Anda di halaman 1dari 9

2.

1 Nanoteknologi
Nanoteknologi telah membangkitkan perhatian yang sangat besar dari para ilmuwan di
seluruh dunia, dan saat ini merupakan bidang riset yang paling bergairah. Nanoteknoogi
adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti
dalam skala nanometer. Material dalam ukuran nanometer juga memiliki sifat-sifat yang lebih
kaya karena ada beberapa sifat yang dimiliki material ukuran ini yang tidak dimiliki oleh
material ukuran besar yang sangat menarik lagi adalah sejumlah sifat tersebut dapat diubah-
ubah melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi
permukaan, dan pengontrolan interaksi antarpartikel.1
Penemuan baru dalam bidang ini muncul hampir tiap minggu dan aplikasi-aplikasi baru
mulai tampak dalam berbagai bidang, seperti bidang elektronik (pengembangan piranti
ukuran nanometer), energi (pembuatan sel surya yangt lebih efisien), kimia (pengembangan
katalis yang lebih efisien, baterai yang kualitasnya lebih baik), kedokteran (pengembangan
peralatan baru pendeteksi sel-sel kanker berdasarkan interaksi antarsel kanker dengan partikel
berukuran nanometer), kesehatan (pengembangan obat-obatan dengan ukuran bulir, beberapa
nanometer hingga dapat melarut dengan cepat dalam tubuh dan bereaksi lebih cepat, serta
pengembangan obat pintar yang bisa mencari sel-sel tumor dalam tubuh dan langsung
mematikan sel tersebut tanpa mengganggu sel-sel normal), lingkungan (penggunaan partikel
skala nanometer untuk menghancurkan polutan organik di air dan udara), dan sebagainya.2
Salah satu contoh material nanostruktur yaitu nanopartikel, yaitu partikel dengan
diameter kurang dari 100 nm. Naonopartikel disebut juga nanodot (titik nano)/quantum dot
(titik kuantum). Sifat-sifat material nanostruktur sangat bergantung pada: (a) ukuran
maupun distribusi ukuran, (b) komponen kimiawi unsur-unsur penyusun material tersebut,
(c) keberadaan batas bulir (grain boundary), dan (d) interaksi antarbulir penyusun material
nanostruktur. Kebergantungan sifat pada parameter-parameter di atas memungkinkan
pengaturan (tuning) sifat material dengan tingkat kebebasan yang tinggi.3

2.2 Carbon Nanodots


Carbon nanodots (C-Dots) memiliki ukuran sekitar 1-10 nm, yang merupakan
nanokristal dengan luminesens yang tinggi, yang telah ditemukan pengaplikasiannya secara
luas pada biological imaging. C-dots biasanya terdiri dari ratusan hingga ribuan atom dan
penyerapan dari cahaya yang menyebabkan kombinasi elektron hole, yang menimbulkan
pendaran. Daya tarik dari C-dots adalah karena koefisien eksitasi molar yang tinggi (10 5-107
M-1cm-1), photostability yang baik, hasil kuantumnya (hingga 90%), daerah serapan yang
lebar, panjang gelombang penyerapan dan emisi tergantung pada ukuran partikel serta juga
aman Disamping itu, bahan dasar pembuatan material ini sangat melimpah dan murah.4

C-Dots sekarang ini telah menarik perhatian para peneliti secara luas, karena kuatnya
pendaran (fluoroscence) yang dimilikinya. Dengan keunggulan sifatnya, kajian intensif
mengenai C-Dots terus berkembang dengan cepat hingga saat ini. Ikatan rantai karbon
sebagai sumber utama dalam pembuatan C-dots menjadi fokus penelitian yang diteliti dalam
beberapa tahun belakangan ini. Berbagai kemajuan yang telah dicapai mengenai kajian yang
meliputi sintesis, sifat dan aplikasi C-dots telah dipaparkan oleh para peneliti.5

2.3 Sintesis Material Nanostruktur


Secara umum, sintesis nanopartikel akan masuk dalam dua kelompok besar. Gambar
2.2 menjelaskan dua pendekatan besar dalam mensintesis nanopartikel. Cara pertama adalah
memecah partikel berukuran besar menjadi partikel berukuran nanometer. Pendekatan ini
kadang disebut pendekatan top-down. Pendekatan kedua adalah memulai dari atom-atom
atau molekul-molekul atau kluster-kluster yang digabung membentuk partikel berukuran
nanometer yang dikehendaki. Pendekatan ini disebut bottom-up.6 Pada metode top-down
dibagi menjadi beberapa metode diantaranya metode oksidasi elektrokimia, metode arc-
discharge, penggilingan dan teknik laser ablation sedangkan metode bottom-up dibagi lagi
menjadi metode pemanasan sederhana, metode sintesis pendukung (supported synthesis)
dan microwave.7 Kedua metode sintesis nanopartikel ditunjukan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1
Metode sintesis top-down dan bottom-up
Salah satu metode yang paling sederhana dalam membuat partikel berukuran beberapa
puluh nanometer hingga beberapa ratus nanometer adalah metode pemanasan sederhana
dalam larutan polimer. Metode ini hanya membutuhkan oven atau alat pemanas yang dapat
beroperasi pada suhu pemanasan di atas suhu dekomposisi polimer.8 Secara sederhana,
prinsip kerja metode ini adalah mencampurkan larutan logam nitrat di dalam air dengan
larutan polimer dengan berat molekul tinggi. Kedua larutan dicampur dan diaduk secara
merata disertai pemanasan sehingga kandungan air hampir habis dan diperoleh larutan
kental polimer. Di dalam larutan tersebut diperkirakan ion-ion logam menempel secara
merata pada rantai polimer. Keberadaan polimer menghindari pertemuan antarpartikel yang
terbentuk melalui proses nukleasi sehingga tidak terjadi agglomerasi. Ketika polimer telah
terdekomposisi kita dapatkan partikel-partikel yang hampir terpisah satu dengan lainnya.9

Gambar 2.2
Diagram alir pembuatan nanopartikel dengan metode pemanasan dalam larutan polimer

Salah satu polimer tersebut adalah Polyethylene glycol disingkat PEG, dalam jumlah
yang cukup ditambahkan ke dalam larutan disertai pengadukan hingga diperoleh larutan
jernih. Larutan kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 100oC hingga menjadi kental yang
kemudian dilanjutkan dengan pemanasan di atas suhu dekomposisi PEG beberapa puluh
menit di dalam oven sehingga dihasilkan partikel dengan ukuran beberapa puluh nanometer
hingga ratusan nanometer. Ukuran partikel dikontrol dengan mengatur konsentrasi PEG,
mengatur suhu pemanasan dan mengatur lama waktu pemanasan.10

2.4 Lebar Celah Pita Energi


Salah satu parameter yang diukur dalam karakteristik sifat C-Dots adalah besarnya
lebar celah pita energi (energi gap). Energi gap berkaitan dengan sifat luminisens, eksitasi
tahap pertama pada semikonduktor adalah pada elektron bawah pita konduksi dan hole pada
pita valensi bagian atas.11 Pada suhu yang sangat rendah, elaktron hanya dapat menempati
tingkat energi pada pita valensi. Antara pita valensi dan pita konduksi terdapat nilai-nilai
energi yang tidak dapat dimiliki oleh elektron. Daerah tersebut disebut celah pita energi
(band gap).12
Jika mendapat energi yang cukup misalnya dari foton atau panas, atau tumbukan oleh
partikel lain, elektron yang semula berada di pita valensi dapat meloncat ke pita konduksi.
Loncatan tersebut meninggalkan keadaan kosong di pita konduksi, yang dikenal dengan hole.
Agar elektron dapat mencapai pita konduksi, energi yang diterima harus lebih besar dari
energi gap. Umumnya, cahaya yang digunakan untuk mengeksitasi elektron dari pita valensi
ke pita konduksi adalah cahaya ultraviolet.13
Keadaan terkesitasi bukan merupakan keadaan stabil. Elektron hanya bertahan
beberapa saat di keadaan eksitasi, setelah itu kembali ke keadaan awal mengisi kembali
keadaan kosong yang semula ditinggalkannya. Proses ini disebut deeksitasi atau rekombinasi.
Pada saat deeksitasi, terjadi pelepasan energi berupa panas atau pemancaran cahaya.
Deeksitasi yang disertai dengan pelepasan panas disebut transisi tanpa radiasi, sedangkan
deeeksitasi yang disertai pemancaran gelombang elektromagnetik disebut transisi radiatif.
Pada transisi radiatif, energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan kira-kira sama
dengan energi gap, yaitu hf Eg.14
Kebergantungan energi gap nanopartikel terhadap ukuran partikel diturunkan pertama
kali oleh Brus. Dengan menggunakan pendekatan massa efektif, Brus mendapatkan
persamaan seperti yang ditunjukan berikut ini15 :

Pada persamaan diatas, suku kedua muncul akibat keterbatasan ruang gerak electron
dan hole di dalam partikel (disebut confinement effect). Efek ini memperbesar jarak antara
pita valensi dan pita konduksi. Suku ketiga muncul akibat adanya tarikan Coulomb antara
elektron dan hole setelah elektron mengalami eksitasi. Karena ruang gerak elektron yang
terbatas, maka jarak elektron dan hole tidak bisa jauh. Akibatnya, tarikan antara keduanya
selalu ada yang berimbas pada pengurangan energi yang dimiliki elektron setelah mengalami
eksitasi. Jika ukuran partikel sangat besar (bulk) maka elektron dan hole dapat berpisah
sangat jauh sehingga tarikan antara keduanya dapat dianggap nol. Akibatnya tidak ada
pengurangan energi yang dimiliki elektron setelah meloncat ke pita valensi.16
Beberapa besaran yang bergantung pada lebar celah pita energi adalah mobilitas
pembawa muatan dalam semikonduktor, kerapatan pembawa muatan, spektrum absorbansi
dan spektrum luminesensi.17 Besarnya energi gap dapat diperoleh dari nilai spektrum
absorbansi yang diukur menggunakan spektrometer UV-Vis. Besarnya energi gap bersesuaian
dengan panjang gelombang dari ultraviolet hingga cahaya tampak bahkan hingga dekat
inframerah (NIR, infrared). Oleh sebab itu pengamatan energi gap dapat dilakukan dengan
spektrometer UV-Vis atau UV-Vis-NIR.18

2.5 Struktur C-Dots


Penyelidikan gugus fungsi rantai karbon perlu dilakukan untuk mengkaji keberadaan C-
Dots. Gugus fungsi C-Dots diperoleh dari pengukuran Fourier Transform Infra Red (FTIR).
Hasil pengukuran ini menunjukan struktur gugus fungsi C-Dots. Hasil pengukuran FTIR
dinyatakan dalam spektrum panjang gelombang dan intensitas. Hasil pengukuran FTIR dapat
diidentifikasi gugusgugus fungsi yang muncul. Disamping itu, pergeseran panjang
gelombang atau penuruan intensitas akibat perlakukan dalam penelitian mengindikasikan
adanya perubahan struktur. 19
Spektrum FTIR yang terukur biasanya masih teramati gugus-gugus fungsi bahan
dasarnya sehingga perubahan pada gugus fungsi dapat menjadi satu cara sederhana untuk
mengestimasi secara tidak langsung terbentuknya C-Dots. Sahu mengamati keberadaan
functional groups seperti -OH, C-H dan C = O pada C-Dots yang dihasilkan dari orange
juice.20 Contoh spektrum transmitansi C-Dots yang dihasilkan diilustrasikan pada Gambar 2.4
Spektrum FTIR yang terukur biasanya masih teramati gugusgugus fungsi bahan dasarnya
sehingga perubahan pada gugus fungsi dapat menjadi satu cara sederhana untuk
mengestimasi secara tidak langsung terbentuknya C-Dots.
Gambar 2.3
Spektrum Transmitansi C-Dots21
2.6 Luminisens
Luminesens adalah nama umum yang diberikan untuk proses emisi spontan cahaya oleh
atom yang tereksitasi dalam bahan padat. Salah satu cara di mana atom dapat diubah ke
keadaan tereksitasi sebelum kemudian terjadi emisi spontan yaitu dengan penyerapan cahaya.
Luminesensi dapat diikuti perambatan cahaya pada medium absorbansi.22 Fenomena
luminesensi dipelajari secara ekstensif oleh George Stokes pada abad kesembilan belas
sebelum munculnya teori kuantum, Stokes menemukan bahwa luminesensi yang turun-
bergeser dalam frekuensi relatif terhadap penyerapan, efek itu sekarang dikenal sebagai
pergeseran Stokes.
Luminesensi tidak dapat dijelaskan dengan mudah oleh parameter klasik makroskopis karena
emisi spontan pada dasarnya adalah suatu proses kuantum. Urutan sederhana peristiwa yang
terjadi di luminesens yaitu atom melompat ke keadaan tereksitasi dengan menyerap foton,
kemudian rileks pada keadaan ditengah, dan akhirnya kembali memancarkan foton kembali
ke keadaan dasar. Pergeseran Stokes dijelaskan dengan menerapkan hukum kekekalan energi
untuk prosesnya. Sangat mudah untuk diamati bahwa energi dari foton yang dipancarkan
harus lebih kecil dari dari energi foton yang diserap, dan karenanya frekuensi cahaya yang
dipancarkan lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi cahaya yang diserap. Besarnya
pergeseran Stokes ditentukan oleh tingkat energi dari atom dalam medium.23

Luminesens pada dasarnya adalah fenomena tidak stabil, dimana untuk dapat
berlangsung memerlukan sumber eksitasi berupa cahaya, sinar elektron, injeksi arus, dll,
yang umumnya bertindak untuk membuat kelebihan elektron, hole, atau keduanya. Efek dari
rekombinasi elektron hole menimbulkan radiasi rekombinasi atau luminesens.24 Luminesens
dapat dipahami sebagai transisi antara keadaan terkuantisasi dalam partikel. Energi dari foton
yang dipancarkan sama dengan perbedaan energi antara dua keadaan, keadaan awal (dengan
energi yang lebih tinggi) dan keadaan akhir. Gelombang inkoheren ini muncul karena emisi
spontan dari foton baik secara langsung dari keadaan resonansi atau setelah diradiasi atau
relaksasi nonradiasi ke keadaan tereksitasi lainnya. Sebagian besar luminesens dipancarkan
pada panjang gelombang lebih panjang dari panjang gelombang pada gelombang eksitasi.25
Luminisens terjadi ketika elektron meloncat dari pita valensi menuju pita konduksi setelah
dieksitasi oleh energi dari sumber eksitasi kemudian kembali lagi ke keadaan dasarnya karena
tidak stabil. Luminisens terjadi ketika elektron pada material target kembali ke keadaan
dasarnya setelah dieksitasi oleh energi dari sumber eksitasi dan kehilangan energi sebagai
foton seperti diilustrasikan pada Gambar 2.526

Gambar 2.5
Proses Luminisens
Metode yang umum digunakan adalah penyerapan foton dengan energi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan energi dasar(bandgap), hasilnya, di mana energi emisi foton lebih
rendah daripada energi eksitasi foton yang dipancarkan, dikenal sebagai fotoluminesen.27
Fotoluminesen (PL) adalah proses dimana sistem akan tereksitasi untuk tingkat energi yang
lebih tinggi dengan menyerap foton, dan kemudian secara spontan memancarkan foton dan
meluruh ke tingkat energi yang lebih rendah.
1 Mikrajuddin Abdullah, Pengantar Nanosains, Bandung: ITB, 2009, hlm. 1.

2 Ibid, hlm. 2.

3 Ibid, hlm. 11.

4 David M. Jameson, Op.Cit., hlm. 241.

5 Handika D.Rahmayanti, Op.Cit., hlm. 2.

6 Mikrajuddin Abdullah, Op.Cit., hlm. 60.

7 Handika D.Rahmayanti, Op.Cit., hlm. 2.

8 Mikrajuddin Abdullah, Op.Cit., hlm. 63.

9 Ibid, hlm. 64.

10 Ibid.,hlm. 65.

11 Handika D.Rahmayanti, Op.Cit., hlm. 2.

12 Mikrajuddin Abdullah, Op.Cit., hlm. 37.

13 Ibid.

14 Ibid, hlm. 38.

15 Ibid, hlm. 41.

16 Ibid, hlm. 43.

17 Ibid, hlm. 128

18 Handika D.Rahmayanti, Op.Cit., hlm. 2.

19 Ibid.
20 Ibid.

21 Ibid., hlm. 7.

22 Mark Fox, Optical Properties of Solid, New York: Oxford University Press, 2001, hlm. 2.

23 Ibid., hlm. 4.

24 M. S. Dresselhaus, Solid State Physics Part II, hlm. 97.

25 Klaus D. Sattler, Nanoparticles and Quantum Dots, New York: CRC Press, 2011, hlm. 15-6.

26 Mark Fox, Op.Cit., hlm. 4

27 PeterY. Yu dan Manuel Cardona, Fundamentals of Semiconductors, California: Springer, 2005, hlm. 345.

Anda mungkin juga menyukai