Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam BAB ini penulis akan membahas tentang konsep asuhan

keperawatan, tinjauan teori sistem immunologi, serta konsep asuhan

keperawatan pada sistem imunologi meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi keperawatan secara

teori yag didapatkan dari sumber atau refrensi yang berkaiatan serta

mendukung penulis kasus.

A. Konsep Dasar Immunologi

Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau sel abnormal

yang berpotensi merugikan. Sebagai ulasan singkat, aktivitas berikut akan

membahas sistem imun, suatu sistem pertahanan internal yang berperan kunci

dalam mengenal dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda didalam

tubuh yang asing bagi diri yang normal. Musuh asing utama yang dilawan

oleh sistem imunadalah bakteri dan virus. Bakteri adalah mikroorganisme

bersel tunggal tidak berinti yang dilengkapi oleh semua perangkat yang

esensial untuk kelangsungan hidup dan reproduksi. Bakteri patogenik yang

menginvasi tubuh menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan

penyakit terutama dengan cara mengeluarkan enzim atau toksin yang secara

fisisk menciderai atau menganggu fungsi sel dan organ. Kemampuan suatu

patogen menimbulkan penyakit disebut virulensi.

Leukosit adalah sel efektor sistem imun . Leukosit (sel darah putih,

atau SDP) dan turunan-turunannya, bersama dengan beragam protein plasma,

7
8

bertanggung jawab melaksanakan beragam strategi pertahanan imun. Fungsi

leukosit, sebagai ulasan singkat. Fungsi kelima jenis leukosit adalah sebagai

berikut

1. Neutrofil adalah spesialis fgositik yang memiliki mobilitas tinggi serta

mampu menelan dan menghancurkan bahan yang tidak diinginkan


2. Eosinofil mengeluarkan bahan kimia yang menghancurkan cacing

parasitik dan berperan dalam reaksi alergik


3. Basofil mengeluarkan histamin dan heparin serta juga berperan dalam

reaksi alergik
4. Monosit berubah menjadi makrofag, yaitu spesialis fagositik yang

berada dalam jaringan


5. Limfosit terdiri dari dua tipe
a. Limfosit B (sel B) berubah menjadia sel plasma, yang

mengeluarkan antibodi yang secara tidak langsung

menmenyebabkan destruksi benda asing


b. Limfosit T (sel T) secara langsung menghancurkan sel yang

berinteraksi virus dan sel mutan dengan mengeluarkan bahan-

bahan kimia yang melubangi sel korban ( imunitas yang

diperantarai oleh sel imunitasselular)

Imunitas propektif dihasilkan oleh kerja sama dua komponen

sitem imun yang terpisah tetaoi saling bergantung : sistem imun bawaan

dan sistem imun adaptif atau didapat. Respon kedua sistem ini berada

dalam waktu dan dalam selektevitas mekanisme pertahananya. Sistem

imun bawaan mencakup respon imun nonspesifik tubuh yang beraksi

segera setelah adanya suatu agen yang mengancam. Komponen

komponen sistem imun bawaan selalu berada dalam keadaan siaga, siap
9

melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan yang terbatas dan relatif

terhadap semua dan setaip penyerang. Dari berbagai sel efektor imun

neutrofil dan makrofag-keduanya adalah spesialis fagositik sangat

penting dalam pertahanan bawaan.

Penyakit kompleks imun, kompleks antigen-antibodi yang tidak

dibersihkan akan terus mengaktifkan sistem komplemen. Komplemen

aktif dan zat inflamatorik lain yang berlebihan dapat tumpah. Merusak

sel normal sekitar selain sel yang tidak diinginkan Selain itu kerusakan

tidak selalu terbatas di tempat awal peradangan. Kompleks antigen-

antibodi dapat beredar bebas dan terperangkap di ginjal, sendi,otak

,pembuluh darah halus dikulit, dan di tempat lain menyebabkan

peradangan luas dan kerusakan jaringan. Kerusakan yang ditimbulkan

oleh kompleks imun semacam ini disebut sebagai penyakit komplek

imun yang dapat merupakan penyulit suatu infeksi bakteri,virus atau

parasit.

B. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data yang sistimatis dari berbagai sumber untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,

2011).
1. Head To Toe Per Sistem
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara

keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk


10

memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,

memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan

merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien (Sartika,

2010).
Pemeriksaan fisik pada HIV, Pada pemeriksaan mata didapatkan

adanya bercak katun wool, infeksi pada tepi kelopak mata perih gatal dan

berair. Pada telinga adanya otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran,

pada sistem pernafasan adanya batuk lama dengan atau tanpa sputum,

sesak nafas dan nyeri dada, pada sistem pencernaan didapatkan berat

badan menurun, anoreksia , kesulitan menelan, mual dan muntah, pada

sistem kardiovaskuler didapatkan suhu tubuh meningkat, nadi cepat,

tekanan darah meningkat, pada sistem kemih didapatkan air seni kurang,

pada sistem neurologi didapatkan sakit kepala,samnolen, keterlambatan

perkembangan, pada sistem muskuloskeletal adanya nyeri persendian,

gangguan gerak (Aziz, 2008)


Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
a. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera

penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan

saat pertama kali bertemu pasien. Secara formal, pemeriksa

menggunakanindera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien

secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama

bertemu. Inspeksi juga menggunakan indra pendengaran dan penciuman

untuk mengetahui lebih lanjut serta memvalidasi apa yang dilihat oleh

mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien

(Rospond, 2009).
11

Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat

bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca

pembesar). Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran

tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan

penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil

normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya

(Sartika, 2010).
b. Palpasi
Palpasi yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah
langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk
menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya
(Rospond, 2009).
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera
peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau
organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan
penonjolan. Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur,
gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi
(Sartika, 2010).

c. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh
lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan (Sartika, 2010).

d. Auskultasi
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus (Dewi
Sartika, 2010).
12

Adapun pengkajian keperawatan anak dengan masalah HIV, pada


pengkajian anak yang terinfeksi HIV positif :
1) Identitas terjadinya HIV
2) Keluhan utama dapat berupa demam, diare berkepanjangan,
takipnea, batuk, sesak nafas, hipoksia.
3) Pada riwayat penyakit dahulu, adanya riwayat transfusi darah,
pada ibu atau hubungan seksual.
4) Pada riwayat penyakit dalam keluarga dapat dimungkinkan
adanya orang tua yang terinfeksi HIV (50% tertular untuk adanay)
2. Pengkajian Tambahan

a) Tes ELISA sebanyak tiga kali dengan reagen yang berlainan merk

menunjukan positif mengidap HIV (Firdaus, 2012 hal :150)


b) Tes webstren blot
c) Tes rapit (Dip Stick) direkomendasikan oleh WHO sehinnga

hasilnya bisa segera diketahui

B. Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan

AIDS. HIV merupakan virus RNA yang termasuk dalam golongan

Retrovirus. Retrovirus anggota famili Retroviridae menurut sistem

klasifikasi Baltimore termasuk golongan VI

HIV (Human Immunodefisiensi Virus) adalah sejenis retrovirus.

Ada 2 tipe : Tipe 1 (HIV 1) dan Tipe 2 (HIV 2). Virus-virus ini secara

serologis dan geografis relatif berbeda tetapi mempunyai ciri

epidemologis yang sama. Patoginesis dari HIV-2 lebih rendah dibanding

HIV -1 ()
13

Efek Infeksi HIV Pada Paru dan limfosit alveoler yang terdapat

di permukaan epitel alveoli adalah sel defender utama parenkim paru.

Terinfeksinya makrofag dan limfosit alveoler oleh HIV (paparan

endogen) merupakan proses krusial pada patogenesis penyakit paru pada

AIDS. Molekul CD4 pada permukaan sel merupakan receptor untuk

masuknya HIV dan untuk masuknya virus ke dalam sel diperlukan

kerjasama dengan ko-reseptor kemokin. CCR5 adalah ko-reseptor yang

digunakan untuk menginfeksi makrofag oleh strain monoscytetropic (M-

tropic), namun tidak untuk menginfeksi limfosit dan sebaliknya CXCR4

atau fusin untuk strain lymphocyte-tropic (L-tropic)Strain T-tropic

menginfeksi sel T, melalui CD4 sebagai reseptor utama dan CXCR4

sebagai koreseptor. HIV mempunyai inti (nukleoid) yang berbentuk

silindris dan eksentrik yang mengandung genom RNA diploid dan enzim

transkiptase reversi (RT),protease, dan integrase. Antigen kApsid (P24)

menutupi komponen nukleoid tersebut sehingga membentuk struktur

nukleoid kapsid antigen P17 yang merupakan bagian dalam simpul HIV.

Bagian permukaan verion terdapat tonjolan yang terdiri atas molekul

glikoprotein (gp120) dengan bagian transmembran yang merupakan

gp41. Lapisan lipid pada sampul HIV berasal dari membran plasma sel

inang (Corry S.Matondang :1996, dalam Aziz,2008). Siklus hidup HIV

terdiri atas dua fase fase sebagai berikut:

Fase pertama
Dimulai dengan melektnya pada sel inang melalui interaksi antara

molekul gp120 HIV dengan molekul CD4 sel inang. Melekatnya


14

ini diikuti fase membran sel HIV dengan membran sel inang

sehingga inti HIV masuk kedalam Sitoplasma sel inang, didalam

sel inang terjadilah transkripsi DNA HIV dan dari RNA HIV oleh

enzim RT yaitu enzim Polimerase spesifik HIV. DNA HIV yang

terbentuk kemudian berinteraksi dengan DNA sel inang dengan

bentukan enzim integrase.


Fase kedua
Terjadi DNA HIV yang telah terintegrasi menjadi RNA genom HIV

dan RNA yang kemudian ditrasportasikan kedalam sitoplasma

untuk ditranslasi menjadi protein virus dengan bantuan enzim

protease. Genom RNA dan protein yang telah terbentuk kemudian

dirakit dekat pada permukaan membran sel inang dan terjadilah

partikel HIV yang akan dilepas melalui proses budding.

C. Patofisiologis

Virus AIDS menyerang sel darah putih yang merupakan sumber

kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan

memasuki T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya

sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. Kematian limfosit

T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi

dari luar, hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit

HIV/AIDS.
Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya

khususnya sel otak dan susunan saraf pusat yang dapat mengakibatkan

kematian sel otak. Masa inkubasi berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun,

ada yang sampai 11 tahun dan yang terbanyak kurang dari 11 tahun. (Aziz,
15

2008) Sementara vius kadang-kadang ditemukan di air liur, air mata, urin,

dan sekret bronkial. Selain melalui cairan tubuh, HIV juga ditularkan

melalui:
a) Ibu hamil
Secara intrauterine, intrapartum, dan postpartum (ASI)
b) Jarum suntik
c) Transfusi darah risiko penularan terbesar 90%
d) Hubungan seksual
Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun akan terlihat gejala

klinis pada penderita sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.Pada

sebagian penderita memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut,

3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri

menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk.

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala).


Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan etiologi dari

infeksi HIV/AIDS. Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV

dengan jumlah CD4 < 200L meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau

tanpa infeksi oportunistik. HIV ditularkan melalui kontak seksual, paparan

darah yang terinfeksi atau sekret dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang

terinfeksi kepada janinnya atau melalui laktasi. Molekul reseptor membran

CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV dalam tahap infeksi. HIV

terutama akan menyerang limfosit CD4. Limfosit CD4 berikatan kuat

dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membrane virus

ke membran sel. Dua ko-reseptor permukaan sel, CCR5 dan CXCR4

diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan

reseptor CD4. Koreseptor menyebabkan perubahan konformasi sehingga

gp41 dapat masuk ke membran sel sasaran.Selain limfosit, monosit dan


16

makrofag juga rentan terhadap infeksi HIV. Monosit dan makrofag yang

terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak

dihancurkan oleh virus.

D . Diagnosa Keperawatan

Diagnoa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu

atau kelompok dimana perawat secara akuntibilitas dapat mengidentifikasi

dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah ( Nursalam, 2011).


1. Diagnosa keperawatan aktual
Menjelaskan masalah yang sedang terjadi saat ini dan harus sesuai

dengan data-data klinik yang diperoleh. Syarat diagnosis keperawatan

aktual yang ditegakkan harus mempunyai unsur PES. Symptom (S) harus

memenuhi kriteria mayor (80-100 %) dan sebagian kriteria minor dari

pedoman diagnosis NANDA.


2. Diagnosis keperawatan resiko
Menjelaskan masalah kesehatan yang akan terjadi jika tidak dilakukan

intervensi keperawatan. Syarat diagnosis keperawatan risiko yang

ditegakkan harus mempunyai unsur PE (problem dan etiologi) .

Penggunaan istila risiko dan risiko tinggi tergantung dari tingkat

keparahan / kerentanan masalah.

Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC (2013) diagnosa

keperawatan yang dapat di tegakkan pada klien dengan fraktur meliputi


17

1. Hipertermia b/d dehidrasi


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan
untuk mencerna makanan
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas ( mukus
dalam jumlah berlebihan)

E. Perencanaan (Intervensi)
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegaa,

mengurangi, atau mengoreksi masalah masalah yang telah diidentifikasi

pada diagnosis keperawatan (Nursalam, 2011).


Adapun intervensi (perencanaan) dari kasus ini Berdasarkan Diagnosa

Medis NANDA NIC-NOC (2013)


a) Hipertermia b/d dehidrasi
Intervensi :
1) Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
3) Kolaborasikan prmberian cairan intravena
4) Tingkatkan inatke cairan dan nutrisi
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan
untuk mencerna makanan Tujuan :
Intervensi :
1) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
2) Monitor adanya penurunan berat badan
3) Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
4) Monitor mual dan muntah

c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas ( mukus

dalam jumlah berlebihan). Tujuan :


Intervensi :
1) Monitor nadi dan respirasi
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Auskultasi suara nafas, keluarkan sekret dengan batuk
4) Monitor respirasi dan status O2

F. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk

mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2011) :


1. Independen
18

Asuhan keperawatan indenpenden adalah suatu kegiatan yang

dilaksanakan oleh perawwat tanpa penunjuk dan instruksi dari dokter

atau profesi kesehatan lainnya.


2. Interdependent
Asuhan keperawatan interpenden menjelaskan kegiatan yang

memerlukan kerja sama dengan profesi kesehatan lainnya seperti tenaga

sosial, ahligizi, fisioterapi, dan dokter.

3. Dependen
Asuhan keperawatan dipenden berhubungan dengan pelaksanaan

rencana tindakan medis.


Adapun implementasi dari kasus ini Berdasarkan Diagnosa Medis

NANDA NIC-NOC (2013)


a) Hipertermia b/d dehidrasi
Implementasi
1) Memonitor suhu minimal tiap 2 jam
2) Mnegkompres pasien pada lipat paha dan aksila
3) Mengkolaborasikan prmberian cairan intravena
4) Meningkatkan inatke cairan dan nutrisi

b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d

ketidakmampuan untuk mencerna makanan.


Implementasi :
1) Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
2) Memonitor adanya penurunan berat badan
3) Memonitor interaksi anak atau orang tua selama makan
4) Memonitor mual dan muntah

c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas ( mukus dalam

jumlah berlebihan).
Implementasi:
1) Meonitor nadi dan respirasi
2) Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Mengauskultasi suara nafas, keluarkan sekret dengan batuk
4) Memsonitor respirasi dan status O2
G. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,


19

rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan

perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap

pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi (Nursalam,

2011).
Evaluasi biasanya menggunakan komponen SOAP: (Nursalam,

2011). Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau

perkembangan klien, digunakan komponen SOAP yaitu:


1. S: Data subjektif
2. O: Data objektif
3. A: Analisis
4. P: Plening
a) Hipertermia b/d dehidrasi.
Data objektif :
1) Ibu klien mengatakan badan anaknya tidak panas lagi
Data subjektif :
1) Badan klien tidak teraba panas lagi
2) Suhu tubuh klien kembali normal

b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d

ketidakmampuan untuk mencerna makanan.


Data Subjektif :
1) Ibu klien mengatakan anaknya sudah mau makan
2) Ibu klien mengatakan anaknya tidak muntah lagi

Data objek :

1) Klien tampak mau makan


2) Klien tampak makan 10-15 sendok

c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas

( mukus dalam jumlah berlebihan).


Data subjektif :
1) Ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak sesak nafas lagi
Data objektif:
1) Klien tampak tidak tepasang oksigen lagi
20

Anda mungkin juga menyukai