Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akne merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai di
masyarakat dan bersifat kronis dan berulang. Akne merupakan kelainan kulit yang
bersifat umum, menyerang hampir pada semua remaja yang berusia 16-19 tahun,
bahkan dapat berlanjut hingga usia 30 tahun. Walaupun bukan merupakan suatu
penyakit yang mengancam nyawa, namun akne dapat menyebabkan masalah
psikologis yang berbeda-beda, mulai dari perasaan rendah diri hingga stres. Selain
itu tidak jarang pula dapat terjadi scar yang permanen pada wajah.

Menurut Kligman, tidak ada seorangpun yang sama sekali tidak pernah
menderita akne. Di amerika serikat, tecatat lebih dari 17 juta penduduk yang
menderita akne setiap tahunnya, dimana 75 % hingga 95 % diantaranya adalah
usia remaja. Sedangkan pada satu studi prevalensi akne yang dilakukan dikota
palembang, dari 5204 sampel berusia 14 - 21 tahun, didapatkan angka prevalensi
akne vulgaris sebesar 68,2 % ( Suryadi, 2008 ).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri,
berupa peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab multifaktor
dan manifestasi klinis berupa komedo , papul, pustul, nodus serta kista.1

2.2 Epidemiologi
Akne pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.
Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan
resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai
usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai
usia dewasa akhir.
Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan
komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus
terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu
insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai
lebih dari dekade ketiga.2

2.3 Etiologi

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab


yang pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor
yang dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen,
pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar
sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes),
kosmetika, dan bahan kimia lainnya.

1. Bakteri

2
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne
adalah Propionibacterium aknes, Stafilococcus epidermidis, dan
Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting
yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal
pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada
duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam
lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,
dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.
2. Genetik
Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya
peningkatan kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang
normal .
3. Hormon
Peningkatan kadar Hormon androgen, anabolik, kortikosteroid,
gonadadropin serta ACTH mungkin menjadi faktor penting pada
kegiatan sebasea . Kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon
androgen yang menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan
produksi sebum meningkat . Hormon estrogen dapat menjaga terjadinya
akne karena bekerja melawan dengan hormon androgen . Hormon
progesteron dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efektivitas
terhadap aktivitas kelenjar sebasea, akan tetapi terkadang progesteron
dapat menyebabkan menstruasi sebelum menstruasi . Pada wanita 60
70% menjadi lebih parah beberapa sebelum menstruasi dan menetap
sampai seminggu menstruasi .
4. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan, makanan
tinggi karbohidrat ( sirup manis ), makanan beryodida tinggi ( makanan
asal laut ) , dan pedas .

5. Iklim

3
Faktor ini berhubungan dengan sekresi sebum,pada udara yang
panas dan lembab sekresi sebum akan meningkat dan dengan
kelembapan yang tinggi maka investasi bakteri akan semakin banyak
dipermukaan kulit.
6. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan
kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi
oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.
7. Kosmetik
Pemakaian bahan bahan kosmetik tertentu secara terus menerus
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan suatu akne yang ringan
yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi
papulovustula pada pipi dan dagu . Bahan yang sering menyebabkan
akne biasa terdapat pada berbagai krim wajah seperti bedak dasar
(Foundotion ), pelembab ( moisturiser), tabir surya ( suncreen) dan krim
malam .
8. Psikis
Stres Psikis dapat menyebabkan sekresi ACTH yang akan
meningkatkan produksi androgen naiknya horhon androgen inilah yang
menyebakan kelenjar sebasea bertambah besar dan pruksi sebum
bertambah.

9. Kebersihan
Kebersihan yang buruk mempermudah timbulnya akne .

10. Infeksi
Propionibacterium aknes berperan dalam iritsi epitel folikel dan
mempermudah terjadinya akne .3

4
2.4 Patogenesis
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor
dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum,
adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).
1. Peningkatan sekresi sebum
Acne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar
sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak dari sebelumnya.
Terdapat korelasi antara keparahan acne dengan produksi sebum.
Pertumbuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum berada di bawah pengaruh
hormon androgen. Pada penderita acne terdapat peningkatan konversi hormon
androgen yang normal beredar dalam darah (testoteron) ke bentuk metabolit
yang lebih aktif (5>alfa dehidrotestoteron).
Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya
menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum. Meningkatnya produksi sebum
pada penderita acne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-
organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen
dalam darah, sehingga terjadi peningkatan unsur komedogenik dan
inflamatogenik sebagai penyebab terjadinya acne. Terbukti bahwa pada
kebanyakan penderita, lesi acne hanya ditemukan di beberapa tempat yang
kaya akan kelenjar sebasea.

Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c)


Inflamasi papul (pustul) d) Nodul

2. Keratinisasi Folikel Abnormal

5
Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan olah adanya
penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea. Hal ini dapat disebabkan
oleh bertambahnya produksi korneosit pada saluran pilosebasea, pelepasan
korneosit yang tidak adekuat, atau dari kombinasi kedua faktor. Bertambahnya
produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat komedo.
Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam
linoleik dalam sebum.
3. Kolonisasi Bakteri
Terdapat tiga macam mikroba yang terlibat pada patogenesis acne
adalah Corynebacterium Acnes (Proprionibacterium Acnes), Staphylococcus
epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Adanya seborea pada
pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah Corynebactirium Acnes,
tetapi tidak ada hubungan antara jumlah bakteri pada permukaan kulit atau
dalam saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya acne.
Dari ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses
patologis acne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang
hidup sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang
peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya masingmasing lesi.
Apakah bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria) mengadakan
eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut.
Menurut hipotesis Saint-Leger, skualen yang dihasilkan oleh kelanjar
sebasea dioksidasi di dalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab
terjadinya komedo. Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya terjadi
kolonisasi Corynebacterium Acnes. Bakteri ini memproduksi porfirin, yang
bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi katalisator untuk terjadinya
oksidasi skualen sehingga oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat
menyebabkan peradangan folikel. Hipotesis ini dapat menerangkan bahwa
acne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel sedangkan folikel yang lain
tetap normal.

4. Inflamasi

6
Faktor yang menimbulkan peradangan pada acne belum diketahui
dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang
dihasilkan oleh Corynebacterium Acnes, seperti lipase, hialuronidase,
protease, lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada proses
peradangan. Faktor kemotatik yang berberat molekul rendah (tidak
memerlukan komplemen untuk bekerja aktif) bila keluar dari folikel dapat
menarik leukosit nukleus polimorf (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam
folikel PMN dapat mencerna Corynebacterium Acnes dan mengeluarkan
enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea.
Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya sitokin.
Bahan keratin yang sukar larut yang terdapat di dalam sel tanduk serta
lemak dari kelenjar sebasea dapat menyebabkan reaksi non spesifik yang
disertai oleh makrofag dan selsel raksasa. Pada fase permulaan peradangan
yang ditimbulkan oleh Corynebacterium Acnes, juga terjadi aktivasi jalur
komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement
pathways). Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu
antibodi terhadap Corynebacterium Acnes juga meningkat pada penderita
acne yang berat.1

2.5 Gejala Klinis


Akne vulgaris mempunyai tempat predileksi di wajah dan di
leher(99%),punggung(60%),dada(15%),serta bahu dan lengan atas. Kadang-
kadang pasien mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian pasien merasa terganggu
secara estetis. Kulit akne vulgaris cenderung lebih berminyak atau
sebore,tetapi tidak semua orang dengan sebore disertai AV.
Efloresensi akne berupa komedo hitam (terbuka) dan putih
(tertutup),papul,pustul,nodus,kista,jaringan parut,perubahan pigmentasi.
Komedo terbuka (black head) dan komedo tertutup (white head) merupakan
lesi non-inflamasi,sedangkan papul,pustul,nodus dan kista merupakan lesi
inflamasi.1,5

2.6 Skar Akne

7
Skar akne merupakan suatu kelainan kontur (atrofik atauhipertrofik) dan
warna kulit (merah,putih,atau coklat) yang terjadi akibat akne.
A. Derajat Skar Akne
Derajat skar akne menurut Goodman dan Barron :
a. Derajat 1 : Makular
Makula eritem, terdapat tanda hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
b. Derajat 2 : Ringan
Atrofik atau hipertrofik ringan, skar rolling ringan, tidak dapat terlihat
pada jarak 50 cm atau lebih, dapat tertutup riasan dan rambut wajah.
c. Derajat 3 : Sedang
Atrofik atau hipertrofik sedang, skar rolling sedang, skar boxcar
dangkal,skar hipertrofik ringan sampai sedang, terlihat pada jarak pandang
50 cm, tidak dapat tertutup oleh riasan, apabila direnggangkan dapat
terlihat datar.
d. Derajat 4 : Berat
Atrofik atau hipertrofik berat, skar boxcar dalam, skar icepick, skar
hipertrofik dan keloid, terlihat pada jarak pandang lebih dari 50 cm, tidak
dapat terlihat datar saat kulit direnggangkan.
B. Jenis Skar Akne
Tipe utama dari skar akne yaitu skar atrofik dan skar hipertrofik.
Ada dua tipe dasar skar tergantung dari apakah ada kehilangan kolagen
(skar atrofik) atau peningkatan kolagen (skar hipertrofik).
1) Skar atrofik
Skar atrofik adalah depresi kulit atau atrofi dermal akibat
penghancuran kolagen yang terjadi setelah proses inflamasi akne. Skar
atrofik pada awalnya berwarna kemerahan dan seiring berjalan waktu
menjadi fibrosis dan hipopigmentasi. Skar atrofik sering menjadi
sekuel permanen dari inflamasi akne. Skar atrofik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan keloid dan skar hipertrofik. Skar atrofik
diklasifikasikan menjadi ice pick, boxcar, dan rolling.
Tipe ice pick menunjukkan 60-70% dari total skar, boxcar 20-30%,
dan rolling 15-25%.

8
a. Skar Icepick
Skar icepick berbentuk sempit (< 2 mm), dalam, berbatas tegas dan
meluas secara vertikal ke dermis atau jaringan subkutan. Permukaan
skar terbuka dan lebih lebar daripada infundibulum (bentuk V).
Orifisium kecil dan sisi tebing curam. Umumnya terlihat di pipi. Skar
icepick terjadi setelah lesi akne berupa kista yang dalam.

Gambar 2. Skar Icepick


b. Skar Rolling
Skar rolling umumnya luas 4-5 mm dan memiliki karakteristik
penarikan dermal atau subdermal. Skar menimbulkan kesan
bergelombang dibanding dengan kulit sekitarnya (bentuk M). Skar
rolling yang dangkal dapat sirkuler atau linier dan memiliki batas
miring yang tidak tegas, menyatu dengan penampakan kulit normal.

Gambar 3. Skar Rolling


c. Skar Boxcar

9
Skar boxcar dangkal (<0,5 mm) dan dalam (>0,5 mm) dan
berdiameter 1,5-4 mm. Skar boxcar berbentuk bulat sampai oval
dengan tepi vertikal. Skar boxcar memiliki batas tegas dengan ujung
curam dan dasar lebar. Skar boxcar menyerupai bentuk U.

Gambar 4. Skar Boxcar

2) Hipertrofik dan keloid


Skar hipertrofik dan keloid terjadi karena deposisi kolagen yang
berlebihan dan penurunan aktivitas kolagen.
a. Hipertrofik
Skar hipertrofik berwarna merah muda, menonjol, dan berbatas
tegas, dengan hialinisasi tebal yang terbentuk dari berkas-berkas
kolagen di sekeliling skar yang muncul. Histologi skar hipertrofik
sama dengan bekas luka dermal lainnya.

Gambar 5. Skar Hipertrofik

b. Keloid

10
Pada keloid terbentuk papul berwarna merah keunguan dan nodul
yang berproliferasi di belakang batas luka. Secara histologis, keloid
ditandai dengan hialinisasi tebal yang terbentuk dari kolagen aselular
tersusun dalam bentuk melingkar. Lesi ini bersifat persisten, ditemukan
pada pria dan wanita secara seimbang, jarang ditemukan pada anak-
anak dan lansia. Terdapat faktor genetik dan keturunan, baik bersifat
autosom dominan maupun resesif. Secara klinis, dapat dirasakan nyeri,
gatal, rasa terbakar, atau terbatasnya gerakan.7

Gambar 6. Keloid

2.7 Diagnosis
Akne vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Saat ini klasifikasi yang digunakan di indonesia ( oleh FK UI/RSCM ) untuk
menentukan derajat akne vulgaris yaitu ringan, sedang dan berat, adalah
klasifikasi menurut Lehmann dkk (2002). Klasifikasi tersebut diadopsi dari
2nd Acne Round Table Meeting ( South East Asia), regional Consensus on
Acne Management, 13 Januari 2003, Ho Chi Minh City-Vietnam.

Tabel 1. Gradasi Akne


Derajat Lesi
Akne Ringan Komedo < 20, atau Lesi inflamasi

11
<15 atau total lesi < 30
Akne Sedang Komedo 20 100 atau lesi inflamasi
15 50 atau total lesi 30 - 125
Akne Berat Kista >5 atau Komedo <100 atau lesi
inflamasi > 50 atau total lesi > 125

Berdasarkan bentuk efloresensi terbanyak :


Akne sistika : efloresensi terutama berbentuk kusta
Akne papulosa : efloresensi terutama berupa papul
Akne pustulosa : efloresensi terutama berupa pustula
Akne konglobata :efloresensi terutama berupa nodus yang mengalami
infeksi1,6

2.8 Diagnosa Banding


1. Erupsi Akneiformis
Erupsi Akneformis adalah peradangan folikuler akibat adanya iritasi
epitel duktus polisebacea yang terjadi karena eksresi substansi penyebab
(obat ) pada kelenjar kulit . Kelainan ini bukan merupakan reaksi alergi,
kelainan ini terjadi dengan manifestasi klinis papulpustular , monomorfiks
atau oligorpormiks, pada mulanya tanpa komedo . Komedo dapat terjadi
sekunder setelah sistem sebum ikut terganggu obat obat yang biasanya
menyebabkan akne ini misalnya kortikosteroid , INH, barbiturat, bromide,
yodida, difenilhidantoin, crimetadion, ACTH dan lain lain . Akne ini
dapat terjadi pada seluruh tubuh yang memiliki folikel sebacea. Dapat
disertai demam malaise , tidak terasa gatal dan dapat terjadi semua usia .
2. Dermatitis Perioral
Yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
poliformieritema, papul, pustul disekitar mulut yang terasa gatal .

3. Folikulitis Pityrosporum ( Malasezia Folikulitis )


Adalah penyakit kronis pada folikel polisebacea yang disebabkan
oleh spesies pityrosporum , berupa papul merah terang dan pustul folikular
yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh , leher, dan
lengan bagian atas . Penyakit ini biasanya mengenai usia dewasa muda
ataupun paruh baya . Pada penyakit ini ditemukan komeda atau kista .

12
Pada penyakit ini jarang ditemukan diwajah . Penyakit ini mempan dengan
antibiotik .
4. Folikulitis
Adalah peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh
stafilococcus. Paling sering terdapat pada kulir kepala dan ekstremitas .
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, lebih sering dijumpai pada anak
anak, iklim panas dan daerah tropis . Manifestasi klinis dari folikulitis
adalah makula eritematosa disertai papul atau pustula yang ditembus oleh
rambut . Pasien biasanya mengeluhkan rasa gatal dan rasa terbakar
didaerah rambut.
5. Rosasea
Merupakan penyakit peradangan kronik didaerah muka dengan
gejala eritema , pustul , telangiektasi dan kadang kadangdisertai
hipertrofi kelenjar sebasea . Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi
dengan akne .
6. Dermatitis Seboroik
Adalah kelainan kulit papul skuamosa dengan predileksi didaerah
kaya kelenjar sebasea, scalp , wajad dan badan . Ini disebabkan oleh
meningkatnya lapisan sebum pada kulit , kualitas sebum , respon
imunologis terhadap pityrosforum, regdagasi sebum dapat mengiritasi kulit
sehingga terjadi mekanisme eczema dengam skuama kuning berminyak
didaerah predeileksi .
7. Akne Acminata ( Lupus miliaris disminatus facia )
Ini adalah penyakit kulit yang jarang terjadi, kronis. Acne
Acminata adalah penyakit kulit inflamasi yang multiple , monomorfiks,
diskret, simetris , papula coklat kemerahan didagu , dahi, pipi, dan kelopak
mata yang menunjukan histologi khas granulomatosa.5

2.9 Pengobatan
Tujuan :
1) Mempercepat penyembuhan
2) Mencegah pembentukan acne baru
3) Mencegah jaringan parut yang permanen
Tatalaksana AV secara garis besar dibagi atas
a) Prinsip umum
1. Diperlukan kerjasama antar dokter dan pasien
2. Harus berdasarkan :
Penyebab atau faktor pencetus

13
Patogenesis
Keadaan klinis , gradasi akne
Aspek psikologis
b) Menentukan gradasi dan diagnosis klinis
Diagnosis klinis dan gradasi
Aspek psikologis sebagian pasien AV memiliki rasa malu yang
berlebihan , rendah diri , perasaan cemas dan menyendiri, sehingga
memerlukan terapi lebih efektif.
c) Penatalaksanaan Umum
1. Mencuci wajah minimal 2 kali sehari
2. Hindari atau kurangi makanan yang mengandung lemak, minyak,
makanan pedas, kacang kacangan, coklat dan keju
3. Hindari stres
4. Istirahat yang cukup
5. Mengkonsumsi sayur dan buah
6. Jangan memegang dan memencet jerawat
d) Penatalaksanaan medikamentosa
1. Berdasarkan gradasi ( berat - ringan ) akne
2. Diikuti dengan terapi pemeliharaan atau pencegahan1

Tabel 2. Algoritma pengobatan Akne Vulgaris

TERAPI SISTEMIK
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang
masih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin
(tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan

14
klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan
menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin,
tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk
akne. Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat
dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya
cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi
peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari
(500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat
diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh
makanan, maka obat ini diberikan 1 jam sebelum makan dengan air
untuk absorbs yang optimal.
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin)
diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance
dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini
lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di
saluran pencernaan.
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen
alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi
menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap P.aknes dan sering
dikaitkan dengan kegagalan terapi.
Klindamisin merupakan jenis obat yang sangat efektif, akan
tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat
menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole
(sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan
antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative
folikulitis.
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling
efektif dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya,
isotretinoin mengurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran
glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari
basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat

15
diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan
menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan
pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan
dapat diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan
hasil terapi.
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang
lebih cepat untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.
Pustule menghilang lebih cepat daripada papul atau nodul, dan lesi
yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di punggung
dan badan.3

TOPIKAL

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu


cara yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris.

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:

- Mengeluarkan komedo yang telah matur.


- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk
maintenance terapi.
b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh


Stuttgen dan Beer. Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi
peradangan akne.

c. Isotretinoin

16
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang
sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan
inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.

d. Adapalene

Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel,


cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang
melibatkan 1000 pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya
efikasi yang sama dengan tretinoin 0.025%.

e. Antibiotik Topikal

Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical


adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang
resisten terhadap P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini,
klindamisin dan eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi
4% dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk dengan BPOs
atau retinoid.

Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan


konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek
bakteriostatik dan bakteriosidal.4

TINDAKAN
1. Kortikosteroid intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi.
Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang
baik. Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis
yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan
menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi
berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi.
Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan
atrofi. Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari
lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan

17
suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi
jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe
nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya
adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi
pembentukan scar.

2. Ekstraksi Komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara
teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi
inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik.

3. Laser
4. Electrosurgery
5. Krioterapi
6. Terapi ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan
secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai.
Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami
(UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai
terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan
lagi.3,7

2.9 Prognosis
Umumnya prognosisnya baik. Umumnya sembuh sebelum mencapai usia
30 40 tahun .

18
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Nn. E

Umur : 23 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Solok

Status : Belum menikah

3.2 Anamnesa

Keluhan utama :

Wajah berjerawat sejak 6 bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

Wajah berjerawat sejak 6 bulan yang lalu

Sebelumnya pasien sudah berjerawat sejak usia 17 tahun namun


jerawatnya hilang timbul

Jerawat sering muncul ketika pasien berada dikota yang cuacanya


dingin,ketika kurang tidur,dan ketika datang bulan(menstruasi)

19
Pasien tidak ada mengeluhkan rasa gatal diwajah pasien

Pasien memiliki tipe wajah yang berminyak

Pasien biasa membersihkan wajah 2 x sehari dengan sabun pembersih


tetapi jerawat pasien tidak berkurang

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sebelumnya belum pernah menderita sakit seperti ini

Riwayat Penyakit Keluarga:


Adik laki-laki pasien berjerawat sejak remaja

Riwayat Kebiasaan :

Pasien suka makan goreng gorengan, makanan pedas dan kurang


menyukai sayur dan buah-buahan

Pasien suka begadang

Riwayat Pengobatan :

Saat ini pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum: Baik

Kesadaran : Compos mentis

Kepala : Dalam batas normal

Leher : Dalam batas normal

Thorax : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

20
Ekstremitas : Lihat status dermatologis

Genitalia : Dalam batas normal

Status Dermatologis

Lokasi : Dahi, pelipis kanan dan kiri, pipi kanan dan kiri,hidung
dan dagu

Distribusi : Difus

Bentuk : Tidak khas

Susunan : Tidak khas

Ukuran : melier dan lentikuler

Efloresensi : Pustul, Papula eritema, komedo black ,komedo white

21
Gambar 1: Tampak papula eritema, komedo black, komedo white

Gambar 2: Tampak papula eritema, komedo black, komedo white

22
Gambar 3: Tampak pustul,papula eritema, komedo black, komedo white

Status Venereologikus

Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kelenjar limfe:Tidak terdapat pembesaran KGB

3.4 Pemeriksaan anjuran :

3.5.Diagnosa Kerja:

Akne vulgaris tipe papulosa derajat sedang

3.6. Diagnosa Banding :

1. Erupsi akneiformis
2. Folikulitis

3.7. Penatalaksanaan

Umum
Perawatan kebersihan kulit
Hindari / kurangi makanan yang mengandung lemak, minyak, makanan
pedas, kacang kacangan, coklat dan keju
Hindari stres
Istirahat yang cukup
Banyak konsumsi sayur dan buah
Jangan memegang dan memencet jerawat

Terapi Sistemik :
Antibiotik : doksisiklin 1 x 100 mg

23
Terapi Topikal

Retinoid 0,025% 1x1


Benzoil peroksida gel 2,5% 2x1

3.8 Prognosis

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Sanationam : Dubia et Bonam

Quo ad Kosmetikum : Dubia et Bonam

Quo ad Fungtionam : Bonam

24
RSUD dr. Acmad Mochtar Bukittinggi

Ruangan/Poliklinik: Kulit Dan Kelamin

Dokter: dr. P

SIP No: 3001/SIP/2016

Bukit Tinggi, 14 Januari 2017

R/ Krim Retinoid acid 0,025% tube No.I

S1dd applic loc dol

R/ gel Benzoil Peroksida 2,5% tube No.I

S2 dd applic loc dol

R/ Doksisiklin tab 100 mg No XXI

S1 dd tab 1 dc

Pro : Nn. E

Umur : 23 th

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, dkk. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Edisi ketujuh. Jakarta : FKUI
2. Harahap, Marwali. 2010. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : EGC
3. Landow, Kenneth. 1997. Kapita Selekta Terapi Dermatologik.
Jakarta : EGC
4. Polano, M.K.1995. Terapi Kulit Topikal. Jakarta : EGC
5. Rassner, Gernot dan Guinter Kahn. 1995. Atlas Dermatologi
dengan Diagnosis Banding. Jakarta : EGC
6. Siregar, R.S.2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
ketiga. Jakarta : EGC
7. Steigleder, G.K. dan Maibach, H.1. 1995. Atlas Saku Penyakit
Kulit. Jakarta: Binarupa Aksara.

26

Anda mungkin juga menyukai