Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi1,2,3


Struktur Tulang
a. Sel-sel tulang
Metabolisme tulang diatur oleh sel tulang (Osteoblas, Osteoklas,
Osteokosit) yang dapat memberikan reaksi terhadap rangsangan. Rangsangan
spesifik diatur oleh reseptor sel yang terdapat pada membran sel atau di dalam
sel. Reseptor yang berada di membran sel mengikat rangsangan dari luar dan
kemudian mengirimkan informasi tersebut ke inti sel melalui mekanisme
transduksi.
Sementara itu reseptor di dalam sel (sitoplasma atau intisel) dapat
mengikat rangsangan (biasanya hormon steroid) yang melewati membran sel
dan masuk kedalam sel untuk memindahkan efektor ke inti yang didalamnya
terdapat kompleks reseptor steroid yang terikat pada DNA spesifik dari
rangkaian gen.

b. Mineral
Susunan utama dari mineral adalah kalsium yang analog dengan kristal
kalsium Phospat dengan rumus kimia 3 Ca3 (PO)2 Ca (OH)2 yang dikenal
sebagai kristal kalsium hidroksiapatit. Kalsium hidroksiapatit berbentuk
piringan kristal tajam seperti jarum, berbeda di dalam dan diantara serat
kolagen dengan panjang 20-80 nm dan tebal 2-5 nm. Kristal ini tidak murni
tapi mengandung unsur lain yaitu senyawa karbonat, senyawa sitrat, dengan
unsur magnesium, natrium, dan fluorida yang dapat dijumpai pada sisi dari
kristal atau terserap ke dalam sampai kepermukaan kristal.

c. Matriks tulang
Matriks tulang adalah bentuk organis tulang. Sekitar 35% dari berat tulang
kering mengandung 98% kolagen dan sisanya 2% terdiri dari beberapa macam

3
4

protein non kolagen. Kolagen adalah protein dengan daya larut yang sangat
rendah, berbentuk tripel helik, terdiri dari 2 rantai a1(I) dan a2(II) berbentuk
silang ( cross linked ) dengan ikatan hidrogen antara hidroksi protein dan
residu lainnya. Setiap molekul berada dalam satu garis bersama dengan
lainnya dan membentuk serat kolagen. Golongan protein non kolagen yang
jumlahnya banyak adalah osteonektin dan osteokalsin ( bone-Glaprotein).
Osteokalsin adalah protein kecil yang jumlahnya 10-12% dari protein non
kolagen dan erat hubungannya dengan fase mineralisasi tulang. Osteonektin
adalah protein besar yang disekresi oleh osteoblas (OBL) yang berfungsi
mengikat kolagen dan hidroksiapatit.

Fisiologi Pembentukan Tulang

Tulang dibentuk di dalam kandungan mulai trimester 3 kehamilan yang


disebut tulang woven, setelah lahir menjadi tulang lameral yang hanya
mengandung 25 gr kalsium dan selanjutnya berkembang terus karena pengaruh
lokal dan sistemik serta meningkatkan kalsium sampai 1000 gr saat tulang
mencapai kematangan.

Massa tulang terbentuk dari masa bayi sampai mencapai puncaknya


sewaktu usia dewasa, nilai ini ditentukan oleh faktor genetik nutrisi, kegiatan
fisik dan penyakit. Makin tinggi nilai masa tulang ini dicapai akan semakin
makin baik, setelah puncak dicapai pada umur 30 tahun, maka kurva akan
mendatar (plateau) dan kemudian sekitar umur 40 tahun kurva mulai menurun.
Kecepatan laju penurunan sekitar 1 % per tahun.

Selama perkembangannya tulang terus membutuhkan kalsium yang sangat


tinggi sampai masa pubertas dimana proses kematangan hormon reproduksi,
estrogen pada wanita dan testosteron pada laki-laki. Karena pengaruh anabolik
dan prekursor estrogen terjadilah proses bone remodeling atau pergantian masa
tulang.
5

Proses remodeling ini melalui 2 tahap yaitu oleh tahap bone formation atau
pembentukan tulang oleh osteoblas dan tahap bone resorption resorpsi atau
penyerapan tulang oleh osteoklas. Sebagai puncak pembentukan terjadi pada
wanita usia 30 tahun dan akan mengalami penurunan pada masa menopause
sampai usia lanjut.

Modelling dan Remodelling Tulang

Tulang merupakan jaringan yang hidup secara terus menerus mengalami


pembentukan dan perombakan (resorpsi). Tulang mempunyai kemampuan
untuk membentuk dirinya sendiri secara terus menerus melakukan suatu cara
yang teratur. Pada usia muda menjelang 20 tahun proses pembentukan tulang
sangat aktif, jauh melampaui proses penyerapan tulang. Pada usia 20 - 40
tahun kedua proses hampir sama aktif, sedangkan di atas 40 tahun proses
resorpsi lebih aktif dibandingkan proses pembentukan tulang. Akibatnya
massa tulang jadi lebih kecil.

Pembentukan tulang terjadi melalui 4 tahap. Pertama-tama tulang yang


sudah tua diserap dan kemudian dibentuk tulang baru. Dalam proses ini sel-sel
osteoklas dan osteoblas memegang peranan. Adapun proses pada kortikal
(compact) bone dan spongios (concellus) bone.

A. Pembentukan osteoblas dan fungsinya


Sel osteoblas terbentuk dari sel prekursor yang kemudian
berdiferensiasi menjadi sel osteoblas matang. Sel prekursor adalah stem sel
dari sum-sum tulang yang disebut stem sel mesenkim (mesenchymal stem
cell l [MSC]). Beberapa sel osteoblas berdiferensiasi lebih sampai menjadi
osteosit. Osteosit membentuk lebih dari 90% sel tulang pada orang dewasa.
Osteosit dianggap yang terlibat dalam respon tulang terhadap beban
mekanis.
6

Beberapa protein dan kelompok protein diperlukan dalam menentukan


osteoblas. Tiga protein tersebut adalah.

1. Bone Morphogenic Proteins (BMP's)


Suatu kelompok protein yang disebut Bone Morphogenic
Proteins (BMP's) menarik mesenchymal stem cell (MSC) untuk
memulai proses diferensiasi menjadi sel osteoblas yang matang.
BMPs tidak bekerja secara langsung terhadap stem sel mesenkim
(mesenchymal stem cell [MSC]), tetapi bekerja dengan cara
mengaktifkan gen yang lain.

2. Core Binding Factor Alpha (Cbfa 1)


Cbfa 1 merupakan faktor transkripsi yang penting bagi
diferensiasi MSC menjadi sel osteoblas yang matang. Cbfa 1
dieksresikan pada osteoblas dan juga terlibat dalam diferensiasi
kondrosit. Kondrosit juga diturunkan dari sel mesenkim dan terlibat
dalam proses pembentukan tulang. Cbfa 1 mengaktifkan transkripsi
dari beberapa gen yang terlibat pada fungsi tulang, terutama zat ini
akan berikatan pada daerah promotor dari gen osteokalsin. Osteokalsin
adalah protein yang disekresikan dari osteoblas dan dapat memiliki
efek penghambat pada fungsi osteoblas.

3. Osterix (Osx)
Osterix merupakan protein yang diperlukan pada diferensiasi
osteoblas yang bekerja di bawah Cbfa1 (eksresi osterix memerlukan
Cbfa1 bukan sebaliknya). Osterix adalah zink yang mengandung
faktor transkripsi dan terdapat pada tulang yang sedang berkembang.

B. Pembentukan Osteoklas dan Fungsinya


Sel osteoklas juga terbentuk dari sel prekursor yang kemudian
berdiferensiasi menjadi sel osteoklas matang. Sel prekursor adalah stem sel
hematopoetik yang disebut monosit. Osteoklas mengabsorbsi tulang dengan
cara menempel pada permukaan tulang dan menurunkan pH sekelilingnya
7

sehingga mencapai kadar asam sekitar. Mineral tulang kemudian menjadi larut
dan kolagen menjadi pecah.
Diferensiasi dan fungsi osteoklas terutama diatur dengan:
1. Macrophage Colony-Stimulating Factor (M-CSF)
Macrophage Colony-Stimulating Faktor (M-CSF) diperlukan
untuk kelangsungan dan diferensiasi prekursor osteoklas. Zat ini
dibentuk oleh sel osteoklas. M-CSF membantu diferensiasi osteoklas
dengan cara berikatan pada reseptornya (c-Fms) pada awal prekursor
osteoklas. Ketiadaan 1v1-CSF akan menyebabkan terhentinya
diferensiasi pada tahap preosteoklas.

2. Receptor for Activation of Nuclear Factor Kappa 8 Ligand


(RANKL)
RANKL merupakan reseptor yang berada pada permukaan sel
prekursor osteoklas. RANKL diekspresikan pada permukaan sel
osteoblas dan berikatan dengan (merupakan suatu ligand) RANKL.
Pengikatan RANKL ke RANKL menyebabkan diferensiasi dan
pematangan sel prekursor osteoklas menjadi sel osteoklas matang.
Ikatan ini menghasilkan suatu kaskade, yaitu aktivasi Nuclear Factor
Kappa B (NF-Kappa B), sesuai dengan namanya. Ketiadaan NF-
Kappa g dapat menyebabkan penyakit tulang berupa osteoporosis.

3. Osteoprotegerin (OPG)
Osteoprotegerin (OPG) dibentuk oleh osteoblas (seperti halnya
sejumlah jenis sel lainnya) dan menghalangi pembentukan osteoklas
dan resorpsi tulang. Zat ini juga berkaitan dengan RANKL (Receptor
for Activation of Nuclear Faktor Kappa 8 Ligand), Ketika OPG
berikatan dengan RANKL maka ini akan mencegah RANKL berikatan
dengan RANKL, sehingga menyebabkan hambatan terhadap
pembentukan osteoklas.
8

Gambar 2.1 Struktur tulang

2.2. Definisi
Fraktur patologis adalah fraktur akibat lemahnya struktur tulang oleh proses
patologik, seperti neoplasia, osteomalasia, osteomielitis, dan penyakit lainnya.
Disebut juga secondary fracture dan spontaneous fracture.4,5

2.3. Etiologi

Fraktur patologis adalah suatu fraktur yang terjadi pada tulang yang abnormal. Hal
ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor kongenital, misal osteogenesis
imperfekta dan displasia fibrosa. Faktor infeksi seperti osteomielitis. Faktor neoplastik
benigna, yaitu enkhondroma dan maligna, osteosarcoma dan myeloma. Faktor sekunder,
dari paru-paru, payudara, tiroid, ginjal, prostat. Faktor metabolik seperti osteomalasia,
osteoporosis, panyakit Paget.5,11,15

2.4. Diagnosis
Kongenital
A. Osteogenesis Imperfekta (Brittle Bones)5,6,7
Osteogenesis Imperfekta (OI) adalah salah satu kelaninan genetik
pada tulang yang paling sering ditemukan. Sintesis yang abnormal dan
kerusakan stuktur kolagen tipe I menyebabkan kelainan pada gigi,
9

ligamen, sklera dan kulit. Gambaran klinis dari OI adalah adanya


ospeopenia, kecenderungan fraktur, kelemahan ligamen, sklera berwana
biru, dan dentinogenesis impefecta (crumbling teeth).

Kelainan genetik pada OI digambarkan dengan perubahan integritas


struktural, atau pengurangan jumlah kolagen tipe I, yang menjadi salah
satu kompenen utama pada jaringan ikat di kulit, ligamen dan tulang.
Perubahan kecil dalam komposisi kolagen tipe I sudah dapat
menyebabkan kelemahan jaringan dan osifikasi yang tidak sempurna pada
semua jenis tulang. Pada awalnya, pembentukan tulang dimulai dengan
normal kemudian berjalan dengan tidak normal. Jaringan yang terbentuk
terdiri dari campuran anyaman dan tulang lamellar dan pada beberapa
kasus, yang terbentuk hanyalah anyaman tulang imatur. Terdapat
penipisan dermis, kelemahan ligamen, peningkatan translusensi kornea,
dan kerusakan gigi.

Gambaran klinis pada OI bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan


penyakit. Kelainan yang paling mudah ditemukan adalah kecenderungan
untuk fraktur, umumnya setelah trauma ringan dan seringkali tanpa nyeri
dan bengkak. Pada kasus-kasus klasik, fraktur terjadi pada masa bayi dan
akan sering berulang pada masa anak-anak. Pembentukan callus pada
fraktur berwarna kemerahan sehingga seringkali menyerupai
osteosarcoma. Pertumbuhan tulang yang baru juga tidak normal dan tetap
lentur dalam waktu yang lama, hal ini menjadi predisposisi untuk
terjadinya malunion dan meningkatkan resiko untuk fraktur lagi. Pada
usia 6 tahun, kemungkinan akan terjadi deformitas pada tulang-tulang
panjang dan fraktur kompresi pada vertebra yang seringkali menyebabkan
kyphoscoliosis. Setelah memasuki masa pubertas, fraktur akan jarang
terjadi.
10

Pada bebrapa kasus yang lebih ringan, fraktur terjadi pada satu atau
dua tahun setelah kelahiran, saat anak mulai berjalan. Sedangkan pada
kasus OI yang paling parah, fraktur terjadi sebelum kelahiran dan bayi
tetap lahir hidup. Namun hanya dapat bertahan beberapa minggu
disebebkan karena kegagalan nafas, identasi basilar ataupun perdarahan
intrakranial karena cedera.

Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan osteopenia pada semua


tulang, penipisan tulang panjang, beberapa fraktur dengan berbagai
tahapan proses healing, vertebral kompresi dan deformitas spinal. Tulang
tengkorak dapat membesar dan ditemukan gambaran wormian bones.

( ( (

(d) (e
)

Gambar 2.2. Osteogenesis Imperfecta


(a) Pasien dengan severe deformitas pada anggota geraknya karena multiple mini-fraktur
pada tulang-tulang panjang. Klasik OI (tipe III). (b,c) gambaran radiologi pada pasien yang
sedikit lebih tua dengan kondisi yang sama. (d) Sklera berwarna biru gelap pada tipe I. (e)
Kerusakan gigi pada pasien dengan OI tipe IV
11

Klasifikasi OI yang paling banyak digunakanan adalah Sillence


(1981), yang membagi empat tipe klinis OI:

1. OI type I (MILD)
Variasi paling umum, lebih dari 50% dari semua kasus.
Fraktur biasanya muncul pada usia 1-2 tahun.
Penyembuhan cukup baik dan tidak terlihat kelainan
bentuk.
Sklera berwarna biru tua
Gigi tidak normal
Pendengaran berkurang pada dewasa
Kualitas hidup baik, harapan hidup normal.
Autosomal dominant inheritance.
2. OI type II (LETHAL)
5-10% per kasus
Fraktur intra-uterin dan fraktur neonatal
Tengkorak membesar dan ditemukan wormian bones
Sklera berwarna abu-abu
Fraktur costae dan kesulitan bernafas
Lahir hidup, hanya bertahan beberapa minggu
Paling sering karena mutasi dominan, beberapa
autosomal resesif.
3. OI type III (SEVERE DEFORMING)
Tipe klasik namun bukan tipe tersering
Fraktur muncul saat lahir
Tengkorak membesar dan gambaran wormian bones,
wajah pinched-looking
Terlihat deformitas dan kyphoscoliosis pada usia 6
tahun
Sklera berwarna abu-abu, kemudian putih
Dentinogenesis imperfecta.
Kelemahan sendi
Masalah dalam pernafasan
Kualitas hidup buruk, sedikit yang bertahan hingga
dewasa
Sporadik, atau autosomal recessive inheritance.
4. OI type IV (MODERATELY SEVERE)
Jarang terjadi, > 5% dari kasus
12

Sering terjadi fraktur pada masa anak-anak


Sering ditemukan deformitas
Sklera biru pucat atau normal
Dentinogenesis imperfecta.
Bertahan hingga dewasa dengan fungsi yang cukup
baik
Autosomal dominant inheritance.

Tidak ada penanganan medis yang dapat mengobati abnormalitas dari


OI. Terapi konservatif dilakukan untuk mencegah fraktur, seperti
pemasangan pemberat orthosis saat melakukan aktivitas fisik dan
mengobati fraktur jika terjadi. Mencegah trauma dengan membatasi
gerak. Anak dengan severe OI dapat diterapi dengan bifosfonat siklik
untuk meningkatkan densitas mineral tulang dan mengurangi
kecenderungan untuk fraktur.

Sebagian besar masalah ortopedi jangka panjang terjadi pada tipe III
dan tipe IV. Fraktur yang terjadi dapat ditangani dengan terapi
konservatif, namun imobilisasi harus seminimal mungkin. Deformitas
pada tulang panjang sering ditemukan yang disebabkan karena malunion
pada fraktur komplit atau patahnya tulang pada fraktur inkomplit
berulang. Hal ini membutuhkan prosedur operatif, biasanya dilakukan
pada usia 4 hingga 5 tahun.

B. Displasia Fibrosa5
Displasia fibrosa adalah gangguan perkembangan dimana daerah
trabecular pada tulang digantikan dengan sel-sel jaringan fibrosa yang
terdiri dari osteoid dan anyaman tulang. Hal ini dapat mempengaruhi satu
tulang (monostotik), satu anggota badan (monomelik) atau banyak tulang
(poliostotik). Jika lesi yang terbentuk besar, tulang akan semakin
melemah dan akan menimbulkan fraktur hingga deformitas.
13

Tempat yang paling sering mengalami displasia fibrosa adalah femur


bagian proximal, tibia, humerus, costae, dan tulang cranio-facial. Tidak
ditemukan gejala berarti pada lesi yang kecil dan tunggal. Pada lesi yang
besar dan monostotik, akan terasa nyeri dan kemungkinan hanya
ditemukan jika terjadi fraktur patologis. Pasien dengan poliostotik
biasanya pada anak kecil dan remaja dengan nyeri, lemas, pembesaran
tulang, deformitas, atau fraktur patologis.

Gambar 2.3 gambaran radiologi dysplasia fibrosa


(a) Defek kortikal, namun dalam beberapa gambaran terlihat seperti lesi
medular. (b,c) fraktur patologis pada daerah yang lemah

Terkadang kelainan tulang ini dikaitkan dengan bercak caf-au-lait


pada kulit dan pada perempuan akan mengalami dewasa sebelum
waktunya (Albrights syndrome). Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat
kista radiolusen pada metafisis atau pada poros tulang. Karena lesi terdiri
dari jaringan berserat dengan bintik-bintik difus tulang imatur, pada x-ray
akan terlihat area kehitaman dengan sedikit kabur atau berbentuk
gambaran ground-glass.
14

Gambar 2.4 Displasia Fibrosa


Displasia fibrosa monostotik pada (a) bagian proksimal femur (gambaran
shepherds crook) dan (b) pada tibia. (c) Displasia fibrosa Poliostotik

Pada gambaran histologi, akan terlihat sel-sel jaringan fibrosa yang


longgar dengan potongan-potongan anyaman tulang yang tersebar luas
dan giant cell yang tersebar. Secara klinis dan histologis, keadaan
monostotik menyerupai proses pembentukan tulang pada tumor dan
hiperparatiroidsme. Karena itu perlu dilakukan x-ray dan pemeriksaan
laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan tersebut. Dalam studi
kasus, fibrosarkoma muncul pada 0,5% dari pasien dengan lesi
monokistik dan 5% pada pasien dengan Albrights syndrome.

Terapi yang dilakukan tergantung pada kecacatan dan ada tidaknya


deformitas. Lesi yang kecil tidak membutuhkan terapi. Lesi yang besar,
nyeri, dan terdapat fraktur dapat disembuhkan, namun besar kemungkinan
untuk terjadi abnormalitas kembali. Pencangkokan tulang kortikal dan
cancellous dapat menambah kekuatan tulang. Pada lesi yang sangat besar,
graf atau pencangkokan dapat dilengkapi dengan methylmethacrylate.
Sedangkan jika terdapat deformitas perlu dikoreksi dengan osteotom yang
sesuai.
15

2.4.2 Infeksi
A. Osteomielitis8
Osteomielitis (osteo-berasal dari kata Yunani yaitu osteon, berarti tulang,
myelo artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan) secara sederhana berarti
infeksi tulang atau sumsum tulang. Infeksi pada tulang dapat terjadi melalui aliran
darah, trauma dan fiksasi interna (implant). Organisme yang paling umum
menyebabkan terjadinya infeksi yaitu staphylococcus aureus. Adanya proses
infeksi maka tubuh akan memberikan respon perlawanan dengan mengisolasi dan
menghancurkannya. Tanda-tanda osteomielitis yaitu berupa, nyeri, kemerahan dan
bengkak sekitar tulang yang terinfeksi serta berkurangnya fungsi.

Gambar 2.5. Osteomielitis akut


(a)Infeksi pada metafisis dapat menyebar dan akan membentuk abses subperiosteal.
(b)beberapa sel tulang mati dan dibungkus menjadi sequestrum. (c)involucrum yang
dibungkus terkadang perforasi karena sinus

Osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik. Fase
akut ialah fase sejak terjadinya infeksi sampai 10-15 hari. Pada fase ini anak
tampak sangat sakit, panas tinggi, pembengkakan dan gangguan fungsi anggota
gerak yang terkena. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan laju endap darah
16

yang meninggi dan lekositosis, sedang gambaran radiologik tidak menunjukkan


kelainan.

Pada osteomielitis kronik biasanya rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang
terkena merah dan bengkak atau disertai terjadinya fistel. Pemeriksaan radiologik
ditemukan suatu involukrum dan sequesterasi.

Penatalaksanaan pada osteomielitis akut, jika berdasarkan klinis dicurigai


osteomyelitis, maka darah dan sampel cairan harus diambil untuk pemeriksaan
laboratorium dan kemudian pengobatan dimulai segera tanpa menunggu
konfirmasi akhir dari diagnosis.

Ada empat aspek penting untuk manajemen pasien:

Pengobatan suportif untuk rasa sakit dan dehidrasi.


Pemberian analgetik harus diberikan pada interval pengulangan
tanpa menunggu patien mengeluh nyeri terlebih dahulu.
Septikemia dan demam dapat menyebabkan dehidrasi berat
sehingga dibutuhkan pemberian cairan intravena.

splint pada bagian yang sakit.


Splint dibutuhkan tidak hanya untuk kenyamanan tapi juga untuk
mencegah kontraktur sendi.
terapi antibiotik parenteral berspekrum luas berdosis tinggi selama
4-6 minggu.
drainase bedah.

Jika antibiotik diberikan lebih cepat (48 setelah onset dari gejala) drainase
mungkin tidak diperlukan. Akan tetapi, jika gambaran klinis tidak meningkat
dalam 36 sejak pengobatan dimulai, atau bahkan lebih awal jika ada tanda-
tanda pus yang dalam (pembengkakan, edema, fluktuasi), maka harus
dilakukan aspirasi pus, dan dilakukan drainase abses dengan operasi terbuka
di bawah general anestesi
17

Osteomilitis kronik tidak dapat sembuh sempurna sebelum semua


jaringan yang mati disingkirkan. Antibiotika dapat diberikan secara sistematik
dan lokal.

indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah :

a. adanya gejala yang mengganggu

b. kegagalan dengan pengobatan antibiotik yang adekuat

c. Adanya sequesterasi

d. Bila mencurigakan adanya perubahan kea rah keganasan

Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila


involucrum telah cukup kuat : mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan

Dengan diagnosis yang cepat, penatalaksanaan yang tepat dan pemberian


terapi yang adekuat, prognosis osteomielitis adalah baik. Berbeda dengan
osteomielitis kronik, prognosis tidak begitu baik, bahkan dengan pembedahan
sekalipun. Pada beberapa kasus, osteomielitis kronis resisten terhadap terapi yang
diberikan dan seringkali amputasi merupakan jalan yang harus ditempuh.

2.4.3 Neoplasma
A. Enkhondroma9
Merupakan neoplasma jinak yang berasal dari dalam rongga sumsum tulang
yang terdiri dari kartilago hialain matur. Tumor ini berkembang dari pulai-pulau
kartilago yang terkadang menetap pada metafisis pada proses pembentukan
tulang oleh osifikasi endokondral. Tumor jinak ini didapat pada dewasa muda
dan tidak mengakibatkan keluhan sakit. Karena itu, seringkali khondroma
ditemukan pada pemeriksaan radiologi berkala atau setelah terjadi fraktur
patologis. Khondroma ditemukan pada setiap tulang dengan kartilago (tulang
tubular pada tangan dan kaki).

Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat area radiolusen yang sangat jelas
pada perbatasan antara metafisis dan diafisis. Terkadang tulang agak sedikit
18

melebar. Gambaran bercak-bercak klasifikasi berbentuk lingkaran menunjukkan


adanya kartilago hialin yang matur (lesi matur).

Gambar 2.6 Gambaran radiologi Enkhondroma


(a)Enkhondroma pada tangan (b) enkhondroma sebelum dan sesudah kuretase dan
bone graft

Enchondromatosis adalah bentuk multiple daripada enchondroma disebut juga


sebagai Olliers Disease. Bila enchondromatosis disertai dengan adanya multipel
hemangioma dijaringan lunak disebut sebagai Mafucci Syndrome.

Tumor ini paling sering mengenai tulang-tulang tubuler kecil (acral skeleton)
pada tangan dan kaki, kadang-kadang juga pada tulang yang lebih besar, seperti
femur, hemerus, tibia, fibula, radius dan ulna. Pada tulang panjang ditemukan
pada metafisis dan distal atau proksimal dari diafisis.

Komplikasi pada penyakit ini adalah adanya perubahan malignasi, namun hal
ini jarang terjadi. Kurang dari 2% pada pasien dengan lesi yang kecil akan
mengalami malignansi. Namun pada kasus dengan multiple lesi (Olliers
disease) persentase meningkat menjadi 30% dan 100% pada pasien dengan
19

Maffuccis syndrome. Tanda-tanda malignansi pada pasien dengan usia lebih dari
30 tahun adalah: (1) onset nyeri, (2) lesi membesar dan (3) erosi kortikal.

Terapi pada enchondroma dapat dilakukan prosedur operatif jika tumor


terlihat membesar, atau jika terdapat fraktur patologis., dengan cara melakukan
kuret daripada lesi, kemudian rongga lesi diisi dengan bone graft.

B. Osteosarkoma9
Merupakan neoplasma tulang ganas primer yang paling sering didapat. Terjadi
pada dekade ke 2 dari kehidupan dimana masa tersebut merupakan masa aktif
pertumbuhan tulang, hanya kurang dari 5% terjadi pada anak-anak usia kurang
dari 10 tahun. Bersifat sangat ganas, cepat bermetastase ke paru-paru dengan
melalui aliran darah. Lokasi dapat terjadi pada metafisis tulang-tulang panjang
terutama pada bagian distal femur, proksimal tibia dan proksimal humerus.

Keluhan utama pasien ialah nyeri menetap, lebih parah saat malam hari dan
perlahan-lahan meningkat, terkadang pasien datang dengan benjolan. Jarang
sekali didapatkan fraktur patologis.

Pada pemeriksaan hanya didapatkan nyeri lokal. Pada kasus yang lebih lanjut
teraba massa pada jaringan dan inflamasi. Didapatkan juga peningkatan pada
pemeriksaan ESR dan serum alkalin fosfatase.

Gambaran radiologi pada osteosarcoma sangat bervariasi. Gambaran daerah


osteolitik yang kabur digantikan dengan area osteoblastik dengan densitas yang
jarang. Garis endosteal susah untuk dievaluasi. Pertumbuhan neoplasma yang
cepat mengakibatkan terangkatnya poriosteum dan tulang reaktif terbentuk antara
periosteum yang terangkat dengan tulang dan pada X-Ray terlihat sebagai
segitiga Codman. Kombinasi antara tulang reaktif dan tulang neoplastik yang
dibentuk sepanjang pembuluh darah berjalan radier dari kortek tulang ke arah
masa tumor membentuk gambaran Sunbrust.
20

Gambar 2.7 Gambaran radiologi osteosarcoma


(a)peningkatan densitas pada metafisis, erosi kortikal, dan reaksi periosteal. (b)
sunburst dan codmans triangle. (c) pasien yang sama setelah radioterapi. (d)
predominan tumor osteolitik

Pada pemeriksaan patologi, gambaran histologinya bervariasi. Kriteria untuk


diagnosis adalah didapatnya stroma sarkoma dengan pembentukan osteoid
neoplastik dari tulang disertai gambaran anaplasia yang menyolok. Sel-sel ganas
menembus rongga antara kumpulan osteoid.

Penderita dengan Osteosarkoma membutuhkan terapi operatif berupa


amputasi. Amputasi dapat dilakukan melalui tulang daerah proksimal tumor atau
melalui sendi (disartikulasi) proksimal dari tumor.

Selain terapi operatif, maka pada penderita osteosarkoma diperlukan juga


terapi adjuvan berupa pemberian kemoterapi atau radio terapi. Para ahli
berpendapat bahwa pada saat diagnosis osteosarkoma ditegakkan, maka dianggap
kebanyakan penderita sudah mempunyai mikro metastase di paru-paru sehingga
setelah amputasi walaupun X-Ray paru-paru masih belum nampak metastase,
perlu diberikan kemoterapi untuk memberantas mikrometastase.

Pada permulaannya prognosis Osteosarkoma adalah buruk 5 years Survival


Rate-nya hanya berkisar antara 10-20%. Belakangan ini dengan terapi adjuvan
berupa sitostatik yang agresif dan intensif yang diberikan prabedah dan pasca
21

bedah, Survival Rate menjadi lebih baik dapat mencapai 60-70%. Berkat terapi
adjuvan juga terapi amputasi belakangan ini sudah berkurang, sekarang pada
pusat-pusat pengobatan kanker yang lengkap, terapi non amputasi atau Limb
Salvage lebih sering dilakukan.

C. Multiple Mieloma9,11
Neoplasma tulang ganas dari proliferasi sel limfosit B pada bone marrow
dengan sel plasma yang mendominasi. Hal ini menyebabkan peningkatan
aktivitas osteoclast yang akan menyebabkan osteoporosis dan munculnya lesi
litik pada tulang. Kumpulan dari sel plasma akan membentuk tumor-tumor kecil
(plasmasitoma) pada satu tulang. Kemudian tumor-tumor ini dapat menyebar.

Gangguan pada bone marrow berhubungan dengan ketidaknormalan pada


protein plasma, sehingga meningkatkan viskositas darah dan anemia. Penyerapan
tulang yang berlebih dapat menyebabkan hiperkalsemia, yang juga dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, dan kompresi pada spinal karena kolapsnya
tulang vertebra.

Multiple myeloma sering terjadi pada pasien dengan usia 45-65 tahun,
dengan keluhan lemah, nyeri pada punggung, sakit pada tulang, atau fraktur
patologis. Hiperkalsemia juga dapat menimbulkan keluhan haus, poliuri dan
abdominal pain. Plasmasitoma pada proximal femur menyebabkan nyeri lokal
dan pergerakan pinggul yang terbatas.

Pada pemeriksaan radiologi terkadang hanya ditemukan osteoporosis


(multiple myeloma adalah salah satu penyebab tersering osteoporosis dan fraktur
kompresi vertebra pada pria diatas 45 tahun). Lesi klasik pada multiple mieloma
terlihat gambaran punched out, berupa lesi osteolitik yang bulat irreguler. Tidak
terdapat reaksi periosteal. Erosi dimulai dari intramedular hingga ke kortek. Pada
pemeriksaan patologis terdapat plasma sel, lesi osteolitik disebabkan oleh
peningkatan resorbsi osteoklast yang dipengaruhi oleh sitokin sel plasma.
22

Gambar 2.8 Multiple Mieloma

Pada orang tua sumsum tulang masih masih didapat tulang vertebra, pelvis
dan tengkorak, dan thoraks maka neoplasma ini paling sering ditemukan pada
tulang-tulang tersebut.

Seringkali ditemukan anemia dan tingginya ESR. Pada pemeriksaan kimia


darah dapat ditemukan peningkatan kreatinin dan hiperkalsemia. Suhu badan
yang meninggi, berat badan yang menurun dan perasaan mudah lelah. Di dalam
darah ada peninggian kadar gammaglobulin. Urin mengandung protein spesifik
yaitu protein Bence Jones, yang dapat ditemukan pada lebih kurang 50%
mieloma.

Fraktur patologis merupakan komplikasi yang sering terjadi karena adanya


proses destruksi yang cepat dengan disertai sedikit reaksi pembentukan tulang
reaktif. Tidak adanya pembentukan tulang reaktif penyebab tumor ini tidak sering
terdeteksi dengan bone scan. Diagnosis ditegakkan dengan dengan pemeriksaan
B.M.P (Bone Marrow Puncture) di daerah sternum atau kista iliaka dimana akan
dilihat adanya sel-sel plasma abnormal.

Terapi yang dilakukan berupa radioterapi dan kemoterapi, atau dilakukan


transplantasi sumsum tulang Pada fraktur patologis yang mengenai tulang
23

ekstremitas dilakukan fiksasi internal. Sedangkan prognosisnya buruk, 5 tahun


Survival Rate 10%. Penderita pada umumnya meninggal 2 tahun setelah
diagnosis ditegakkan

D. Tumor Tulang Sekunder9

Merupakan jenis tumor tulang ganas yang sering didapat. Kemungkinan tumor
tulang merupakan tumor metastatik harus selalu difikirkan, pada penderita yang
berusia lanjut. Pada usia dewasa/lanjut jenis keganasan yang sering bermetastase
ke tulang ialah karsinoma payudara, paru-paru, lambung, ginjal, usus, prostat dan
tiroid. Sedang pada anak-anak ialah neuroblastoma.

Penderita-penderita yang meninggal akibat karsinoma, pada pemeriksaan


bedah mayat ternyata paling sedikit seperempatnya menunjukkan tanda-tanda
metastase ke tulang. Sel-sel anak sebar mencapai tulang dengan melalui jalan
darah, saluran limfe atau dengan cara ekstensi langsung. Sumsum tulang
merupakan tempat yang subur untuk pertumbuhan sel-sel anak sebar, dengan
demikian tulang vertebra, pelvis, iga dan bagian proksimal tulang tulang panjang
merupakan tempat yang paling seirng dihinggapi oleh sel-sel anak sebar. Pada
pendenta dengan kemungkinan keganasan tulang metastatik, maka harus
dilakukan pemeriksaan pada semua tulang misalnya dengan bone survey atau
bone scan. Keluhan penderita yang paling menonjol ialah rasa sakit. Rasa sakit
dapat diakibatkan oleh fraktur patologis. Dalam beberapa keadaan justru lesi
metastatik di tulang yang terlebih dulu ditemukan dan didiagnosis, dimana hasil
pemeriksaan mikroskopik menunjukkan suatu jenis neoplasma tulang metastatik
yang kadang-kadang jaringan asalnya sulit ditentukan, sehingga harus dicari
dengan cermat lokasi daripada tumor primernya.

Pada umumnya tumor metastatik akan mengakibatkan gambaran osteolitik,


sedang pada metastase Ca prostat nampak gambaran osteoblastik/osteoklerosis.
Kadar Ca meninggi karena terjadi pelepasan kalsium ke.dalarn darah akibat
proses resorbsi -eoblastik pada tulang-tulang. Adanya pembentukan tulang reaktif
24

ditandai oleh kadar fosfatase alkali yang meningkat. Pada metastase Ca prostat,
kadar fosfatase asam meninggi.

Terapi bersifat paliatif, karena penderita sudah berada dalam stadium lanjut.
Terapi ditujukan pada jenis karsinoma primernya yang dapat berupa radioterapi,
immoterapi ataupun hormon terapi. Terapi dari segi bedah adalah terhadap
fraktur patologis yang mungkin memerlukan fiksasi secara eksternal atau
internal, agar supaya penderita dapat diimmobilisasi tanpa merasa kesakitan. Bila
perlu dapat dilakukan fiksasi internal terhadap tulang-tulang ekstremitas sebelum
tulang tersebut mengalami fraktur, jadi. baru diperkirakan akan fraktur bila
proses, pada tulang dibiarkan berjalan terus (impending fracture).

2.4.4 Metabolik
A. Riketsia dan Osteomalasia11,12
Riketsia dan osteomalasia adalah dua penyakit yang disebabkan oleh hal yang
sama, yaitu mineralisasi tulang yang tidak adekuat. Osteomalasia dalah keadaan
lunaknya tulang karena kalsifikasi osteoid yang tidak sempurna. Pada anak-anak,
kondisi tersebut juga mempengaruhi pertumbuhan lempeng fisis dan osifikasi
sehingga menyebabkan deformitas pada tulang endokhondral (Riketsia).

Mineralisasi tulang yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh berbagai jalur
metabolik dari vitamin D. Diantaranya kurangnya asupan nutrisi, jarang terpapar
sinar matahari, malabsorbsi intestinal, penurunan kadar 25-hydroxylation
(penyakit hepar, antikonvulsan), penurunan kadar 1-hydroxylation (penyakit
ginjal, nefrotomi). Perubahan patologis pada penyakit ini juga dapat disebabkan
oleh defisiensi kalsium dan hipofosfatemia.

Perubahan patologis yang khas pada Riketsia muncul dari ketidakmampuan


untuk mengkalsifikasi matrix intesel pada lapisan dalam lempeng fisis. Zona
proloferatif tetap aktif, namun sel-selnya tidak berbentuk rapi. Sel-sel tersebut
menumpuk irregular, sehingga meningkatkan ketebalan lempeng fisis. Zona
kalsifikasi kurang termineralisasi dan pembentukan tulang pada zona osifikasi
juga menurun. Oleh karena kalsium memberi sifat keras pada tulang, daerah-
25

daerah yang tidak terklasifikasi menajadi lunak, dan terjadi deformitas substansi
tulang dan lempeng epifisis yang progresif.

Gambar 2.10 Riketsia

Sebagian besar kasus Riketsia dan Osteomalasia disebabkan oleh defisiensi


vitamin D dan jarangnya terpapar sinar matahari. Anak dengan Riketsia
terkadang juga menderita tetanus atau kejang, kegagalan berkembang, lesu, dan
kekakuan otot. Perubahan pada tulang yang pertama adaalah deformitas pada
tulang tengkorak (craniotabes) dan penebalan pada lutut, pergelangan tangan dan
kaki karena pertumbuhan lempeng fisis. Pembesaran costocondral junction
(rikety rosary) dan indentasi lateral dada (Harrisons sulcus). Pembengkokan
pada distal tibia terjadi karena kebiasaan duduk bersila. Saat anak berdiri,
deformitas pada ekstremitas bawah akan meningkat, dan pertumbuhan yang
lambat akan semakin terlihat jelas. Pada keadaan Riketsia yang parah dapat
ditemukan adanya spinal curvature, coxa vara (bengkoknya leher femur) dan
adanya fraktur pada tulang-tulang panjang.

Osteomalasia pada dewasa adalah kondisi yang lebih parah. Pada beberapa
tahun sebelum terdiagnosis, pasien mengeluhkan nyeri pada tulang, nyeri
26

punggung, dan kelemahan otot. Kolapsnya vertebrae menyebabkan penurunan


tinggi badan, deformitas seperti kifosis. Kemungkinan pasien-pasien dengan
osteomalasia memiliki riwayat Riketsia pada masa anak-anak.

Gambar 2.11 Gambaran radiologi Osteomalasia

Gambaran radiologis pada anak dengan Riketsia akan terlihat gambaran


penebalan dan pelebaran pada lempeng fisis, penyempitan metafisis, dan
terkadang terlihat gambaran diafifis yang bengkok. Metafisis akan tetap terlihat
tidak normal walaupun telah diobati. Jika serum kalsium tetap rendah,
kemungkinan adanya tanda dari hiperparatiroid sekunder, yaitu erosi sub-
periosteal pada tempat-tempat dengan remodeling yang maksimal (batas tengah
proximal humerus, leher femur, distal femur dan proximal tibia, batas lateral
distal radius dan ulna).

Perubahan patologik yang terjadi pada osteomalasia sama seperti pada rakitis.
Kelainan tulang dapat sedemikian hebantnya sehingga tulang menjadi lemah,
lunak, dan akhirnya bengkok dan menyebabkan deformitas hebat. Secara
mikroskopik tamapk ostedoid dekat daerah tulang terklasifikasi yang jumlahnya
relatif sedikit. Dapat pula terbentuk pseudofraktur, yang dikenal debagai zona
Looser, pada bentuk osteomalasia berat yang disebut sindrom Milkman.
27

Pertolongan yang harus diberikan pada penyakit ini terdiri dari 3 segi:

1. Pencegahan dan pengobatan dengan pemberian vitamin D (<


100 IU perhari). Vitamin D ini dapat diberikan dengan
misainya memberikan minyak ikan. Selain itu pula diberikan
Ultra Violet Terapi.
2. Pncegahan timbulnya deformitas. diantaranya dengan
memberikan splints dan membatasi anak-anak duduk, berdiri
atau berjalan.
3. Koreksi deformitas dapat dikerjakan secara konservatif atau
jika tidak berhasil dengan operatif.
11,12,13,14
B. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit pada tulang yang ditandai oleh penurunan
pembentuakn matriks dan peningktanan resorpsi tulang sehingga terjadi
penurunan jumlah total tulang. Kelainan ini 2-4 kali lebih sering pada wanita
dibanding pria. Pada dasarnya, osteoporosis terjadi karena tidak seimbang proses
osteoblastik dengan proses osteoklastik.

Dikenal beberapa jenis osteoporosis yaitu:

1. Osteoporosis primer
Osteoporosis ini dibagi dalam 2 tipe
Tipe 1: timbul pada wanita pasca monopause
Tipe 2: terjadi pada orang lanjut usia baik pada pria
maupun wanita.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-
penyakit tulang erosif (misalnya mieloma multipel,
hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan
yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid).
3. Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis tipe ini adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya dan ditemukan pada: usia anak-anak, usia remaja,
wanita premenopause, pria usia pertengahan. Osteoporosis ini
jauh lebih jarang terjadi dari jenis lainnya.
28

Gambaran klinis dari osteoporosis yang dapat ditemukan adalah adanya nyeri
tulang terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada
malam hari. Dan terdapat deformitas pada tulang, dapat terjadi fraktur traumatik
pada vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebakan medula
spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.

Istilah osteopenia kadang digunakan untuk menggambarkan tampakan tulang


yang kurang padat dari yang seharusnya pada X-ray, tanpa menjelaskan apakah
kehilangan dari kepadatan tulang akibat osteoporosis atau osteomalasia, atau
apakah memang hal ini cukup sebagai tanda pada semua kelainan.

Karakteristik tanda dari osteoporosis adalah hilangnya trabekula, penipisan


korteks dan fraktur insufisiensi. Fraktur kompresi pada vertebra, wedging pada
berbagai level atau distorsi bikonkav pada end-plates vertebra akibat bulging dari
diskus intervertebralis yang merupakan tipikal dari osteoporosis postmonopause
berat.

Penanganan yang dapat dilakukan pada penderita osteoporosis adalah:

Diet
o Pemberian kalsium dosis tinggi (500-1000 mg/hari)
o Pemberian vitamin D dosis tinggi (400-500 IU/ hari)
o Pemasangan penyanggah tulang belakang (spinal brace)
untuk mengurangi nyeri punggung
Pencegahan
o Menghindari faktor-faktor resiko osteoporosis misalnya
rokok, mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati
dalam aktivitas fisik
o Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang
terjadi.

Semakin tinggi derajat dennsitas mineral tulang maka prognosis semakin baik
karena semakin rendah juga resiko menderita fraktur.

C. Pagets Disease11
29

Osteitis deformans atau penyakit paget ditandai oleh penebalan dan perubahan
bentuk banyak tulang yang terjadi secara progresif lambat akibat proses reasorbsi
tulang yang lebih cepat. Kelainan ini terjadi pada usia diatas 40 tahun. Pada
osteitis deformans terjadi peningkatan kegiatan osteoklas serta vaskularisasi pada
tulang yang terkena. Proses ini diawali dengan fase osteolisis. Pada fase ini,
walupun juga terjadi pembentukan tulang baru, kekuatamya lebih rendah dari
pada tulang normal. Akibatnya , terjadi pembesaran tulang yang rapuh sehingga
mudah bengkok, atau patah. Fase berikutnya fase osteosklerosis, yaitu
pembentukan tulang seimbang dengan penyerapannya sehingga tulang menajdi
lebih lebar dan padat.

Seringkali penyakit ini berlangsung tanpa keluhan atau tanda sehingga secra
kebetulan. Bentuk yang lebih berat mengakibatkan nyeri tulang. Tulang yang
sering terserang adalah tungkai bawah, paha, pinggul, tulang belakang, dan
tengkorak. Penderita akhirnya meyadari bahwanya makin lana makin
membengkok, kepala dirasakan semakin membesar, dan tinggi badan makin
berkurang.

Pada pemeriksaan radiologi tamapak tulang mengalami osteoporosis setempat


pada fase osteolisis, dan terjadi peningkatan ketebalan tulang secara tidak teratur
pada fase osteosklerosis. Kadar alkali fosfatase darah dan hidroksiprolin air kemih
selalu meningkat pada proses yang meluas, tetapi dapat normal pada proses
terlokalisasi.

Nyeri dapat dihilangkan dengan analgesik. Tetapi penggunaan radioterapi


ditolak karena ia kemudian bisa menyebabkan jeleknya penyembuhan fraktur dan
bisa meningkatkan sarkoma.

Mithramisin merupakan antibiotika sitotoksik yang mempunyai efek langsung


pada sel tulang. Telah dilaporkan untuk menghilangkan nyeri pada penyakit Paget
dan untuk mengurangi fosfatase alkali serum. Tetapi menimbulkan efek samping
gastrointestinal dan toksisitas. Difosfonat yang diberikan per oral dan telah
30

memperlihatkan perbaikan parameter biokimia penyakit ini tetapi dapat


menginduksi osteomalasia. Kalsitonin menghambat resorbsi tulang sehingga
mengurangi penggantian tulang yang meningkat secara abnormal. Akibatnya
aktivitas seluler menjadi lebih teratur dan terlihat juga penyembuhan dalam
radiograf skelet. Kalsitonin diberikan subkutan untuk masa tertentu dan tak
tercatat adanya efek samping yang serius. Sementara ini kalsitonin merupakan
pengobatan penyakit Paget yang paling rasional.

Deteksi dini dan pengobatan yang tepat bisa membantu mengurangi nyeri
akibat penyakit paget dan mengontrol perkembangan penyakitnya. Perubahan
keganasan terjadi pada kurang dari 1% kasus. Secara umum prognosisnya baik,
tetapi perubahan keganasan dapat menyebabkan prognosis menjadi jelek.

2.5 Penatalaksanaan15
Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan
imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita
merasa nyaman dan mengurangi nyeri.

Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri. Perlu dilakukan penilaian klinis,
apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf
ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.

Resusuitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit
dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi
pada frakturnya sendiri berupa pemberian transfuse darah dan cairan
lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :

1. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur


31

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan


anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan :

Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang


dapat diterima pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan
sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi
seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari.
Posisi yang baik adalah :

Aligmant yang sempurna


Aposisi yang sempurna

Fraktur seperti fraktur clavicula, iga dan fraktur inpaksi dari humerus
tidak memerlukan reduksi. Angulasi > 5 pada tulang panjang anggota gerak
bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10 pada humerus dapat diterima.
Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5
inci pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun
lokalisasi fraktur.

3. Retention; imobilisasi fraktur


4. Rehabilitation; mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin

Pengobatan untuk fraktur patologis secara umum :

Prinsip pengobatan sama dengan fraktur pada umumnya yaitu terdiri dari
reduksi, pertahankan reduksi dan fisioterapi, pemilihan metode pengobatan
disesuaikan dengan kondisi tulang serta kelainan patologis yang ditemukan.
32

Kelainan tulang yang bersifat umum


Kelainan tulang yang bersifat umum misalnya penyakit paget,
penyembuhan tulang sangat mudah hanya dengan imobilisasi adekuat berupa
fiksasi interna sudah cukup memadai

Kelainan jinak lokal tulang

Kelainan jinak tulang yang bersifat local misalnya kista soliter dapat
sembuh spontan, sehingga tidak diperlukan pengobatan khusus. Kuretase
diperlukan dikemudian hari setelah fraktur sembuh.

Tumor ganas tulang primer


Bila terjadi fraktur pada kelainan ini, maka diperlukan pemakaian
bidai dan dipikirkan upaya stabilisasi tumor dengan fiksasi interna atau
mungkin diperlukan penggantaian sebagian anggota gerak dengan fiksasi
pengganti berupa protesis. Walaupun demikian prognosisnya tetap jelek.

Tumor-tumor metastasis
Tumor metastase dengan fraktur, penyembuhan sangat jelek serta
penderita biasanya mengeluh nyeri. Perlu dipertimbangkan fiksasi interna
sebagai pilihan untuk stabilisasi fraktur

Anda mungkin juga menyukai