Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Kadar O2 Terlarut pada Aktivitas Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)

A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada praktikum ini yaitu Bagaimana
hubungan antara produsen (Hydrilla sp.) dan konsumen Benih Ikan Mas (Cyprinus
carpio) di dalam ekosistem?

B. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai pada praktikum ini yaitu untuk mengetahui
hubungan antara produsen (Hydrilla sp.) dan konsumen Benih Ikan Mas (Cyprinus
carpio) di dalam ekosistem.

C. Dasar Teori

1. Termoregulasi

Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada


produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,
atau suatu proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya supaya
tetap konstan, paling tidak, suhu tubuhnya tidak mengalami perubahan yang terlalu
besar (Isnaeni 2006). Panas adalah sebuah bentuk energi yang ditransmisikan dari
suatu tubuh ke yang lainnya karena adanya perbedaan suhu. Suhu mengacu pada
kemampuan tubuh untuk menyerap panas. Energi didefinisikan sebagai kapasitas
untuk melakukan kerja. Pada hewan yang lebih aktif, lebih banyak energi yang
dikeluarkan untuk mendukung aktivitasnya dan faktor ekstrinsik yang paling besar
mempengaruhi metabolisme adalah temperatur. Homeotermi adalah hasil dari
keseimbangan antara produksi panas dengan pelepasan panas dan faktor yang
mempengaruhi produksi panas adalah ukuran tubuh, spesies dan bangsa, lingkungan,
pakan dan air (Amir, 2010). Menurut Brown-Brandl et al. (2006b) dalam Amir
(2010), bahwa adanya kontinuitas produksi panas oleh tubuh, maka keseimbangan
hanya mungkin jika ada kontinuitas aliran panas pada perbedaan temperatur antara
tubuh dan lingkungan. Panas yang dibentuk di dalam tubuh diperoleh dari panas
hasil kegiatan metabolisme di dalam tubuh dan panas dari luar tubuh. Produksi panas

1
di dalam tubuh antara lain berasal dari metabolisme basal, panas hasil kegiatan
pencernaan, kerja pada otot dan metabolisme proses-proses produksi.
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan eksresi
adalah elemen-elemen dari homoeostasis. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan
berdarah dingin (cold blood animal) dan hewan berdarah panas (warm blood animal).
Namun lebih dikenal dengan istilah eksoterm dan endoterm yang berhubungan
dengan sumber panas utama tubuh hewan

Endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari hasil metabolisme.
Suhu tubuh hewan ini lebih konstan. Enditerm umu dijumpai pada kelompok burung
(aves), dan mamalia. Hewan endoterm disebut juga homoiterm, karena suhu tubuh
hewan ini lebih konstan. Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabi, hal ini
dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh.
Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau
diabsorpsi dengan panas yang hilang (Taufik dan Setiadi, 2015).

Eksoterm adalah hewan yang panas tubuhya berasal dari lingkungan


(menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan eksoterm cenderung berfluktuasi
tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah anggota
invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia (Taufik dan Setiadi, 2015).

Beberapa adaptasi hewan untuk mengurangi kehilangan panas, misalnya


adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot dan modifikasi sistem
sirkulasi dibagian kulit. Kontraksi pembuluh darah dibagian kulit dan countercurrent
heat exchange adalah salah satu cara untuk menguarangi kehilangan panas tubuh.
Perilaku adalah hal yang penting dalam hubungannya dengan termoregulasi. Migrasi,
relokasi, dan sembunyi ditemukan pada bebrapa hewan untuk menurunkan suhu
tubuh dengan caramandi atau mengipaskan daun telingan ke tubuh. Manusia
menggunakan pakaian adalah salah satu perilaku unik dalam termoregulasi ( Yani dan
Purwanto, 2006).

2. Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn.)

2
Ikan mas (Cyprinus carpio Linn.) merupakan komoditas perikanan air tawar yang
paling banyak dibudidayakan di Indonesia (Taufik dan Setiadi, 2015).
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata

Kelas: Actinopterygii

Ordo: Cypriniformes

Famili: Cyprinidae

Genus: Cyprinus

Spesies: Cyprinus carpio

3. DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan yang vital bagi kelangsungan hidup


organisme suatu perairan. Oksigen terlarut diambil oleh organisme perairan melalui
respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen
terlarut dapat mengurangi efesien pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga
dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya.
Umumnya oksigen dijumpai di lapisan permukaan karena oksigen dari udara di
dekatnya dapat secara langsung larut (berdifusi ke dalam air laut). Phytoplankton
juga membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada siang hari. Penambahan
ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil fotosintesis (Hutabarat dan
Evans, 2006).
Oksigen terlarut diambil oleh organisme perairan melalui respirasi untuk
pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat
mengurangi efesiensi pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat
menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya (Hutabarat
dan Evans, 2006).

3
Kandungan oksigen terlarut 2 mgr/L adalah kandungan minimal yang cukup
untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Agar kehidupan
dapat layak dan kegiatan perikanan berhasil maka kandungan oksigen terlarut harus
tidak boleh kurang daripada 4 ppm sedangkan perairan mengandung 5 mgr/L oksigen
pada suhu 20 30 oC masih dipandang sebagi air yang cukup baik untuk kehidupan
ikan (Supangat, 2000).

4. Hydrilla
Hydrilla verticillata merupakan tanaman air yang tumbuh terus-menerus,
hidup berkoloni dan dapat tumbuh di permukaan air hingga kedalaman 20 kaki.
Tanaman air Hydrilla verticillata dapat tumbuh bercabang-cabang dengan banyak
hingga mencapai permukaan air dimana percabangannya dapat menutupi seluruh
permukaan air. Tanaman air ini dapat dijumpai di danau, kolam, sungai dengan
kondisi air yang relatif jernih.

D. Metode Penelitian

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini, sebagai berikut :

Alat :

1. Termometer
2. Botol bekas ukuran 1500 ml (8 buah)
3. Botol winkler
4. Erlenmeyer
5. Biuret dan stike
6. Pipet
7. Gelas ukur

Bahan :

1. Air suhu kamar 1500ml


2. Air panas (80oC) 500 ml
3. Air es / es batu ( 1 kg) 1000 ml

4
4. 8 ekor ikan mas berukuran 8 cm
5. MnSO4
6. KOH.KI
7. H2SO4
8. Larutan amilum
9. Na2S2O3

Pembuatan Media

1. Toples A (beker gelas) diisi air suhu kamar 750 ml, kemudian masukkan 2
ekor ikan.
2. Toples B diisi air panas (80oC) dicampur air suhu kamar dengan perbandingan
volume 2:1 total volume 750 ml, kemudian dimasukkan 2 ekor ikan.
3. Toples C diisi dengan air es 400 ml dicampur dengan air suhu kamar sebanyak
350 ml, kemudian masukkan 2 ekor ikan.
4. Toples D diisi dengan air es 600 ml dicampur dengan air suhu kamar
sebanyak 150 ml, kemudian masukkan 2 ekor ikan.

Pengukuran
Pengukuran suhu dan DO dari masing-masing media air dengan prosedur
sebagai berikut :
1. Pengukuran suhu
2. Memasukkan thermometer pada masing-masing media air, kemudian catat
hasilnya kedalam tabel.
3. Pengukuran kadar DO
5. Ambil sampel air dengan botol Wingkler gelap, usahakan tidak ada O 2 yang
terperangkap.
6. Tambahkan MnSO4 2 ml dan KOH.KI 2 ml (dengan membuka botol winkler
secara hati hati) kemudian dikocok pelan (membolak-balik botol secara hati
hati hingga pereaksi tercampur dengan sampel air). Diamkan selama 10 menit
sampai terbentuk dua lapisan.
7. Tambahkan H2SO4 pekat 2 ml kedalam botol secra hati hati , mengocok botol
hingga larutan tercampur, kemudian melakukan titrasi.
8. Ambil 100 ml sampel yang telah mendapat perlakuan tadi masukkan ke dalam
Erlenmeyer. Lakukan titrasi dengan Na2S2O3 sampai terjadi perubahan warna (dari
coklat menjadi kuning muda). Kemudian tambahkan amilum (1%) 10 tetes hingga
tampak warna biru dan lanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang.

5
9. Hitung DO denga rumus sebagai berikut :

DO =

Keterangan :

a = volume titrasi yang dipakai

N = konstanta 0,025

Catat hasilnya ke dalam tabel.

Pengukuran/ pengamatan kegiatan meliputi pola gerakan ikan dalam air dan hitung
frekuensi membuka menutupnya operculum per satuan waktu tertentu (menit I, II,
III).

E. Hasil Pengamatan

Berdasarkan hasil pengamatan yang ditelah dilakukan dengan meletakkan ikan


pada tempat gelap dan terang diketahui bahwa ikan dalam botol mati dan Hydrilla
pada kedua tempat perlakuan mengalami perubahan warna baik dibatang maupun
didaun (tabel 1).

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengaruh Kadar DO dan CO2 terhadap Aktivitas Ikan
Mas (Cyprinus carpio)
Perlakuan Terang Gelap
Kondisi A2 B2 B3
A1 A3 A4 B1 B4
(Ikan+ (Ikan+ (Hydrill
(Ikan) (Hydrilla) (Air) (Ikan) (Air)
Hydrila) Hydrila) a)

DO (ppm) 0,41 0,49 0,08 3,90 0,81 0,81 1,95 3,98

6
CO2 (ppm) 0,3 0,2 0,1 0,1 0,4 0,3 0,2 0,2

Hijau (++ Hijau (++ Hijau (+ Hijau (+


Hydrilla - - - -
+) +) +) +)
Mati, Mati, Mati, Mati,
Ikan Mas kuning kuning kuning kuning
- - - -
(Cyprinus carpio) pucat, pucat, pucat, pucat,
berlendir berlendir berlendir berlendir
Keterangan:
A = ditempatkan pada tempat terang
B = ditempatkan pada tempat gelap
Berdasarkan data tabel 1 dibuat grafik pengaruh kadar O2 dan CO2 terhadap ikan
mas (gambar 1 dan gambar 2)

Gambar 1.Perbandingan Kadar DO pada Tempat Terang dan Tempat Gelap

7
Gambar 2 Perbandingan Kadar CO2 pada Tempat Terang dan tempat Gelap

F. Anaisis Data.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yang dibagi menjadi 2 perlakuan


yaitu dengan menggunakan media A dengan ditempatkan pada tempat gelap dan
media B ditempatkan pada tempat terang. Berdasarkan pengamatan diperoleh data
tentang kadar DO dan CO2, dan pengaruh kedua faktor terhadap aktivitas ikan nila
serta hubungan antara produsen dan konsumen dalam suatu komunitas. Pengaruh DO
dan CO2 terhadap aktivitas Ikan Mas (Cyprinus carpio) di kondisi terang dapat
ditunjukkan dalam tabel 1. Pada perlakuan A1 dimana hanya diisi ikan saja kadar
oksigen terlarutya 0,41 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,3 ppm. Pada perlakuan
A2 dimana diisi ikan dan Hydrilla sp. kadar oksigen terlarutnya 0,49 ppm dan kadar
karbondioksidanya 0,2 ppm. Pada perlakuan A3 dimana hanya diisi Hydrilla sp. saja
kadar oksigen terlarutnya 0,08 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,1 ppm. Pada
perlakuan A4 dimana tidak diisi apa-apa (kontrol) kadar oksigen terlarutnya 0,39 ppm
dan kadar karbondioksidanya 0,1 ppm.

Sedangkan pengaruh DO dan CO2 terlarut terhadap aktivitas Ikan Mas


(Cyprinus carpio) di kondisi gelap dapat ditunjukkan dalam tabel 1. Pada perlakuan

8
B1 dimana hanya diisi ikan saja kadar oksigen terlarutya 0,81 ppm dan kadar
karbondioksidanya 0,4 ppm. Pada perlakuan B2 dimana diisi ikan dan Hydrilla sp
kadar oksigen terlarutnya 0,81 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,3 ppm. Pada
perlakuan A3 dimana hanya diisi Hydrilla sp saja kadar oksigen terlarutnya 1,95 ppm
dan kadar karbondioksidanya 0,2 ppm. Pada perlakuan B4 dimana tidak diisi apa-apa
(kontrol) kadar oksigen terlarutnya 3,98 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,2 ppm.

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa semakin tinggi kadar oksigen
terlarut maka makin rendah kadar karbondioksidanya, dimana kedua faktor tersebut
akan mempengaruhi aktivitas (respirasi) Ikan Mas (Cyprinus carpio).

G. Pembahasan

Berdasarkan analisis diatas, dapat diketahui bahwa adanya pengaruh antara


produsen dan kosumen dalam suatu ekosistem dalam melangsungkan hubungan
timbal balik. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan di tempat terang, pada toples A1
ikan semuanya mati dan kadar DO 0,41 ppm namun kadar CO 2 nya rendah yaitu 0,3
ppm. Ikan mati karena adanya faktor pembatas yaitu oksigen karena tidak adanya
aerasi, tumbuhan hijau sebagai perantara dimana tumbuhan hijau akan berfotosintesis
dengan meggunakan sinar matahari untuk mengubah CO2 mejadi O2 untuk respirasi
ikan, dimana oksigen berfungsi dalam proses respirasi untuk mendapatkan energi
berupa (ATP) sehingga ikan-ikanpun akan mati karena kehabisan oksigen. Selain itu,
kadar CO2 makin tinggi akibat aktivitas ikan tersebut berupa respirasi yang
mengeluarkan CO2 sebagai hasil ekskresinya dan dapat diketahui juga bahwa kadar
CO2 yang tinggi akan menginduksi racun bagi ikan dan akhirnya ikan mati
(Sastrawijaya, 2000).

Pada perlakuan A2 ikan juga mati meski dalam perlakuan diberi Hydrilla sp
sebagai perantara untuk mengubah CO2 mejadi O2. Dengan kadar oksigen terlarutnya
sebesar 0,49 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,2 ppm. Hal ini disebabkan laju
fotosintesis Hydrilla sp dan laju respirasi ikan tidak sama. Dimana makin tinggi
penyinaran maka suhu air juga makin tinggi dan kadar oksigen terlarut dalam air

9
rendah. Hal ini mengakibatkan mempercepat aktivitas ikan sehingga laju
metabolisme (respirasi) ikan juga tinggi yang mengakibatkan kebutuhan oksigen
sangat mendesak. Kondisi inilah yang mengakibatkan ikan mati (Sastrawijaya, 2000).

Pada perlakuan A3 yang hanya diberi Hydrilla sp saja, kadar oksigen


terlarutnya 0,81 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,1 ppm. Hal ini disebabkan
adanya proses fotosintesis dari Hydrilla sp yang menyebabkan kadar oksigen terlarut
tinggi dan oksigen tersebut digunakan respirasi dari mikroba-mikroba aerob dan
mengeluarkan CO2 yang merupakan bahan baku untuk fotosintesis dari Hydrilla sp.
(Sastrawijaya, 2000).

Pada perlakuan A4 dimana tidak berikan perlakuan organisme. kadar oksigen


terlarutnya 3,90 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,1 ppm. Karbondioksida dan
oksigen pada botol ini hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan sebelum penutupan
botol dan tidak dipengaruhi oleh organisme. Hal ini dijadikan kontrol karena tidak
ada pengaruh organisme (Sastrawijaya, 2000).

Pada perlakuan di tempat gelap, untuk toples B1 kadar oksigen terlarutya 0,81
ppm dan kadar karbondioksidanya 0,4 ppm. Hal ini karena apabila tingkat oksigen
terlarut rendah, maka organisme aerob mati dan organisme anaerob akan
menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana dan hidrogen
sulfida. Zat-zat itulah yang menyebabkan air berbau amis (Sastrawijaya, 2000).

Pada perlakuan B2 dimana diisi ikan dan Hydrilla sp kadar oksigen


terlarutnya 0,81 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,3 ppm. Hal ini disebakan pada
kondisi yang gelap maka suhunya akan rendah. Suhu ini akan mengakibatkan
aktivitas ikan menjadi lemah dan laju metabolisme ikan juga rendah, sehingga dalam
memenuhi kebutuhan oksigen untuk respirasi ikan masih dapat tertangani. Kadar
karbondioksida dapat mengalami pengurangan akibat proses fotosintesis
(Sastrawijaya, 2000).

Pada perlakuan B3 dimana hanya diisi Hydrilla sp. kadar oksigen terlarutnya
1,95 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,2 ppm. Karbondioksida merupakan gas

10
yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air dalam reaksi gelap. Karbondioksida
bersifat sebaliknya dari oksigen. Karbondioksida jauh lebih mudah larut dalam air
dibandingkan dengan oksigen sehingga sering menggantikan tempat oksigen dalam
air (Sastrawijaya, 2000).

Pada perlakuan B4 dimana tidak berikan perlakuan organisme. kadar oksigen


terlarutnya 3,98 ppm dan kadar karbondioksidanya 0,2 ppm. Karbondioksida dan
oksigen pada botol ini hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan sebelum penutupan
botol dan tidak dipengaruhi oleh organisme. Hal ini dijadikan kontrol karena tidak
ada pengaruh organisme (Sastrawijaya, 2000).

Intensitas cahaya mempengaruhi kadar DO karena cahaya sebagai faktor utama


berlangsungnya fotosintesis sehingga dengan berlangsungnya fotosintesis, maka akan
menambah suplai oksigen dalam perairan sehingga meningkatkan kadar DO. Makin
tinggi penyinaran maka suhu air dan karbondioksida juga makin tinggi dan kadar
oksigen terlarut dalam air rendah. Hal ini mempercepat aktivitas ikan sehingga laju
metabolisme (respirasi) ikan juga tinggi yang mengakibatkan kebutuhan oksigen
sangat mendesak. Kondisi inilah yang mengakibatkan ikan mati (Sastrawijaya, 2000).

Interaksi antara Hydrilla sp sebagai produsen dengan konsumen disuatu


ekosistem. Adanya produsen (Hydrilla sp) dalam ekosistem perairan akan
meningkatkan kadar DO terkait dengan adanya fotosintesis. Jika tingkat oksigen
terlarut rendah, maka organisme aerob mati dan organisme anaerob akan
menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana dan hidrogen
sulfida. Zat-zat itulah yang menyebabkan air berbau busuk (Sastrawijaya, 2000).

H. Simpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat hubungan


antara produsen (Hydrilla sp.) dan konsumen Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) di
dalam ekosistem yang ditinjau dari Kadar DO dan CO 2. Kadar DO paling tinggi
terdapat pada perlakuan B4 (Kontrol), dan Kadar CO 2 paling tinggi terdapat pada

11
perlakuan B1 yaitu pada perlakuan Botol Air yang di dalamnya terdapat Benih Ikan
Mas (Cyprinus carpio) yang ditempatkan di tempat gelap.

DAFTAR PUSTAKA

Azhar Amir. 2010. Respon Termoeegulasi Dan Tingkah Laku Bernaung Sapi Perah
Dara Peranakan Fries Holland Pada Energi Ransum Yang Berbeda. Tesis.
Institut Pertanian Bogor.
Taufik, Imam dan Eri Setiadi. 2015. Pemaparan Insektisida Endosulfan Pada
Konsentrasi Subletal Terhadap Kondisi Hematologis Dan Histologis Ikan Mas
(Cyprinus carpio). Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 1,
Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis sapi
peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan
produktivitasnya (ulasan). Med Pet 1:35-46.
Hutabarat, sahala dan Stewart M. Evans. 2006. Pengantar Oseanografi. Universitas
Indonesia: Jakarta.
Sastrawijaya, A. Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta
Supangat,Agus. 2000. Pengantar Oseanografi. Institute Teknologi Bandung:
Bandung
Papib Handoko, Yunie Fajariyanti. 2013. Pengaruh Spektrum Cahaya Tampak
Terhadap Laju Fotosintesis Tanaman Air Hydrilla Verticillat. Seminar
Nasional X Pendidikan Biologi. FKIP :UNS.

12

Anda mungkin juga menyukai