Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Pertanian organik adalah sistem budidaya tanaman yang menggunakan

bahan alami tanpa bahan kimia sintetis, sehingga diharapkan mampu menjaga

keseimbangan ekosistem. Penggunaan bahan kimia dalam jangka panjang

mengakibatkan tanah menjadi tidak subur. Selain itu, produk pertanian yang

dihasilkan juga akan terkontaminasi oleh bahan kimia yang digunakan sehingga

akan berpengaruh terhadap keamanan konsumen. Oleh karena itu, untuk

menghasilkan budidaya tanaman yang sehat dan tetap menjaga keseimbangan

alam para petani sudah mulai menerapkan sistem pertanian organik.

Kompos merupakan sisa bahan organik yang dapat berasal dari tanaman,

hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi dengan

bantuan mikroba. Bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan kompos di

antaranya jerami, sekam padi, gulma, kotoran ternak, daun kering, sebuk kayu,

dan sebagainya. Komposisi pada kompos bergantung pada bahan utama yang

digunakan dan akan mempengaruhi kondisi tanaman yang dibudidayakan. Bahan

yang digunakan dalam pembuatan kompos meliputi 5kg daun kering non legume,

1kg jerami kering, 3kg pukan kering matang, dan 1kg kapur. Jenis mikroba yang

digunakan dalam praktikum ini ialah EM4 atau Effective Mikroorganism.

Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui cara membuat

kompos beserta kandungan hara didalamnya dan mengaplikasikan pertanian

organik guna melestarikan alam. Manfaat yang didapat pada praktikum ini ialah

untuk menghasilkan produk pertanian yang sehat, mengetahui kandungan bahan


pangan yang baik, serta menentukan cara penanganan pasca panen berdasarkan

sifat dan kandungan bahan tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kompos

Kompos merupakan pupuk organik yang dihasilkan dari proses pelapukan

bahan-bahan organik atau sampah organik akibat berinteraksi dengan

mikroorganisme yang bekerja didalamnya (Murbandono, 2017). Kandungan

mikroorganisme di dalam kompos sangat bermanfaat untuk tanah karena dapat

meningkatkan unsur hara tanah, memperbaiki struktur tanah serta dapat

menyehatkan tanah dan tanaman (Djaja, 2008).

Jerami, sekam padi, pelepah pisang, gulma, sayuran busuk, sisa tanaman

jagung dan sabut kelapa merupakan limbah pertanian yang dapat digunakan untuk

membuat kompos, sedangkan limbah ternak yang sering digunakan untuk kompos

diantaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang dan cairan biogas

(Hadisuwito, 2007). Unsur hara yang terkandung dalam kompos dapat

mendukung kehidupan tanaman, baik pertumbuhan maupun produksi tanaman

serta meningkatkan produktivitas tanah, sedangkan pupuk buatan atau pupuk

kimia hanya menyediakan nutrisi dalam jumlah yang sangat tinggi bagi tanaman

(Dahlianah, 2015).

Kompos yang baik akan memiliki kriteria tidak berbau, menghasilkan

warna coklat kehitaman dan hasil analisis sifat kimianya yang menunjukkan aman

bagi tanaman dengan perbandingan kadar karbon dan nitrogen (C/N) dibawah

30% (Sofiyan, 2007). Kompos yang baik juga tidak akan larut dalam air meskipun
sebagian kompos dapat membentuk suspensi, suhunya kurang lebih sama dengan

suhu lingkungan dan bersifat netral jika diaplikasikan pada tanah (Herliana dan

Supriati, 2010).

2.2. Pembuatan Kompos

Teknik pembuatan kompos dibagi menjadi metode aerob dan anaerob.

Metode aerob dilakukan pada hamparan terbuka yang bertujuan untuk

mendapatkan sirkulasi udara yang baik, sedangkan metode anaerob dilakukan

dalam keadaan tertutup tanpa udara. Proses pembuatan kompos sangat

berpengaruh pada kualitas kompos yang dihasilkan, karena pada saat proses

pembuatan kompos harus memperhatikan keseimbangan pH, kelembaban,

temperatur dan mikroorganisme yang terlibat dalam kompos

(Setiawan, et.al 2007). Penambahan EM4 dalam proses pembuatan kompos ialah

sebagai pengaktif bakteri yang bertujuan untuk mempercepat dekomposisi, dalam

EM4 terkandung banyak jenis mikroba yang dapat bekerja efektif dalam

menguraikan bahan organik (Faatih, et.al 2007).

Jangka waktu pembuatan kompos bergantung pada sifat bahan kompos,

ukuran bahan kompos, suhu optimum berkisar 30-40oC, pH normal 5-8, kadar air

50-70% yang berfungsi agar bahan kompos tidak berjamur, dan adanya senyawa

Nitrogen yang bertujuan untuk perkembangan mikroba di dalam bahan kompos

(Suryati, 2009). Tersedianya unsur-unsur nutrisi juga diperlukan mikroorganisme

di dalam bahan kompos. Nutrisi utama atau makro nutrien yang diperlukan oleh

mikroorganisme meliputi karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
magnesium (Mg), dan kalsium (Ca), sedangkan mikro nutrien yang dibutuhkan

meliputi kobal (Co), mangan (Mn), dan tembaga (Cu) (Wahyono, et.al, 2011).
BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Pertanian Organik dengan materi Pembuatan Kompos

dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Maret 2017, pukul 16.00 WIB di Lapangan

Gedung A Fakultas Peternakan dan Pertanian UNDIP. Analisah kandungan N,

kadar air, pH dan bahan organik dilaksakan pada 9-10 April 2017, pukul 11.00

WIB di Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas Peternakan dan

Pertanian, Universitas Diponegoro.

3.1. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah ember untuk tempat

melarutkan EM4, gunting untuk memotong bahan yang berasal dari limbah

tanaman, trash bag untuk tempat pengomposan pupuk, tali untuk mengikat mulut

trash bag agar tertutup, timbangan untuk menimbang berat bahan kompos dan

sampel kompos, amplop kertas untuk pengujian kadar air, cawan besar untuk

tempat sampel dalam pengujian bahan kering, cawan kecil untuk tempat sampel

dalam pengujian bahan organik, erlenmayer untuk tempat sampel analisah kadar

N, kompor untuk pemanasan dan destruksi sampel, pHmeter untuk mengur pH

sampel, tanur pemanasan uji kadar abu, oven untuk memanaskan sampel dalam

pengujian kadar air, gelas baker untuk tepat sampel yang akan di titrasi, alat

destilasi untuk mendestilasi sampel, dan alat tulis untuk mencatat hasil praktikum.

Bahan yang digunakan dalam praktikum meliputi 5 kg daun kering non legum,

1 kg jerami, 3 kg pupuk kandang kering matang, 1kg kapur, EM4, air secukupnya
selenium, aquades, asam borat, biuret, selenium, H2SO4, NaOH, dan indikator

methyl red methyl blue.

3.2. Metode

3.2.1. Teknik Aerobik Pembuatan Kompos

Metode yang digunakan dalam praktikum pembuatan kompos yaitu

dengan cara menyiapkan seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan. Jerami

sebanyak 1 kg dipotong menjadi potongan-potongan kecil menggunakan gunting.

Hal ini dilakukan agar dekomposisi pada pengomposan terjadi lebih cepat dan

proses aerasi terjadi dengan lancar. Bahan utama pengomposan berupa daun

kering non legume sebanyak 5 kg dipotong kecil-kecil dan dicampur dengan

potongan jerami yang telah disiapkan sebelumnya, pupuk kandang kering

sebanyak 3 kg dan kapur sebanyak 1 kg. Semua bahan dicampur dan diaduk

hingga tercampur merata. Larutan EM4 dilarutkan dalam air dengan perbandingan

EM4 dan air sebesar 1:10. Larutan tersebut disiramkan pada campuran bahan-

bahan yang telah dibuat sebelumnya hingga campuran menjadi lembab. Campuran

kompos dimasukkan ke dalam trash bag, kemudian mulut trash bag diikat agar

tertutup, dan bagian luar trash bag diberi lubang kecil-kecil. Pembuatan kompos

ini dilakukan dengan teknik aerobik, sehingga diperlukan sirkulasi udara yang

baik dalam prosesnya. Lubang pada bagian luar trash bag memungkinkan udara

dapat keluar dan masuk sehingga dapat melancarkan sirkulasi udara. Campuran

kompos dalam trash bag disimpan selama 2 minggu, diaduk setiap tiga hari

sekali, serta ditambahkan larutan EM4 apabila campuran mulai kering.

Penyimpanan kompos selama tiga minggu akan dilakukan evaluasi. Apabila


pupuk yang dihasilkan beraroma khas tanah, berwarna kehitaman, suhu berkisar

30-33oC, dan memiliki pH netral, maka pupuk telah siap digunakan.

3.2.2. Pengukuran pH Kompos

Metode yang digunakan dalam praktikum pengukuran pH kompos yaitu

dengan cara memasukkan kertas lakmus kedalam kompos dan mendiamkannya

selama beberapa menit. Beberapa menit kemudian kertas lakmus diambil dan di

cocokkan dengan kertas pH. Pengukuran pH juga dapat menggunakan pHmeter.

3.2.3. Penghitungan Kadar Air

Metode yang digunakan dalam praktikum perhitungan kadar air yaitu

dengan cara menyiapkan alat dan bahan berupa amplop dan sampel berupa

kompos segar. Amplop ditimbang dan dicatat hasil pengukurannya. Pupuk

dimasukkan kedalam amplop kemudian ditimbang sehingga diperoleh berat total

amplop dan sampel. Sampel di dalam amplop dikeringkan menggunakan oven

pada suhu 105C selama 12 jam. Setelah dikeringkan, sampel ditimbang kembali

sehingga didapatkan hasil berat kompos setelah dikeringkan. Kadar air didapatkan

dengan perhitungan rumus berikut.

Keterangan:
A : Berat sampel sebelum dioven
B : Berat setelah dioven
C : Berat amplop
3.3.4. Penghitungan Bahan Kering

Metode yang digunakan dalam praktikum perhitungan bahan kering yaitu

dengan cara menyiapkan alat dan bahan berupa cawan besar dan sampel berupa

kompos yang telah dikering anginkan. Cawan besar ditimbang dan dicatat hasil

Keterangan :
A : Berat sampel
B : Berat sampel setelah dioven
C : Berat cawan besar
pengukuran yang didapatkan. Sampel dimasukkan ke dalam cawan besar

kemudian ditimbang sehingga didapatkan berat total cawan besar dan sampel.

Sampel dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105C selama 12 jam. Kadar

bahan kering didapatkan dengan perhitungan rumus berikut.

3.3.5. Penghitungan Bahan Organik

Metode yang digunakan dalam praktikum perhitungan bahan organik yaitu

dengan cara menyiapkan alat dan bahan berupa cawan kecil dan sampel berupa

kompos yang telah dikeringkan. Cawan kecil ditimbang dan dicatat hasil

pengukuran yang didapatkan. Sampel diletakkan di dalam cawan kecil kemudian

ditimbang sehingga didapatkan berat total cawan kecil dan sampel, kemudian

diletakan pada tanur dan dikeringkan dengan suhu 600C selama 4 jam. Bahan

organik didapatkan dengan perhitungan rumus berikut.

Keterangan :
A : berat sampel
B : berat sampel setelah tanur
C : berat cawan besar

3.3.6 Analisis N

Metode yang digunakan dalam praktikum analisis N yaitu dengan cara

menyiapkan sampel 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur dan di

tambahkan selenium 1 sendok teh serta asam sulfat 10 ml. Proses berikutnya ialah

destruksi yang bertujuan mengurai atau merombak senyawa yang ada pada pupuk,
sehingga senyawa tertentu dapat dianalisis. Sampel diambil sebanyak 10 ml dan

ditambahkan akuades 90 ml, NaOH 40 ml. Asam borat dicampur dengan indikator

metil red metil blue dalam erlenmeyer sebagai larutan penangkap N pada alat

destilasi. Proses destilasi dihentikan apabila larutan penangkap telah berubah

warna menjadi hijau toska. Hasil destilasi diukur sebanyak 2 ml untuk dititrasi

menggunakan biuret. Apabila sampel telah berubah warna menjadi ungu, maka

proses titrasi dihentikan dan biuret yang ditambahkan pada sampel di catat

hasilnya serta dihitung mennggunakan rumus berikut.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum pembuatan kompos yang telah dilakukan diperoleh

hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Evaluasi Pembuatan Kompos.

Pengamatan Ke-
Evaluasi
1 2 3 4 5 6
Manis Manis
khas khas Khas
Bau Tanah Tanah Tanah
fermentasi fermentasi daun
daun daun
Coklat Coklat Coklat
Warna Coklat Coklat Coklat
tua tua kehitaman
Suhu 40oC 33oC 35oC 31oC 29oC 28oC

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa pada pengecekn

pertama dan kedua diketahui bahwa kompos memiliki aroma khas fermentasi atau

seperti bau tape, dan pengecekan keempat hingga keenam berbau seperti tanah.

Warna yang dihasilkan pada pengecekan petama hingga ketiga ialah coklat,

karena bahan utama pembuatan kompos mengunakan daun kering. Pengecekan

keempat dan kelima berwarna coklat tua dan untuk pengecekan terakhir didapat

kompos berwarna coklat kehitaman. Suhu dari tiap pengecekan tidak stabil,

pengecekan pertama 40o C menjadi 33o C di pengecekkan kedua, kemudian naik

kembali di pengecekkan ke tiga menjadi 35o C, pada pengecekkan keempat dan

kelima mengalami penurunnan dari 31o C hingga 29o C. Aroma fermentasi atau

tape pada kompos disebabkan adanya penambahan EM4 pada proses

pembuatannya. EM4 yang merupakan beberapa organisme fermentasi yang

mampu memfermentasikan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat


Subali dan Ellianawati (2010) yang menyatakan bahwa EM4 adalah campuran

dari mikroorganisme fermentasi yang membantu berlangsungnya proses

fermentasi. Warna kehitaman pada kompos di pengecekan terakhir menandakan

bahwa kompos sudah matang, hal ini dikarenakan adanya proses dekomposisi

oleh mikroorganisme yang mengubah bahan organik dengan rantai C kompleks

menjadi C sederhana. Hal ini sesuai pendapat dengan Kumalasari et al (2016)

yang menyatakan bahwa adanya perubahan warna kuning kecoklatan hingga

coklat kehitaman pada kompos disebabkan dekomposisi oleh mikroorganisme

yang mengubah bahan organik, yang menghasilkan C kompleks menjadi bentuk C

sederhana. Ketidakstabilan suhu pada kompos diakibatkan aktivitas mikroba

dalam mengkomposisi bahan organik yang tidak konstan. Suhu rata-rata selama

tiga kali pengecekan adalah 36o C, suhu ini sangat cocok untuk pertumbuhan

mikroba pengurai sehinga mampu terjadi dekomposisi yang optimal. Hal ini

sesuai pendapat Subali (2010) yang menyatakan bahwa mikroorganisme pengurai

akan optimal mendekomposisi bahan organik jika berada pada temperatur 36o C.

Suhu pada pengecekan keempat hingga keenam semakin mengalami penurunan

yang menandakan bahwa pupuk kompos sudah mulai matang. Hal ini sesuai

dengan pendapat dengan Nyoman dan Dewa (2008) yang menyatakan bahwa

kompos yang sudah matang ditandai dengan penurunan suhu.

Berdasarkan praktikum evaluasi hasil kompos yang telah dilakukan

diperoleh hasil sebagai berikut :


Tabel 2. Hasil Evaluasi Kompos

Evaluasi Hasil Analisa


KA (%) 30%
Kadar Air 52%
BO (%) 70%
Kadar N (%) 0,46%
C/N Rasio 87,3%
pH 7

Bersadarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui

bahwa dihasilkan pH sebesar 7, kadar abu (KA) sebesar 30%, kadar air pada

kompos sebesar 52 %, bahan organik (BO) sebesar 70 %, kadar N 0,46 %, dan

rasio C/N sebesar 87,3 %. pH mendekati netral pada pupuk kompos disebabkan

terjadinya penguraian protein menjadi amonia (NH3) yang berpengaruh terhadap

perubahan pH kompos, dari pH asam menjadi lebih netral. Hal ini sesuai dengan

pendapat Nyoman dan Dewa (2008) yang menyatakan bahwa pH pada kompos

naik disebabkan adanya penguraian protein menjadi amonia. Daun kering non

legume yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan kompos

diperkirakan memiliki kandungan N yang rendah, sehingga kompos juga memiliki

kadar N yang rendah, hasil analisis menunjukkan kadar N dalam kompos sebesar

0,46%. Kualitas kompos pada dasarnya di tentukan oleh bahan atau komponen

yang digunakan. Hal ini sependapat dengan Senesi (1993) yang menyatakan

bahwa kompos yang berkualitas baik diperoleh dari bahan-bahan dasar yang

bermutu baik pula. Rasio C/N yang dihasilkan tinggi yaitu 87,3% , hal tersebut

dikarenakan tingginya kandungan selulose dan lignin pada daun sehingga semakin

besar nilai C/N rasionya. Hal ini sesuai pendapat dengan Jutono (1993) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan selulose dan lignin bahan dasar

kompos, maka semakin besar pula nilai C/N rasionya. Proses pengomposan

bertujuan untuk menurunkan nilai C/N rasio dalam kompos agar nilai C/N rasio

kompos mendekati atau sama dengan C/N rasio pada tanah. Menurut

Indriyani (2011) semakin tinggi C/N rasio bahan kompos, maka proses

pengomposannya juga semakin lama, penurunan C/N rasio ini bertujuan agar

nitrogen dapat diserap oleh tanaman.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum Acara I dapat disimpulkan bahwa pembuatan

kompos menggunakan bahan kering non legume sebagai bahan utama merupakan

kompos yang memiliki nilai C/N rasio yang tinggi dikarenakan waktu

pengomposan yang kurang lama.

5.2. Saran

Saran dalam praktikum ini ialah potongan daun kering non legume yang

digunakan sebagai bahan kompos seharusnya lebih diperkecil lagi agar

mempermudah dan mempercepat proses dekomposisi. Penambahan waktu

pengomposan juga diperlukan agar C/N rasio dalam kompos mendekati atau

setara dengan C/N rasio pada tanah sehingga unsure N dapat diserap dengan baik

oleh tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Dahlianah, I.2015. Pemanfaatan sampah organik sebagai bahan baku pupuk
kompos dan pengaruhnya terhadap tanaman dan tanah. J. Agronomi.
1(10):10-13.

Djaja, W.2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Djuarnani, N., Kristian, B dan Susilowati .2007. Cara Cepat Membuat Kompos.
Agromedia Pustaka, Jakarta.

Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Jutono. 1993. Perombakan Bahan Organik Tanah. Program Pasca Sarjana


Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Kumalasari, R dan E. Zulaika. 2016. pengomposan daun menggunakan
konsorsium aztobacter. jurnal sains dan seni. 5(2):64-66
Murbandono, L.2017. Pembuatan Kompos Edisi Revisi. Seri Agritekno, Jakarta.
Nyoman, S A A. dan M. A., Dewa. 2008. Uji formulasi kualitas pupuk kompos
yang bersumber dari sampah organik dengan penambahan limbah terbak
ayam,sapi, babi,dan tanaman pahitan. Jurnal Bumi Lestari. 8 (2): 113-121.
Senesi, N. 1993. Composeted Material as Organic Fertilizers. Instituto di Chimica
Agraria. Universitas di Mari, Italy.
Sofiyan. 2007. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Sofyan, A., R. Triastuti dan F. Mukhlissul. 2007. Pemanfaatan limbah tomat


sebagai pengganti EM-4 pada proses pengomposan sampah organik. J.
Penelitian Sains dan Teknologi. 8(2):119-143
Subali, B. dan Ellianawati. 2010. Pengaruh jumlah pengomposan terhadap rasio
unsur C?N dan jumlah kadar air dalam kompos. Prosiding Pertemuan Ilmiah
XXIV: 49-53
Supriyati, Y dan H. Ersi. 2010. Bertanam 15 Sayuran Organik dalam pot. Penebar
Swadaya, Bogor.

Suryati,T.2009. Bijak dan Cerdas Mengolah Sampah. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Wahyono, S., F. Sahwan dan F. Suryanto. 2011. Membuat Pupuk Organik Granul
dari Aneka Limbah. Agromedia Pustaka, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Pengamatan

Tabel 1. Hasil Evaluasi Kompos


Pengamatan Ke-
Evaluasi
1 2 3 4 5 6
Manis Manis
khas khas
Bau Tanah Tanah Tanah Tanah
fermentasi fermentasi
daun daun
Coklat Coklat Coklat
Warna Coklat Coklat Coklat
tanah tua kehitaman
Suhu 40oC 33oC 35oC 31oC 33oC 33oC

Tabel 2. Hasil Analisah Unsur Hara pada Kompos


Evaluasi Hasil Analisah
KA (%) 69,9 %
BO (%) 30,6 %
Kadar N (%) 37,47 %
C/N Rasio

Keterangan :
KA (%) : Persentase kadar abu
BO (%) : Presentase bahan organik
Kadar N (%) : Persentase kadar N
C/N Rasio :

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Air Pupuk

Kadar air = B (B C) x 100%


Keterangan :
A
A : Berat sampel sebelum di oven
B : Berat sampel setelah di oven
C : Berat amplop
= 16 (13,08 5,5) x 100%
16
= 8,42 x 100%
16
= 52%
Jadi, kadar air dalam kompos sebesar 52%

Bahan Kering = B C X 100% Keterangan :


A
A : Berat sampel sebelum di oven
= 23,978 21,5 x 100%
B : Berat sampel setelah di oven
4
C : Berat cawan
= 2,478 x 100%
4
= 0,6195 x 100%
= 61,95 %
Jadi, bahan kering yang terdapat pada kompor sebesar 61,95%

Lampiran 3. Perhitungan Bahan Organik Kompos

KA = A (B C) x 100% Keterangan :
A KA : Kadar abu
A : Berat sampel sebelum ditanur
B : Berat sampel setelah ditanur
C : Berat cawan
KA = 5 (16,538 15) x 100%
5

= 5 1,53 x 100%
5

= 3,47 x 100%
5

= 0, 699 x 100%

= 69,9 %

Jadi, kandungan abu dalam kompos tersebut sebesar 69,9%

BO = B C x 100%
A Keterangan :
BO : Bahan Organik
BO = 16,53 15 X 100%
5 A : Berat sampel sebelum di oven
B : Berat sampel setelah di oven
= 1,53 X 100%
C : Berat amplop
5

= 0,306 X 100%

= 30,6 %

Jadi, bahan organik dalam kompos sebesar 30,6%

Lampiran 4. Perhitungan Kadar N Kompos

Kadar Nitrogen = (Volume Titran Titran Blanko) x (N HCl x 14,008) x 100%


Berat sampel (mg)

= (669 0,12) x (0,1 x 4,008) x 100%


2,5 x 103

= 668,88 x 1,4008 x 100%


2,5 x 103

= 93696,7104
2500
= 37,47 %

Anda mungkin juga menyukai