Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keperawatan maternitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada wanita usia subur yang berkaitan dengan masa diluar kehamilan, masa
kehamilan, masa melahirkan, masa nifas sampai enam minggu, dan bayi yang dilahirkan
sampai berusia 40 hari beserta keluarganya. Pelayanan berfokus pada pemenuhan kebutuhan
dasar dalam melakukan adaptasi fisik dan psikososial dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan. (CHS/KIKI, 1993)
Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan selalu menghargai klien
dan keluarganya serta menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan
perawatan yang sesuai untuk dirinya. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan advokasi
dan mendidik WUS dan melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah
kehamilanpersalinan dan nifas, membantu dan mendeteksi penyimpangan-penyimpangan
secara dini dari keadaan normal selama kehamilan sampai persalinan dan masa diantara dua
kehamilan, memberikan konsultasi tentang perawatan kehamilan, pengaturan kehamilan,
membantu dalam proses persalinan dan menolong persalinan normal, merawat wanita masa
nifas dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari menuju kemandirian, merujuk kepada tim
kesehatan lain untuk kondisi-kondisi yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.

1.2. Rumusan Masalah


a. Pengertian MDGs Dan SDGs
b. Pengertian KIA (Kesehatan Anak Dan Ibu)
c. Apa saja Peran Perawat Dalam Penurunan Angka Kematian
d. Apa saja Trend Dan Issu Keperawatan Maternitas
1.3. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Keperawatan maternitas dan menambah
ilmu pengetahuan tentang MDGs Dan SDGs , KIA (Kesehatan Anak Dan Ibu), Peran
Perawat Dalam Penurunan Angka Kematian, Trend Dan Issu Keperawatan Maternitas, bagi
penulis dan pembaca

1.4 Tujuan Khusus

a. Mengetahui MDGs Dan SDGs

1
b. Mengetahui KIA (Kesehatan Anak Dan Ibu)
c. Mengetahui Peran Perawat Dalam Penurunan Angka Kematian
d. Mengetahui Trend Dan Issu Keperawatan Maternitas

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 MDGs Dan SDGs

2
A. MDGs
Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs,
adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189
negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan
dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York
pada bulan September 2000. Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah
resolusi majelis umum PBB Nomor 55/2 Tanggal 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United
Nations Millennium Development Goals). Deklarasinya sendiri berisi komitmen untuk
mencapai 8 buah sasaran pembangunan, sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk
pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan
rakyat dan pembangunan masyarakat pada tahun 2015.
Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New
York tersebut dan juga turut menandatangani Deklarasi Milenium. Pencapaian sasaran
MDGs menjadi salah satu prioritas utama bangsa Indonesia. Delapan tujuan umum
MDGs secara general mencakup pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender,
kesehatan, kelestarian lingkungan dan permasalahan global. Adapun secara rinci target
MDGs memuat 8 tujuan yang meliputi;
1. penanggulangan kemiskinan dan kelaparan,
2. mencapai pendidikan dasar untuk semua,
3. kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
4. mengurangi angka kematian bayi,
5. meningkatkan kesehatan ibu,
6. melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lain,
7. memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan
8. kemitraan untuk pembangunan.

B. SDGs
1. Defenisi
Suistainable development goals (SDGS) adalah singkatan atau kepanjangan dari
sustainable development goals, yaitu sebuah dokumen yang akan menjadi sebuah
acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara di dunia.
Post-2015, juga dikenal sebagai Sustainabale Development Goals (SDGs)
didefinisikan sebagai kerangka kerja untuk 15 tahun ke depan hingga tahun 2030.
Berbeda dengan MDGs yang lebih bersifat birokratis dan teknokratis, penyusunan
butir-butir SDGs lebih inklusif melibatkan banyak pihak termasuk organisasi

3
masyarakat sipil atau Civil Society Organization (CSO). Penyusunan SDGs sendiri
memiliki beberapa tantangan karena masih terdapat beberapa butir-butir target MDGs
yang belum bisa dicapai dan harus diteruskan di dalam SDGs. Seluruh tujuan, target
dan indikator dalam dokumen SDGs juga perlu mempertimbangkan perubahan situasi
global saat ini. (yohanna, 2015)
Sustainable Development Goals (SDGs) adalah kelanjutan dari global goals
Melenium Development Goals (MDGs) yang akan berakhir tahun 2015. Secara
formal, SDGs didiskusikan pertama kali pada United Nations Conference on
Sustainable Development yang diadakan di Rio de Janeiro bulan Juni 2012.
Dokumen SDGs disahkan pada KTT Pembangunan berkelanjutan PBB yang
berlangsung di New York tanggal 25-27 September 2015. Dalam KTT tersebut
ditetapkan bahwa SDGs akan mulai diberlakukan pasca tahun 2015 sampai tahun
2030. SDGs tidak hanya berlaku untuk negara berkembang, tapi juga untuk negara-
negara maju. (Akhir, 2015)

2. Konsep Sdgs
Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang
mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015, Millennium Development
Goals (MDGs).
Konsep SDGs melanjutkan konsep pembangunan Millenium Development Goals
(MDGs) di mana konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015. Jadi, kerangka
pembangunan yang berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang semula
menggunakan konsep MGDs sekarang diganti SDGs.
Adapun tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep pengembangan SDGs
yaitu, pertama indikator yang melekat pembangunan manusia (Human Development),
di antaranya pendidikan, kesehatan. Indikator kedua yang melekat pada lingkungan
kecilnya (Social Economic Development), seperti ketersediaan sarana dan prasarana
lingkungan, serta pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, indikator ketiga melekat
pada lingkungan yang lebih besar (Environmental Development), berupa ketersediaan
sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang baik.

3. Tujuan Sdgs
1) Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru dunia.
2) Tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan, perbaikan nutrisi, serta
mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.

4
3) Menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan hidup untuk
seluruh masyarakat di segala umur.
4) Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas dan meningkatkan
kesempatan belajar untuk semua orang.
5) Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum ibu dan perempuan.
6) Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua
orang.
7) Menjamin akses terhadap sumber energi yang terjangkau, terpercaya,
berkelanjutan dan modern untuk semua orang. (Barberita, 2015)
8) Mendukung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan, lapangan kerja yang
produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua orang.
9) Membangun infrastruktur yang berkualitas, mendorong peningkatan industri yang
berkelanjutan serta mendorong inovasi.
10) Mengurangi ketidaksetaraan baik di dalam sebuah negara maupun di antara
negara-negara di dunia.
11) Membangun kota-kota serta pemukiman yang berkualitas, aman dan bekelanjutan.
12) Menjamin keberlangsungan konsumsi dan pola produksi.
13) Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.
14) Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan sumber daya laut
untuk perkembangan yang berkelanjutan.
15) Melindungi, mengembalikan, dan meningkatkan keberlangsungan pemakaian
ekosistem darat, mengelola hutan secara berkelanjutan, mengurangi tanah tandus
serta tukar guling tanah.
16) Meningkatkan perdamaian termasuk masyarakat untuk pembangunan
berkelanjutan, menyediakan akses untuk keadilan bagi semua orang termasuk
lembaga dan bertanggung jawab untuk seluruh kalangan.
17) Memperkuat implementasi dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk
pembangunan yang berkelanjutan.

2.2 KIA (Kesehatan Anak Dan Ibu)


A. Pengertian Program KIA
Upaya Kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan
anak balita serta anak prasekolah.

B. Tujuan Program KIA


Tujuan Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah tercapainya kemampuan
hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan

5
keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta
meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal
yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
Sedangkan tujuan khusus program KIA adalah :
1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan , sikap dan perilaku), dalam mengatasi
kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam
upaya pembinaan kesehatan keluarga,paguyuban 10 keluarga, Posyandu dan
sebagainya.
2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara
mandiri di dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu, dan
Karang Balita serta di sekolah Taman Kanak-Kanak atau TK.
3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, dan ibu meneteki.
4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu meneteki,
bayi dan anak balita.
5. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan seluruh
anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama
melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

C. Prinsip Pengelolaan Program KIA


Prinsip pengelolaan Program KIA adalah memantapkan dan peningkatan jangkauan
serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pelayanan KIA diutamakan pada
kegiatan pokok :
1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu yang
baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
2. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan
pertolongan oleh tenaga professional secara berangsur.
3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga kesehatan
maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan
pengamatannya secara terus menerus.
4. Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1bulan) dengan mutu
yang baik dan jangkauan yang setinggi tingginya.
D. Pelayanan dan jenis Indikator KIA
1. Pelayanan antenatal

6
Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal. Standar minimal 5 T
untuk pelayanan antenatal terdiri dari :
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
b. Ukur Tekanan darah
c. Pemberian Imunisasi TT lengkap
d. Ukur Tinggi fundus uteri
e. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan


ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan
kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

a. Pertolongan Persalinan
Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada
masyarakat :
1) Tenaga profesional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,
pembantu bidan dan perawat.
2) Dukun bayi :
Terlatih : ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga
kesehatan yang dinyatakan lulus.
Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
3) Deteksi dini ibu hamil berisiko :
Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah :
a) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun .
b) Anak lebih dari 4
c) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau
lebih dari 10 tahun
d) Tinggi badan kurang dari 145 cm
e) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari
23,5 cm
f) Riwayat keluarga mendeita kencing manis, hipertensi dan riwayat
cacat kengenital.
g) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau
panggul.

Risiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal


yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi .

7
Risiko tinggi pada kehamilan meliputi :

a) Hb kurang dari 8 gram %


b) Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih
dari 90 mmHg
c) Oedema yang nyata
d) Eklampsia
e) Perdarahan pervaginam
f) Ketuban pecah dini
g) Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
h) Letak sungsang pada primigravida
i) Infeksi berat atau sepsis
j) Persalinan prematur
k) Kehamilan ganda
l) Janin yang besar
m) Penyakit kronis pada ibu antara lain Jantung,paru, ginjal.
n) Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.

Risiko tinggi pada neonatal meliputi :

a) BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram


b) Bayi dengan tetanus neonatorum
c) Bayi baru lahir dengan asfiksia
d) Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah
lahir
e) Bayi baru lahir dengan sepsis
f) Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram
g) Bayi preterm dan post term
h) Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang
i) Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan.

4) Indikator pelayanan kesehatan ibu dan bayi


Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau
SPM untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu :
Cakupan Kunjungan ibu hamil K4
a. Pengertian :
Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan
standar 5T dengan frekuenasi kunjungan minimal 4 kali selama hamil,
dengan syarat trimester 1 minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali
dan trimester III minimal 2 kali . Standar 5 T yang dimaksud adalah :
1) Pemeriksaaan atau pengukuran tinggi dan berat badan

8
2) Pemeriksaaan atau pengukuran tekanan darah
3) Pemeriksaan atau pengukuran tinggi fundus
4) Pemberian imunisasi TT
5) Pemberian tablet besi
2.3 Peran Perawat Dalam Penurunan Angka Kematian
A. Penurunan Kematian Pada Ibu
Kematian ibu adalah jumlah ibu meninggal karena hamil, bersalin dan nifas (42
hari setelah bersalin). Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menurun dari 390 (SDKI
1994) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Penurunan ini
antara lain disebabkan oleh meningkatnya persalinan oleh tenaga kesehatan dari 46,13
persen (1995) menjadi 72,4 persen (2006). Meskipun diperkirakan AKI saat ini lebih
rendah lagi, untuk dapat mencapai tujuan MDGs, perlu upaya yang lebih keras lagi.
Pencapaian target MDGs sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup akan dapat terwujud
hanya jika dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya.
Penurunan AKI pada periode 1990 1994 adalah sebesar 8 persen per tahun, pada tahun
1994 1997 sebesar 14 persen per tahun dan periode 1997 2002 sekitar 8 persen per
tahun. Penurunan yang tinggi terjadi pada tahun 1994 ke 1997 antara lain karena adanya
intensifikasi program bidan di desa. Namun, pada era desentralisasi, program bidan di
desa kurang mendapat perhatian sehingga penurunan angka kematian menjadi sangat
lambat. Bila pemerintah ingin mengejar ketinggalan penurunan angka kematian ibu
dengan asumsi AKI sama dengan 2002 maka penurunan AKI setiap tahun harus
mencapai 26 ibu per 100.000 kelahiran hidup. Apabila asumsi AKI tahun 2007 sebesar
262, maka penurunan AKI setiap tahun mencapai 16 ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Dengan demikian, AKI merupakan salah satu tujuan MDGs yang sulit tercapai (off
track) jika pemerintah tidak memfokuskan semua sumberdaya dan jenis intervensi
dengan lebih efektif.
Kematian ibu dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk status kesehatan secara
umum, pendidikan dan pelayanan kesehatan selama kehamilan dan persalinan.
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (28 persen), infeksi (24
persen), eklamsia (11), komplikasi puerperium atau nifas (8 persen), partus macet/lama
(5 persen), komplikasi abortus (5 persen) dan lainnya (11 persen).

B. Penurunan Kematian Pada Anak

9
Kematian anak balita (anak usia di bawah 5 tahun) menjadi penting karena
mencakup lebih dari 90 persen kematian global anak-anak di bawah usia 18 tahun.
Kematian balita merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat anak-
anak hidup termasuk perawatan kesehatan mereka. Angka kematian balita sering
digunakan untuk mengidentifikasi populasi yang mudah atau rentan (vulnerable)
terserang penyakit, karena data insiden dan prevalen penyakit (data morbiditas) sering
tidak tersedia dengan baik.
Menurut SDKI, Angka Kematian Anak Balita (AKBA) pada tahun 1989 sebesar
97 per 1000 kelahiran hidup. AKBA kemudian terus menurun hingga mencapai 46 per
1000 kelahiran hidup (2002-2003. Rata-rata penurunan AKBA pada dekade 1990-an
adalah sebesar 7 persen (3,2 balita) per tahun, lebih tinggi dari dekade sebelumnya
sebesar 4 persen per tahun. Pada tahun 2000 Indonesia telah mencapai target yang
ditetapkan dalam World Summit for Children (WSC) yaitu 65 per 1.000 kelahiran
hidup. Untuk pencapaian kematian balita 32 per 1000 kelahiran hidup pada 2015,
Indonesia memerlukan penurunan AKBA sebesar 1,75 per tahun. Dengan
perkembangan seperti ini, diperkirakan target MDGs sebesar 32 per 1.000 kelahiran
hidup akan dapat dicapai dengan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan balita
agar tidak terjadi kejadian-kejadian luar biasa yang merenggut nyawa balita. Untuk
dapat menekan AKBA tersebut perlu dilakukan intervensi kepada penyebab kematian
balita. Penyebab kematian balita antara lain adalah diare (19 persen), ISPA (37
persen), campak (7 persen), dan gizi buruk (54 persen) (SDKI, 2002).
Kematian bayi adalah kematian pada anak usia di bawah satu tahun. Angka
Kematian Bayi (AKB) sangat relevan untuk merepresentasikan komponen AKBA.
AKB juga menggambarkan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di mana bayi
tinggal. Pada tahun 1989 AKB di Indonesia sebesar 68 per 1.000 kelahiran hidup.
Angka ini kemudian menurun dengan tajam dan hingga mencapai 35 per 1000
kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Pada tahun 2007 diproyeksikan AKB telah
mencapai 29,4 per 1.000 kelahiran hidup (BPS, Bappenas dan UNFPA, 2005). Target
AKB MDGs pada tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan target
RPJM sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Dengan kecenderungan
yang ada, diperkirakan target ini dapat tercapai.

10
Diperkirakan sekitar 75 persen dari seluruh kematian anak terjadi pada bulan
pertama kelahiran (neonatus). Menurut SDKI, penurunan kematian neonatus relatif
lebih lambat dibandingkan dengan kematian bayi dan kematian anak balita. Pada
SDKI 1989, kematian neonatus mencapai 29 per 1.000 kelahiran hidup dan menurun
menjadi 20 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Oleh karena itu, penanganan
bayi baru lahir yang memadai sangat penting dalam menurunkan angka kematian
anak. Penyebab utama kematian neonates adalah tetanus (10 persen), berat badan lahir
rendah (BBLR) sebesar 28 persen, asfiksia 27 persen, dan infeksi 15 persen (SKRT,
2001). Upaya penting untuk menurunkan kematian neonatus antara lain adalah
meningkatkan persalinan kepada petugas kesehatan terlatih dan pelayanan yang
mampu menangani penyebab kematian neonatus.
Angka kematian balita, bayi dan neonatus saling mempengaruhi yang dikenal
dengan fenomena dua pertiga yaitu:
1) Kematian bayi baru lahir atau neonatal (028 hari) merupakan
duapertiga dari kematian bayi.
2) Kematian perinatal (0 7 hari) merupakan dua pertiga dari
kematian bayi baru lahir.
3) Kematian bayi (0 1 hari) merupakan duapertiga dari kematian
perinatal

2.4 Trend Dan Issu Keperawatan Maternitas


A. Masalah
1. Penyebab angka kematian bayi masih tinggi
Kematian pada bayi disebabkan oleh penyakit menular seperti radang paru-paru,
diare dan malaria, Penyakit yang merenggut paling banyak korban jiwa adalah radang
paru-paru 18 persen, atau sebanyak 1,58 juta anak diare (15 persen, 1,34 juta) dan
malaria 8 persen, 0.73 juta anak.
2. Penyebab angka kelahiran bayi masih tinggi
Penyebab angka kelahiran bayi masih tinggi adalah pelayanan kesehatan yang
semakin meningkat, kurangnya pengetahuan masyarakat progam KB
3. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) tiap tahun atau dua ibu tiap jam meninggal oleh sebab
yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes RI,Dirjen Binkesmas,
2004).

11
Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas faktor- factor
reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi. Penyebab
komplikasi obstetrik langsung telah banyak diketahui dan dapat ditangani, meskipun
pencegahannya terbukti sulit. Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas
perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum
merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya masih banyak dari semua
persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan
yang belum jelas sumbernya (Chalik TMA, 1997). Secara sempit, risiko obstetrik
diartikan sebagai probabilitas kematian dari seorang perempuan atau ibu apabila ia
hamil. Indikator yang lebih kompleks adalah adalah risiko seumur hidup (lifetime
risk) yang mengukur probabilitas kematian perempuan atau ibu sebagai akibat
kehamilan dan persalinan yang dialaminya selama hidup. Bila istilah pertama hanya
mencantumkan kehamilan maka yang kedua mempunyai dimensi yang lebih lebar
yaitu kemampuan dan jumlah fertilitas.
Tingginya kematian ibu sebagian besar disebabkan oleh timbulnya penyulit
persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
Keterlambatan merujuk disebabkan berbagai faktor seperti masalah keuangan,
transportasi dsb. (Depkes RI, Dirjen Yanmedik, 2005)
4. Penyakit menular seksual
Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular
dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual.. Kelompok remaja dan
dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling
tinggi untuk tertular PMS, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini.
Hampir seluruh PMS dapat diobati. Namun, bahkan PMS yang mudah diobati seperti
gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain,
seperti herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang disebabkan
oleh virus, tidak dapat disembuhkan. Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak
mengenakkan, sementara yang lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS, kutil
kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya sudah pernah dikenal
sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat berlanjut pada berbagai kondisi
seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks dan berbagai komplikasi

12
kehamilan. Sehingga, pendidikan mengenai penyakit ini dan upaya-upaya pencegahan
penting untuk dilakukan

B. Penemuan Teknologi Terbaru


1. Alat Kontrasepsi Implan Terbaru
UGM berhasil menemukan alat kontrasepsi implant atau susuk KB generasi ke
tiga yang dinamakan Gestplan. Kelebihan alat kontresepsi ini bias bertahan hingga 7
tahun di badingkan implant saat ini yang ber umur 5 tahun. Penemuan ini hasil dari
penelitian dari jurusan Farmatologi dan Toksikologi UGM.
2. Water Birth
Proses persalinan atau proses melahirkan yang dilakukan di dalam air,
manfaaatnya ibu akan merasakan lebih relaks karena semua otot yang berkaitan
dengan proses persalinan menjadi lebih elastic. Metode ini juga akan mempermudah
proses mengejar sehingga rasa nyeri selama persalinan tidak terlalu dirasakan, di
dalam air proses proses pembukaan jalan lahir akan lebih cepat.
3. USG ( Ultrasonografi ) 3D dan 4D
Alat USG ( Ultrasonografi ) 3D dan 4D adalah alat USG yang berkemampuan
menampilkan gambar 3 dan 4 dimensi di teknologi ini janin dapat terlihat utuh dan
jelas seperti layaknya bayi yang sesungguhnya ( DrJudi Januadi Endjun S.pog
Alat USG ini bahkan dapat memperlihatkan seluruh tubuh bayi berikut gerak-
geriknya teknologi 3 dan 4 dimensimenjadi pelengkap bila di duga janin dalam
keadaan tidak normal dan perlu di cari kelainan bawaannya seperti bibir sumbing,
kelaina pada jantung dan sebagainya. Secara lebih detail kelebihan USG
( Ultrasonografi ) 3D dan 4D ini pada janin dapat terbaca secara lebih akurat, karena
teknologi ini dikembangkan untuk meningkatkan ketepatan diagnosa.
4. Pil KB Terbaru
Pil KB dengan dorspirenone merupakan pil KB terbaru yang memberikan
perlindungan kontrasepsi yang dapat diandalkan, dengan berbagai manfaat tambahan
dalam suatu kombinasi yang unik Pil Kb dengan dorspirenone adalah pil yang
membuat seseorang merasa lebih nyaman. Mengandung progestin baru dorspirenone
yaitu homon yang sangat menyerupai progesteron salah satu hormon dalam tubuh.
Dorspirenone mempunyai profil farmakologis yang sangat mirip dengan progesteron
alami dengan karateristik memiliki efek antimineralokortoid dan antiandrogenik tidak
memiliki aktifitas ekstrogenik, androgenik, glukortikoid dengan sifat
antineralokortikoid. Pil KB dengan dorspirenone dapat memberikan manfaat

13
tambahan yaitu tidak menaikkan berat badan, mengurangi gejala kembung, Haid
menjadi teratur, mengurangi nyeri haid, dan mengatur keluarnya darah haid, tidak
menaikan tekanan darah dengan androgennya. Pil KB dengan dorspirenone dapat
memberikan manfaat tambahan yaitu mengurangi jerawat, dan mempercantik rambut
dan kulit.
5. Robot akan digunakan untuk mengobati orang sakit
Diagnostik ini robot akan menggunakan penelitian global untuk memberikan
pendapat ahli, beberapa dokter yang akan berani untuk diabaikan. Pelatihan medis
akan beralih dari apa yang orang tahu, untuk mendapatkan data yang akurat yang
robot bisa membuat keputusan, dan menyediakan high-touch dukungan emosional.
Ahli bedah akan selalu berada pada premium, bersama-sama dengan tangan-on wali
yang akan semakin berbasis masyarakat, dengan kualifikasi yang sangat khusus.
Operasi remote akan menjadi bagian rutin setiap pusat spesialis rutin. Batas antara
dokter dan perawat akan terus kabur sebagai perawat berwenang untuk membuat
lebih banyak keputusan. Akibatnya pelatihan perawat akan semakin panjang dan
perawat kelas atas akan lebih mahal)

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Keperawatan maternitas merupakan salah satu bentuk pelayanan keperawatan
profesional yang ditujukan kepada wanita pada masa usia subur (WUS) berkaitan dengan
system reproduksi, kehamilan, melahirkan, nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru
lahir sampai umur 40 hari, beserta keluarganya, berfokus pada pemenuhan kebutuhan
dasar dalam beradaptasi secara fisik dan psikososial untuk mencapai kesejahteraan
keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan diperlukan kebijakan umum kesehatan
(terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan
profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan
kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan, dan dengan persetujuan dari pasien dan
keluarga sesuai dengan kemampuan sosial ekonomi masing- masing. Di indonesia masih
rendah peran profesi keperawatan maka dari itu , maka solusi yang harus ditempuh dalam
keperawatan maternitas untuk tercapainya mutu pelayanan kesehatan yang yang
berdampak positif yaitu Pengembangan pendidikan keperawatan, Memantapkan system
pelayanan perawatan professional, Penyempurnaan organisasi keperawatan.
3.2. Saran
Marilah kita bersama- sama belajar dengan sungguh- sungguh di dalam dunia
pendidikan tinggi keperawatan supaya menghasilkan tenaga keperawatan professional
yang mampu mengadakan pembaharuan dan perbaikan mutu pelayanan/asuhan
keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2002. Dasar- Dasar Keperawatan, Profesional. Widya Medika : Jakarta.
Candy. (2 juli 2011). Issu dan trend keperawatan maternitas.
Deitra Leonard Lowdermik, dkk. 1999. Maternity Nursing, fifth edition.
St.Louis: Mosby. Emily Slone McKinney, dkk. 2000. Maternal-Child Nursing.
W.B.Saunders Company.

Pdf : 978-979-756-968-6-979

16

Anda mungkin juga menyukai

  • Sap TB Paru
    Sap TB Paru
    Dokumen7 halaman
    Sap TB Paru
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Pathway BPH
    Pathway BPH
    Dokumen1 halaman
    Pathway BPH
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen3 halaman
    Kasus
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen2 halaman
    1
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat