1 Definisi
SLE adalah Penyakit radang multi sistem yang sebabnya belum diketahui. Dengan
perjalanan penyakit yang akut dan kronik disertai adanya berbagai macam auto antibody dalam
tubuh.
SLE merupakkan suatu penyakit radang atau inflamasi multi sistem yang disebabkan oleh
banyak faktor ( inserbg and horsfall ) dan karakteristik oleh adanya gangguan gangguan
disgerulasi sistem imun berupa pengangkatan sistem imun dan produksi auto anti body yang
berlebihan ( albar,2003).
Terbentuknya autoantibody terhadap dSDNA, berbagai macam ribonikleoprotein
intraseluler, sel-sel darah dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (albar,2003)
melalui mekanisme pengaktifan komplemen (Epstein,1998).
Sistem lupus erythematous adalah suatu penyakit kulit yang menahun yang ditandai
dengan peradangan dan oembentukan jaringa parut yang terjadi pada wajah, telinga, kuli, kepala
dan kandung pada bagian tubuh lainnya .
Klasifikasi
Penyakit Lupus yang diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu :
1. Dicoid Lupus
lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas erithema yang meninggi,
skuama, sumbatan falikuler dan telangiektasia. Lesi ini timbul dikulit kepala, telinga, wajah,
lengan, punggung dan dada. Penyakit ini menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan
jaringan parut.
Insiden
SLE lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dengan perbandingan 10: 1.
Perbandingan ini menurun menjadi 3 : 2 pada lupus yang diinduksi oleh obat.penyakit SLE juga
menyerang penderita usia produktif yaitu 15 64 tahun . meskipun begitu, penyakit ini dapat
terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin. Prevalensi SLE berbeda-
beda untuk tiap etnis yaitu etnis afrika. Amerika mempunyai prevalensi sebesar 1 kasus / 2000
populasi, cina 1 dalam 1000 populasi, 12 kasus / 100.000 populasi terjadi di inggris, 39
kasusdalm 100.000 populasi terdapat di swedia. Di newzeland, terjadi perbedaan antara etnis
polinesian sebanyak 50 kasus / 100.00 populasi dengan orang kulit putih sebesar14,6 kasus
dalam 100.000 populasi.
2.2 Etiologi
Faktor genetik
Lingkungan
Menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar Uvyang menyebar struktur DNA didaerah yang
terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi
apoptosis dari sel keratonosit.SLE juga dapat diinduksikan oleh obat tertentu khususnya pada
asetelator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat,
obat banyak terakumulasi ditubuh sehingga memberikan kesmpatan tubuh membentuk kompleks
antibodi antinukler ( ANA ) untuk menyerang benda asing tersebut
( herfindal et., al 2000 ).Makanan seperti wijen (alfafa sprouts)yang mengandung asam
amino L-Camavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat
menyebabkan SLE . selain itu virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem
imunabdengan mekanisme menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme
menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik
yang akan memicu terjadinya SLE.
1.2 Patofisiologi
Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut :
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai
predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD 4+,
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen. Sebagai akibatnya muncullah
sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi
autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari
yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam
infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutama terletak
pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non histon.
Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau
kompleks protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini
ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan
antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Telah
ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu. Dapat berupa gangguan
klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan kompleks imun dalam hati, dan
penurun uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini
akan mengendap pada berbagai maca organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada
organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi
penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/
gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus,
kulit dan sebagainya.
Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang
dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada individu yang resisten.
Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun
dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya sistem imun.
Pada tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbasi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-
tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan
sinar matahari, infeksi virus/ bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan dan
trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam,
malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan iritabilitas. Yang paling
menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.
a. Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang sering pada SLE ialah gejala muskuloskeletal, berupa artritis atau artralgia
(93 %) dan acapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkenal ialah sendi
interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan
pergelangan kaki. Selain pembengkakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi yang
biasanya termasuk kelas I (non-inflamasi) ; kadang-kadang termasuk kelas II (inflamasi). Kaku
pagi hari jarang ditemukan. Mungkin juga terdapat nyeri otot dan miositis. Artritis biasanya
simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau reumatoid. Nekrosis avaskular dapat
terjadi pada berbagai tempat, dan terutama ditemukan pada pasien yang mendapat pengobatan
dengan steroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
b. Gejala mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85 % kasus SLE. Lesi kulit
yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, diskoid dan livido
retikularis.
Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis
SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak edematus
pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa
bekas. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi
karena hipersensitivitas (photo-hypersensitivity). Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi kulit
subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi.
Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup sisik keratin disertai
adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar.
Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.
Livido retikularis, suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.
Kelainan kulit yang jarang ditemukan ialah bulla (dapat menjadi hemoragik), ekimosis, petekie
dan purpura.
Kadang-kadang terdapat urtikaria yang tidak berperan terhadap kortikosteroid dan
antihistamin. Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit tenang secara
klinis dan serologis.
Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi. Ulserasi selaput lendir
paling sering pada palatum durum dan biasanya tidak nyeri. Terjadi perbaikan spontan kalau
penyakit mengalami remisi. Fenomen Raynaud pada sebagian pasien tidak mempunyai korelasi
dengan aktivitas penyakit, sedangkan pada sebagian lagi akan membaik jika penyakit mereda.
c. Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah
proteinuria dan atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik dan kegagalan ginjal jarang terjadi;
hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE difus dan
nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus merupakan kelauanan yang
paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi
ginjal sedang sampai berat. Nefritis penyakit SLE membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai
dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin
berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik,
tuberkulosis ginjal dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE
kronik.
d. Kardiovaskular
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi perikard), iskemia
miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks).
e. Paru
Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral. Mungkin
ditemukan sel LE (lamp. dalam cairan pleura. Biasanya efusi menghilang dengan pemberian
terapi yang adekuat.
Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain seperti
infeksi virus, jamur, tuberkulosis dan sebagainya telah disingkirkan.
f. Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual (muntah jarang)
dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan
adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh
darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga
menimbulkan pankreatitis.
- Antimalaria
Efektifitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah lama diketahui dan
obat ini telah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk cara mengganggu pemoresan antigen
dimakrofag dan sel pengaji antigen yang lain dengan peningkatan PH di dalam
vakuolalisosomal. Juga menghamabat dan mengabsorbsi sinar UV, bebera penelitian melaporkan
bahwa antimalaria dapat menurunkan kolestrol total, HDL, LDL. Pada penderita SLE yang
menerima steroidmaupun yang tidak.
Terdapat 3 obat antimalaria yang tersedia, hidroksikolokulin. Dosis 200-400mg/hari,
klorokuin dan efek sampingnya lebih ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah
efek pada saluran pencernaan, kembung, mual dan muntah. Efek ssamping lain adalah timbulnya
ruam, toksisitas retin dan neurologis.
- Methoreksat
Methoreksat adalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk penyakit
rematik efek imunosupresifinyalebih lemah dari pada obat alkilating atau zat hioprin .
methorekxate dosis rendah mingguan 7,5-15mg, efektif sebagai steroid spring agent dan dapat
diterima baik oleh penderita, terutama pada manifestasi klinis dan muskluskletal.
Efek smaping yang paling seringdipakai adalah: lekopenia, ulkus oral, toksisitas
gastrointestinal dan hepaktotoksitas. Untuk pemantauan efek samping diperlukan pemeriksaan
darah lengkap, tes fungsi ginjal dan hepar pada penderita dengan efek samping gastrointestinal,
pemberian asam folat 5mg tiap minggu akan mengurangi efek tersebut.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang
dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri,
kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri
pasien.
b. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
c. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler
terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi
lateral tanga.
d. Sistem muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
e. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung
serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
f. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di
ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
h. Sistem renal
Edema dan hematuria.
i. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP
lainnya.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan
kompleks imun.
Tujuan : Pemeliharaan integritas kulit
Kriteria hasil : -Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
-Tidak terjadi perubahan pada fungsi kulit
Intervensi Rasional
1.lindungi kulit yang sehat terhadap 1.Agar kulit tidak terpajan dengan sinar
kemungkinan malserasi UV
2.Juga dengan cermat terhadap resiko 2.Menghindari kerusakan integritas kulit
terjadinya cedera termal akibat
penggunaan kompres panas yang terlalu
panas. 3.Menghambat reaksi sinar UV
3.Nasehati pasien untuk menggunakan
kosmetik dan preparat tabir surya
4.Kolaborasi pemberian NSAID dan 4.Untuk memberikan efek antipiretik,
kortikosteroid antiinflamasi dan analgesic
Nyeri berhubungn dengan kerusakan jaringan.
Tujuan : Perbaikan dalam tingkat kenyamanan
kriteria hasil : - Pasien merasa derajat nyeri menurun
- Dapat melakukan relaksasi dan distraksi
Itervensi Rasional
1.Lakukan sejumlah tindakan yang 1.mengendalikan rasa nyeri dan relaksasi
memberikan kenyaman atau kompres terhadap nyeri
panas/ dingin: masase, perubahan posisi,
istirahat, kasur busa, bantal penyangga,
bidai teknik relaksasi aktivitas yang
mengalihkan perhatian.
2.Berikan preparat anti inflamasi
analgesic seperti yang dianjurkan 2.Mengurangi rasa nyeri dan memberikan
3.Sesuaikan jadwal pengobatan untuk kenyaman pasien
memenuhi kebutuhan pasien terhadap 3.Mengatur kesiapan pasien untuk
penatalaksanaan nyeri melakukan pengobatan
4.Dorong pasien untuk mengutarakan
perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat 4.Mengetahui derajat keparahan nyeri
kronik penyakitnya pasien
5.Jelaskan patofisiologik nyeri dan
membantu pasien untuk menyadari
bahwa rasa nyeri sering membawanya 5.Menjelaskan efek dari pengobatan yang
kemetode terapi yang belum terbukti sedang dijalani sekarang
manfaatnya
6.Bantu dalam mengenali nyeri dalam
kehidupan seorang yang membawa 6.metode terapi yang tepat
pasien untuk memakai metode terapi
yang belum terbukti manfaatnya
7.Lakukan penilaian terhadap perubahan 7.mengetahui rasa nyeri
subjektif pada rasa nyeri
Daftar Pustaka
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Ruth F. Craven, EdD, RN, Fundamentals Of Nursing, Edisi II, Lippincot, Philadelphia, 2000
Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, EGC, Jakarta, 1997