Skripsi
Disusun Oleh:
Maya Maryati
NIM. 109011000291
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri
Maya Maryati
ABSTRAK
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil judul tentang Peran K.H Ahmad Sanusi
Dalam Pendidikan Islam. Alasan penulis memilih judul tersebut karena, Pertama: Para ulama
sekarang ini kurang produktif dalam mengembangkan ilmunya pada suatu karya tulis, yang
diterapkan dari kebanyakan para ulama saat ini hanya berceramah dan mengajar. Kedua:
Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam.
Ketiga: Minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia dan minimnya kajian tokoh Islam
tradisional di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran K.H
Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam.
Diketahui bahwa, K.H Ahmad Sanusi adalah seorang ulama tradisional yang
membentengi umat dan melahirkan pendidikan Islam yang maju pada masanya. Dari
beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam, memiliki kesan yang bermanfaat
bagi seluruh masyarakat pada umumnya dan masyarakat kota Sukabumi pada khususnya.
Untuk mengetahui beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan tersebut, beliau
masih memiliki peninggalan atau pun berkas K.H Ahmad Sanusi yang ada di pesantren yang
didirikannya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari sinilah, penulis merasa perlu untuk
mengemukakan dari beberapa perjuangan seorang tokoh sekalipun ulama tradisional yang
sangat gigih dari K.H Ahmad Sanusi semasa hidupnya dalam pendidikan Islam.
Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif (qualitatif research). Dan metode
penelitian yang digunakan yaitu metode historis yang ditopang dengan beberapa metode
antara lain: Metode Kepustakaan (Library Reseach) dan metode Lapangan (Field Reseach).
Adapun dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan tiga cara antara lain:
Observasi, Wawancara, dan Dokumenter.
Hasil penelitian yang penulis dapat, tentang Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan
Islam diantaranya meliputi: Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada dunia pendidikan dan
penerbitan K.H Ahmad Sanusi dengan banyaknya karya-karya beliau hingga seratus lebih,
diantaranya: Kitab Tafsir al-Quran, Kitab Hadits, Kitab Ilmu Tauhid, Kitab Ilmu Fiqh, Kitab
Ilmu Bahasa Arab, Kitab Akhlak, Kitab Ilmu Mantiq, Kitab Ilmu Bade, Kitab Ilmu Bayan,
Kitab Sejarah, Kitab Jumah, Kitab Munadoroh, dll; Serta Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada
organisasi yang didirikannya sendiri dengan nama Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) yang
merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII; dan adanya perluasan pesantren
yang K.H Ahmad Sanusi dirikan dengan menjadikan suatu lembaga hingga berdiri sampai
sekarang ini.
Sedangkan pelajaran yang berharga dari K.H Ahmad Sanusi adalah dapat memberikan
semangat atau motivasi pada generasi umat maupun penerus ulama selanjutnya dengan cara
mengikuti jejak langkah beliau dalam memajukan pendidikan Islam antara lain, yaitu
semangat untuk mendirikan pesantren, semangat dalam memberikan pengajaran yang lebih
baik dan semangat dalam berkarya sendiri pada bidang keagamaan. Karena K.H Ahmad
Sanusi tidak hanya dikenal sebagai ulama tradisional melainkan ulama yang produktif dalam
karya-karyanya. Dan dari beberapa perannya beliau yang sangat kharismatik menjadi kaca
berbandingan bagi kita saat ini.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sebagaimana kita
telah diberikan nikmat iman dan islam, serta nikmat sehat sebagai bentuk kasih
sayang-Nya kepada kita semua. Berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini bisa
terselesaikan. Sholawat serta salam, tak lupa panjatkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarganya, beserta sahabatnya.
Bab demi bab terselesaikan sudah dalam sebuah bentuk karya ilmiah skripsi
yang insya Allah berguna untuk penulis dan orang lain nantinya. Halangan serta
tantangan dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari orang tua dan para dosen, teman-teman, maupun pengajar lain yang memiliki
intensitas ilmu dibidang kelembagaan, khususnya mengenai masalah Peran K.H
Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam. Penulis hanya bisa mengucapkan
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Allah SWT, yang selalu memberikan kesehatan, kemudahan serta nikmat
yang luar biasa.
2. Orang tua saya, Babeh Umar dan Umi Munati serta keluarga tercinta yang
senantiasa memberi semangat, doa, kasih sayang, serta berbagai dorongan
yang tak terhingga baik moril maupun materil. Semoga Allah selalu
memberikan kesehatan kepada kedua beliau.
3. Dra. Nurlena Rifai, M.A.Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendididkan Agama
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag., selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Drs. H. Ahmad Basuni, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi terimakasih
yang tak terkira atas kesediaannya berbagi ilmu dan meluangkan waktunya
ii
untuk membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan saran, motivasi
dan nasihat demi keberhasilan penulisan skripsi ini.
7. Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan saran, motivasi baik serta bimbingan dalam penulisan karya
ilmiah ini maupun dalam perkuliahan biasanya dari semester pertama sampai
terakhir.
8. Drs. H. Munandi Shaleh, M.Si, Dosen STAI Syamsul Ulum Sukabumi, yang
turut membantu saya dalam mempermudah wawancara dan pencarian berkas-
berkas terkait pada pembahasan.
9. Husein Murtafi Said, S.Kom, calon pemimpin hidup saya yang selalu
mensupport, dan selalu hadir dalam memberikan cinta dan kasih sayang, serta
kebahagiaan baik moril maupun materil. Smoga Allah merestui kami dalam
jalinan yang suci, abadi selamanya.
10. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan baik perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan maupun perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
11. Segenap teman-teman PAI angkatan 2009 khususnya kelas G, dan teman-
teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu tetapi tidak
mengurangi rasa sayang saya pada kalian semua selama kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
iii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 4
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ................................................ 4
iv
C. Prosedur ....................................................................................... 38
1. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 38
2. Teknik Pengelolaan Data ..................................................... 39
D. Analisis Data .............................................................................. 39
E. Teknik Penulisan ........................................................................ 40
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam , (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 29 .
2
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet 1, 1991), hlm. 1.
3
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 1991), hlm.13.
1
2
Hakikat pendidikan Islam pada dasarnya dapat dipahami dan dianalisis serta
dikembangkan dari Al-Quran dan As-Sunnah. Konsep operasionalnya dapat
dipahami, dianalisis dan dikembangkan dari proses pembudayaan, pewarisan dan
pengembangan ajaran agama, budaya, dan peradaban Islam dari generasi ke
generasi. Sedangkan secara praktis dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan
dari proses pembinaan dan pengembangan (pendidikan) pribadi muslim pada
setiap generasi dalam sejarah umat Islam.4
Sejarah bangsa telah mengukir berbagai peran yang dimainkan ulama.
Kerukunan umat beragama telah berhasil dan terbina dengan baik berkat
dukungan ulama, sehingga kerukunan itu dapat mengokohkan persatuan dan
kesatuan bangsa yang menjadi modal pembangunan negara dan bangsa selama ini.
Ulama berperan melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan melalui
ceramah-ceramah agama dan khutbah Jumat di masjid-masjid. Dalam
menggerakkan pembangunan di negara-negara sedang berkembang, seperti
Indonesia, paling tidak ada tiga kelompok pemimpin yang harus mengambil
peranan. Tiga kelompok itu adalah pemimpin resmi (pemerintah), pemimpin tidak
resmi (tokoh agama) dan pemimpin adat.
Salah satu peran ulama sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah posisi
mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan kepada
masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan oleh mereka
baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua itu adalah lembaga
yang ikut mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terpelajar.
Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam
lewat karya-karya yang telah ditulis atau jalur dakwah mereka. Dari pengkajian
ini, peran ulama dalam pengembangan pendidikan agama dan Khazanah
keagamaan menjadi sangat penting untuk dilakukan.5
Kita mengetahui bahwa adanya teori pengembangan pendidikan Islam itu
diterapkan oleh upaya-upaya guru pendidikan Islam, ulama serta banyaknya peran
seorang tokoh pendidikan Islam yang membawa pembaharuan dalam pendidikan
4
Muhaimin, op. cit., hlm.29-30.
5
Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan
Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1, Desember 2003), hlm. 1.
3
Islam. Jika kita lihat kembali pada peran ulama di abad ke-20 dalam
mengembangkan pendidikan Islam, sangat memberikan dampak positif. Sehingga
dapat memberikan perubahan pendidikan Islam yang baik di zaman tersebut.
Dalam pendidikan Islam di Indonesia, bahwa banyak peran para tokoh
modern maupun tradisional dalam menterdepankan serta mengembangkan
pendidikan Islam demi tujuan yang ingin mereka capai. Ulama pendidikan Islam
tersebut di antaranya ialah Abdullah Ahmad dari Sumatera Barat, Abdul Halim
dan Ahmad Sanusi dari Jawa Barat, Imam Zarkasyi dari Jawa Timur, dan masih
banyak lagi tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia yang lainnya. Dari
beberapa tokoh tersebut, terasa bahwa peran mereka tidak kalah penting dan
hebatnya dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang hidup di abad klasik dan
pertengahan.
Namun dalam penulisan ini, penulis memilih K.H Ahmad Sanusi dari Jawa
Barat untuk mengetahui secara dalam tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam
pendidikan Islam. Alasan penulis memilihnya karena, Pertama: Telah diketahui
bahwa K.H Ahmad Sanusi adalah ulama tradisional yang sangat produktif. Dari
itu kita dapat membandingkan sosok K.H Ahmad Sanusi dengan ulama-ulama
masa kini yang kita ketahui bahwa para ulama sekarang ini kurang produktif
dalam mengembangkan ilmunya pada suatu karya tulis, yang diterapkan dari
kebanyakan para ulama saat ini hanya berceramah dan mengajar. Kedua: Masih
kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan
Islam. Ketiga: Minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia atau minimnya kajian
ulama tradisional di Indonesia.
Dalam mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi pun, penulis memiliki referensi
yang kuat yaitu beliau masih memiliki peninggalan, dokumentasi atau pun masih
adanya pihak keluarga dari K.H Ahmad Sanusi yang berada di pesantren yang
didirikannya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari sinilah, penulis merasa perlu untuk
mengemukakan dari beberapa perjuangan K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan
Islam.
Dari sini pula berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis
kemukakan, maka penulis perlu mencari kejelasan untuk mengetahui secara dalam
4
yang kemudian penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi
dengan judul berikut : PERAN K.H. AHMAD SANUSI DALAM
PENDIDIKAN ISLAM.
B. Identifikasi Masalah
Dalam uraian singkat di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa
permasalahan yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut:
1. Kurang produktifnya ulama-ulama pada masa sekarang ini, para ulama
sekarang ini hanya berceramah, mengajar namun tidak membuat banyak
karya tulisan
2. Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi Dalam
Pendidikan Islam
3. Masih minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia dan minimnya kajian ulama
tradisional di Indonesia
A. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie yang
berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan orang yang tugasnya
membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri
disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan
agoge (saya membimbing, memimpin).1
Pendidikan bisa berarti pemeliharaan dengan penuh kasih sayang agar yang
dipelihara dapat berkembang dengan baik dan memberi manfaat bagi manusia
dan bagi alam itu sendiri, lantaran di antara satu alam dengan lainnya saling
membutuhkan dalam ekosistem. Misalnya, air jika dipelihara dengan baik akan
memberi manfaat bagi manusia tumbuh-tumbuhan, binatang dan seterusnya.
Pada tingkat operasional pendidikan dapat dilihat pada praktek yang
dilakukan oleh Rasulullah, antara lain beliau telah membacakan ayat-ayat Tuhan
kepada manusia, membersihkan mereka dari kemusyrikan dan mengajarkan
kepada manusia kitab dan hikmah (QS. 62:2). Kata mensucikan pada ayat
tersebut, menurut M. Quraisy Shihab, dapat diidentikan dengan mendidik, sedang
mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak-anak dengan pengetahuan yang
berkaitan dengan alam metafisika dan fisika.
1
Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, April 2005), hlm.17.
6
7
2
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 186-188
3
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 28.
4
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga;
Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet.4, hlm. 14
5
Abuddin Nata,loc.cit., hlm. 28.
6
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta: Biro
Hukum dan Organisasi, cet. Pertama, September 2003), hlm. 5.
8
7
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 17-18.
9
8
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 19.
9
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2009) hlm. 98.
10
Abuddin Nata, op. cit., hlm. 32.
11
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), cet. 7, hlm. 24
10
..
.. .
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al- Alaq: 1-5)
Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar
menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan
dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan.
Islam disamping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh
umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Jadi Islam mewajibkan
umatnya belajar dan mengajar. Melakukan proses belajar dan mengajar adalah
bersifat manusiawi, yakni sesuai dengan harkat kemanusiaannya, sebagai makhluk
Homo educandus, dalam arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan
dapat mendidik. Banyak ayat Al- Quran dan Hadits yang menjelaskan hal
tersebut, diantaranya:12
Firman Allah dalam Surat Al- Taubah ayat 122:
Artinya:
Apakah tidak lebih baik pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. Al- Taubah: 122).
Sabda Nabi:
12
Zuhairini, dkk, op. cit., hlm. 98-101.
11
Artinya:
Belajarlah dan kemudian ajarankanlah kepada orang-orang lain, serta
rendahkanlah dirimu kepada guru-gurumu, serta berlaku lemah lembutlah
kepada murid-muridmu. (H.R. Al- Thabrani).
13
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum), (Jakarta: Bina Aksara, 1991), hlm. 44.
14
Samsul Nizar, M.A, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit
Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 94.
15
HM Arifin M,ed, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Aksara 1987), cet.l, hlm. 13.
12
16
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1980), cet. 4,
hlm. 38.
17
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2005), hlm. 59.
18
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam konsep dan perkembangan, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 37.
19
Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 41.
13
Artinya: Kitab (Al-Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa. (Q.S Al-Baqarah 2: 2).
20
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2002), hlm. 92
21
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 41
14
dan konsentris (dengan diri sendiri ) yang berimbang antara duniawi dan
ukhrawi.22
Karena telah dihasilkan dalam rumusan tentang Tujuan Pendidikan Islam menurut
Kongres Pendidikan Islam se Dunia di islamabadtahun 1980, menunjukkan bahwa
pendidikan harus merealisasikan cita-cita (Idealitas) Islam yang mencakup
pengembangan kepribadian muslim yang bersifat menyeluruh secara harmonis
berdasarkan potensi psikologi dan fisiologis (jasmaniah) manusia yang memacuh
kepada keimanan dan sekaligus berilmu pengetahuan secara berkeseimbangan
sehingga terbentuklah manusia muslim yang paripurna yang berjiwa tawakkal
(menyerahkan diri) secara total kepada Allah SWT.23
Sebagaimana firman Allah yang menyatakan:
22
Umar Tirta Raharja, S.L.La. Sulo, Pengantar Pendidikan,(Jakarta: Rangka Cipta, 1995), hlm. 2.
23
Nur Uhbiyati, loc. cit., hlm. 59
24
Ibid.,hlm. 41.
15
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.25
Untuk mencapai itu, maka kesemuanya itu merupakan tanggung jawab yang
dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam konteks ini, fungsi
pendidikan Islam dapat dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu:
a) Dimensi mikro (Internal), yaitu manusia sebagai subjek dan objek
pendidikan. Pada demensi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi
memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri
anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama. Dengan upaya ini
diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk insani yang berkualitas dan
mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai
pribadi maupun kepada masyarakat.
b) Dimensi makro (Eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban
manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungan. Pada demensi ini,
pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana pewarisan budaya dan
identitas suatu komunitas yang didalamnya manusia melakukan berbagai
bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara dengan yang lainnya. Tanpa
proses pewarisan tersebut, budaya suatu bangsa akan mati. Oleh karena itu,
pendidikan Islam harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan
identitas masyarakat pada peserta didiknya sekaligus mampu mewarnai
perkembangan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai
Islami.26
Apabila kesemua fungsi tersebut mampu tertanam dan dihayati oleh peserta
didik, maka sekaligus akan mampu menjadi alat kontrol bagi manusia dalam
melaksanakan setiap kegiatannya di muka bumi. Seluruh aktifitasnya akan
senantiasa bernuansa ibadah kepada sang Khaliq dan kepentingan seluruh umat
25
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta, Biro
Hukum dan Organisasi, cet. pertama, September, 2003), hlm. 8.
26
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 121-122.
16
manusia di muka bumi.27 Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah
sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya.
Hadits adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Apa yang telah disebut
dalam al-Quran di atas, dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Rasulullah
dengan sunnah beliau.
29
A. Fatah Yasin, op.cit., hlm. 122-123.
30
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 93.
31
Ibid., hlm. 103.
18
Ada tiga peranan al-Hadits di samping al-Quran sebagai sumber agama dan
ajaran Islam diantaranya:
1) Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al- Quran;
2) Sebagai penjelasan isi al- Quran;
3) Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-
samar ketentuannya di dalam al- Quran.32
b. Aqidah
Akidah, menurut etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Dalam pengertian
teknis artinya adalah imam atau keyakinan. Aqidah Islam (Aqidah Islamiyah),
karena itu, ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam.
Adapun pokok-pokok keyakinan Islam yang terangkum dalam istilah Rukun
Iman itu antara lain:
1) Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa;
2) Keyakinan kepada Malaikat-malaikat;
3) Keyakinan kepada para Nabi dan Rasul;
4) Keyakinan akan adanya Hari akhir;
5) Keyakinan kepada Qada dan Qadar Allah.33
c. Syariah/syariat
Makna asal syariat adalah jalan ke sumber (mata) air. Secara harfiah berarti
jalan yang harus dilalui oleh setiap muslim. Dilihat dari segi hukum, syariat
adalah norma hukum dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib diikuti oleh orang
Islam, baik dalam berhubungan dengan Allah maupun dalam berhubungan dengan
sesama manusia dan benda dalam masyarakat.34
d. Ibadah
Ibadah menurut bahasa, artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan doa. Dilihat dari
segi pelaksanaanya, ibadah dapat dibagi tiga, yakni:
1) Ibadah jasmaniah-rohaniah, yaitu ibadah yang merupakan perpaduan
jasmani dan rohani, seperti shalat dan puasa;
32
Muhammad Daud Ali, hlm. 110-113.
33
Ibid., hlm. 199-201.
34
Ibid., hlm. 235-236.
19
2) Ibadah rohiah dan maliah, yaitu perpaduan rohani dengan harta, seperti
zakat;
3) Ibadah jasmanish, rohiah dan maliah (harta) sekaligus, contohnya haji.35
e. Akhlak
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlak,
bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologi (bersangkutan
dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan-
perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat.36Akhlak dalam pembagiannya di bagi menjadi 2, yaitu:
1) Akhlak terhadap Allah;
2) Akhlak terhadap Makhluk, dibagi dua: akhlak terhadap manusia dan
akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup).37
f. Tarikh
Tarikh dalam bahasa Arab disebut sejarah, yang menurut bahasa artinya
ketentuan masa. Sedangkan menurut istilah berarti keterangan yang telah terjadi
dikalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.
Kata Tarikh juga dipakai dalam arti perhitungan tahun, seperti keterangan
mengenai tahun sebelum atau sesudah Masehi dipakai sebutan sebelum atau
mengenai tarikh Masehi.
Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti pengalaman masa
lampau daripada umat manusia. Pengertian selanjutnya memberikan makna
sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam
yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan ruang lingkup yang luas.38
Dari penjelasan diatas dapat dikemukakan bahwa materi pendidikan agama
Islam yaitu al- Quran/hadits (isi dan kandungannya tentang akidah, syariat,
sejarah, ilmu pengetahuan, dll), aqidah (yang berisi tentang keyakinan yang
terangkum dalam rukun Islam), Syariah (yang berisi tentang tingkah laku dan
tabiat), dan tarikh (yang berisi tentang sejarah pada masa lampau).
35
Muhammad Daud Ali., hlm. 244-245.
36
Ibid., hlm. 346.
37
Ibid., hlm. 356.
38
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 1-2.
20
39
Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, Juli
2002), hlm. 39-42.
40
Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 52-53.
41
Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 53.
21
pendidikan Islam memiliki sifat yang luwes, sesuai dengan kebutuhan anak didik
dan lingkungan zamannya.42
Menurut Armai Arief, pengembangan metode pendidikan Islam memiliki tiga
masa, yaitu:
1) Masa Klasik (610-1258M)
a) Ceramah;
b) Hafalan;
c) Membaca tadarus;
d) Tanya jawab;
e) Bercerita;
f) Menulis;
g) Metode khusus.
Instansi yang dipergunakan adalah antara lain: rumah, masjid, surau, dan
pondok sebagai tempat berlangsungnya pendidikan antara Nabi saw, para sahabat
dan kaum muslimin.
Pada masa ini Socrates mengemukakan metode dialektik atau metode
penemuan, sebab pertanyaan yang dilontarkan guru menuntut siswa merumuskan
dan menjelaskan suatu pengetahuan.
2) Masa Pertengahan (1258-1800M)
Pada masa ini metode yang dipergunakan antara lain:
a) Ceramah;
b) Hafalan;
c) Membaca-menulis;
d) Membaca-tadarus;
e) Tanya jawab;
f) Cerita lewat buku;
g) Menulis al-Quran mulai ada titik;
h) Keyakinan / pembenaran;
i) Mudzakarah;
j) Umum dan sederhana;
42
Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 53-55.
24
k) Metode khusus;
l) Menyeluruh;
m) Pemberian contoh;
n) Membimbing.
Pada akhir abad ke-11 dan 12, Skulatisisme menyumbangkan suatu metode
deduktif analisis logis yaitu doktrin yang didasarkan atas logika dan metafisika
Aristoteles.
Seiring dengan makin berkembangnya jumlah umat Islam dan keinginan
memperoleh pengajaran, menuntut adanya kelembagaan yang lebih teratur dan
terarah, maka didirikanlah al- Kuttab sebagai lembaga baru.
3) Masa Modern (1800-sekarang)
Metode berikut ini adalah pengembangan metode-metode di masa klasik dan
pertengahan yaitu:
a) Ceramah menggunakan media;
b) Hafalan mandiri;
c) Membaca dengan pemahaman;
d) Murid bertanya dan menjawab;
e) Cerita lewat media;
f) Menulis al-Quran secara utuh;
g) Sintesis analisis;
h) Diskusi;
i) Deduktif;
j) Induktif;
k) Komprehensif;
l) Demonstrasi;
Memasuki abad modern Johan Amos menggunakan metode ilmiah dalam
pendidikan, dan John Locke menggunakan metode persepsi dan asosiasi dalam
menekankan pentingnya pengalaman.
Karena lembaga al-Kuttab tidak mampu menampung aspirasi dan kebutuhan
belajar yang lebih luas, maka dibentuklah madrasah atau sekolah. Madrasah
25
sebab itu, banyak di antara mereka itu datang ke Sumatera dan ke pulau-pulau
Indonesia yang lain untuk berniaga sekaligus mereka menyiarkan agama Islam
kepada penduduk negeri. Dengan berangsur-angsur penduduk negeri tertarik
kepada agama Islam, lalu mereka memeluk agama itu. Sebab itu tidak heran,
bahwa agama Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas.
Umumnya ahli sejarah mempastikan masuk Islam ke daerah Aceh itu dengan
perjalanan Marco Polo. Dalam perjalanannya pulang dari Tiongkok, ia singgah di
Aceh pada tahun 1292 Masehi. Menurut keterangannya, di Perlak telah
didapatnya rakyat yang beragama Islam. Perlak adalah pelabuhan besar di Aceh
pada masa itu, yang menghadap ke Selat Malaka.
Begitu juga dengan perjalanan Ibnu Bathutha, pengembara Magribi yang masyhur
(th. 725 H. = 1325 M). Dalam perjalanannya pulang-pergi ke Tiongkok, ia
singgah di Pase. Pada masa itu Pase telah mejadi kerajaan Islam di bawah perintah
Raja bernama Al- Malikuz-Zahir.
Dengan keterangan tersebut ahli sejarah menetapkan dengan pasti, bahwa agama
Islam mula-mula masuk ke Indonesia ialah dari daerah Aceh.Dan dari sanalah
Islam memancarkan cahayanya ke Malaka dan Sumatera Barat (Minangkabau).
Dari Minangkabau Islam berkembang ke Sulawesi, Ambon dan sampai ke
Philipina. Kemudian Islam tersiar ke Jawa Timur, dari sana ke Jawa Tengah dan
ke Banten, sampai ke Lampung dan Palembang dan ke seluruh kepulauan
Indonesia. Bukan saja agama Islam dianut dan didukung oleh rakyat umum,
bahkan berdiri pula beberapa kerajaan Islam di Indonesia.
Di Sumatera berdiri kerajaan Islam di Pasei, Perlak, Samudra dan Bersama pada
tahun 1290 1511 M, dan kerajaan Islam Aeh pada tahun 1514 1904 M,
kerajaan Islam di Minangkabau pada tahun 1500 M.Di Jawa berdiri kerajaan
Islam Demak pada tahun 1500 1546 M, dan kemudian kerajaan Islam Banten
pada tahun 1550 1757 M, dan kerajaan Islam Pajang pada tahun 1668 1586 M
dan kerajaan Islam Mataram pada tahun 1575 1757 M.44
Adapun beberapa pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia, antara lain:
44
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1988, hlm. 10-
11.
27
1. Masjid dan Langgar, berfungsi untuk tempat shalat yang lima waktu ditambah
dengan sekali seminggu dilaksanakan shalat Jumat dan dua kali setahun
dilaksanakan shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selain dari masjid ada juga
tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya lebih kecil dari masjid dan
digunakan hanya untuk tempat shalat lima waktu ataupun untuk tempat
pendidikan, bukan untuk tempat shalat Jumat;
2. Pesantren, ditinjau dari segi sejarah, belum ditemukan data sejarah, kapan
pertama sekali berdirinya pesantren, ada pendapat mengatakan bahwa pesantren
telah tumbuh sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, sementara yang lain
berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulana
Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang pertama mendirikan pesantren.45
Dan Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak
ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah diajarkan dan dididikkan ilmu dan
nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap awal pendidikan dipesantren tertuju
semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama saja lewat kitab-kitab klasik atau
kitab kuning. Ilmu-ilmu agama yang terdiri dari berbagai cabang diajarkan di
pesantren dalam bentuk wetonan, sorogan, hafalan, ataupun musyawarah
(muzakarah). Dan ada pula yang mengartikan bahwa pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami
ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.46
3. Meunasah, Rangkang dan Dayah, secara etimologi meunasah berasal dari
perkataan madrasah, tempat belajar atau sekolah. Bagi masyarakat Aceh
meunasah tidak hanya semata-mata tempat belajar, bagi mereka meunasah
memiliki multifungsi. Meunasah di samping tempat belajar, juga berfungsi
sebagai tempat ibadah (shalat), tempat pertemuan, musyawarah, pusat informasi,
tempat tidur, dan tempat menginap bagi musafir juga tempat pendidikan. Dan
Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang dibangun disekitar masjid.
Kemudian Dayah berasal dari bahasa Arab yaitu Zawiyah, kata Zawiyah pada
45
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm. 20-21.
46
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004, hlm. 25-27.
28
mulanya merujuk kepada sudut dari satu bangunan, dan sering dikaitkan dengan
masjid. Di sudut masjid itu terjadi proses pendidikan antara si pendidik dengan si
terdidik. Selanjutnya zawiyah dikaitkan tarekat-tarekat sufi, di mana seorang
syekh atau mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum sufi;
4. Surau, dalam kamus bahasa Indonesia, surau diartikan tempat (rumah) umat
Islam melakukan ibadahnya (bersembahyang, mengaji, dan sebagainya).47
47
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
op.cit, hlm. 23-26.
29
Syeikh Ahmad Surkati, yang sampai di Jakarta dalam bulan Februari 1912,
seorang alim yang terkenal dalam agama Islam, beberapa lama kemudian
meninggalkan Jamiat Khair dan mendirikan gerakan Agama sendiri bernama Al-
Islah Wal Irsyad, dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam
(reformisme).
Pada tahun 1941 berdirilah perkumpulan Al- Islah Wal Irsyad, kemudian terkenal
dengan sebutan Al- Irsyad, yang terdiri dari golongan-golongan Arab bukan
golongan Alawi. Tahun 1951 berdirilah sekolah Al-Irsyad yang pertama di
Jakarta, yang kemudian disusul oleh beberapa sekolah dan pengajian lain yang
sehaluan dengan itu.
c. Persyerikatan Ulama
Persyerikatan Ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan di daerah
Majalengka, Jawa Barat, yang dimulai pada tahun 1911 atas inisiatif Kyai Haji
Abdul Halim, lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka. Kedua orang
tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya seorang penghulu di
Jatiwangi), sedangkan saudara-saudaranya mempunyai hubungan yang erat secara
kekeluargaan dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.
d. Muhammadiyah
Salah sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang
Dunia IIdan mungkin jugasampai saat sekarang ini adalahMuhammadiyah.
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912
bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H, oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan
atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi
Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
e. Nahdatul Ulama
Nahdatul Ulama didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (33 Januari 1926 M) di
Surabaya. Yang mendirikannya ialah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa
Timur. Di antaranya ialah:
1) K.H. Hasyim Asyari Tebuireng
2) K.H. Abdul Wahab Hasbullah
3) K.H. Bisri Jombang
31
48
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam,op.cit, hlm. 210-215.
32
menguasai bahasa Arab. Dan pada tanggal 16 Januari 1982, Mahmud Yunus
meninggal dunia di Jakarta.49
b. Abdullah Ahmad, dilahirkan di Padang Panjang pada tahun 1878. Ia adalah
putera H. Ahmad, seorang ulama Minangkabau yang senantiasa mengajarkan
agama di surau-surau, di samping sebagai saudagar kain bugis.50 Baliau
sempat belajar di Makkah selama empat tahun, berkat ketekunan dan
kecerdasannya dalam pengetahuan agama, Abdullah Ahmad pernah diangkat
sebagai asisten dari Syaikh Abdul Khatib. Kemudian di tahun 1899, beliau
kembali ke kampung halaman untuk mengajar di Surau Jembatan Besi
Padang Panjang. Dari sinilah beliau mulai mengajar dengan menggunakan
cara tradisional yaitu sistem halaqah. Selain itu, beliau juga seorang ulama
yang produktif, banyak karya-karya yang ditulisnya.
c. Imam Zarkasyi, dilahirkan di Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret
1901 M. Dan meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 1985. Ia meninggalkan
seorang istri dan 11 orang anak.51 Beliau semasa hidupnya pernah menjadi
Dewan PertimbanganMajelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Selain itu, beliau
juga orang yang aktif dalam bidang pendidikan, sosial dan politik negara,
Imam Zarkasyi juga ternyata seorang ulama yang produktif dalam bidang
tulis-menulis. Dalam hal ini, beliau banyak sekali meninggalkan karya ilmiah
yang hingga saat ini masih dapat dinikmati. Dan beliau juga rajin menulis
beberapa petunjuk teknik bagi para santri dan guru di Pondok Gontor dalam
berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan di pesantren tersebut,
termasuk metode mengajar beberapa mata pelajaran. Buku-buku karangannya
hingga kini masih dipakai di KMI Gontor dan pondok-pondok pesantren yang
didirikan para alumni Gontor serta beberapa sekolah agama.
d. Abdul Halim, dilahirkan di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia
adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat, yang
49
Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berpengaruh Adab 20, Jakarta: Gema Insani
Press, 2006, hlm. 85-90.
50
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001, hlm. 157.
51
Ibid., hlm. 195.
33
pada akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20 di mana ulama diidentikan dengan
kyai di Pesantren yang kebanyakan keahliannya dalam bidang fikh.
Menurut Malik Fajar, ukuran keulamaan yang diberikan masyarakat atau umat
kepada seseorang ditentukan olah bidang keilmuannya, kegiatan dan lingkup
komunikasi. Disamping itu, ketokohan seorang ulama ditentukan oleh peran dan
fungsinya sebagai pengayom, panutan dan pembimbing ditengah umat atau
masyarakat. Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama adalah orang
yang memiliki pengetahuan agama Islam yang luas dan dengan bekal
keilmuannya yang luas itu mereka sanggup memerankan diri sebagai pengayom,
menjadi panutan dan pembimbing ditengah umat atau masyarakat.53
Menurut Al-Munawar, ulama adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan
luas tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kawniyyah (fenomena alam)
maupun bersifat quraniyyah yang mengantarkan manusia kepada pengetahuan
tentang kebenaran Allah, takwa, tunduk, dan takut pada-Nya. Sebagai pewaris
nabi, ulama mengemban beberapa fungsi, antara lain: (1). Tabligh, yaitu
menyampaikan pesan-pesan agama yang menyentuh hati dan memberi stimulasi
bagi orang untuk melakukan pengalaman agama; (2). Tibyan, yaitu menjelaskan
masalah-masalah agama berdasarkan referensi kitab suci secara lugas, jelas dan
tegas; (3). Uswatun hasanah, yaitu menjadikan dirinya sebagai tauladan yang baik
dalam pengalaman agama.
Selanjutnya, berkaitan dengan posisi ulama sebagai pewaris nabi pada fungsi
tabligh, maka ulama harus mengacu beberapa tugas, yaitu: memberi ketenangan
jiwa kepada pendengarnya, memberikan motivasi dengan ikhlas, merancang
materi tabligh dan metode penyampaiannya yang dapat membangkitkan intensitas
imaniah, untuk kemudian direalisasikan dalam bentuk tingkah laku perbuatan
perbuatan sehari-hari. Dalam menjalankan fungsi tibyan, dalam penyampaiannya
ulama memerlukan nalar yang jernih untuk dapat memaparkan ajaran agama
secara jelas, sederhana dan mudah dipahami. Kemudian sebagai Uswatun
53
Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan
Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1, Desember 2003), hlm. 15-16.
35
hasanah, ulama harus menjadi suri tauladan dan pemimpin yang baik bagi
masyarakat.
Dilihat dari segi pendidikan, menurut Malik Fadjar, fungsi ulama dapat
dipetakan menjadi dua: Pertama, mempersiapkan sarana, melaksanakan
pendidikan dan pengkaderan bidang ilmu pengetahuan dan keulamaan. Kedua,
mempersiapkan saran kepada pendengarnya tanpa kenal lelah melaksanakan
penelitian dan penyelidikan dalam bidang keilmuan dan keulamaan.
Mengambil pelajaran dari uraian di atas, maka fungsi dan peran ulama yang
dimaksud adalah (1). Keterlibatan mereka dalam pengembangan pendidikan
agama (perencanaan pendidikan, penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan,
dan pengontrol serta mengevaluasi pendidikan). (2). Karya-karya ulama yang
berkaitan dengan pengembangan pendidikan Islam dan buku-buku acuan
keagamaan ulama.54
54
Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, op.cit., hlm. 17-18.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
36
37
Sanusi dalam penyimpanan dokumentasi beliau tentang peran K.H Ahmad Sanusi
dalam pendidikan Islam. Ketiga, Kemudian menyimpulkan hasil observasi dan
kemudian menafsirkan serta menyusun data dalam bentuk hasil penelitian
(laporan) dari sumber-sumber yang telah ditemukan. Adapun kegunaan penelitian
dalam bentuk Wawancara ini dilakukan oleh penulis sebagai penguat dalam
penulisan skripsi ini dan dapat memperoleh data yang relevan. Kemudian
menyusun data dalam bentuk hasil penelitian (laporan) dari sumber-sumber yang
telah ditemukan.
Dan sebagian penyelesaian skripsi ini dilaksanakan di Perpustakaan Utama
dan Perpusatakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
B. Metode Penelitian
Penulis menggunakan penelitian kualitatif (qualitatif research) yaitu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara
individual maupun kelompok.1
Dalam penelitian ini, menggunakan tekhnik analisis historis. Analisis Historis
adalah kegiatan penelitian untuk menggambarkan (mendeskripsikan) berbagai
hubungan antara manusia, peristiwa, waktu dan tempat secara kronologis dengan
tidak memandang sepotong-potong objek-objek yang diobservasi.2 Penggunaan
metode historis dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kenyataan-
kenyataan sejarah dari riwayat perjuangan K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan
Islam.
Metode utama tersebut akan ditopang dengan beberapa metode penelitian lain
untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan mendalam. Metode-metode
1
Pedoman Penulisan Skripsi, (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta 2013), hlm. 62.
2
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung,:Pustaka Setia, 1999),
hlm. 88.
38
C. Prosedur
1. Teknik pengumpulan data
a. Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati kepribadian dan kejiwaannya.
Penulis melakukan observasi terhadap data primer, hal ini dilakukan
langsung di pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi yang didirikan K.H
Ahmad Sanusi.
b. Wawancara
Wawancara adalah interaksi bahan yang berlangsung antara dua orang
dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan
wawancara meminta informasi atau ungkapan tentang orang yang diteliti
terhadap orang yang dapat dipercayai dalam pengetahuannya.
Wawancara ini dilakukan dalam bentuk dialog langsung dengan informan
yaitu: kepada salah seorang keluarga dari K.H Ahmad Sanusi, yang
3
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), hlm.106
dan 161.
39
D. Analisis Data
Dalam menganalisis data, Penulis menggunakan analisis isi (Content
Analysis) merupakan proses memilih, membandingkan, menggabungkan, memilih
berbagai pengertian hingga ditemukan pengertian yang relevan dengan fokus
40
E. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku Pedoman Akademik
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
tahun 2013.
4
Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multi Disipliner, (Yogyakarta:
Kurnia Kalam Semester, 2006), hlm. 226.
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-husna, cet.1, 1988),
hlm. 89-91.
41
42
Dari sini, adapun dapat di ceritakan secara singkat yang pernah terjadi di
masa itu, bahwa mayoritas masyarakat Sukabumi memeluk agama Islam sehingga
kehidupan sosial budayanya pun di pengaruhi oleh nilai-nilai keislaman. Keadaan
tersebut diperkuat oleh kebangkitan gerakan kehidupan keagamaan yang terjadi di
Pulau Jawa sejak akhir abad ke-19. Di Sukabumi, kebangkitan kehidupan
keagamaan tersebut ditandai dengan semakin banyaknya yang pergi ke Makkah
untuk menunaikan ibadah haji, jumlah pesantren yang semakin meningkat, dan
pembangunan masjid yang cukup pesat.
Namun di pihak lain, Pemerintah Hindia Belanda berupaya agar nilai-nilai
keislaman yang dipraktikkan oleh masyarakat Sukabumi tidak berkembang
menjadi suatu gerakan keagamaan. Pemerintah kolonial mengawasi secara ketat
perilaku para kyai yang memiliki pengaruh yang sangat kuat di kalangan
masyarakat. Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda pun berusaha untuk
mengkristenkan penduduk pribumi. Usaha itu dilakukan sejak pertengahan abad
ke-19 oleh S. Van Aendenburg dari Rotterdamsche Zendingsvereniging. Pada
akhir abad ke-19, kristenisasi itu berhasil mendirikan sebuah perkampungan
Kristen pertama di Sukabumi yang terletak di daerah Pangharepan. Untuk
mendukung penyebaran agama Kristen, baik kalangan misi maupun zending
menjadikan sekolah dan rumah sakit sebagai media penyebaran agama Kristen.
Oleh karena itu, tidaklah heran kalau sampai tahun 1921, sebagaimana dilaporkan
oleh L. De Steurs (Residen Priangan) tanggal 2 Januari 1921, Di Sukabumi telah
berdiri dua buah Zendingschool dan sebuah sekolah partikelir yang bernama
Hollandsch-Chineescheschool.
Keadaan tersebut, yang mendorong kalangan ulama Sukabumi untuk semakin
menghidupkan kegiatan-kegiatan yang bernafaskan Islam. Bahkan, mereka
kemudian mendorong para santrinya yang telah selesai menimbah ilmu di
pesantrennya untuk mendirikan pesantren baru di daerah-daerah. Meskipun
hampir disetiap wilayah di Sukabumi terdapat pesantren, namun
Cantayan,Genteng, Gunung Puyuh, Cipoho, Babakan Cicurug, Sukamantri,
43
2
Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah
Indonesia: Maret 2009), hlm. 2-4.
3
Wawancara dengan Drs.H. Munandi Shaleh, pada tanggal 11 Februari 2014.
4
Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan
Nasional, (Sukabumi: Ketua Umum MUI, 21 September 2011), hlm. 3.
5
http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html, Diakses pada tanggal 18
September 2013.
6
Wawancara Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
7
Munandi Shaleh, M,Si, loc.cit., hlm. 3.
44
jumlah anak dari istri kedua K.H Abdurrahim. Sebagai gambaran, saudara-saudara
K.H Ahmad Sanusi, baik yang seibu/sebapak maupun yang sebapak dapat dilihat
dalam gambar silsilah K.H Ahmad Sanusi sebagai berikut8:
Gambaran:
Silsilah K.H Ahmad Sanusi
Keterangan: Bahwa jumlah keturunan dari K.H. Abdurrahim (Ayah dari K.H
Ahmad Sanusi) memiliki 17 keturunan dari 2 istri. Dan K.H Ahmad Sanusi
merupakan anak ke 3 dari istri pertama K.H Abdurrahim yaitu ibu Empok.
(Sumber: Buku karangan Miftahul Falah, Maret 2009)
Proses pendidikan agama yang diterima K.H Ahmad Sanusi dilakukan secara
langsung oleh orang tuanya yang pada waktu itu telah mendirikan sebuah
pesantren yang bernama Pesantren Cantayan. Dipesantren ini, secara rutin digelar
majlis taklim yang selalu dihadiri oleh para jamaah dari berbagai daerah.
Sementara itu, santri yang masantren di Cantayan juga tidak hanya berasal dari
daerah setempat, melainkan ada juga yang berasal dari Bogor dan Cianjur.
8
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 12-15.
46
9
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 14-16.
47
Sejak usia tujuh sampai limabelas tahun, K.H. Ahmad Sanusi menimba
pengetahuan dari ayahnya sendiri. Kepada ayahnya ia belajar menulis dan
menbaca huruf Arab dan latin serta ilmu-ilmu agama bersama-sama santri lainnya
dipesantren Cantayan. Setelah cukup dewasa, untuk menambahkan pengetahuan
dan pengalamannya, ia disuruh ayahnya untuk memperdalam ilmu agama di luar
lingkungan pesantren ayahnya.10
Dari sinilah setelah menginjak usia 16 tahun kurang lebih pada tahun 1905,
K.H. Ahmad Sanusi mulai belajar serius untuk mendalami pengetahuan agama
Islam. Atas anjuran ayahnyauntuk lebih mendalami pengetahuan agama Islam,
menambah pengalaman dan memperluas pergaulan dengan masyarakat, beliau
nyantri ke berbagai pesantren yang ada di Jawa Barat. Adapun Pesantren yang
pernah beliau kunjungi dengan perkiraan lamanya mesantren, diantaranya:
1. Pesantren Selajambe (Cisaat Sukabumi)
Pimpinan Ajengan Soleh/Ajengan Anwar, lamanya nyantri lebih kurang
sekitar enam bulan;
2. Pesantren Sukamantri (Cisaat Sukabumi)
Pimpinan Ajengan Muhammad Siddiq, lamanya nyantri lebih kurang sekitar
dua bulan;
3. Pesantren Sukaraja (Cisaat Sukabumi)
Pimpinan Ajengan Sulaeman/Ajengan Hafidz, lamanya nyantri lebih kurang
sekitar enam bulan;
4. Pesantren Cilaku (Cianjur) untuk belajar ilmu Tasawwuf, lamanya nyantri
lebih kurang sekitar dua belas bulan;
5. Pesantren Gentur Warung Kondang (Cianjur)
Pimpinan Ajengan Ahmad Syatibi dan Ajengan Qortobi, lamanya nyantri
lebih kurang sekitar enam bulan;
Namun demikian, yang paling berkesan di hati K.H Ahmad Sanusi adalah
ketika ia masantren di Pesantren Gentur ini. Kesannya itu muncul karena K.H
Ahmad Syatibi memiliki sikap terbuka dan toleran terhadap santrinya. Sikap
10
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), cet.2, hlm. 170.
48
tersebut diperlihatkan sang guru itu dengan tidak keberatan atas perbedaan
pendapat antara dirinya dan santrinya itu dalam menafsirkan Ilmu
Mantiq(Logika). Para santri menganggapnya sebagai santri kurang ajar,
karena ia yang sering menentang pendapat gurunya. Ia berani bertanya dan
mengemukakan pendapatnya yang berbeda dengan gurunya, padahal tradisi
pesantren pada saat itu sangat tabu untuk bertanya apalagi berdebat dengan
guru. Saat itu ia mempunyai pendapat yang berbeda dengan kyai dalam
menafsirkan ilmu mantiq yang dipelajarinya.
6. Pesantren Ciajag (Cianjur), lamanya nyantri lebih kurang sekitar lima bulan;
7. Pesantren Burniasih (Cianjur), lamanya nyantri lebih kurang sekitar tiga
bulan;
8. Pesantren Keresek Blubur Limbangan (Garut), lamanya nyantri lebih kurang
sekitar tujuh bulan;
9. Pesantren Sumursari (Garut), lamanya nyantri lebih kurang sekitar empat
bulan;
10. Pesantren Gudang (Tasikmalaya)
Pimpinan K.H.R. Sujai, lamanya nyantri lebih kurang sekitar dua belas bulan.11
Namun, lamanya mesantren seluruhnya hanya 4,5 tahun. Dari sekian banyak
guru dan pesantren yang ia singgahi, ia tinggal antara dua bulan sampai satu
tahun, karena ilmu-ilmu yang ia pelajarinya di tiap pesantren pada umumnya
sudah ia kuasainya dan sudah dipelajari di pesantren lainnya. Jadi, K.H Ahmad
Sanusi pun tidak bersekolah hanya mesantren saja.12
Setelah melanglangbuana ke berbagai pesantren, pada tahun 1909, akhirnya
K.H Ahmad Sanusi kembali ke Sukabumi dan masuk ke Pesantren Babakan
Selawi Baros Sukabumi. Ketika nyantri di Pesantren tersebut beliau bertemu
dengan seorang gadis yang bernama Siti Djuwariyah putri Kyai Haji Affandi dari
kebon Pedes, akhirnya beliau menikahi gadis tersebut.13
11
Munandi Shaleh, M,Si, op.cit., hlm. 4.
12
Wawancara dengan Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, pada tanggal 11 Februari 2014.
13
Munandi Shaleh, M,Si, loc.cit., hlm. 5.
49
Dan pada tahun 1910 sampai tahun 1915 K.H Ahmad Sanusi mulai aktif di
Sarikat Islam ketika bermukim menuntut ilmu di Makkah. Namun, pada tahun
1910 terlebih dahulu K.H Ahmad Sanusi menikah dan pergi haji ke Mekah
bersama istrinya serta bermukim di sana beberapa waktu lamanya sekitar 5 (lima)
tahun untuk memperdalam pengetahuan agama Islam. Dalam kesempatan itu ia
telah mengenal tulisan para pembaru, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha. Ia tetap berpegang pada madzhab Syafii yang beraliran Ahlusunnah
waljamaah.
Orang-orang yang beliau kunjungi sewaktu di kota Makkah al- Mukarramah
baik untuk ditimba ilmunya maupun untuk dijadikan teman diskusi dalam
berbagai bidang, diantaranya14:
1. Dari kalangan Ulama:
a. Syeikh Saleh Bafadil
b. Syeikh Maliki
c. Syeikh Ali Thayyib
d. Syeikh Said Jawani
e. Haji Muhammad Junaedi
f. Haji Muhammad Jawawi
g. Haji Mukhtar
2. Dari kalangan kaum Pergerakkan:
a. K.H. Abdul Halim (Tokoh Pendiri PUI Majalengka)
Dari sinilah pada tahun 1911 K.H Ahmad Sanusi bertemu dengan K.H
Abdul Halim dari Majalengka di kota Mekkah. Mereka berasal dari satu
daerah yang sama yakni Tatar Pasundan pertemuan tersebut menjadi
sebuah persahabatan. Dan mereka pun mulai berusaha
mengimplementasikan cita-citanya membebaskan bangsa Indonesia dari
penjajahan melalui pendidikan. Dari hubungan itulah, kelak di kemudian
hari lahir sebuah organisasi yang bernama Persatuan Umat Islam (PUI)
yang merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII.15
14
Munandi Shaleh, M,Si, op.cit., hlm. 5-6.
15
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 26.
50
16
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 27-30.
51
Selain itu, masalah kepercayaan dan mazhab pun menjadi tema perdebatan
K.H Ahmad Sanusi ketika berdebat dengan para ulama Ahmadiyah. Dengan ilmu
dan pengetahuannya yang begitu dalam serta wawasan yang begitu luas,
perdebatan-perdebatan tersebut dapat dilakukan oleh K.H Ahmad Sanusi dengan
baik. Oleh karena itu, di kalangan kaum mukminin di Mekkah ia dikenal sebagai
ahli debat.17
Selama 5 (lima) tahun lebih bermukim di Makkah, K.H Ahmad Sanusi
memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya, untuk mendalami,
mengkaji dan memahami berbagai disiplin ilmu tentang ke-Islaman, sehingga
menurut tradisi lisan yang berkembang di kalangan para Ulama Sukabumi,
bahwa: Saking mendalamnya ilmu yang ia miliki, maka sebagai wujud
penghargaan dan pengakuan ketinggian ilmunya tersebut dari para Syeikh yang
ada di Makkah, K.H Ahmad Sanusi mendapat kesempatan untuk menjadi imam
Shalat di Masjidil Haram. Bahkan, salah seorang Syeikh sampai mengatakan
bahwa jika seseorang yang berasal dari Sukabumi hendak memperdalam ilmu
kegamaannya, ia tidak perlu pergi jauh-jauh ke Makkah karena di Sukabumi telah
ada seorang guru agama yang ilmunya telah mencukupi untuk dijadikan sebagai
guru panutan yang pantas diikuti.18
Tepatnya pada bulan Juli 1915 K.H Ahmad Sanusi pulang ke kampung
halamannya yaitu Cantayan yang telah ditinggalkannya sejak tahun 1910.
Setibanya di Cantayan, K.H Ahmad Sanusi langsung membantu orang tuanya
mengajar agama di Pesantren Cantayan, gaya mengajar berbeda dengan para kyai
lainnya, termasuk dengan orang tuanya. Beliau mengajar dengan bahasa
sederhana dan menerapkan metode halaqoh. Ternyata pada saat itu berdampak
positif karena materi pelajaran yang disampaikannya dapat diterima dengan
mudah oleh para santri dan jamaahnya. Santrinya tidak hanya berasal dari
Sukabumi, tetapi juga dari luar daerah dan luar Pulau Jawa.Oleh karena itu, dalam
waktu yang relatif singkat, K.H Ahmad Sanusi telah mendapat gelar dari
17
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 32.
18
Munandi Shaleh, M,Si, op. cit., hlm. 6-7.
52
19
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 32-34.
53
organisasi tersebut. Para santrinya masuk menjadi anggota Sarekat Islam karena
keinginan sendiri, bukan disuruh oleh gurunya itu. Hal itu, karena K.H Ahmad
Sanusi sangat menghargai perbedaan pendapat.
Di dalam buku karangan Miftahul Falah, menurut R. Karnadibrata, Wedana
Patih Afdeeling Sukabumi, bahwa dirinya sudah tidak aktif lagi di Sarekat Islam
Sukabumi, tidak dapat dipercayai begitu saja oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Gerak geriknya terus di awasi oleh Pemerintah kolonial karena mereka merasa
terancam oleh kewibawaan Ajengan Cantayan itu. Hubungan baik dengan para
pengurus dan anggota Sarekat Islam Sukabumi, oleh pemerintah kolonial
dipandang sebagai bentuk terselubung bagi aktivitasnya di organisasi tersebut.
Pandangan pemerintah kolonial itu semakin menguat karena K.H Ahmad Sanusi
masih sering diundang untuk menghadiri rapat-rapat terbuka Sarekat Islam.20
Setelah lama, K.H Ahmad Sanusi kembali melakukan rutinitasnya sebagai
seorang ajengan. Metode halaqoh yang diterapkan K.H Ahmad Sanusi dalam
mengajar santri begitu efektif. Selain itu juga, di Pesantren Cantayan secara rutin
digelar pengajian yang selalu dihadiri kaum muslimin dari berbagai daerah. Dari
sinilah, jumlah jamaah semakin banyak karena kemampuan K.H Ahmad Sanusi
dalam berpidato dan ketenarannya semakin meluas ketika berpolitik.
Dari sinilah, K.H Abdurrahim menyarankan kepada anaknya untuk
mendirikan sebuah Pesantren. Sesuai dengan keinginan ayahnya, pada tahun 1919
K.H Ahmad Sanusi kemudian mendirikan sebuah pesantren di Genteng, Distrik
Cibadak, Afdeeling Sukabumi. Di kompleks Pesantren Genteng itu, K.H Ahmad
Sanusi mendirikan sebuah masjid yang dikelilingi oleh beberapa bangunan. Di
sebelah timur berdiri bangunan tempat pengajian masyarakat umum; sebelah
Selatan berdiri sebuah bangunan untuk belajar para santri (madrasah); dan sebelah
Barat dibangun tempat tinggal K.H Ahmad Sanusi beserta keluarganya.
Sementara itu, disebelah Utara masjid dibuat sebuah kolam (kulah) tempat para
santri dan jamaah mengambil air wudlu. Dan pada tahun-tahun awal
perkembangannya, santrinya yang belajar di Pesantren Genteng tidak lebih dari
170 orang.
20
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 34-36.
54
Namun, Masjid Pesantren Genteng yang dibangun oleh K.H Ahmad Sanusi
sudah berubah fungsi. Sebagian ruangannya dipakai sebagai kantor Yayasan
Pendidikan Islam K.H Ahmad Sanusi dan sebagian lagi dijadikan sebagai ruangan
belajar (kelas) Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT). Sementara itu,
bangunan tempat belajar para santri sudah tidak ada lagi karena memang
Pesantren Genteng itu sendiri sekarang sudah tidak berjalan lagi.21
Bagi K.H Ahmad Sanusi, Pesantren Genteng merupakan sebuah alat bagi
perjuangannya untuk menegakkan sebuah syariat Islam di Sukabumi. Oleh karena
itu, ia tidak bersikap pasif, artinya hanya berdiam di pesantrennya menunggu
kaum muslimin mendatangi dirinya. Beliau berkeliling dari satu kampung ke
kampung lainnya untuk menyebarkan pemikiran-pemikirannya itu. Dengan sangat
lugas, beliau menyampaikan pemikirannya itu kepada para jemaah yang
menghadiri dakwahnya itu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau sejak
awal tahun 1920-an, masyarakat tidak hanya memanggil dirinya dengan sebutan
Ajengan Cantayan, melainkan juga dengan panggilan Ajengan Genteng.
Metode yang diterapkan K.H Ahmad Sanusi kepada santrinya tidaklah
berbeda ketika beliau masih membantu ayahnya mengasuh Pesantren Cantayan.
Beliau tidak hanya mengajar santrinya dengan menggunakan metode tradisional
yakni sorogan dan bandungan, tetapi lebih sering menggunakan metode halaqoh.
Dengan metode ini, para santri diajak untuk mendiskusikan setiap persoalan
keagamaan. Untuk mengefektifkan proses diskusi tersebut, para santri dibagi ke
dalam beberapa kelompok. Mereka mendiskusikan setiap permasalahan agama di
masing-masing kelompok yang kemudian dibicarakan lagi dengan kelompok
lainnya. Hasil diskusi itu dibahas bersama-sama dengan K.H Ahmad Sanusi
sehingga para santri akan memiliki pemahaman yang jauh lebih mendalam
dibandingkan dengan sistem sorogan dan bandungan.
Metode halaqoh diterapkan untuk santri yang sudah duduk tingkat atau kelas
lanjut sedangkan metode sorogan dan bandungan diterapkan untuk santri yang
baru duduk di tingkat dasar. Untuk metode bandungan, beliau mengajar santrinya
selama empat kali yakni setelah Shalat Subuh, Dzuhur, Ashar, dan Isya. Meskipun
21
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 38-39.
55
22
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 45-46.
23
Ibid., hlm. 46.
24
Ibid., hlm. 51-52.
56
K.H Ahmad Sanusi berpendapat bahwa masalah zakat fitrah dan zakat maal
adalah urusan umat Islam bukan urusan pemerintah. Amil yang bertugas
mengumpulkan zakat fitrah dan zakat maal adalah amil yang ditunjuk oleh
masyarakat bukan amil yang ditunjuk oleh pemerintah. Zakat yang terkumpul
kemudian dibagikan kepada masyarakat yang berhak menerimanya (mustahik)
sesuai hukum yang telah diatur Al-Quran dan Sunnah.
Pendapat K.H Ahmad Sanusi tersebut ternyata sangat berpengaruh di
kalangan masyarakat Sukabumi. Rupanya, masyarakat Sukabumi lebih menerima
fatwa yang dikeluarkan oleh Ajengan Genteng tersebut daripada fatwa yang
dikeluarkan oleh Ulama pakauman. Hal ini dapat dilihat dari suatu kenyataan
bahwa setidaknya sampai awal 1928, masyarakat yang menyerahkan zakat fitrah
dan zakat maal kepada Amil yang ditunjukkan oleh pemerintah semakin
berkurang.
Tentunya, pendapat K.H Ahmad Sanusi tentang zakat ditentang keras oleh
ulama pakauman yang dimotori oleh K.H. R. Ahmad Juwaeni, Hoofdpenghulu
Sukabumi. Karena pendapatan mereka dari hasil menarik zakat akan berkurang
atau bahkan menjadi hilang. Mereka memandang pendapat K.H Ahmad Sanusi
sebagai fatwa yang bukan hanya menyinggung dasar hukum masalah zakat. Lebih
jauh mereka berpandangan bahwa fatwa tersebut merupakan suatu bentuk
ancaman terhadap kewibawaan ulama pakauman di mata masyarakat.25
Selain argumen K.H Ahmad Sanusi yang begitu bijaksana dalam ketentraman
umat jika dicermati, bagi K.H Ahmad Sanusi siapa pun yang berpihak kepada
Belanda itu dianggapnnya sebagai musuhnya. Dengan prinsipnya beliau yang
kuat, dan tidak adanya kemunafikan pada diri beliau.26
Ketika masalah zakat belum mendapatkan titik temu, K.H Ahmad Sanusi pun
menolak acara selamatan bagi umat Islam yang telah meninggal dunia. Pada
waktu itu, bahkan sampai sekarang, dalam praktik keagamaan dikalangan
masyarakat terdapat suatu tradisi yaitu upacara kematian hari ketiga, hari ketujuh,
dan seterusnya. Bagi K.H Ahmad Sanusi, upacara kematian tersebut merupakan
25
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 53-54.
26
Wawancara dengan Drs. K.H Hasanudin, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
57
27
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 54-56.
58
28
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 56-58.
29
Ibid., hlm. 59.
60
Menes, Banten yang terjadi tahun 1926. Meskipun tidak bukti dan kesaksian atas
keterlibatan K.H Ahmad Sanusi dalam perlawanan Kyai Asnawi (1926) dan
pengrusakan jaringan kawat telepon (1927), Gubernur Jenderal B. C. De Jonge
mengeluarkan keputusan untuk mengasingkan K.H Ahmad Sanusi ke Tanah
Tinggi di Batavia Centrum. Pengasingan itu sendiri resmi diberlakukan sejak
November 1928. Pemerintah Hindia Belanda mengatakan bahwa penahanan
tersebut adalah untuk menjaga ketentraman umum (rust en order) karena
pemikiran-pemikiran K.H Ahmad Sanusi memiliki potensi untuk menciptakan
suatu masyarakat yang memiliki semangnat revolusioner. Untuk mencegah
perkembangan potensi tersebut, Pemerintah Hindia Belanda memandang perlu
untuk mengasingkan K.H Ahmad Sanusi dari lingkungan sosial budayanya.30
Selama K.H Ahmad Sanusi menjalani pengasingan dari tahun 1928-1934 di
Batavia Centrum itu, K.H Ahmad Sanusi tidak lantas berpangku tangan atau
kemudian berubah pandangannya. Pengasingan tersebut justru telah membentuk
watak dan kepribadiannya semakin kuat untuk berjuang menegakkan kebenaran.
Beliau terus berjuang melalui pemikirannya yang kemudian diterbitkan menjadi
buku yang disebarkan kepada masyarakat sehingga pemikirannya pun menyebar
di kalangan masyarakat.
Meskipun sedang mengalami pengasingan di tempat yang jauh dari kampung
halamannya, namun pemerintah kolonial tidak melarang dirinya bertemu dengan
orang-orang yang sepaham dengan dirinya maupun dengan orang-orang yang
bertolak belakang dengan dirinya. Para santri dan Jamaah dari Sukabumi
berdatangan ke Batavia Centrum untuk menjenguk kyai kharismatik tersebut.
Bahkan tidak hanya yang berasal dari Sukabumi, tidak sedikit juga Jamaah yang
menjenguknya berasal dari daerah luar Sukabumi.
Para jemaah yang datang ke Tanah Tinggi, Batavia Centrum ternyata bukan
hanya sekedar menjenguknya. Mereka selalu membawa permasalahan umat dan
mendiskusikan dengan K.H Ahmad Sanusi. Dengan perkataan lain, para jamaah
yang mendatangi dirinya memiliki dua tujuan, yakni menjenguk dan mengadukan
berbagai persoalan keagamaan. Puncak pengaduan para jamaah itu terjadi seiring
30
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 61-64.
61
dengan semakin gecarnya usaha yang dilakukan oleh para pembaharu Islam di
wilayah Priangan Barat, termasuk Sukabumi.31
Terhadap permasalahan keagamaan itu, K.H Ahmad Sanusi banyak
melakukan perdebatan dengan beberapa orang ulama terkemuka dari kalangan
pembaharu, antara lain K. H. R. Muhammad Anwar Sanusi dari Pesantren Biru
Tarogong; K. H. R. Muhammad Zakaria dari Pesantren Cilame; K. H. Jusuf
Taujiri dari Pesantren Cipari; dan K. H. Romli dari Pesantren Haur Koneng. Para
Ajeungan tersebut semuannya berasal dari Garut. Bahkan K.H Ahmad Sanusi pun
pernah melakukan debat soal keagamaan dengan A. Hasan, tokoh Persis dari
Bandung, ketika ia telah mendirikan Al Ittihadul Islamiyah (AII).32
31
Miftahul Falah, S.S, op.cit., hlm. 66.
32
Ibid., hlm. 67-68.
62
Beliau memberikan suatu pembelaan terhadap para ulama terdahulu yang menurut
kaum mujadid pemikirannya tidak perlu dijadikan bahan rujukan untuk ber-taqlid.
Di dalam pengasingan beliau yang meninggalkan para santri dan jamaahnya di
Sukabumi, K.H Ahmad Sanusi tidak meninggalkan dunia pendidikan. Dalam
proses pembelajaran terhadap mereka pun tetap dapat dilakukan oleh dirinya.
Pada hakikatnya, K.H Ahmad Sanusi tetap melaksanakan proses mengajar tetapi
dengan menggunakan media berbeda.33
Adapun materi-materi keagamaan yang disampaikan kepada para santri dan
jamaahnnya dilakukan melalui sebuah buku. Tafsir Quran, misalnya, K.H
Ahmad Sanusi secara rutin menuliskannya ke dalam beberapa buku (buletin) yang
secara rutin beliau terbitkan di Batavia Centrum. Dari menulis buku inilah, K.H
Ahmad Sanusi dapat bertahan hidup selama pengasingannya di Batavia Centrum
karena buku-bukunya itu banyak dibeli orang. Kemampuannya dalam
menerbitkan buku yang jumlahnya mencapai ratusan judul, seperti yang
dilaporkan oleh dirinya kepada Pemerintahan Militer Jepang tahun 1942.34
33
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 74-75.
34
Wawancara Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, pada tanggal 11 Februari 2014.
63
g. Hiljatoellisan;
h. Sirodjoel Moeminien (Doea Fadilah Jasin);
i. Hidajatoel Azkija (Tardjamah Azkija);
j. Tafsier Soerat Jasin;
k. Tafsier Soerat Waqiah;
l. Tafsier Soerat Tabarok;
m. Tafsier Soerat Doechon;
n. Tafsier Soerat Kahfi;
o. Sirodjoel Wahadj (Kitab Miradj);
p. Jasin Waqiah;
q. Hilaatoel Iman (Kaifijat Chatam Qoeran);
r. Silahoel Irfan (2 Boekoe dari 2 Djoez Qoeran);
s. Miftahoel Djannah;
t. Jasin Waqiah (di Gantoeng Loegat dan Keterangannja);
u. Ajjoehal Walad Gozalie (Tardjamah).
2. Kitab Hadits
a. Tafsier Boechorie;
b. Al Hidajah (Menerangkan Hadits2 Kitab Sapinah)
3. Kitab Ilmu Tauhid/Aqidah
a. Al loe loeoen nadid (Menerangkan Bahasan Ilmoe Taoehid);
b. Matan Ibrohiem Badjoeri (Gantoeng Logat);
c. Matan Sanoesi (Gantoeng Logat);
d. Madjmaoel Fawaid (Tardjamah Qowaidoel Aqoid);
e. Taoehidoel Moeslimien (Tentang Ilmoe Taoehied);
f. Taoehidoel Moeslimien;
g. Tardjamah RisalahQoedsijah;
h. Tardjamah Djauharotoettaoehid;
i. Al-Moefhimat (Menerangkan Pabidahan dan Idjtihad);
j. Hiljatoel Aqli (Bab Moertad),;
k. Loe Loeunnadies Ilmoe Taoehid;
l. Al-Moethohhirot (Bab Moesjrik);
64
o. Hoedjdjatoel Qotijjah;
p. Al-Moefid (6 Nomer);
q. Al-Kalimatoel Moezhiqoh;
r. Tanwiroeddoelam fi Firoqil Islam;
s. Koerses Lima Ilmoe (10 Nomer);
t. Addaliel (10 Nomer). 35
Materi karya Ahmad Sanusi sebagaimana termaktub pada judul kitab di atas,
meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir al-Quran, tauhid, fiqh, tasawwuf,
nahwu/syorof, mantiq, bade, bayan, dan lain-lain. Karya itu ia tulis sesuai dengan
kebutuhan masyarakat pada saat itu, sehingga hasil karyanya relatif mudah
dipasarkan bahkan dalam waktu singkat dicetak secara berulang-ulang.
Kedalaman ilmu yang ia miliki dapat terlihat dari buah karyanya, seperti dalam
kitab Tamsyiyyatu al-Muslimin fi Tafsiiri Kalaami Robbi al-Aalamiin. Kitab
tersebut ia tulis tidak hanya dengan menafsirkan kata perkata, akan tetapi ia
tafsirkan pula secara lengkap dengan disertai asbabunnuzul-nya dari ayat-ayat al-
Quran yang sedang ia bahas, serta dilengkapi pula dengan sumber kitab yang
dijadikan rujukan dalam penafsirannya.
Karya tulis Ahmad Sanusi ada pula yang menjadi bahan perdebatan diantara
kaum ulama pada saat itu, seperti halnya menuliskan al-Quran dengan huruf
latin. Hal yang menarik justru Ahmad Sanusilah orang Indonesia pertama yang
menuliskan al-Quran dengan huruf latin dan menjelaskan maksud yang
35
Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan
Nasional, cet- 2, (Sukabumi, At-Tadbir: 2013), hlm. 67-71.
68
milik orang lain sehingga harus tepat tidaknya majalah terbit sangat bergantung
pada penuh tidaknya percetakan itu. Sebagai solusinya, K.H Ahmad Sanusi
mengusahakan akan mendirikan sebuah percetakan. Sehingga jika memiliki
percetakan sendiri, majalah dapat diterbit tiap bulannya pada tanggal yang sama.
Dan pada akhirnya dipertengahan tahun 1932, Al-Hidajatoel Islamijjah
diterbitkan dua kali dalam satu bulan.39
Sebagai majalah yang bertujuan hendak meluruskan ajaran Islam dari
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dari majalah yang
disajikan K.H Ahmad Sanusi, mengupas persoalan-persoalan yaitu Baboel Ijtihad,
Azas Islam, keterangan Firqoh Islam, keterangan tentang Mazhab Ampat,
pelajaran Tauhid dan Fiqih, dan Bab Tarikh. Dan terkadang pembahasan dalam
majalah itu mengupas masalah-masalah khusus yang berbeda-beda, yaitu pada
penebitan bulan Agustus 1932 Al-Hidajatoel Islamijjah mengangkat masalah
Ahmadiyah Qodian. Intinya K.H Ahmad Sanusi menolak keberadaan Ahmadiyah
Qodian sebagai bagian dari agama Islam. Secara tegas K.H Ahmad Sanusi
menganjurkan kepada kaum muslimin untuk tidak berhubungan dengan mereka
karena dikhawatirkan mereka akan menjadi Kufur.
Selain menerbitkan Al-Hidajatoel Islamijjah, K.H Ahmad Sanusi pun
menerbitkan majalah yang berisikan tentang tafsir Al-Quran. Tafsir ini
diterbitkan secara berkala setiap bulan dan menggunakan bahasa Sunda sebagai
bahasa pengantarnya. Majalah ini kemudian dijadikan sebagai bahan pengajaran
oleh para kyai dan guru agama dalam mengajarkan tafsir Al-Quran kepada
santrinya. Dari terbitnya majalah inilah menunjukkan bahwa K.H Ahmad Sanusi
merupakan seorang ulama ahli Tafsir yang hasil pemikirannya menyebar di
sekitar Priangan Barat. Keahlian yang dimiliki K.H Ahmad Sanusi ini, kelak akan
menjadi salah satu rujukan ketika beliau dibebaskan dari Batavia Centrum oleh
Pemerintahan Hindia Belanda.40
39
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 90-92.
40
Ibid., hlm. 93-94.
70
41
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 97-98.
71
sebagai sebuah bangsa. Oleh karena itu isi ceramahnya yang dapat menggugah
rasa nasionalisme dan disebarluaskannya artikel itu oleh Soeara Moeslim,
Gubernur Jawa Barat menuduh AII terlibat dalam kegiatan politik.42
Setelah AII dibentuk, frekuensi pertemuan K.H Ahmad Sanusi dengan para
jamaah atau anggota AII semakin meningkat. Dalam pertemuan itu, K.H Ahmad
Sanusi sering mengupas makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al- Quran yang
berhubungan dengan harga diri, persamaan, persaudaraan, nasionalisme, dan
kemerdekaan. Masalah-masalah tersebut sengaja dibahas oleh K.H Ahmad Sanusi
sebagai upaya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa perpecahan di kalangan
mereka sengaja diciptakan oleh Belanda agar kekuasaan kolonialismenya di
Indonesia dapat dilanggengkan. Islam merupakan agama yang mengakui adanya
persamaan dan menganjurkan untuk memperkuat persaudaraan di kalangan
mereka. Kedua hal itu merupakan salah satu faktor bagi tumbuhnya nasionalisme
sehingga yang akan menjadi landasan bagi upaya mencapai kemerdekaan.43
Di dalam kegiatan organisasi AII yang didirikan K.H Ahmad Sanusi
memberikan dampak positif, tidaklah heran jika aktivitas AII terutama di
Sukabumi semakin meningkat sehingga melahirkan kekhawatiran mendalam dari
kalangan birokrat. Mereka lebih merasa senang jika K.H Ahmad Sanusi tetap
ditahan dan AII dibekukan. Padahal jika dibandingkan dengan organisasi sejenis,
perkembangan AII pada tahun-tahun awal berdirinya berjalan lamban. Sampai
tahun 1934, AII hanya memiliki sekitar empat belas cabang yang tersebar di
daerah Sukabumi, Cianjur, dan Bogor.44
Dan pada suatu saat pun pernah terjadi permasalahan oleh pendiri organisasi
AII yaitu K.H Ahmad Sanusi dengan adanya kembali perdebatan antara K.H
Ahmad Sanusi dengan ulama Pakauman. Gagasan K.H Ahmad Sanusi untuk
mentransliterasi Al-Quran ke dalam huruf Latin mendapat respon negatif dari
ulama Pakauman sehingga melahirkan perdebatan yang tidak kunjung usai.
Sebenarnya, perdebatan ini sudah terjadi sebelum K.H Ahmad Sanusi di asingkan
di Batavia Centrum tahun 1927. Dan setelah itu K.H Ahmad Sanusi dipindahkan
42
Miftahul Falah, S.S,op.cit, hlm. 98 & 102-103.
43
Ibid., hlm. 100.
44
Ibid., hlm. 106.
72
Sanusi sebagai tahanan kota. Dengan alasan, bahwa menurut G. F. Pijper yang
menggantikan Gobee sebagai Adviseur Indlandsche Zaken mengirim surat kepada
Gubernur Jenderal A. W. L. Tjarda. Ia berpandangan bahwa ketakutan mendalam
yang diperlihatkan oleh sebagian pejabat setempat merupakan sesuatu yang
berlebihan dan tidak mendasar.48
Dan Pijper yakin bahwa seandainya K.H Ahmad Sanusi dicabut statusnya
sebagai tahanan kota, beliau tidak akan berkeliling dari satu kampung ke kampung
yang lainnya untuk memperluas pengaruhnya di kalangan masyarakat. Dalam
pandangan Pijper, K.H Ahmad Sanusi merupakan seorang ulama yang memiliki
kecerdasan luar biasa. Keahliannya di bidang Tafsir mengundang kecemburuan
dari kalangan ulama Pakauman karena hasil penafsirannya mampu menggoyahkan
tradisi yang telah dibangun oleh mereka.49
Sampai tahun 1940-an, AII sudah mendirikan sekitar 69 sekolah di bagian
daerah, terutama di daerah Priangan dan Bogor.50 Dan pada saat Jepang berhasil
menguasai Indonesia dengan adanya peperangan antar Jepang dan Pemerintahan
Hindia Belanda, pada awal tahun 1943 pendekatan Jepang terhadap golongan
Islam gencar dilakukan. Tujuannya jelas untuk memobilisasi umat Islam
membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Kolonel Horie, pimpinan
Shumubu, mengutus beberapa stafnya untuk menemui sejumlah ulama terkemuka
di Pulau Jawa salah satunya H. Abdul Muniam Inada. Dan juga sempat menemui
K.H Ahmad Sanusi di Pesantren beliau agar mau bekerja sama membangun
Lingkungan Kemakmuran Asia Timur Raya. Sementara itu, ormas Islam pun
dibubarkan, termasuk AII, dan MIAI. Semua kegiatan organisasi diIndonesia
termasuk organisasi yang didirikan K.H Ahmad Sanusi yaitu AII, di Non-aktifkan
dan dibubarkan oleh penguasa Jepang. Karena menurut Pemerintah Militer
Jepang, organisasi yang dibubarkannya dipandang tidak optimal dalam
memobilisasi umat Islam. Pemerintah Militer Jepang pun akhirnya mendirikan
Madjelis Sjoero Moeslimin Indonesia (Masjoemi) pada Oktober 1943.51
48
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 152-154.
49
Ibid., hlm. 152.
50
Ibid., hlm. 131.
51
Ibid., hlm. 161.
74
55
Miftahul Falah, S.S, op.cit., hlm. 201.
56
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi, S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
57
Miftahul Falah, S.S, loc. cit., hlm.137-140.
76
Pada zaman kepemimpinan K.H Ahmad Sanusi saat itu juga disekitar masjid
pesantren Syamsul Ulum ini adalah kali seperti sungai kiranya, namun tetap juga
bisa terlihat kali itu di belakang. Mengapa bisa rata dengan bangunan-bangunan
ini? karena dari sinilah terlihat, bahwa tidak adanya dana sedikit pun dari
pemerintah akan tetapi atas bantuan tenaga masyarakat sekitar yang memang
gigih dan ikhlas membantu untuk mendirikan Pesantren Gunung Puyuh yang K.H
Ahmad Sanusi dirikan tanpa beliau meminta bantuan materi sedikit pun hingga
berdirilah lembaga salafiah. Dari kekharismatikan beliau pula masyarakat gigih
bantu membangun dan banyak juga yang mengaji dengan beliau pada waktu itu.59
58
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 145-148.
59
Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag., pada tanggal 11 Februari 2014
77
Syamsul Ulum hingga saat ini. Hingga banyaknya para santri yang masantren
pada waktu itu mencapai 1000. Pada saat K.H Ahmad Sanusi meninggal pun, dan
kemudian digantikan oleh K.H Aceh Zarkasyi, santrinya tetaplah banyak. K.H.
Ahmad Sanusi menerapkan tiga ajaran yang dijadikan pedoman para
santrinyayaitu pendidikan, perjuangan, dan dawah. K.H. Ahmad
Sanusimenginginkan, agar kelak santrinya mendirikan pesantren jika sudah tamat
belajar di Syamsul Ulum.60
Dan jika dilihat pada masa sekarang ini, kini Syamsul Ulum memiliki
beberapa jenjang, dari mulai adanya TPA, MI, MTS, MA, sampai STAI Syamsul
Ulumnya pun ada, yang belajar di perguruan Syamsul banyak memakai karangan
K.H Ahmad Sanusi. Dan jika dilihat di MA Syamsul memiliki jurusan IPA, IPS,
dan keagamaan. Sudah barang tentu pengajaran disini tidak akan ingin tertinggal
jauh dari pada kemodernan saat ini. Namun, tetap keagamaannya juga
diutamakan, dari semua jenjang menggunakan dari beberapa kitab karangan K.H
Ahmad Sanusi yang masih dipakai dari dulu hingga sekarang adalah kitab
Tafsir(Raudhatul Irfan) dan (Tamsyiyatul Muslimin), dan kitab lainnya, ilmu-
61
ilmu umum yang diajarkan, serta adanya
Jumlah dari pada santri putra yang belajar di Syamsul Ulum adalah 200
santri. Perbedaan kurikulum Syamsul Ulum pada masa kepeminpinan K.H Ahmad
Sanusi dengan masa sekarang ini adalah bahwa kurikulum yang diajarkan
bercampur dengan kitab-kitab juga pendidikan umumnya juga diadakan. Dan
kitab yang masih dipakai dari karangan K.H Ahmad Sanusi di Pesantren Syamsul
Ulum saat ini yaitu kitab Raudhatul Irfan dan juga kitab Tamsyiyatul Muslimin,
dan banyak kitab-kitab yang lainnya, ditambah lagi dengan adanya pengajaran
Tahfidz bagi santriwan dan santriwati atau pun yang sekolah di perguruan
Syamsul Ulum. Dan juga lebih di perbanyak lagi dalam kegiatannya seperti
adanya kesenian seperti Marawis, Qosidah, dll.
60
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
61
Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
78
Adapun saat ini Syamsul Ulum Putra menerapkan organisasi yang layaknya
seperti OSIS, yaitu OSPA. Dan jika di pesantren putri itu OSPI, di putranya
OSPA (Organisasi Snatri Putra). Jika organisasi yang di Madrasah adalah OSIMA
(Organisasi Madrasah). Adapun visi misinya dari Pesantren Syamsul Ulum adalah
mencetak kader-kader ulama yang Tafaqu Fiddin.62
62
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
63
Wawancara dengan Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
64
Wawancara Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh uraian yang telah di bahas pada bab sebelumnya, maka dalam
bab ini penulis akan menarik kesimpulan secara umum dari pembahasan tentang
Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam yang telah penulis teliti.
Adapun kesimpulannya, sebagai berikut:
1. K.H Ahmad Sanusi merupakan salah seorang ulama tradisional dan ulama
yang produktif. Beliau dilahirkan pada tanggal 12 Muharram 1306 H,
Bertepatan dengan tanggal 18 September 1888 M. Di kampung Cantayan
Desa Cantayan Kecamatan Cantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
(daerah tersebut dulunya bernama kampung Cantayan Desa Cantayan
Onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi).
2. Dan K.H Ahmad Sanusi adalah seseorang yang sangat gigih dalam
perjuangannya, dan beliau tidak hanya berperan aktif dalam pendidikan Islam
namun dalam politik pun beliau aktif. Beliau yang pertama kali menerapkan
sekolah-sekolah mewah dengan adanya bangku, kursi dan metode yang
diajarkannya pun berbeda dari pesantren-pesantren lain karena tujuan beliau
ingin semata-mata menterdepankan pendidikan agar bangsa Indonesia ini
tidak dikalahkan oleh negara lain yang ingin menguasainya pada saat itu.
3. Adapun Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam, diantaranya
sebagai berikut: (1). Beliau aktif pada dunia pendidikan dan penerbitan,
dengan banyaknya karya-karya K.H Ahmad Sanusi hingga seratus lebih,
diantaranya: Kitab Tafsir al-Quran, Kitab Hadits, Kitab Ilmu Tauhid, Kitab
Ilmu Fiqh, Kitab Ilmu Bahasa Arab, Kitab Akhlak, Kitab Ilmu Mantiq, Kitab
Ilmu Bade, Kitab Ilmu Bayan, Kitab Sejarah, Kitab Jumah, Kitab
Munadoroh, dll; (2). Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada organisasi yang
didirikannya sendiri dengan nama Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) yang
merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII; (3). Dan, Beliau
79
80
B. Implikasi
Dalam pembahasan ini tentunya memiliki beberapa implikasi, diantaranya:
1. Bahwa saat ini seorang ulama ataupun generasi-generasi selanjutnya dapat
melihat dari sisi perjuangan K.H Ahmad Sanusi yang tidak hanya aktif pada
segi pendidikan agama melainkan pada segi pertahanan negara.
2. Dapat pula memotivasi untuk para ulama dan generasi selanjutnya agar
menjadi orang yang produktif dalam membuat karya dari karangan sendiri
pada bidang pendidikan Islam khususnya.
3. Dan dapat terinspirasi pada semua umat untuk mendirikan lembaga
pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam (Pesantren) di Indonesia
seperti halnya K.H Ahmad Sanusi, agar melahirkan umat Indonesia menjadi
umat yang menterdepankan keagamaan (Beragama) dan berintelektual.
C. Saran-saran
Setelah penulis menguraikan hal-hal tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam
pendidikan Islam. Maka, saran-saran yang dapat penulis kemukakan agar
sekiranya bisa menjadi manfaat, sebagai berikut:
1. Tidak hanya untuk mengetahui sosok K.H Ahmad Sanusi dan perannya dalam
pendidikan Islam yang sangat gigih dalam perjuangannya, namun juga dapat
menjadikan kaca perbandingan dalam kehidupan umat generasi penerus dan
dapat terus menterdepankan pendidikan Islam.
2. Dan bagi umat seluruhnya dapat menjadikan K.H Ahmad Sanusi sebagai
sosok ulama tradisional yang tidak tergerus oleh zaman, sebagai gambaran
kehidupan seluruh manusia yang dapat membawa kebaikan bagi dirinya dan
bagi orang lain di dunia maupun diakhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Daud Ali., Muhammad, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005).
Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam konsep dan
perkembangan Dr. Jalaluddin dan Drs. Usman Said, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996).
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Aksara 1987), cet.l.
81
82
_______, Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum), (Jakarta: Bina Aksara,
1991).
Mohammad., Herry dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berpengaruh Adab 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006).
_______, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2005).
Rosehan Anwar dan Drs. Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran
Pendidikan dan Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani
Berseri, cet. 1, Desember 2003).
Tafsir., Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 7.
83
Uhbiyati., Nur, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997).
Wawancara dengan Drs. K.H Hasanudin, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag, pada tanggal 11
Februari 2014.
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
_______, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet 1, 1991).
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Ket: Gambar ini pada tahun 1939 Ket: Gambar ini pada tahun 1942
4. Gambar Masjid Pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh, Sukabumi (Masjid tersebut
yang masih dipakai untuk belajar para santri).
Di
Sukabumi
Jawaban: Pada saat K.H Ahmad Sanusi pulang dari Makkah kurang lebih selama
5 sampai 7 tahun. Sehingga pada saat itu, K.H Ahmad Sanusi sempat mengajar
terlebih dahulu di Pesantren Cantayan (Pesantren Ayahnya) setelah pulang dari
Makkah selesai menunaikan haji dan menuntut ilmu disana. Dan memutus untuk
mendirikan Pesantren sendiri, atas dorongan ayahnya karena banyaknya anak
murid yang diajarkan K.H Ahmad Sanusi. Dan K.H Ahmad Sanusi mendirikan
Pesantren pertamanya yang bernama Pesantren Genteng, hingga berubah
perluasan pesantren menjadi Syamsul Ulum pada tahun 1930-1934 yang masih
berdiri hingga saat ini.
2. Bagaimana sosok K.H Ahmad Sanusi menurut Bapak, dan masyarakat pada
umumnya?
Jawaban: K.H Ahmad Sanusi adalah seseorang yang sangat gigih dalam
perjuangannya, dan tidak hanya di keagamaan beliau berperan namun di politik
pun beliau aktif. Beliau yang pertama kali menerapkan sekolah-sekolah mewah
dengan adanya bangku, kursi dan metode yang diajarkannya pun berbeda dari
pesantren-pesantren lain karena tujuan beliau ingin semata-mata menterdepankan
pendidikan agar bangsa Indonesia ini tidak dikalahkan oleh negara lain yang ingin
menguasainya pada saat itu. Dan dengan itu beliau merasa ingin ada perubahan
bahwa tidak semua orang yang belajar di Pesantren itu monoton. Beliau sangat
menyemangati muridnya untuk selalu bercita-cita yang tinggi karena tidak harus
semua orang yang lulus dari Pesantren itu mesti menjadi Kyai. Namun beliau juga
mengharapkan untuk mendirikan pesantren yang sudah selesai belajar olehnya.
Dan beliau sangat berpegang teguh pada keagamaan walaupun aktifnya K.H
Ahmad Sanusi dalam ruang lingkup politik. Dari sini, masyarakat sangat
menyadari bahwa K.H Ahmad Sanusi itu adalah ulama tradisional yang modern
dan dipercayai kepandaian beliau dengan dilihat dari beberapa peran-peran K.H
Ahmad Sanusi lainnya.
3. Bagaimana peran K.H Ahmad Sanusi terhadap perjuangannya dalam
pendidikan Islam? Dan apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan
Islam?
Jawaban: Yang sangat saya kagumi dari beberapa peran K.H Ahmad Sanusi
dalam pendidikan Islam bahwa kehebatan beliau yang membuat karangan kitab
yaitu kitab Raudhatul Irfan. Karena dari kitab inilah Pemerintah Belanda pada
waktu itu melarang untuk dapat dikembangkan dan disebarluaskan. Bagi
Pemerintah Belanda, bahwa dari hadirnya kitab tersebut membuat bahaya bagi
Pemerintah Belanda di kota Sukabumi. Dari kitabnya yang unik, namun
bermanfaat yaitu kitab tafsiran Al-Quran yang di terjemahkan ke dalam logatnya
beliau (Sunda) yang lainnya pun tidak ada yang seperti beliau dan pastinya tidak
dibolehkan oleh Pemerintah Belanda. Dengan banyaknya pengaruh keagamaan
dari K.H Ahmad Sanusi, membuat Pemerintah Belanda Geram untuk menahan
beliau hingga beliau dipindahkan di Jakarta dalam pengasingannya. Akan tetapi,
beliau disana malah semakin aktif dalam peran keagamaannya, dan banyak guru-
guru yang belajar oleh beliau karena akibat buku tafsir karangan beliau tersebut.
Sudah barang tentu keahlian beliau dalam menafsirkan itu Al-Quran sangat baik,
karena ilmu yang diterapkan itu dari ilmu para ulama-ulama Makkah. Yang pada
waktu itu juga beliau mulai mengenal Sarikat Islam (SI) dan aktif didalamnya
karena pertemuannya dengan K.H Abdul Muluk di Makkah. Dan keaktifan beliau
dalam berdebat di Makkah dengan para penuntut ilmu dalam masalah keagamaan
sangatlah tidak diherankan. Hingga kebiasaan berdebatnya, beliau terapkan di
kota sendiri yaitu Sukabumi sepulang dari Makkah. Beliau aktif debat dengan
kalangan ulama Pakauman (ulama yang berpihak pada Belanda) dan kalangan
Elite Birokrasi (orang yang memiliki jabatan di Sukabumi). K.H Ahmad Sanusi
yang tidak kooperatif terhadap Belanda, menjadi adanya Perdebatan beliau
dengan ulama Pakauman hingga membuat K.H Ahmad Sanusi ingin dijauhi dari
kampung halamannya oleh ulama Pakauman. Karena jika dicermat, bagi K.H
Ahmad Sanusi siapa pun yang berpihak kepada Belanda itu dianggapnnya sebagai
musuhnya. Dengan prinsipnya yang kuat, dan tidak adanya kemunafikan pada diri
beliau. Dan inisiatif beliau dengan K.H Abdul Halim membuat oganisasi AII yang
telah mereka rencanakan selama di Makkah akhirnya terwujud. Organisasi Fusi
yang berawal POI dan POII disatukan menjadi organisasi AII hingga masih aktif
sampai saat ini. Dan tentunya, peran K.H Ahmad Sanusi yang lain, adalah
keproduktifan beliau dalam membuat tulisan, kitabnya yang masih di pakai di
Pesantren Syamsul Ulum saat ini adalah kitab Raudhatul Irfan. Karena menurut
saya, bacaan kitab tersebut diterjemahkan dengan bahasa yang lain, yang lebih
enak didengar, difahami dan lebih mendalam dalam menafsirkannya.
Jawaban: Untuk masalah itu, kita memakai dari beberapa kitab yang tidak jauh
berbeda dengan Pesantren lain, namun kita juga masih memakai kitab dari
karangan K.H Ahmad Sanusi selian Raudhatul Irfan juga memakai kitab
Tamsyiyatul Muslimin yang juga dari karangan beliau.
7. Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan
oleh bapak untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H
Ahmad Sanusi pada masa itu?
Jawaban: Yaitu kegiatan mengajar dangan sistem Trapikal yaitu santri yang
belajar disini harus melalui beberapa tahapan antara lain: Idadiyah (Persiapan),
Awaliyah (Tingkat Satu), dan uliyyah serta ada juga Mahad Ali (tingkah
pengajian para orang tua).
11. Apa saja sarana dan prasarana di pondok pesantren Syamsul Ulum?
Jawaban: Sarana dan Prasarana disini biasa saja, sengaja tidak dibuat mewah
selain biaya yang masih kekurangan. Menurut saya, sarana dan prasarana disini
sudah cukup lumayan, di zaman dulu saja sangat miris jika dibandingkan dengan
sarana dan prasarana sekarang. Santri tidak perlu adanya kemewahan, karena dari
sinilah santri dapat bersungguh dapat menuntut ilmu
Salam Hormat,
Jakarta,
Maya Maryati.
Kepada Yth.,
Jawaban: Dengan didirikan oleh K.H Ahmad Sanusi, kurang lebih tahun 1933-
1934. Yang berawal dari pesantren Genteng hingga pesantren Syamsul Ulum pada
saat ini. dan tepatnya pesantren Syamsul Ulum didirikan ini lantaran penuhnya
santri yang belajar kepada beliau ketika di Pesantren Cantayan yaitu pesantren
ayahnya K.H Ahmad Sanusi. Diadakannya sekolah pada waktu itu dengan
tahapan Idadiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Sehingga setelah pendiri pesantren
Syamsul Ulum yaitu K.H Ahmad Sanusi meninggal dilanjutkan oleh anaknya
yaitu K.H Acep Zarkasyi.
2. Bagaimana sosok K.H Ahmad Sanusi menurut Bapak, dan masyarakat pada
umumnya?
Jawaban: Mengenai sosok K.H Ahmad Sanusi, dalam perannya sangatlah aktif di
keagamaan maupun politik. Yang K.H Ahmad Sanusi adalah seorang ulama
tradisional yang modern dan berkharismatik yang tinggi, itulah yang dinilai oleh
saya dan masyarakat pada umumnya. Jika ingin lebih jelas lagi tentang sosok dan
peran K.H Ahmad Sanusi, bisa kepada bapak Drs. H. Munandi Shaleh yang dapat
menjelaskan. Karena beliaulah yang menyimpan dokumentasi-dokumentasi K.H
Ahmad Sanusi hingga beliau rajin mengoleksi dan kemudian menjadikan buku
terbitan baru untuk sekarang ini dari riwayat perjuangannya hingga karya-karya
K.H Ahmad Sanusi pun ada.
3. Kurikulum apa saja yang dipakai oleh pondok pesantren Syamsul
Ulum?(kitab2 yang dikaji)
Jawaban: Kalau pada zaman K.H Ahmad Sanusi mengajar, kurikulumnya lebih
kepada kitab-kitab saja. Berbeda dengan saat ini, bahwa kurikulum yang diajarkan
itu bercampur dengan kitab-kitab juga pendidikan umumnya juga diadakan. Dan
kitab yang masih dipakai dari karangan K.H Ahmad Sanusi di Pesantren Syamsul
Ulum saat ini yaitu kitab Raudhatul Irfan dan juga kitab Tamsyiyatul Muslimin,
dan banyak kitab-kitab yang lainnya.
Jawaban: Saat ini dipesantren Syamsul Ulum Putra menerapkan organisasi yang
layaknya seperti OSIS, yaitu OSPA. Jika di pesantren putri itu OSPI, di putranya
OSPA (Organisasi Snatri Putra). Dan organisasi yang di Madrasah adalah OSIMA
(Organisasi Madrasah). Dan visi misinya adalah mencetak kader-kader ulama
yang Tafaqu Fiddin.
6. Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan
untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H Ahmad
Sanusi pada masa itu?
Jawaban: Yang masih dipertahankan dari kepemimpinan K.H Ahmad Sanusi
hingga sekarang adalah pendidikan yaitu sebagai penerus yang berilmu hingga
saat ini da sampai nanti , perjuangan yaitu amar maruf nahi munkar serta tanpa
pamrih dan dakwah yaitu berlatihnya para santri untuk berdakwah dalam satu
minggu satu kali. Dan juga adanya barjanji, serta seninya pun ada disini seperti
marawis, qosidah, dan ada juga tahfidz, dll.
Jawaban: Tenaga pengajarnya hampir sama dengan yang di Putri, pengajar yang
di pesantren putri juga mengajar di putra. Bedanya, yang di putri pengajarnya
lebih banyak PR, dan di putra lebih banyak pengajar LK. Namun, jika pengajar
Tahfidz itu bisa campuran dari pengajar PR dan LK.
Jawaban: Jumlah santri putra pada saat ini sekitar 200 santri.
10. Apa saja sarana dan prasarana di pondok pesantren Syamsul Ulum?
Jawaban: Layakya pesantren biasa, yang sederhana saja. Namun pasti adanya
peningkatan dari pada periode-periode masa lalu hingga saat ini.
Salam Hormat,
Jakarta,
Maya Maryati.
Kepada Yth.,
Di
Sukabumi
Jawaban: Sejarahnya yang dapat saya ceritakan, bahwa dahulu sebelum adanya
Syamsul Ulum itu K.H Ahmad Sanusi membangun pesantren Genteng, hingga
pada akhirnya berubah lebih diperluas tempatnya dengan dinamakan pesantren
Syamsul Ulum. Dan dahulu juga disekitar masjid pesantren Syamsul Ulum ini
adalah kali seperti sungai kiranya, namun tetap juga bisa terlihat kali itu di
belakang. Mengapa bisa rata dengan bangunan-bangunan ini? karena dari sinilah
terlihat, bahwa tidak adanya dana sedikit pun dari pemerintah akan tetapi atas
bantuan masyarakat-masyarakat sekitar yang memang gigih dan ikhlas membantu
untuk mendirikan Pesantren Syamsul Ulum yang K.H Ahmad Sanusi dirikan ini.
dari kekharismatikan beliau pula masyarakat gigih bantu membangun dan banyak
juga yang mengaji dengan beliau pada waktu itu.
Jawaban: Kalau yang masantren disini banyak memakai karangan K.H Ahmad
Sanusi, dan jika dilihat di MA memiliki jurusan IPA, IPS, dan keagamaan. Sudah
barang tentu pengajaran disini tidak akan ingin tertinggal jauh dari pada
kemodernan saat ini. Namun, tetap keagamaannya juga diutamakan. Salah satu
kitab yang masih dipakai dari dulu hingga sekarang adalah kitab Tafsir karangan
K.H Ahmad Sanusi (Raudhatul Irfan) dan (Tamsyiyatul Muslimin).
3. Apa kontribusi KH. Ahmad Sanusi dalam pengembangan pendidikan Islam
pada semasa hidupnya?
Jawaban: Dari banyaknya karya K.H Ahmad Sanusi yang ratusan dan tentunya
manfaat dari kitab tersebut dapat dirasakan oleh para murid-murid beliau dengan
terus memakai pedoman kitab karangan beliau dari periode ke periode
selanjutnya.
4. Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan
oleh bapak untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H
Ahmad Sanusi pada masa itu?
Jawaban: disini terlihat lumayan, karena jika saya bandingkan dengan masa lalu
itu sangat jauh berbeda. Minimnya sarana prasarana, namun tetap mencetak santri
berkualitas yang baik.
Salam Hormat,
Jakarta,
Maya Maryati.
Kepada Yth.,
Di
Sukabumi
Jawaban: Untuk masalah tanggal kelahiran K.H Ahmad Sanusi banyak yang
memiliki argumen yang berbeda. Namun, argumen saya ini akan memberikan
yang benar-benar otentik. Yaitu pada tanggal 12 Muharram 1306 H bertepatan
dengan tanggal 18 September 1888 M pada malam Jumat. Mungkin jika ada
yang berbeda, saya disini bukan asal bicara. Tetapi, saya menjawab ini
berdasarkan apa yang ditulis oleh K.H Ahmad Sanusi sendiri di lampiran
catatan orang terkemuka. Dan pada tahun 1905, beliau mulai belajar di
berbagai pesantren kurang lebih selama 4 setengah tahun, beliau tidak
bersekolah hanya belajar di Makkah selama 5 tahun.
2. Apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam yang bapak
ketahui?
Jawaban: K.H Ahmad Sanusi pernah bertemu dengan K.H Abdul Halim dan
K.H Abdul Muluk di Makkah, dan pada saat itu pula K.H Abdul Muluk
mengajaknya masuk ke SI pada tahun 1913. Dan K.H Ahmad Sanusi pernah
diperlihatkan anggaran dasarnya, namun beliau masuk SI tidak dibaiat,
namanya langsung saja dimasukkan ke daftar nama-nama anggota SI.
Pertemuannya dengan K.H Abdul Halim membuat kedua memiliki hubungan
yang semakin erat, karena beliau sama-sama dari Jawa Barat. Dari situlah,
K.H Ahmad Sanusi dan K.H Abdul Halim sekitar tahun antara 1910/1911.
Dan mulai berniat untuk mendirikan organisasi AII dan lembaga-lembaga
sekolah, namun hanya berniat. Dan organisasi pun didirikan ketika keduanya
pulang ke kampungnya masing-masing. Dari apa yang telah saya ketahui,
bahwa pada pemerintahan Jepang, AII itu sempat di non aktifkan oleh pihak
Jepang. Namun, hal tersebut dimintanya kembali aktif oleh K.H Ahmad
Sanusi dan K.H Abdul Halim. Ketika beliau dimintai untuk bekerja sama
dengan perorangan Jepang. Posisi K.H Ahmad Sanusi pada waktu itu sebagai
ulama dan menurut kalangan Jepang, ulama sangat berpengaruh bagi umat
Indonesia. Permintaan itu pun diterima asal berubah nama dan anggaran
dasarnya. Setelah pulang dari Makkah, beliau mengabdi di pesantren
cantayan. Dengan banyaknya murid beliau, kemudian beliau dirikan
pensantren sendiri yang bernama pesantren Genteng. Sempat beliau
diasingkan karena dakwah dan perannya dikeagamaan yang begitu
mendalam, akhirnya beliau diasingkan dari kota yaitu ke Jakarta oleh
pemerintahan Belanda pada saat itu. Dipengasingan, jiwa keagamaannya
semakin menjadi, beliau mengarang banyaknya buku dari pemikirannya.
Hingga pada waktu itu sempat juga dipindahkan kembali ke kampung
halamannya, namun tetap sebagai tahanan kota. Perdebatannya dengan pihak
pakauman pun sering terjadi, pihak pakauman adalah ulama yang berpihak
pada Belanda. Dan perdebatannya dengan pihak Elite Birokrasi juga pernah
terjadi, yaitu perdebatan K.H Ahmad Sanusi dengan kalangan para pejabat
seperti Gubernur, Bupati dll. Dengan kekharismatikan beliau dan ketegasan
beliau dalam berargumen menjadikan adanya perdebatan sengit terhadap
pihak Pakauman, sehingga K.H Ahmad Sanusi diasingkan, karena membuat
pihak Pemerintahan Belanda yang merasa bahaya dengan kehadirannya K.H
Ahmad Sanusi bahkan pihak Pakauman pun sangat mendukungnya.
Dipengasingan K.H Ahmad Sanusi tidaklah hanya berdiam diri, namun beliau
malah semakin meningkat dalam keaktifannya di dalam pendidikan agama
Islam dan beliau menjadi ulama yang produktif. Adapun beberapa materi
keagamaan yang disampaikan kepada para santri dan jamaahnnya dilakukan
melalui sebuah buku. Tafsir Quran, misalnya, K.H Ahmad Sanusi secara
rutin menuliskannya ke dalam beberapa buku (buletin) yang secara rutin
beliau terbitkan di Batavia Centrum. Dari menulis buku inilah, K.H Ahmad
Sanusi dapat bertahan hidup selama pengasingannya di Batavia Centrum
karena buku-bukunya itu banyak dibeli orang. Kemampuannya dalam
menerbitkan buku yang jumlahnya mencapai ratusan judul, seperti yang
dilaporkan oleh dirinya kepada Pemerintahan Militer Jepang tahun 1942.
Salam Hormat,
Jakarta,
Maya Maryati.
v
I
Setia,199f, hlm.13.
CV.Pustaka I
4. Muhaimin, Paradi$ma PendidikanIslan. @andung:PT.
RemajaRosdakarya,2002),hlm.29-30. 2 Y
5. Drs. H. RosehanAnwar dan Drs. Andi BahruddinMalik,
Ulatna dalam Penyebaran Pendiditan dan Khazanah 2
Keagamaan,(Jakarta:PT. PringggondaniBerseri,cet. 1, {-
Desember2003),hlm. l.
BAB II
6. Prof. Dr. Armai Ariel MA, Reformulasi Pendidikan
hlam, (Jakarta:CRSD PRESS,April 2005), hlm. 17. 6 d-
7. Prof. Dr. Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan
Islam, (Jakarta:CRSD PRESS,April 2005), hlm. 186-
188.
7 t
8. AbuddinNat1 IImu PendidikonIslom,(Jakarta:Kencan4
2010),hlm.28-29.
25.
Islam,(Bandung:Al-Ma'arif, 1980),cet.4, hlm. 41.
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
t3
I I
(Malang: UIN- Malang Press,Mei 2008), cet. 1, hlm. 66. t4
Y
26. A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
(Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. 1, hlm. 68.
27. Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad Ihsan,
l4
l4
+
_-t
t.
lt
a4
Jt. Drs. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu PendidikanIslam. (Bandung:
CV. PustakaSetia.1997\,hlm. 41. l9
{
3 8 . Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang SISDIKNA^S,(Jakarta, Biro Hukum dan t9
cet.pertama,September,2003),
Organisasi, hlm. 8. {
3 9 . Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran
_f
Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit
Pratama,2001),hlm. I2l-I22 danhlm. 123.
Gaya Media 20
r
40. A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
(Malang: UIN- Malang Press,Mei 2008), cet. 1, hlm. 2l ,1.
120.
PendidikanIslam,
4 1 . A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi
(Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. 1, hlm.
122-123.
42. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
2l
t,
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersada,2}05),hlm. 93. 22
{-
43. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005),hlm. 103.
44, Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
22 +
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005),hlm. 110- 22
I 13. {-
^l
Pembaharuan Pendidiknn Islam di Indonesia, (Jakarta: 32 v I
KencanaPrenadaMedia Group, 2007),hlm. 23'26.
5 8 . Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang
36
I
GemaInsaniPress,2006,
Adab20, Jakarta:
berpengaruh
h l m.8 5 -9 0 .
l/
5 9 . Abuddin Nata. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
Jakarta:PT. Raja GrafindoPersada,200l,hlm. 157.
60. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
36
v
l
+
PenulisanSkripsi,(FakultasIlmu Tarbiyahdan
64. Pedoman
KeguruanUniversitasIslam NegeriSyarifHidayatullah 42
hlm.62.
Jakarta2013), {
65. Prof.Dr.SudarwanDanim, Menjadi Peneliti Kualitatif,
@andung:CV. PustakaSetia, 2002), hlm.41. 42
66. Pedoman Ilmu Tarbiyahdan
PenulisanSkripsi,@akultas
KeguruanUniversitasIslam NegeriSyarifHidayatullah 42
Jakarta20l3), hlm. 62-63.
67. Prof. Dr. Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif,
dan 161.
(Bandung:CV. PustakaSetia, 2002),h1m.106 43
f
I J. http://ahmadal I 0/08/kh-ahmad-
im.bloespot.com/20
2013.
Diaksespadatanggal18 September
sanusi.html, 48
74. WawancaraDrs. K.H. HasanudinM.Ag, padatanggall l I
Februari2014.
7 5 . Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, KH Ahmad Sanusi
48
Y
Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan
Nasional, (Sukabumi:Ketua Umum MUI, 21 September
20ll), hlm. 3.
76. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad
48
I'
{
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 49 Y/
il..'
I
hlm. 12-15. I
hhn.45-46.
t
9 1 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad
Sanusi,(Masyarakat Maret2009),
Indonesia:
Sejarawah 60
h l m.4 6 .
92. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan KH Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.5l-52.
93. Miftahul Falah, S.S, Riwayat PeriuanganK.H Ahmad
61
Y
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), 61 >l
!t-
,
I
hlm.53-54.
v
I
I
9 4 . Wawania.a dengan Drs. K.H Hasanudin,M.Ag, pada
,'li
tanggal1l Februari2014. 62
1*
9 5 . Miftah"l Falah, S.S, Riwqtat Periuangan K'H Ahmad
\,
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 63 /-i---
hlm.54-56.
t
9 6 . Vtitatrtrt palah, S.S, Riwayat Periuangan K'H Ahmad i
,l
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 64 a-
I
hlm.56-58.
97. trrtiftanutFalah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.59.
64
Y
98. Miftahut Fatah,S.S,RiwayatPeriuanganKH Ahmad
Sanusi,(Masyarakat Maret2009)'
Indonesia:
Sejarawah 65
h l m.6 l -6 4 .
99. tvtinatrutfaUn, S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad
l
Sanusi,(Masyarakat
h l m.6 6 .
Maret2009)'
Indonesia:
Sejarawah 66
V
1 0 0 . Vtirunut Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK'H Ahmad
Sanusi,(Masyarakat Maret2009)'
Indonesia:
Sejarawah 66
h l m.6 7 -6 8 .
1 0 1 . Miftahul Falih, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2049), 67
r
hlm.74-75.
t02. WawancaiaDrs.H. Munandi Shaleh,M,Si, pada tanggal
11Februari2014. 67
1 0 3. Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan
Perjuangannya Dalan Pergolakan Nasional, cet' 2, 72
(Sukabumi,At-Tadbir: 2013),blm. 67'7 l.
1 0 4. Munandi Shaleh,K.H AhmadSanusiPemikirandan
Perj uanganrrya D al am PergoIakan Nasi onal, c et' 2, 73
(Sukabumi,At-Tadbir:2013),hlm. 72-73.
ti
l
hlm.93-94.
IJ
r-
1 0 9 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad r'tr
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
hlm.97-98.
75
T-'
K.H Ahmad
I 1 0 . MiftahulFalah,S.S,RiwqtatPerjuangan I
t'
Sanusi,(Masyarakat Maret2009)'
Indonesia:
Sejarawah 76 Y
hlm.988.102-103. T-
1 1 1 . Miftahul Falah, S.S, Riwqtat Periuangan K'H Ahmad t
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 76 cl
hlm. 100.
ft-
I
hlm. 106.
I 1 3 . trrtitatrutfafan, S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad
Sanusi,(Masyarakat Maret2009),
Indonesia:
Sejarawah 77
hlm.126.
Lr4. Miftahul Falah, S.S, Riwayot Periuangan K.H Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 78
{
hlm. 129-130.
11 5 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangon K.H Ahmad I
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' 78 c
q_
h l m .l 3 l . I
t:'
t
I
denganK.H. AnwarSanusi,S.Ag,pada
124. Wawancara
tanggalI I Februari
2014.
80
Mengetahui,
.r#
:
KepadaYth.
Kepala Yayasan.
PondokPesantren.SvamsulUlum
Di
Tempat
Assalamu'alaikumwr.wb.
Denganhormatkami sampaikanbahwa:
Nama , Maya Maryati
NIM 1000291
10901
Jurusan/Prodi PendidikanAgamaIslam
Semester IX (Sembilan)
adalah benar mahasiswa pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
dengan penyefesaiantugas akhir kuliah (Skripsi)
Hidayatullah lakarta dan sghubunga.11
yang berjudul: "Peran KH Ahmad Sanusi dalam Pendidtkan Islam" mahasiswatersebut
memerlukanobservasidenganpihak terkait. Oleh karena itu, kami mohon kesediaan
ltrt Saudarauntuk menerimamahasiswatersebutdanrnemberikanbanfuanrrya.
Demikianlah,atasperhatiandanbantuanSaudarakami ucapkanterimakasih.
Wassalamu'alailrumwr.wb.
PendidikanAgamaIslam
M.Ag
| 002
Tembusan:
DekanFakultasIlmu TarbiyahdanKeguruan
!fJ
J
PONDOKPESANTREN "SYAMSUL'ULUM''
GUNUNGPUYUH - SUKABUMI
t.Blnvangrara
*0.88
*.#lHT'ffifr*T;lJll-?H339$*o*
*28faur
Brrar
STIRAT KETtrRANGAN
Nomor : D-O32/O3.Ot -OZ/SKe,tAI/2O | 4
'\ssalamu'aloikum w. w.
Bismillahinohmanirrohim
Pimpinan pondok pesantren syamsul'ulum Gunungpuyuh sukabumi.
Dergan ini menemngkan bahwa :
Nama Maya Maryati
NIM l o90 I I ooo29 I
.furusanzProdi Pendidikan Agama tslam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan LrINSyarif Hidayatullah Jakarta.
Semester IX (Sembilan)
\
Telah selesai melaksanakan penelitian di Pondok pesantren Syamsul'Ulum
Gunungpuyuh Sukabumi untuk penyelesaian rugas akhir kuliyah (Sl<ripsi) yang
berjudul "Peran K.rf.Ahmad sanusi dalam pendidlkan Islarn" .
Sulai Tanggal l3 Januari s/d 12 Februanzot4.
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu'alaikum w. w