Anda di halaman 1dari 4

I.

PENDAHULUAN
Berbagai upaya dan metode dalam mengatasi masalah pencemaran, baik itu pencemaran perairan
maupun pencemaran oleh polutan gas buang diharapkan menjadi jalan keluar dalam mengatasi masalah
lingkungan. Beberapa metoda seperti metoda koagulasi dan oksidasi dirasa kurang memadai untuk
mengatasi masalah pencemaran karena pada dasarnya menghasilkan keadaan yang mengandung polutan
yang lebih terkonsentrasi. Sedangkan metode modern seperti biodegradasi, klorinasi dan ozonisasi
memang memberikan hasil yang memuaskan, namun membutuhkan biaya operasional yang cukup
mahal dan dirasa kurang efektif.
Diantara berbagai metoda tersebut, metoda fotodegradasi dengan bantuan sinar foton (alami
(matahari) maupun buatan) dapat mendegradasi sampel polutan gas maupun cair. Metoda ini akan lebih
efektif dengan adanya senyawa semikonduktor yang memiliki aktivitas fotokatalitik tinggi seperti TiO 2.
Sehingga metoda fotodegradasi untuk polutan mengunakan TiO 2 merupakan metoda yang paling efektif
dan efisien.
Artikel sebelumnya telah banyak membahas mengenai proses degradasi pada polutan limbah cair
berikut juga dengan reaktor yang di-design khusus untuk degradasi polutan tersebut. Pada artikel ini,
akan dibahas mengenai proses degradasi untuk polutas gas buang. Dimana diasumsikan pada model
sebuah ruangan persegi yang tiap dindingnya dilapisi TiO2, dengan banyaknya aktifitas manusia yang
keluar masuk ruangan dan berbagai jenis peralatan yang ada diruangan tersebut, akan menghasilkan
polutan yang berbeda pula. Sehingga menjadi sebuah masalah untuk dipecahkan, yaitu bagaimana
metode fotodegradasi dapat terjadi di ruangan tersebut agar ruangan lebih sehat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Modifikasi Semikonduktor TiO2.
Senyawa polutan dapat mengalami dekomposisi secara alami oleh adanya cahaya matahari, namun
reaksi ini berlangsung relatif lambat, karena intensitas cahaya UV yang sampai ke permukaan bumi
relatif rendah. Selain itu, proses degradasi untuk model polutan didalam ruangan yang tidak terpapar
sinar matahari juga tidak dapat dilakukan. Oleh sebab itu diperlukan modifikasi suatu semikonduktor
yang dapat mendegradasi di daerah UV maupun daerah sinar tampak. TiO 2 jenis anatase memiliki
energi celah 3,2 eV UV ( = 388 nm), sedangkan bentuk rutil memiliki celah pita 3,0 eV sebanding
dengan = 413 nm. Dengan kata lain, semakin kecil energi celah pita, maka panjang gelombang foton
yang diperlukan semakin besar yaitu pada daerah visible (400-750 nm), sehingga aplikasi untuk
degradassi polutan gas didalam ruangan masih dapat dilakukan walaupun tanpa adanya cahaya UV
yaitu dengan adanya bantuan sinar tampak (lampu merkuri / fluoresen (TL) / LED) (Gunadi,N.2008).
Dalam penelitian ini akan dilakukan preparasi TiO2 nanotube secara anodisasi dan doping nitrogen
serta dekorasi logam transisi Ag pada matrik TiO2, dengan maksud agar lebif responsif terhadap sinar
tampak yaitu dari 3,2 eV menjadi 2,54 eV. Logam perak (Ag) merupakan salah satu pendadah logam
yang digunakan melalui penggantian dan penyisipan dalam struktur TiO 2 yang banyak digunakan
sebagai bahan antibakteri dan fotokatalisator. Untuk keperluan tersebut, N-TiO 2 nanotube dipreparasi
dengan cara perendaman TiO2 nanotube amorfos dalam larutan amonia (NH4OH) sebagai sumber
nitrogen dengan berbagai variasi konsentrasi (0.5M, 1M, dan 2M), dilanjutkan dengan perlakuan panas
(5000C) untuk mendapatkan fasa kristal anatase. Selanjutnya N-TiO 2 nanotube yang telah berhasil di
doping dengan nitrogen di dekorasi dengan Ag menggunakan metode sol gel. Study on the preparation
of N Doped TiO2 Nanotube decorated with Transition Metal (Ag) to enhance the photocatalytic activity
in visible light. (Has NO NAME) & Riyani,K,dkk.2012)
II.2 Design reaktor fotodegradasi polutan gas
Jika diasumsikan, sebuah ruangan persegi sebagai reaktor nyata. Dimana pada ruangan tersebut tiap
dindingnya dilapisi TiO2/Ag dengan ketebalan 10 m. Dengan banyaknya aktifitas manusia yang
keluar masuk ruangan dan berbagai jenis peralatan yang ada di ruangan tersebut, akan menghasilkan
polutan yang berbeda pula. Polutan tsb dapat didegradasi dengan adanya fotokatalis terlapis di dinding
ruangan persegi dengan memberikan frekuensi foton dari lampu. Pada penelitian ini digunakan lampu
Light Emitting Diode (LED) karena lampu ini sejenis dioda semikonduktor yang memiliki celah pita
energi antara cahaya IR dekat, visible dan ultraungu dekat, sehingga ruangan tersebut lebih sehat.
Frekuensi foton yg diberikan harus sesuai dengan besaran minimal untuk mengeksitasi elektron dari
pita valensi ke pita konduksi.
Fotokatalis biasanya merupakan oksidator kuat yang mampu memecah material organik menjadi
CO2 dan air dengan bantuan sinar foton. Fotokatalis yang diradiasi menghasilkan pasangan elektron-
hole dan membentuk radikal hidroksil. Radikal hidroksil mendegradasi berbagai macam polutan
organik, seperti herbisida, pestisida, aromatik, alifatik, pewarna, dan biopolimer seperti protein,
karbohidrat, dan lemak (Manendar, 2010) didalam Prof A.K band gap.

Di dalam reaktor yang di-design untuk mendegradasi polutan gas, skema fotokatalisis yang terjadi
adalah sebagai berikut :
a) Suatu semikonduktor tipe n dikenai cahaya (h) dengan energi yang sesuai.
b) Elektron (e) pada pita valensi akan pindah ke pita konduksi, dan meninggalkan lubang positif (hole,
disingkat sebagai h+) pada pita valensi. Absorbsi foton (hvEG pada TiO2 yg didoping Ag nilainya
menjadi 2,54 eV).
TiO2 + hv e- CB + h+ VB
c) Sebagian besar pasangan e dan h + akan berekombinasi kembali, baik di permukaan (jalur A) atau di
dalam bulk partikel (jalur B). Dan reaksi melepaskan panas.
TiO2 + e- CB + h+ VB TiO2 + PANAS
d) Sementara itu sebagian pasangan e dan h + bertahan sampai pada permukaan semikonduktor (jalur C
dan D).
e) h+ dan e- yang terdapat dipermukaan TiO2 akan bereaksi menghasilkan radikal. h+ menginisiasi
reaksi oksidasi dan dilain pihak e- akan menginisiasi reaksi reduksi zat kimia yang ada disekitar
permukaan semikonduktor.
Penyerapan ion oksigen (tahap pertama reduksi oksigen).
e- CB + O2 *O2-
Netralisasi OH oleh hole positif yang menghasilkan OH*
H2O OH- + H+
OH- + h+ VB OH* + H+
Netralisasi *O2- oleh H+
*O2- + H+ HO2* netral
Pembentukan Hidrogen peroksida sementara & dismutasi.
HO2* H2O2 + O2
Dekomposisi H2O2 & reduksi oksigen tahap kedua.
H2O2 + e- OH* + OH-
f) Oksidasi reaktan organik melalui serangan berturut-turut dari radikal
R + OH* R* + H2O
g) Oksidasi secara langsung melalui reaksi dengan hole
R + h+ R+* Produk degradasi
h) Reduksi secara langsung melalui reaksi dengan elektron.
R + e- R*- Produk degradasi + CO2
i) Oksidasi secara langsung melalui reaksi dengan radikal anion superoksida.
R + *O2- R*- Produk degradasi + CO2
Sebagai contoh, ketika hole bereaksi secara langsung dengan asam karboksilat menghasilkan CO 2
sebagai berikut :
RCOO- + h+ R*- + CO2
Dari contoh dan skema diatas, maka reaksi antara hole, elektron, anion dan radikal dengan polutan gas
lainnya juga berlaku yang menghasilkan senyawa yang tidak berbahaya lagi. Jika tidak ada O 2 karena
N2 dan terdapat ion logam yang banyak, maka yang direduksi oleh elektron adalah ion logam tersebut
(Malini,F.A.2014).
Pelapisan permukaaan material dapat dilakukan dengan cara spray atau diteteskan pada substrat.
Namun untuk aplikasi komersil yang telah banyak digunakan adalah dengan teknik penyemprotan.
Ruang reaktor disemprotkan dengan TiO2/Ag dan dibiarkan terjadi proses hidrolisis selama beberapa
saat. Selain model reaktor, ruangan lain yang dapat dilapisi seperti dinding atau peralatan rumah sakit,
dan gedung-gedung bangunan.

Gambar 2. Dua sisi permukaan dinding dan pada bagian bulknya terdapat polutan.

Gambar 3. Proses penyemprotan larutan fotokatalis pada ruang tunggu rumah sakit dan gambar permukaan sebelum/sesudah
disemprotkan fotokatalis pada sebuah bangunan stadium olahraga

Setelah dilakukan pelapisan dan terjadi reaksi fotodegradasi, untuk mengontrol pengunaan dan
kondisi optimum TiO2 agar efektif dalam mengkatalis fotodegradasi maka perlu dilakukan peninjauan
secara kinetika. Jumlah polutan yang tersisa dapat diketahui melalui analisa dengan GCMS. Data yang
diperoleh diolah dengan memplotkan data sesuai dengan persamaan laju reaksi pada setiap orde. Orde
reaksi yang paling sesuai dipilih dengan melihat linearitas (R 2) yang terbentuk dari plot tersebut.
Kemudian setelah menentukan orde reaksi yang paling sesuai, dilakukan pengolahan data untuk
menentukan konstanta laju degradasi. Jika orde yang paling sesuai adalah pseudo orde 1 maka
penentuan konstanta laju reaksi dengan persamaan Langmuir-Hinshelwood dan jika pseudo orde 2
menggunakan persamaan Ho.

Anda mungkin juga menyukai