SKRIPSI
HERLINA PERTIWI
1111102000027
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
HERLINA PERTIWI
1111102000027
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Uji disolusi merupakan suatu alat yang sangat penting untuk menggambarkan
kesamaan antara formulasi yang berbeda dari zat aktif. Beberapa produk berbeda
dengan zat aktif yang sama dapat memberikan laju pelepasan yang berbeda
sehingga dapat mebahayakan kesehatan pasien, khusunya untuk obat dengan
indeks terapi yang sempit. Evaluasi profil penting dilakukan untuk memberikan
gambaran mengenai lama waktu obat dilepaskan dari sediaan dan mengetahui
kinetika pelepasan dari suatu produk. Dua nama dagang tablet lepas lambat
teofilin yaitu obat A dan obat B di uji disolusi dengan metode uji disolusi tes 1
yang tercantum dalam United State of Pharmacopeia XXX (USP XXX) yaitu
menggunakan 900 ml medium dapar HCl pH 1,2 untuk satu jam pertama dan
dapar fosfat pH 6,0 untuk tujuh jam berikutnya, apparatus tipe 2 dengan kecepatan
pengadukan 50 rpm selama 8 jam. Kadar teofilin yang terdisolusi diukur dengan
spektrofotometer UV-vis. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa obat A dan obat
B tidak memenuhi kriteria penerimaan persyaratan pelepasan metode disolusi tes
satu yang tercantum dalam USP XXX. Persentase kumulatif teofilin yang terlepas
dari obat A pada jam pertama melebihi rentang penerimaan persyaratan pelepasan,
sedangkan persentase kumulatif teofilin yang terlepas dari obat B kurang dari
rentang penerimaan syarat pelepasan pada jam ke-2, 4, 6, dan 8. Persentase
kumulatif teofilin yang terlepas pada jam ke delapan dari obat A dan obat B
berturut-turut adalah 86,30% dan 68,86%. Kinetika pelepasan obat A cenderung
mengikuti kinetika model Higuchi, sedangkan obat B cenderung mengikuti
kinetika orde nol. Mekanisme pelepasan obat A dan obat B terjadi secara difusi
non-Fick. Analisa statistik data persentase kumulatif teofilin yang terlepas dari
obat A dan obat B menunjukkan bahwa kedua obat tersebut berbeda secara
bermakna. Berdasarkan profil disolusi, obat A memiliki profil disolusi yang lebih
baik dibandingkan dengan obat B.
Kata kunci: tablet lepas lambat teofilin, uji disolusi, spektrofotometri UV-vis.
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
viii
6. Kedua orang tua, yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan,
doa dan nasihat tak terhingga yang tak akan pernah mampu penulis
membalas semua itu, dan saudara-saudaraku yang memberikan doa dan
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
7. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Rahmadi, Kak Eris,
Kak Rani, Kak Lisna, dan Kak Tiwi yang dengan sabar membantu keseharian
penulis di laboratorium selama penelitian.
8. Teman seperjuangan penelitian, Mufidah dan Wardah, atas kebersamaan,
bantuan serta motivasinya sejak awal penelitian hingga akhir penyelesaian
skripsi ini.
9. Temanku Mufidah, Monic, Asrul, Nanda,Vina, Lela, Titis, Puspita, Nuha,
Wina, Nimah, Mida, Nurul, dan Sutar yang telah menemaniku selama di
perantauan dan di bangku perkuliahan, serta telah memberikan dukungan,
motivasi, hiburan dan masukan kepada penulis selama pengerjaan skripsi dan
selama masa perkuliahan.
10. Teman-teman Tableters, Kingdom, dan PBB yang telah berbagi semangat,
motivasi, canda dan tawa selama melakukan penelitian.
11. Teman-teman Farmasi 2011, terima kasih atas persaudaraan dan kebersamaan
kita dari awal masuk sampai akhir ini, semoga silahturahmi kita biasa tetap
terjaga.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut
memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan
dan kekurangan, kritik dan saran pembaca diharapkan penulis untuk memperbaiki
kemampuan penulis. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu.
Penulis
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman
LAMPIRAN ...................................................................................................... 51
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Profil kadar obat dalam darah terhadap waktu dari bentuk sediaan
lepas lambat yang ideal ...................................................................... 4
2.2. Rumus Struktur Teofilin ................................................................... 18
4.1. Profil Disolusi Teofilin Obat A dan Obat B ..................................... 36
4.2. Profil Disolusi Quibron-T/SR dan Theo SR 300 mg ......................... 41
4.3. Profil Farmakokinetik Konsentrasi Teofilin dalam Saliva dari
Quibron-T/SR dan Theo SR 300mg ................................................. 41
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Kondisi yang Dapat Mempengaruhi Pelarutan dan Pelepasan Obat ... 10
2.2. Penerimaan Hasil Uji Disolusi Sediaan Lepas Lambat........................ 13
2.3. Peralatan dan Kondisi Uji Disolusi Tablet Lepas Lambat Teofilin
Pendosisan Tiap 12 jam Menurut USP 30 ........................................... 14
2.4. Rentang Penerimaan Kadar Hasil Uji Disolusi Tablet Lepas Lambat
Teofilin Pendosisan Tiap 12 jam Menurut USP 30.............................. 14
2.5. Rumus Perhitungan Kinetika Obat....................................................... 15
2.6. Hubungan Eksponen Pelepasan (n) dengan Mekanisme Pelepasan..... 17
2.7. Syarat Obat Terlarut Sediaan Lepas Terkendali................................... 17
4.1. Persamaan Regresi Linear Kurva Kalibrasi Teofilin .......................... 31
4.2. Kadar Teofilin dari Obat A dan Obat B .............................................. 32
4.3. Keragaman Bobot Obat A ................................................................... 33
4.4. Keseragaman Kandungan Obat B ....................................................... 34
4.5. Hasil Analisis Kesesuaian Pelepasan Teofilin dari Obat A dengan
Persyaratan USP XXX ........................................................................ 38
4.6. Hasil Analisis Kesesuaian Pelepasan Teofilin dari Obat A dengan
Persyaratan USP XXX ........................................................................ 38
4.7. Kinetika Pelepasan Teofiln dari Obat A dan Obat B ........................... 42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Bagan Alur Penelitian ......................................................................... 52
2. Sertifikat Analisis Standar Teofilin ..................................................... 53
3. Alat Disolusi......................................................................................... 54
4. Prosedur Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N, Dapar HCl pH 1,2, dan
Dapar Fosfat pH 6,0 ............................................................................. 54
5. Panjang Gelombang Maksimum Teofilin ........................................... 55
6. Kurva Kalibrasi Teofilin ..................................................................... 56
7. Data Kurva Kalibrasi Teofilin ............................................................. 57
8. Data Penetapan Kadar Teofilin Obat A dan Obat B ........................... 58
9. Keragaman Bobot Obat A .................................................................... 59
10. Keseragaman kandungan Obat B ........................................................ 60
11. Kurva Kinetika Pelepasan Teofilin ..................................................... 62
12. Data Hasil Analisa Kinetika Pelepasan Teofilin dari Obat A dan
Obat B ................................................................................................. 64
13. Data Persentase Kumulatif Teofilin yang Terlepas dari Hasil Uji
Disolusi Obat A .................................................................................... 65
14. Data Persentase Kumulatif Teofilin yang Terlepas dari Hasil Uji
Disolusi Obat B .................................................................................... 66
15. Data Analisa Statistik Hasil Uji Disolusi Obat A dan Obat B ............. 68
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
cerna merupakan salah satu tahapan penentu (rate limiting step) absorpsi sistemik
obat (Sutriyo, dkk., 2005). Dalam bidang farmasi, uji disolusi sangat penting dan
bermanfaat untuk mengkarakterisasi kinerja suatu produk obat, misalnya untuk
menggambarkan kesamaan antara formulasi yang berbeda dari zat aktif dan
produk obat referensi. Selain itu, terdapat korelasi antara uji in vitro dan in vivo
sehingga disolusi dapat digunakan sebagai uji untuk menggambarkan
bioavaibilitas obat pada manusia dan untuk menentukan bioekivalensi produk
berbeda dengan zat aktif yang sama pada suatu sediaan (Wolny, Gruchlik,
Codurek, Szara, et al., 2012).
Profil pelepasan merupakan salah satu bagian yang penting untuk menilai
keberhasilan suatu formulasi sediaan, terutama untuk formulasi sediaan lepas
lambat, di mana pengontrolan laju pelepasan obat merupakan fokus utamanya,
sehingga dengan adanya informasi profil pelepasan obat dapat diketahui kinetika
laju pelepasan obat dan berapa lama waktu yang dibutuhkan obat untuk lepas dari
sediannya. Namun selama ini masih jarang sekali produsen obat yang
memberikan informasi mengenai profil disolusi dalam lembar informasi obat
maupun dalam media lainnya.
Salah satu obat yang banyak dikembangkan dalam bentuk sediaan lepas
lambat dan tersedia di pasaran adalah teofilin. Teofilin (golongan metilxantin)
merupakan terapi lini pertama dalam terapi asma yang berkhasiat dalam terapi
asma bronkial kronik dan reaksi bronkospasme (Riahi S &Mousavi MF, 2005;
Elis EF, 2004). Sediaan teofilin lepas lambat diindikasikan untuk penderita asma
kronik karena gejala asma ini dapat muncul setiap hari. Saluran pernafasan para
penderita asama kronik sangat hiperaktif sehingga memerlukan stabilisasi
sepanjang waktu. Dengan pemberian sediaan teofilin lepas lambat diharapkan
kadar teofilin dalam dalam darah tetap terjaga sepanjang waktu (Krowczynski,
1987). Teofilin merupakan obat dengan indeks terapi yang sempit, yaitu pada
kadar plasma 10-20 g/ml, sementara pada kadar teofilin lebih dari 20 g/ml
dapat menimbulkan efek toksik dan fluktuasi konsentrasi plasma teofilin yang
dapat menyebabkan variasi respon klinis pada pasien (Boswell-Smith, Cazzola,
Page, 2006; Siepmann-Peppas, 2001; Parvesz et al., 2004). Hal tersebut
menandakan bahwa konsentrasi plasma obat akan berpengaruh terhadap
3.1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan profil
disolusi tablet lepas lambat teofilin yang beredar di masyarakat dengan
menggunakan metode yang ditetapkan USP XXX tahun 2007, yaitu berdasarkan
metode uji disolusi tes satu.
3.2. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai profil
disolusi sediaan lepas lambat teofilin yang beredar di mayarakat dan memberikan
masukan kepada instansi terkait dan masyarakat mengenai mutu sediaan lepas
lambat teofilin yang beredar di masyarakat.
menunjukkan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan tidak bergantung pada
jumlah zat aktif dalam sistem pemberian, atau dapat dikatakan kecepatan
pelepasaannya konstan. Sistem lepas lambat pada umumnya tidak menunjukkan
tipe pelepasan ini, tetapi biasanya meniru kinetika pelepasan orde nol dengan
menyediakan zat aktif dengan pelepasan orde satu yang lambat, yaitu bergantung
pada konsentrasi (Banker dan Rhodes, 1990).
2.2. Disolusi
2.2.1. Definisi
Disolusi merupakan proses dimana sutu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologis, disolusi obat di dalam
medium cair merupakan kondisi yang mempengaruhi absorbsi sistemik. Laju
disolusi obat-obat dengan kelarutan dalam air yang sangat kecil akan
mempengaruhi laju absorbsi sistemik obat (Shargel, Wu-Pong & Yu, 2005).
Noyes dan Whitney menyatakan bahwa tahap disolusi meliputi proses
pelarutan obat pada permukaan partikel padat, yang membentuk larutan jenuh di
sekeliling partikel. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh, yang disebut stagnant
layer, berdifusi ke pelarut dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah
dengan konsentrasi rendah. Keseluruhan laju disdolusi dapat digambarkan oleh
Persamaan Noyes-Whitney (Shargel, Wu-Pong & Yu, 2005):
Dalam banyak uji disolusi kosentrasi pada bulk medium selalu jauh lebih
kecil dibandingkan dengan larutan jenuh (Cs>>Cb). Kondisi ini disebut kondisi
hilang atau sink condition (Mansoor & Beverly, 2003), sehingga Cb bisa
dihilangkan dari persamaan 2.1., sehingga persamaan Noyes-Whitney menjadi
sama dengan persamaan hukum difusi Fick pertama.
Tabel 2.1. Kondisi yang Dapat Mempengaruhi Pelarutan dan Pelepasan Obat
Bahan obat
- Ukuran partikel - Luas permukaan
- Polimorf - Stabilitas kimia dalam media pelarutan
Media
- Volume - Molaritas
- pH - Ko-solven, enzim/surfaktan yang
ditambahkan
Suhu media
Peralatan
Formulasi produk obat
- Bahan tambahan (lubrikan, bahan
pensuspensi, dll)
Hidrodinamika
- Laju pengadukan - Penempatan tablet dalam wadah
- Bentuk wadah pelarutan Sinker (untuk produk obat floating dan
produk yang menempel pada sisi wadah)
[Sumber: Shargel, Wu-Pong & Yu, 2005]
USP adalah air yang mengalami deaerasi atau jika didukung oleh karakteristik
kelarutan obat atau formulasi (pH 4-8) atau HCl encer. Kemaknaan dari deaerasi
media harus ditetapkan. Beberapa peneliti telah menggunakan HCl 0,1 N, dapar
fosfat, cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan tergantung pada sifat
produk obat dan lokasi dalam saluran cerna di mana diperkirakan obat akan
melarut (Shargel, Wu-Pong & Yu, 2005).
Rancangan alat disolusi, bersama faktor-faktor yang digambarkan di atas,
mempunyai pengaruh pada hasil uji disolusi. Tidak satu pun alat uji yang dapat
digunakan untuk seluruh produk obat. Tiap produk obat harus diuji secara
individual dengan uji disolusi yang memberikan korelasi yang paling baik dengan
biavabilitas in vivo (Shargel, Wu-Pong & Yu, 2005).
Biasanya, laporan uji disolusi akan menyatakan suatu persentase tertentu
dari jumlah obat yang tertera dalam label produk obat yang harus melarut dalam
suatu selang waktu tertentu. Dalam praktik, jumlah absolut obat dalam produk
obat dari tablet yang satu dengan yang lain dapat bervariasi. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan suatu laju pelarutan yang mewakili produk biasanya diuji
sejumlah tablet dari tiap lot (Shargel, Wu-Pong & Yu, 2005).
Tabel 2.3. Peralatan dan Kondisi Uji Disolusi Tablet Lepas Lambat Teofilin
Pendosisan Tiap 12 Jam menurut USP 30
Tabel 2.4. Rentang penerimaan kadar hasil uji disolusi tablet lepas lambat
teofilin pendosisan tiap 12 jam menurut USP 30
Waktu Tes
(jam) 1 2 3 4 5 7 8 9 10
1 3-15 10-30 1-17 13-38 10-30 10-40 3-30 5-15 6-27
2 20-40 30-55 30-60 25-50 35-70 15-50 25-45 25-50
3 50-90 50-65
3,5 37-65 30-60 60-90 45-80 65-85
4 50-75 55-80 65 70
5 85-115 50-80
6 65-100 70 85
7 80 65
8 80 80 85 85 80
9
10 80
Keterangan: penerimaan kadar dalam satuan persen (%)
Persamaan y = a + bx
Orde nol Mt/Mo = k0.t
Orde satu Log (100- Mt/Mo) = log 100 k1.t/2,303
Higuchi Mt/Mo= kH.t1/2
Korsmeyer-Peppas ln Mt/Mo= log k + n log t
[Sumber: Wicaksono, Hendradi & Radjaram, 2005; Siepmann & Peppas, 2001; Dash et al., 2010]
2.4. Teofilin
2.4.1. Sifat Fisikokimia
2.4.3. Farmakokinetik
Teofilin [(3,7-dihidro-1,3-di-metilpurin-2,6-(1H)-dion] atau 1,3-
dimetilxantin salah satu obat yang memiliki indeks terapi sempit yaitu 8-15 mg/L
darah. Potensi toksisitasnya telah diketahui berhubungan dengan kadar teofilin
utuh dalam darah yaitu >20 mg/L (Dollery, 1991). Rasio ekstraksi hepatik teofilin
termasuk rendah, yakni 0,09 (Shargel, Wu-Pong& Yu, 2005), oleh karena itu,
efek potensialnya ditentukan oleh keefektifan sistem oksidasi sitokrom P450 di
dalam hati (Dollery, 1991). Menurut Rahmatini,dkk. (2004) teofilin
dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar sitokrom P450 CYP 1A2.
Teofilin diabsorbsi dengan cepat dan sempura, sehingga kadar puncak
serum dicapai kira-kira hanya 1-2 jam setelah penggunaan oral. Volume
distribusinya mencapai 0,5 L/kg dan mengikuti model 2 kompartemen. Pada berat
badan ideal, klirens teofilin rata-rata 0,04 L/kg/hari. Tetapi, sebenarnya angka ini
sangatlah bervariasi karena banyak hal yang dapat meningkatkannya, seperti
kondisi obesitas, merokok, diet dan penyakit hati. Begitu juga dengan t1/2 nya,
dimana pada pasien dewasa mencapai 8 jam (Winter, 2004).
orang telah timbul efek samping ringan seperti mual, kadang- kadang muntah atau
sakit kepala. Pada kadar di atas 15 g/ml efek samping menjadi lebih berat,
seperti takikardi, sedangkan di atas 20 g/ml dapat terjadi konvulsi (Sukasediati,
1988).
Efek samping terpenting berupa mual dan muntah, baik pada penggunaan
oral maupun rektal atau parenteral. Pada dosis berlebih terjadi efek-efek sentral
(gelisah, sukar tidur, tremor,dan konvulsi) dan gangguan pernafasan, juga efek
kardiovaskuler seperti takikardia, aritmia, dan hipotensi. Anak kecil sangat peka
terhadap efek samping teofilin(Tjay dan Raharja, 2007).
2.5. Spektrofotometer
2.5.1. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara
radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang
sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet,
cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang
untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm,
daerah inframerah dekat 780-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 m atau
4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 2014).
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik
aromatik, molekul yang mengandung elektron- terkonjugasi dan atau atom
dengan elektron-n yang menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari
tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi.
Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit
yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
(Satiadarma, dkk., 2004).
A= . b. C ..................................................................................... (2.4.)
3.2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat
disolusi (Erweka), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi), termometer (Erweka), pH-
meter (Horiba), timbangan analitik (Precisa), magnetic stirer (Nuova Strirer),
mikropipet 100-1000 l (Bio Rad), spuit injeksi 5 ml (Terumo), membran
filterukuran 0,45 m (Sartorius), dan alat-alat gelas skala laboratorium.
3.3. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teofilin standar
(PT.Kimia Farma), dua merk tablet lepas lambat teofilin dengan pendosisan setiap
12 jam (Apotek K, Ciputat), kalium dihidrogen fosfat, natrium hidroksida, asam
klorida, kalium klorida, dan aquadest.
penyaringan diambil 1 ml, kemudian diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga 100
ml. Larutan ini mengandung kurang lebih 10 g/ml teofilin (10 ppm). Serapan
larutan diukur pada panjang gelombang 274,4 nm (Ditjem POM, 1995, telah
diolah kembali). Penetapan kadar ini dilakukan tiga kali.
Tiap tablet teofilin lepas lambat mengandung tidak boleh kurang dari
90,0% dan tidak boleh lebih dari 110,0% teofilin anhidrat dari jumlah teofilin
yang tertera pada etiket (USP XXX,2007).
dari 1 satuan dari 30 terletak di luar rentang 75% hingga 125% dari yang tertera
pada etiket dan simpangan baku relatif dari 7,8%.
(untuk sampel cuplikan jam ke 2-7) hingga kadarnya masuk ke dalam rentang
konsentrasi kurva baku teofilin dalam masing-masing pelarut.
Masing-masing sampel larutan yang telah diencerkan diukur serapannya
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 269,8 nm untuk
sampel dengan medium dapar HCl pH 1,2 dan pada panjang gelombang 271,2 nm
untuk sampel dengan medium dapar fosfat pH 6,0. Jumlah kumulatif obat yang
dilepaskan dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku teofilin dalam
medium dapar HCl pH 1,2 dan dapar fosfat pH 6,0, kemudian data persen
kumulatif teofilin yang terdisolusi tiap waktu dianalisa dengan uji statistik untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan persentase pelepasan teofilin tiap waktu
antara obat A dan obat B.
logaritma waktu yang ditunjukkan oleh nilai koefien korelasi mendekati satu
(r2> 0,98).
Untuk menentukan kinetika pelepasan suatu obat, dapat dilihat dari harga
R2 dari persamaan regresi linier yang didapatkan darimasing-masing tablet.
Apabila R2mendekatisatu, maka dianggap kinetikanya mengikut pelepasan dari
persamaan regresi dari orde yang bersangkutan (Wicaksono, Hendradi &
Radjaram, 2005).
bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek, yaitu dari 271 nm menjadi
269,8 nm. Pergeseran panjang gelombang dapat terjadi karena adanya pengaruh
dari pelarut, di mana pelarut sering memberikan pengaruh yang besar pada
kualitas dan bentuk dari spektrum, hal ini dikaitkan dengan perubahan pH dari
pelarut yang digunakan (Moffat et al., 2005).
juga dapat diketahui kinetika dan mekanisme pelepasannya. Uji disolusi in vitro
merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui profil pelepasan obat yang dapat
menggambarkan profil farmakokinetika obat didalam tubuh (Lachman, 1994), di
mana laju pelepasan obat dalam cairan saluran cerna merupakan salah satu
tahapan penentu (rate limiting step) absorpsi sistemik obat (Sutriyo, dkk., 2005).
Uji disolusi dilakukan berdasarkan metode yang ditetapkan USP XXX.
Dimana di dalam USP terdapat 9 tes metode uji disolusi dengan persyaratan
pelepasan yang bervariasi untuk setiap metodenya. Namun, pada penelitian ini
digunakan metode uji disolusi tes satu, di mana pada tes satu ini menggunakan
alat disolusi tipe 2 (dayung), medium disolusi cairan lambung tiruan (dapar HCl
pH 1,2) dan cairan usus tiruan (dapar fosfat pH 6,0) tanpa enzim sebanyak 900
ml, kecepatan pengadukan 50 rpm, dan suhu 370,5C. Uji disolusi dilakukan
selama delapan jam untuk obat A, di mana satu jam pertama dilakukan pada
medium cairan lambung tiruan dan tujuh jam berikutnya pada medium cairan usus
tiruan, sedangkan untuk obat B dilakukan hingga menit ke-660, yaitu sampai
persentase kadar teofilin yang terdisolusi mencapai 80%. Pencuplikan sampel
dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama dan setiap 60 menit untuk jam
berikutnya. Volume pencuplikan diambil sebanyak 5 ml dan segera digantikan
dengan medium disolusi baru yang sama sejumlah volume yang dicuplik untuk
menjagaagar volume disolusi tetap, kemudian sampel diukur serapannya pada
panjang gelombang maksimum dan dihitung kadarnya dengan menggunakan
persamaan regresi yang telah ditentukan sebelumnya. Uji disolusi dilakukan
dengan menggunakan 6 tablet pada setiap obat, baik obat A maupun obat B.
Medium uji disolusi yang digunakan berdasarkan medium disolusi yang
tercantum dalam metode uji disolusi tes satu USP XXX, yaitu cairan lambung
tiruan (dapar HCl pH 1,2) dan medium cairan usus tiruan (dapar fosfat pH 6,0)
tanpa enzim. Selain kedua medium tersebut menggambarkan keadaan fisiologis
saluran cerna, sifat medium disolusi merupakan salah satu faktor yang
dipertimbangkan dalam uji disolusi. Media yang digunakan tergantung sifat zat
aktif obat dan lokasi di dalam saluran cerna di mana diperkirakan obat akan
melarut. Zat aktif yang bersifat asam lemah kecepatan disolusinya akan
meningkat di dalam medium dengan pH tinggi, sedangkan zat aktif yang bersifat
100
Jumlah Kumulatif Teofilin
90
80
Terdisolusi (%)
70
60
50
40 Obat A
30
Obat B
20
10
0
0 200 400 600 800
Waktu (menit)
(a)
300
Jumlah Kumulatif Teofilin
250
Terdisolusi (mg)
200
150
Obat A
100
Obat B
50
0
0 200 400 600 800
Waktu (menit)
(b)
Keterangan: a) Jumlah kumulatif teofilin terdisolusi (%)
b) Jumlah kumulatif teofilin terdisolusi (mg)
Berdasarkan hasil uji disolusi, kedua sampel obat tablet lepas lambat teofilin
memiliki profil disolusi yang berbeda yang dapat dilihat pada gambar 4.1., dimana
laju disolusi obat A lebih cepat dibandingkan laju disolusi obat B yang terlihat
dari kurva jumlah kumulatifteofilin yang terdisolusi baik dalam bentuk
persentasemaupun kadar (mg) yang tidak saling berimpit. Kurva jumlah kumulatif
teofilin yang terdisolusi obat A dalam bentuk persentase lebih tinggi dari kurva
yang dimiliki oleh obat B dan perbedaan ketinggian kurva kedua obat makin
terlihat tajam bila dilihat dari kurva jumlah kumulatif teofilin yang terdisolusi
dalam bentuk kadar (mg). Perbedaan ketinggian antara kurva dalam bentuk
persentase dan kadar (mg) antara kedua obat disebabkan oleh jumlah kandungan
zat aktif kedua sampel obat yang berbeda, di mana obat A mengandung 300 mg
teofilin dan obat B hanya mengandung 250 mg teofilin, sehingga berpengaruh
terhadap bentuk kurva jumlah kumulatif teofilin yang terdisolusi dalam bentuk
kadar (mg). Namun perbedaan kandungan zat aktif ini masih berada dalam
rentang dosis terapi teofilin untuk sediaan lepas lambat, yaitu 200-400 mg
(Winter, 2004).
Dalam hal ini, perbedaan profil disolusi dapat disebabkan oleh faktor
formulasi, yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju disolusi
suatu obat. Menurut Iskandarsyah, dkk. (2010), perbedaan bahan baku penyusun
matrix dapat menyebabkan perbedaan laju disolusi obat. Adanya perbedaan profil
disolusi dari obat A dan obat B dapat memberikan profil farmakokinetik dan
efektivitas terapi yang berbeda di antara kedua obat.
Hasil uji disolusi berupa persentase kumulatif kadar teofilin yang terdisolusi
dari masing-masing sampel obat kemudian dianalisis untuk mengetahui apakah
pelepasan teofilin dari sampel obat A dan B sesuai denganpersyaratan pelepasan
tablet lepas lambat teofilin yang disyaratkan oleh USP XXX metode disolusi tes
satu.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.5., dapat diketahui bahwa keenam
tablet uji obat A tidak memenuhi persyaratan profil disolusi yang sesuai dengan
persyaratan profil disolusi tablet lepas lambat teofilin menurut USP XXX metode
disolusi tes satu. Hal ini terlihat dari persentase kumulatif teofilin yang terdisolusi
pada jam pertama dari keenam tablet uji obat A yang melepaskan zat aktif lebih
besar dari rentang penerimaan persyaratan pelepasanyang telah ditetapkan oleh
USP XXX, yaitu diantara 3-15%, di mana keenam obat A memiliki persentase
kumulatif teofilin yang terdisolusi pada jam pertama antara 15,75-21,58% dengan
rata-rata 18,67%. Namun untuk persentase kumulatif teofilin yang terdisolusi
pada jam ke-2, 4, 6, dan 8 dari obat A, keenam tablet uji memenuhi rentang
penerimaan persyaratan pelepasan yang ditetapkan oleh USP XXX.
Tabel 4.5. Hasil analisis kesesuaian pelepasan teofilin dari obat A dengan
persyaratan USP XXX
Tabel 4.6. Hasil Analisis Kesesuaian Pelepasan Teofilin dari Obat B dengan
Persyaratan USP XXX
Kadar teofilin yang terlepas (%) Rentang Kesesuaian
Tablet Uji penerimaan persyaratan
Jam (%)
1 2 3 4 5 6 Rata-rata
1 12,36 11,12 12,59 14,49 12,19 11,69 12,41 315
2 23,98 22,97 24,40 26,11 22,87 22,15 23,75 20-40
3 31,64 29,82 31,94 34,32 29,23 29,64 31,10 - -
4 39,29 37,32 40,32 42,51 35,79 38,59 38,97 50-75 x
5 46,49 45,71 48,03 50,85 43,86 45,94 46,81 - -
6 54,60 53,56 57,29 60,23 49,76 53,37 54,64 65-100 x
7 63,76 59,10 65,18 68,52 55,38 58,08 61,67 - -
8 68,41 67,12 71,94 75,01 63,07 67,59 68,86 80 x
Keterangan: = sesuai dengan persyaratan pelepasan
x = tidak sesuai dengan persyaratan pelepasan
- = tidak ada rentang penerimaan persyaratan pelepasan pada jam tersebut
pada tabel 4.6. diatas, obat B hanya memenuhi rentang penerimaan persyaratan
pelapasan pada jam pertama dan kedua, yaitu dengan rata-rata persentase
kumulatif teofilin yang terdisolusi secara berturut-turut 12,41% dan 23,75%,
sedangkan untuk persentase kumulatif teofilin yang terdisolusi pada jam ke- 4, 6,
dan 8 dari keenam tablet uji lebih kecil dari rentang penerimaan persyaratan
pelepasan yang ditetatapkan oleh USP XXX. Pelepasan zat aktif sebesar 80% dari
obat B tercapai pada jam ke sebelas untuk lima tablet uji, dengan persentase
kumulatif teofilin yang terdisolusi dari tablet uji 1 84,58%, tablet uji 2 85,09%,
tablet uji 3 84,47%, tablet uji 4 84,55%, dan tablet uji 6 88,76% , sedangkan
untuk tablet uji 5 pada jam kesebelas hanya melepas 77,32%. Data lebih lengkap
mengenai persentase kumulatif teofilin yang telepas dari obat B dapat dilihat pada
lampiran 14.
Berdasarkan hasil uji disolusi obat A menunjukkan bahwa pada jam
pertama terjadi pelepasan yang melebihi rentang penerimaan persyaratan
pelepasan, yaitu lebih dari 15%. Pelepasan yang tinggi (burst release) ini terjadi
pada pada medium cairan lambung buatan, di mana teofilin yang merupakan basa
lemah kelarutannya akan meningkat pada pH rendah, kelarutan yang meningkat
akan meningkatkan laju disolusi suatu obat (Martin dan Alfred, 1993).Peristiwa
burst release sering terjadi pada pelepasan awal obat setelah sediaan berada dalam
medium disolusi dan biasanya terjadi dalam waktu yang singkat sebelum laju
pelepasan mencapai profil yang stabil. Peristiwa burst release dapat dianggap
sebagai hal yang tidak diharapkan dalam pembuatan sediaan pelepasan terkendali
jangka panjangdan dalam situasi tertentu merupakan hal yang diharapkan untuk
mendapatkan pelepasan awal yang tinggi (Xiaou dan Christopher, 2001).
Dalam hal ini, teofilin yang merupakan sampel obat yang digunakan untuk
evaluasi profil disolusi merupakan contoh obat dengan indeks terapi yang
sempit,sehingga peristiwa burst release pada obat A diperlukan monitoring untuk
mencapai efek terapi dan mengurangi toksisitas karena pada kadar teofilin lebih
dari 20 g/ml dapat menimbulkan efek toksik dan fluktuasi konsentrasi teofilin
plasma dapat menyebabkan variasi respon klinis pada pasien (Boswell-Smith,
Cazzola, Page, 2006; Siepmann-Peppas, 2001; Parvesz et al., 2004). Namun
berdasarkan uji in vitro/in vivoyang dilakukan oleh Ghorab, et al. (2012) terhadap
diberikan yaitu setelah 12 jam dosis pertama diberikan. Hal ini didukung dengan
hasil uji in vitro dan in vivo obat teofilin lepas lambat, yaitu Quibron-T/SR dan
Theo SR 300 mg di Mesir (Ghorab, et al.., 2012). Profil disolusi dan kurva
farmakokinetik dari produk Quibron-T/SR dan Theo SR 300 mg dapat dilihat
pada gambar 4.2. dan gambar 4.3.
[Sumber: Ghorab,M., Khafagy, E., Kamel, M., dan Gad, S., 2012]
komparatif Independent Sample Test adalah data harus terdistribusi normal dan
terdapat kesamaan varians antarkelompok.
Berdasarkan hasil uji normalitas Saphiro-Wilk, semua data kecuali pada
menit ke-15 dan menit ke-180 menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti bahwa
semua data pada tiap waktu memiliki data yang terdistribusi normal. Untuk hasil
uji homogenitas data dengan metode Levenes Test menunjukkan nilai p>0,05
pada semua data kecuali pada menit ke-60 yang menandakan bahwa terdapat
kesamaan varians antarkelompok atau yang berarti semua data homogen. Data
yang memiliki distribusi data yang normal dan kesamaan varians antar kelompok
dilanjutkan ke uji Independent Sample Test untuk melihat ada tidaknya perbedaan
yang bermakna antara persentase teofilin yang terlepas diantara kedua obat,
sedangkan untuk data yang tidak terdistribusi normal dan tidak homogen, yaitu
data pada menit ke-15, 60, dan 180 di gunakan uji non-parameterik Mann-
Whitney untuk melihat adanya perbedaan antarkelompok.
Dari uji komparatif Independent Sample Test dan uji non-parameterik
Mann-Whitney terhadap data persentase teofilin yang terdisolusi tiap waktu dari
obat A dan obat B dihasilkan nilai p<0,05 yang berarti bahwa persentase teofilin
yang terdisolusi tiap waktu antara obat A dan obat B berbeda secara signifikan.
Berdasarkan hasil statistik ini, dapat disimpulkan bahwa profil disolusi teofilin
obat A dan B berbeda secara signifikan. Data hasil uji statistik dapat dilihat pada
lampiran 15.
5.1. Kesimpulan
1. Profil disolusi obat A berbeda dengan profil disolusi obat B dilihat dari
persentase kumulatif teofilin yang terdisolusi, di mana persentase kumulatif
teofilin yang terdisolusi pada jam ke delapan obat A dan B berturut-turut
adalah 94,926% dan 68,861%.
2. Profil disolusi obat A dan B tidak memenuhi rentang penerimaan persyaratan
pelepasan tablet lepas lambat teofilin menurut metode disolusi tes satu yang
tertera pada USP XXX tahun 2007, di mana keenam tablet obat A memiliki
persentase kumulatif teofilin yang terdisolusi lebih dari rentang penerimaan
pada jam pertama, sedangkan pada obat B keenam tablet memiliki persentase
kumulatif teofilin yang terdisolusi kurang dari rentang penerimaan pada jam
ke- 4, 6, dan 8.
3. Profil kinetika pelepasan teofilin dari tablet menunjukkan bahwa kinetika
pelepasan obat A cenderung mengikuti kinetika pelepasan model Higuchi,
sedangkan obat B cenderung mengikuti kinetika orde nol.
4. Mekanisme pelepasan teofilin dari tablet obat A dan obat B cenderung
mengikuti mekanisme pelepasan difusi non-Fick yang menggambarkan
pelepasan obat dikendalikan melalui gabungan mekanisme difusi dan erosi.
5. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tablet lepas lambat teofilin obat A dan
B memiliki perbedaan yang signifikan dilihat dari persentase kadar teofilin
yang terdisolusi tiap waktu.
6. Obat A memiliki profil disolusi yang lebih baik dibandingkan dengan obat B
berdasarkan pemenuhan rentang penerimaan persyaratan pelepasan menurut
USP XXX metode disolusi tes satu
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan uji disolusi dengan menggunakan metode uji disolusi tes
lainnya yang tertera pada USP XXX tahun 2007 untuk mengetahui profil
DAFTAR PUSTAKA
Lachman, L., H.A. Lieberman, & J.L. Ksning. (1986). The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy. Philadelpia: Lea & Febringer. Page: 317-324.
Lee, V.H. & J.R. Robinson. (1987). Controlled Drug Delivery: Fundamentals and
Application. Ed 2. Resvised and Expanded. Marcel New York: Dekker
Inc. Page: 6-7, 97-103, 119.
Mansoor, M. & Beverly, J.S. (2003). The Applied Physical PharmacyMcGraw-
Hill Professional.
Mariyam, Rina. (2011). Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinatsebagai
Matriks pada Tablet Enterik Lepas Lambat. Skripsi Sarjana Farmasi.
FMIPA, Universitas Indonesia, Depok.
Mathew, S.T. & Devi, S.G. (2007). Formulation and Evaluation of Ketorolac
Tromethamineloaded Albumin Microspheres for Potential Intramuscular
Administration. AAPS PharmSciTech. 8(1): Artikel 14.
Mei, Ling, Chen., et al. (2010). Challenges and Opportunities in Establishing
Scientific and Regulatory Standards for Assuring Therapeutic Equivalence
of Modified Release Products : Workshop Summary Report. The AAPS
Journal, Vol.12 No.3.
Moffat, Anthony C, M. Osselton, D & Widdo, B. (2005). Clarkes Analysis of
Druds and Poisons 3rd Edition. London: Pharmaceutical Press.
Mouzam, I., Dehghan, M. H. G., Asif, S., Sahuji, T., Chudiwal, P. (2011).
Development of a Novel Floating Ring Capsule-Type Dosage Form for
Stomach Spesific Delivery.Saudi Pharmaceutical Journal.
Mulye, N.V., & Turco, S.J. (1995). A Simple Model Based on First Order
Kinetics to Explain Release of Highly Water Soluble Drugs From Porous
Dicalciumphosphate Dihydrate Matrices. Drug Dev. Ind. Pharm., 21,
843-953.
Nixon, J.R. (1984). Release Characteristics of Microencapsules. Dalam:
Biomedical Application of Microencapsulation. Editor. Franklin, Lim.
Florida: CRC Press.
Patel, D.M., N.M. Patel, N.N. Pandya, P.D. Jogani. (2007). Formulation and
Optimization of Carbamazepine Floating Tablets. Indian J. Of Pharm.
Sci. 69 (6): 763-767
Prabakaran, D., Singh, P., Kanaujia, P. And Vyas, S.P. (2003). Effect of
Hydrophyllic Polymer on The Release Diltiazem Hydrochloride from
elementary Osmotic Pumps. International Journal of Pharmaceutics,
173-179.
Rahmatini, dkk., 2004, dalam dalam Wulandari, Retno. (2009). Profil
Farmakokinetik Teofilin yang Diberikan secara Bersamaan dengan Jus
Jambu Bji (Psidium Guajava L.) pada Kelinci Jantan. Skripsi Sarjana
LAMPIRAN
Penetapan Kadar
Uji Disolusi
Kinetika Orde Nol
Kinetika model
Korsmeyer-Peppas
Lampiran 4. Prosedur Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N, Dapar HCl pH 1,2 dan
Dapar Fosfat pH 6,0
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi (ppm)
0,6
0,4 y = 0,053x + 0,004
R = 0,9997
0,2 R = 0,9994
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi (ppm)
0,6
0,4 y = 0,057x + 0,002
R = 1,0000
0,2 R = 1,0000
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi (ppm)
(b) Data kurva kalibrasi teofilin dalam medium dapar HCl pH 1,2
Konsentrasi Absorbansi
0,0 0,000
1,0 0,057
2,0 0,116
4,0 0,225
8,0 0,436
12,0 0,657
16,0 0,839
20,0 1,083
(c) Data kurva kalibrasi teofilin dalam medium dapar fosfat pH 6,0
Konsentrasi Absorbansi
0,0 0,000
1,0 0,059
2,0 0,118
4,0 0,236
8,0 0,466
12,0 0,696
16,0 0,923
18,0 1,039
Kadar = 293,467 mg
Kadar teofilin dalam tablet (%) Kadar teofilin dalam tablet (%)
( ) ( )
Kadar = ( )
x 100 % Kadar = 100 %
( )
, ,
= x 100 % = x 100 %
( ) (%)
Kadar (%) =
( )
( ) (%)
Kadar (%) =
( )
,
Kadar (%) = x 94,55 %
,
Rata-rata
Absorbansi C Kadar
Tablet kadar
(A) (ppm) (%)
(%)
1-1 0,682 10,297 102,97 102,08
1-2 0,670 10,118 101,18
2-1 0,646 9,76 97,60 98,45
2-2 0,657 9,929 99,29
3-1 0,634 9,574 95,74 95,59
3-2 0,632 9,544 95,44
4-1 0,631 9,538 95,38 95,87
4-2 0,638 9,636 96,36
5-1 0,657 9,931 99,31 96,77
5-2 0,624 9,432 94,23
6-1 0,604 9,123 91,23 92,62
6-2 0,622 9,401 94,01
7-1 0,598 9,039 90,39 90,86
7-2 0,605 9,133 91,33
8-1 0,652 9,850 98,50 97,09
8-2 0,633 9,568 95,68
9-1 0,659 9,955 99,55 100,67
9-2 0,674 10,178 101,78
10-1 0,627 9,471 94,71 93,41
10-2 0,613 9,210 92,10
Rata-rata 96,34
SD 3,50
RSD (%) 3,63
(Lanjutan)
Kadar = 257,425 mg
Kadar = 102,97%
Kadar = 102,97%
50
40 y = 0,137x + 4,782
30 R = 0,996
20
10
0
0 100 200 300 400 500 600
Waktu (menit)
1,50
0,50
0,00
0 100 200 300 400 500 600
Waktu (menit)
50
40
30 y = 3,560x - 13,22
20 R = 0,985
10
0
0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000
Akar waktu (menit1/2)
1,200
1,000
y = 0,758x - 0,215
0,800
R = 0,994
0,600
0,400
0,200
0,000
0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000
Log waktu (menit)
Lampiran 12. DataHasil Analisa Kinetika Pelepasan Teofilin Obat A & Obat B
Dengan mengolah data hasil disolusi menjadi persmaan y = a + bx, maka dapat
dihitung nilai koefisien laju pelepasan (k) dan eksponen difusi (n) sebagai berikut:
Orde nol : k0 = b
Higuchi : kH = b
Lampiran 13. Data Persentase Kumulatif Teofilin yang Tedisolusi Tiap Waktu dari Hasil Uji Disolusi Obat A
Kadar teofilin yang terdisolusi (%)
Waktu Rentang Penerimaan
Tablet Uji SD RSD (%)
(menit) Rata-rata Tes 1 (USP XXX)
1 2 3 4 5 6
15 5,77 6,29 9,28 7,67 8,47 8,54 7,67 - 1,38 14,83
30 9,00 9,61 12,77 11,02 12,35 11,97 11,12 - 1,53 12,00
45 12,43 12,40 17,68 14,87 16,43 15,70 14,92 - 2,15 12,15
60 15,75 16,63 21,58 17,90 20,75 19,44 18,67 3-15% 2,31 10,71
120 29,43 32,11 36,99 35,08 30,50 30,48 32,43 20-40% 2,98 8,06
180 40,26 43,78 49,63 44,99 41,81 40,10 43,43 - 3,60 7,25
240 52,08 54,47 63,24 54,97 53,55 51,32 54,94 50-75% 4,30 6,80
300 64,00 65,93 70,39 61,31 64,52 61,05 64,53 - 3,43 4,88
360 69,88 73,79 79,84 71,64 74,81 71,15 73,52 65-100% 3,58 4,49
420 82,56 81,69 89,55 76,14 83,41 75,73 81,51 - 5,13 5,73
480 88,76 84,75 94,55 82,46 84,69 82,59 86,30 80% 4,64 4,91
*Kadar (%) teofilin yang terdisolusi > syarat pelepasan pada menit ke 60, sehingga tablet A tidak memenuhi tes 1
Lampiran 14. Data Persentase Kumulatif Teofilin yang Terdisolusi Tiap Waktu dari Hasil Uji Disolusi Obat B
Kadar teofilin yang terdisolusi (%)
Waktu Rentang Penerimaan
Tablet Uji SD RSD (%)
(menit) Rata-rata Tes 1 (USP XXX)
1 2 3 4 5 6
15 5,50 5,13 4,86 6,72 4,96 5,04 5,37 - 2,13 39,61
30 7,71 7,63 7,70 8,89 7,60 6,51 7,64 - 0,75 9,86
45 10,29 9,66 10,54 11,59 9,67 9,35 10,18 - 0,82 8,04
60 12,36 11,12 12,59 14,50 12,19 11,69 12,41 3-15% 1,15 9,27
120 23,98 22,97 24,40 26,11 22,87 22,15 23,75 20-40% 1,41 5,95
180 31,64 29,82 31,94 34,32 29,23 29,64 31,10 - 1,93 6,21
240 39,29 37,32 40,32 42,51 35,80 38,60 38,97 50-75% 2,34 6,01
300 46,49 45,71 48,03 50,85 43,86 45,94 46,81 - 2,39 5,11
360 54,60 53,56 57,29 60,23 49,76 53,37 54,64 65-100% 3,60 6,58
420 63,76 59,10 65,18 68,52 55,38 58,08 61,67 - 4,95 8,03
480 68,41 67,12 71,94 75,01 63,07 67,59 68,86 80% 4,14 6,01
540 71,22 75,18 77,94 80,30 68,51 75,25 74,73 - 4,31 5,77
600 80,21 81,24 80,22 82,81 72,61 84,75 80,31 - 4,15 5,17
660 84,58 85,09 84,47 84,55 77,32 88,76 84,13 - 3,72 4,42
*Kadar (%) teofilin yang terdisolusi < syarat pelepasan pada menit ke-240, 360, dan 480 sehingga tablet B tidak memenuhi tes 1
Xt =(V1 . C)+(V2 . 0 C)
(n-1)
Xt
% KPA = 100%
Xo
Keterangan :
Xt = Jumlahkumulatif teofilin yang terdisolusi pada waktu t
Xo = Jumlah teofilin yang terterapadaetiket
(Obat A = 300 mg; Obat B = 250 mg)
C = Konsentrasi teofilin yang terdisolusi pada waktu t
V1 = Volume medium disolusi (900 ml)
V2 = Volume cairan yang disampling (5 ml)
% KPA = % kumulatif pelepasan teofilin
Waktu C Xt
(menit) (ppm) (mg)
15 19,240 (19,24 ppm 900 ml) + 0 = 17,316
30 29,880 (29,88 ppm 900 ml) + (0 + 17,316) = 26,988
45 41,145 (41,145 ppm 900 ml) + (0 + 17,316 + 26,988) = 37,031
dst
% KPA = 5,77 %
Lampiran 15. Data Hasil Analisa Statistik Uji Disolusi Obat A dan Obat B
(a) Uji Normalitas Saphiro-Wilk
Tests of Normality
Menit_420 Equal variances assumed .082 .780 6.815 10 .000 19,84300 2,91156 13,35565 26,33035
Equal variances not assumed 6.815 9.988 .000 19,84300 2,91156 13,35456 26,33144
Menit_480 Equal variances assumed .120 .736 6.871 10 .000 17,44350 2,53881 11,78668 23,10032
Equal variances not assumed 6.871 9.874 .000 17,44350 2,53881 11,77685 23,11015
Ranks
Merek_Obat N Mean Rank Sum of Ranks
Menit_15 Obat A 6 9.17 55.00
Obat B 6 3.83 23.00
Total 12
Menit_60 Obat A 6 9.50 57.00
Obat B 6 3.50 21.00
Total 12
Menit_180 Obat A 6 9.50 57.00
Obat B 6 3.50 21.00
Total 12
Test Statisticsb
Menit_15 Menit_60 Menit_180
Mann-Whitney U 2.000 .000 .000
Wilcoxon W 23.000 21.000 21.000
Z -2.562 -2.882 -2.882
Asymp. Sig. (2-tailed) .010 .004 .004
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009a .002a .002a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Merek_Obat