hukum dan t9
cet.pertama,September,2003),
Organisasi, hlm. 8. {
3 9 . Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran
_f
Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit
Pratama,2001),hlm. I2l-I22 danhlm. 123.
Gaya Media 20
r
40. A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
(Malang: UIN- Malang Press,Mei 2008), cet. 1, hlm. 2l ,1.
120.
PendidikanIslam,
4 1 . A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi
(Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. 1, hlm.
122-123.
42. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
2l
t,
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersada,2}05),hlm. 93. 22
{-
43. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005),hlm. 103.
44, Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
22 +
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005),hlm. 110- 22
I 13. {-

4 5 . Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,


(Iakarta: PT. Raja Grafindo Persad4 2005), hlm. 199- 23
20r.
46. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, t1
(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2005), hlm. 235-
236.
23
vll

47. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,


(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005),hlm. 244'
245.
23
t
4 8 . Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
4l
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005), hlm. 346. ZJ q-
.l.rY
{
I

49. Muhammad Daud Ali, Pendidiknn Agama Islam,


(Jakarta:PT. RajaGrafindoPersada,2005)hlm. 356. 23
{
5 0 . Zuhaftini dk'k, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1997), hlm. 1-2. 24
*
5 1 . Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan
I
Islam, (l-akarta:Ciputat Pers, Juli 2002),h\m.39-42. 25
/lL/

52. Dr. Jalaluddindan Drs. Usman Said,Filsafat Pendidikan v


Islam konsepdan perkembanganDr. Jalaluddin dan Drs'
(JsmanSaid, (Jakarta:PT. RajaGrafindoPersada,1996), 27 /-
hlm.52-55.
5 3 , Armai Arief, Pengantarllmu dan MetodologiPendidikan
Islam, (Jakarta:CiputatPers,Juli 2002),hlm. 47-49. 29
{-
54. Mahrnud Yunus, Sejarah Pendidikon Islam, Jakarta: PT.
MutiaraSumberWidya,1988,hlm. l0'11. 3l
{-
I
5 5 . Haidar Putra Daulay, Seiarah Pertumbuhan dan
PembaharuanPendidikanIslam di Indonesia,Jakarta: 32 t{-
I
MediaGroup,2007,h1m.20'21.
Prenada
Kencana I
56. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem
Pendidiknn Nasional di Indonesia, Jakatta: Kencana
PrenadaMedia Group,2004,hlm. 25'27.
32
Y-
57. Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan I

^l
Pembaharuan Pendidiknn Islam di Indonesia, (Jakarta: 32 v I
KencanaPrenadaMedia Group, 2007),hlm. 23'26.
5 8 . Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang
36
I
GemaInsaniPress,2006,
Adab20, Jakarta:
berpengaruh
h l m.8 5 -9 0 .
l/
5 9 . Abuddin Nata. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
Jakarta:PT. Raja GrafindoPersada,200l,hlm. 157.
60. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
36
v
l

Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2001, hlm. 195.

6 t . Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi


37
t
Aksara.1997. hlm. 206-208. 38
{
tf'
62. Drs. H. RosehanAnwar dan Drs. Andi Bahruddin Malik,
Ulama dalam Penyebaran Pendidikon dan Khazanah 39
Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1,
Desember2003),hlm. l5-16.
63. Drs. H. RosehanAnwar dan Drs. Andi BahruddinMalik,
(Jlama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah
Keagamaan,(Jakarta:PT. PringggondaniBerseri,cet. l,
200-2),
Desember hlm. 17-18.
BAB III
40

+
PenulisanSkripsi,(FakultasIlmu Tarbiyahdan
64. Pedoman
KeguruanUniversitasIslam NegeriSyarifHidayatullah 42
hlm.62.
Jakarta2013), {
65. Prof.Dr.SudarwanDanim, Menjadi Peneliti Kualitatif,
@andung:CV. PustakaSetia, 2002), hlm.41. 42
66. Pedoman Ilmu Tarbiyahdan
PenulisanSkripsi,@akultas
KeguruanUniversitasIslam NegeriSyarifHidayatullah 42
Jakarta20l3), hlm. 62-63.
67. Prof. Dr. Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif,
dan 161.
(Bandung:CV. PustakaSetia, 2002),h1m.106 43

68. Amin Abdullah, Metodologi Penelition Agama


PendekatanMulti Disipliner, (Yogyakarta:Kurnia Kalam 45
Semester,2006),hlm. 226.
{
BAB IV
69. Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam,
(Jakarta: Al-husn4cet.1,1988),hlm.89-91.
Pustaka
7 0 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad
46
d
Sanusi, (MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.2-4.
7 1 . WawancaradenganDrs.H. Munandi Shaleh,padatanggal
47
l-
I I Februari2014. 48
{
,{

72. Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi


Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan 48
Nasional,(Sukabumi:KetuaUmum MUI, 2l September
^/
r
2011),hlm. 3.

f
I J. http://ahmadal I 0/08/kh-ahmad-
im.bloespot.com/20
2013.
Diaksespadatanggal18 September
sanusi.html, 48
74. WawancaraDrs. K.H. HasanudinM.Ag, padatanggall l I
Februari2014.
7 5 . Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, KH Ahmad Sanusi
48
Y
Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan
Nasional, (Sukabumi:Ketua Umum MUI, 21 September
20ll), hlm. 3.
76. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad
48
I'
{
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 49 Y/
il..'
I
hlm. 12-15. I

77. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad


Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm. 14-16. 51
7 8 , Dr. H. Abuddin Nata, PemikiranPara TokohPendidikan fl

Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,200I), cet.2, 52 Y


hlm. 170.
7 9 . Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi
Pemikiran dan Periuangannya Dalam Pergolakan
Nasional, (Sukabumi:Ketua Umum MUI, 2l September
53 ^l-
20ll), hlm. 4.
I
80. WawancaradenganDrs.H. Munandi Shaleh,M,Si, pada u
tanggalI I Februari2014. 53 tL"
t'
1l

8 1 . Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi


[]
Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan 53 c/l
&,
Nasional, (Sukabumi:Ketua Umum MUI, 21 September tI
20Il), hlm.5.
82. Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi
Pemikiran dan Periuangannya Dalam Pergolakan -{_--
54
Nasional,(Sukabumi:KetuaUmum MUI, 21 September I

20lr), hlm. 5-6.


.}v
1

8 3. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad n


Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.26.
55
t
t
84. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 55
hlm.27-30.
8 5 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 56
{-
hlm.32.
86. Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi
Pemikiran dan Periuangannya Dalam Pergolakan 56 ,{-
Nasional,(Sukabumi:KetuaUmum MUI,2l September
20ll), hlm.6-7.
8 7 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan KH Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 57
hlm.32-34.
8 8. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan KH Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.34-36.
58
f
89. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 20A9), 59
{
hlm.38-39.
90. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 60
^l
r{

hhn.45-46.

t
9 1 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad
Sanusi,(Masyarakat Maret2009),
Indonesia:
Sejarawah 60
h l m.4 6 .
92. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan KH Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.5l-52.
93. Miftahul Falah, S.S, Riwayat PeriuanganK.H Ahmad
61
Y
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 61 >l
!t-
,
I
hlm.53-54.
v
I

I
9 4 . Wawania.a dengan Drs. K.H Hasanudin,M.Ag, pada
,'li
tanggal1l Februari2014. 62
1*
9 5 . Miftah"l Falah, S.S, Riwqtat Periuangan K'H Ahmad
\,
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 63 /-i---

hlm.54-56.
t
9 6 . Vtitatrtrt palah, S.S, Riwayat Periuangan K'H Ahmad i
,l
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 64 a-
I
hlm.56-58.
97. trrtiftanutFalah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.59.
64
Y
98. Miftahut Fatah,S.S,RiwayatPeriuanganKH Ahmad
Sanusi,(Masyarakat Maret2009)'
Indonesia:
Sejarawah 65
h l m.6 l -6 4 .
99. tvtinatrutfaUn, S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad
l
Sanusi,(Masyarakat
h l m.6 6 .
Maret2009)'
Indonesia:
Sejarawah 66
V
1 0 0 . Vtirunut Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK'H Ahmad
Sanusi,(Masyarakat Maret2009)'
Indonesia:
Sejarawah 66
h l m.6 7 -6 8 .
1 0 1 . Miftahul Falih, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2049), 67

r
hlm.74-75.
t02. WawancaiaDrs.H. Munandi Shaleh,M,Si, pada tanggal
11Februari2014. 67
1 0 3. Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan
Perjuangannya Dalan Pergolakan Nasional, cet' 2, 72
(Sukabumi,At-Tadbir: 2013),blm. 67'7 l.
1 0 4. Munandi Shaleh,K.H AhmadSanusiPemikirandan
Perj uanganrrya D al am PergoIakan Nasi onal, c et' 2, 73
(Sukabumi,At-Tadbir:2013),hlm. 72-73.
ti
l

denganDrs. K.H. HasanudinM,Ag.,


1 0 5 . Wawancara
padatanggal
1I Februari20l4.
1 0 6 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K'H Ahmad
73
t
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 74 \!
/y
I
hlm.86. l

107. Miftahul Falah, S.S, Rrwayat Periuangan K.H Ahmad


I
4
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 74 v
/j-''
I
hlm.90-92.
r 0 8 . trrtiftanulFalah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad
.sl
tl
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' )

hlm.93-94.
IJ
r-
1 0 9 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad r'tr
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.97-98.
75
T-'
K.H Ahmad
I 1 0 . MiftahulFalah,S.S,RiwqtatPerjuangan I
t'

Sanusi,(Masyarakat Maret2009)'
Indonesia:
Sejarawah 76 Y
hlm.988.102-103. T-
1 1 1 . Miftahul Falah, S.S, Riwqtat Periuangan K'H Ahmad t
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 76 cl
hlm. 100.
ft-
I

112. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangon K.H Ahnad


Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 77

hlm. 106.
I 1 3 . trrtitatrutfafan, S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad
Sanusi,(Masyarakat Maret2009),
Indonesia:
Sejarawah 77
hlm.126.
Lr4. Miftahul Falah, S.S, Riwayot Periuangan K.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 78
{
hlm. 129-130.
11 5 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangon K.H Ahmad I
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 78 c
q_
h l m .l 3 l . I
t:'
t
I

11 6 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad I


I
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 78 .l
hlm.152-154. I
V
1 1 7 . Miftahul Falah, S.S, RrwayatPerjuanganK.H Ahmad
I
N
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
h l m .1 5 2 .
78
r'
I 1 8 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad
,-l
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
h l m .1 3 1 .
78
Y
I 1 9 . Miftahul Falah, S.S, Rlilayat PerjuanganK.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 79
h l m .1 6 1 .

120. Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad


Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
79
hlm.162-163.

rzt. WawancaradenganDrs. H. Munandi Shaleh,pada


tanggal1l Februari2014.
79 il-
122. Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm. 164.
80
vI

123. Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad


Sonusi, (MasyarakatSejarawah.Indonesia:
Maret 2009),
80
hlm.20l.

denganK.H. AnwarSanusi,S.Ag,pada
124. Wawancara
tanggalI I Februari
2014.
80

t 2 5 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad


Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
81
-F--
rt
h l m . l 3 71- 4 0 .
I

126. Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad


Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
81
h l m .1 4 5 - 1 4 8 .

denganDrs. K.H. Aab AbdullahS. Ip,


1 2 7 . Wawancara I
M.Ag., padatanggalI I Februari2014. cl'
/4'-
82

t28. WarvancaradenganK.H. Anwar SanusiS.Ag,pada


tanggal1l Februari2014.
82
't-
I

129. WawancaradenganDrs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag,


l
padatanggalI I Februari2014.
83 r
denganK.H. AnwarSanusiS.Ag,pada
1 3 0 . Wawancara
tanggal1l Februari2014.
83 {

1 3 1 . WawancaradenganDrs. K.H. HasanudinM.Ag, pada


il
tanggal1l Februari2014.
83 tr
132. WawancaraDrs. K.H. HasanudinM.Ag, padatanggal l1
Februari2014.
84
4-

Mengetahui,
.r#
:

KEMENTERIANAGAMA No.Dokumen : FITK-FR-AKD-066


UINJAKARTA Tgl.Terbit : 1 Maret 2010
FORM(FR) No.Revisi: : 01
FITK
Jl. t. H. JuandaNo 95 Ciputat15412lndonesia Hal 1t1
SURATPERMOHONAN
IZINOBSERVASI
Nomor : Un.OllFt.A(M.013 /.297./2014 Jakartu 13 Januai20l4
L a m p .: . . . . . .
Hal : Observasi

KepadaYth.

Kepala Yayasan.
PondokPesantren.SvamsulUlum
Di
Tempat

Assalamu'alaikumwr.wb.
Denganhormatkami sampaikanbahwa:
Nama , Maya Maryati
NIM 1000291
10901
Jurusan/Prodi PendidikanAgamaIslam
Semester IX (Sembilan)
adalah benar mahasiswa pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
dengan penyefesaiantugas akhir kuliah (Skripsi)
Hidayatullah lakarta dan sghubunga.11
yang berjudul: "Peran KH Ahmad Sanusi dalam Pendidtkan Islam" mahasiswatersebut
memerlukanobservasidenganpihak terkait. Oleh karena itu, kami mohon kesediaan
ltrt Saudarauntuk menerimamahasiswatersebutdanrnemberikanbanfuanrrya.

Demikianlah,atasperhatiandanbantuanSaudarakami ucapkanterimakasih.

Wassalamu'alailrumwr.wb.

PendidikanAgamaIslam

M.Ag
| 002

Tembusan:
DekanFakultasIlmu TarbiyahdanKeguruan
!fJ
J

PONDOKPESANTREN "SYAMSUL'ULUM''
GUNUNGPUYUH - SUKABUMI
t.Blnvangrara
*0.88
*.#lHT'ffifr*T;lJll-?H339$*o*
*28faur
Brrar

STIRAT KETtrRANGAN
Nomor : D-O32/O3.Ot -OZ/SKe,tAI/2O | 4

'\ssalamu'aloikum w. w.

Bismillahinohmanirrohim
Pimpinan pondok pesantren syamsul'ulum Gunungpuyuh sukabumi.
Dergan ini menemngkan bahwa :
Nama Maya Maryati
NIM l o90 I I ooo29 I
.furusanzProdi Pendidikan Agama tslam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan LrINSyarif Hidayatullah Jakarta.
Semester IX (Sembilan)
\
Telah selesai melaksanakan penelitian di Pondok pesantren Syamsul'Ulum
Gunungpuyuh Sukabumi untuk penyelesaian rugas akhir kuliyah (Sl<ripsi) yang
berjudul "Peran K.rf.Ahmad sanusi dalam pendidlkan Islarn" .
Sulai Tanggal l3 Januari s/d 12 Februanzot4.
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu'alaikum w. w

Sukabumi, I 2 Februari 2Ot4


Pimpinan Pondok Pesantren ,

..H.Deddy Ismatullah Mahdi,SH,M.Hum

Anda mungkin juga menyukai