PENDAHULUAN
Kecelakaan bisa menimpa siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Untuk itu,
Kemampuan tersebut sangat penting, karena selama ini banyak korban jiwa akibat
sangat penting dalam kecelakaan. Pertolongan pertama ini punya peran yang penting
Melihat permasalahan tingginya angka kejadian trauma dan patah tulang dan
buruknya komplikasi yang akan dialami oleh pasien apabila kejadiaan ini tidak dapat
ditangani dengan baik, diperlukan pemahaman mengenai penyakit ini oleh tenaga medis
agar dapat memberikan penanganan yang lebih komprehensif. Survey primer (ABCDE)
yang baik untuk menyelamatkan nyawa dan survey sekunder yang tepat dibutuhkan
Metode yang paling umum digunakan di Amerika Serikat untuk penilaian awal
dari pasien trauma di uraikan di Amerika College of Surgeon Advanced Trauma Life
Support tentu saja (ATLS). Ini menyediakan metode yang sistematis untuk megevaluasi
trauma pasien, dengan fokus awalnya pada kasus mengancam kehidupan dan diikuti
kerusakan organ yang lebih jauh, mencegah kecacatan tubuh dan menyembuhkan. Seperti
kita ketahui, dalam penanganan trauma dikenal primary survey yang cepat dan
dilanjutkan dengan resusitasi kemudian secondary survey dan akhirnya terapi definitif.
1
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali dan
resusitasinya diakukan pada saat itu juga. Pada primary survey dikenal system ABCDE
disusun berdasarkan urutan prioritas penanganan. Jadi prioritas utama penanganan adalah
keadaan menjamin jalan napas terjaga adekuat. Oleh karena itu, trauma jalan napas
adalah keadaan yang memerlukan yang cepat dan efektif untuk menghindari akibat yang
tidak di inginkan3.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Primary Survey
Dalam survei primer, saluran napas, pernapasan, dan sirkulasi yang dinilai dan
Singkatan yang mudah diingat adalah ABCDE: Airway (saluran napas), Breathing
kecuali prosedur yang diperlukan. Survei primer harus diulang saat terjadi perubahan
status pasien, termasuk perubahan status mental, perubahan tanda-tanda vital, atau
akhir dari obstruksi jalan napas. Obstruksi jalan napas lengkap, tidak ada
napas terdengar di mulut atau hidung. Pada obstruksi parsial, udara masuk
berkurang dan sering berisik. Pada pasien yang kritis, penurunan kesadaran
risiko cedera hipoksia ke otak, ginjal dan jantung, serangan jantung, dan
3
Pada kasus gawat darurat, seperti pada pasien dengan cedera cervical
mekanik, jika inervasi pada LMN (Lower Motor Neuron) ke diafragma masih
sangat dibutuhkan untuk menjaga jalan napas. Mekanisme dari trauma, dapat
multi system trauma atau jika terdapat gangguan kesadaran. Imobilisasi dan
proteksi pada spinal harus dipertahankan dan x-ray dapat dilakukan saat
imobilisasi yaitu dengan kepala dan leher ditopang pada posisi netral 13
c. Berikan oksigen dengaan konsentrasi tinggi
Menyediakan oksigen konsentrasi tinggi dengan menggunakan
masker. Pastikan bahwa aliran oksigen yang cukup (biasanya 15 L min) untuk
2. Breathing
4
a. Lihat , dengar dan rasakan tanda-tanda umum dari gangguan pernapasan:
pernapasan perut.
b. Hitung tingkat pernapasan. Tingkat normal pernapasan adalah 12-20
c. Nilai kedalaman setiap napas, pola (irama) dari respirasi dan apakah ekspansi
peningkatan pulse vena jugularis (JVP) (misalnya pada asma akut berat atau
yang cukup atau untuk mengambil napas dalam-dalam. Mengi stridor atau
signifikan. .
di pleura.
5
berkurangnya suara napas, mengindikasikan pneumothoraks, konsolidasi
j. Periksa posisi trakea pada daerah suprasternal: deviasi ke salah satu sisi
Daftar dari EMST (Early Management Of Severe Trauma) luka pada dada yang
mengancam hidup yang harus segera ditangani selama survei primer adalah :
Tension pneumothorax
Haemothorax masif
Flail Chest
Tamponade jantung
Multiple Fraktur13
3. Circulation
kematian yang dapat dicegah dari trauma. Ini harus dilakukan segera. Penilaian
ulang sesering mungkin selama resusitasi adalah kunci penanganan yang baik.
Salah satu kesalahan besar dalam manajemen trauma akut adalah
darah normal. Tekanan darah saja bisa sangat salah, sehingga harus
6
denyut nadi, pengisian kapiler, laju pernapasan, keadaan sadar, urin dan efek
- Hipotensi
- Takikardia
- Confusion
- Pucat
- Oligouria
Kelas 4 : Kehilangan >40% volume darah
- Hemodinamik tidak stabil
- Kardiovaskular kolaps yang tidak bisa diatasi segera
4. Disability
Lakukan pemeriksaan neurologis cepat dengan menilai tingkat kesadaran
dari pasien, ukuran dan reaksi pupil serta fungsi motorik. Glasgow Coma Scale
(GCS) adalah skor yang paling umum digunakan untuk menilai mata, fungsi
motorik dan verbalisasi dari pasien. Setiap kategori memiliki skor dan jumlah
7
Gambar 1. Glasgow Coma
Scale8
Membuka Mata
(E)
Spontan 4 poin
Dengan rangsang
suara 3 poin
Dengan rangsang nyeri 2 poin
Tidak ada respon 1 poin
Gerakan (M)
Mengikuti perintah 6 poin
Melokalisasi nyeri 5 poin
Gerakan menghindar saat diberi rangsang 4 poin
Fleksi abnormal 3 poin
Ekstensi abnormal 2poin
Tidak ada respon 1 poin
Respon Verbal (V)
Orientasi baik 5 poin
Bingung 4 poin
Kata-kata tidak jelas 3 poin
Suara tanpa arti(mengerang) 2 poin
Tidak ada respon 1 poin
5. Exposure
Untuk memeriksa pasien dengan baik, pakaian pasien harus dilepaskan
jika perlu (hargai martabat pasien) dan di tutup setelah melakukan pemeriksaan
8
dokter yang merawat untuk secepatnya fokus pada masalah lain yang mungkin
B. Secondary survey
Tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera - cedera lain yang mungkin
terjadi pada pasien sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati. Apabila
pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus mengambil riwayat AMPLE dari
pasien, yaitu Allergies, Medication, Past Medical History, Last Ate dan Event
ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh
pasien, terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum diketahui saat
primary survey. 11
penyalahgunaan obat
9
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
sehingga seorang dokter harus meluangkan waktu yang cukup dalam melakukan
look, kita menilai warna, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian
aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat
yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury
menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan
krepitasi. Pada periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan
abnormal 11
10
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam melakukan tindakan, dada, leher, dan perut pasien harus terbuka agar dapat
sistematis :
1. Look
Pernapasan - Takipneu merupakan indikasi dari hipoksia
Pernapasan dangkal, megap-megap, atau sesak - indikasi gagal napas
Sianosis Indikasi hipoksia
Plethora atau peteki Indikasi asfiksia
Pernapasan Paradoks Pernapasan pendulum dengan tidak sinkronnya
pneumothoraks
Distensi vena jugular peningkatan tekanan vena merupakan efek
jalan napas, darah dan sekret pada jalan napas, trakea atau bronchial
11
Penurunan suplei udara secara bilateral Indikasi pneumothoraks,
mediastinum
Nyeri tekan Indikasi luka memar yang signifikan pada dinding dada atau
primer:
1. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks terdiri dari udara yang berada pada rongga pleura yang
kurangnya perfusi sehingga terjadi hipoksia. Namun, hal yang mengancam jiwa
pleura melewati intercosta (ICS) 2 pada linea midclavicula. Dekompresi dengan jarum
tidak boleh dilakukan jika tanda yang muncul hanya berkurangnya atau hilangnya
suara pernapasan karena terdapat komplikasi yang berhubungan seperti cedera pada
paru.
2. Hemothoraks Masif
Pada kavitas dada, terdapat ruang potensial yang sangat besar yang mana darah dapat
terkumpul jika terjadi trauma tumpul atau tajam pada dada. 1500 liter atau 1/3 dari
volume darah pasien dapat dengan cepat terkumpul dan menyebabkan hipoksia dan
syok. Hematothoraks yang lebih kecil biasanya terjadi akibat cedera pada parenkim
12
paru, fraktur kosta dan cedera minor pada vena. Perdarahan yang masif biasanya
terjadi akibat cedera pada arteri yang biasanya membutuhkan tindakan bedah dan
lobectomy paru-paru.
Diagnosis dapat berdasarkan adanya hipoksia, menurunnya ekspansi dada, hilangnya
suara napas atau pekak pada perkusi dada dan syok hipovolemia. Perfusi dada dengan
posisi supine mungkin tidak akan menghasilkan suara pekak dan x-ray dengan posisi
dengan memasukkan drain pada dada, koreksi hipovolemia dan transfusi darah. Jika
total volume drain pada awalnya > 1500 ml atau perdarahan berlanjut dengan 200
ml/jam atau pasien tetap dengan hemodinamik yang tidak stabil, rujukan ke bagian
progresif hingga menyebabkan Pulseless Electrical Activity cardiac arrest. Hal ini
lebih sering dihubungkan dengan trauma tajam dibandingkan dengan trauma tumpul,
khusunya luka tusuk diantara garis puting atau scapula dan luka tembak.
Diagnosis klinis dapat menjadi sulit akibat tanda yang tidak kentara dan sulit untuk
diperoleh pada ruang yang terjadi trauma. 3 tanda klasik yang menjadi kriteria
ini lebih sering terjadi pada orang tua yang memiliki tulang rusuk yang fleksibel.
Multiple fraktur, baik itu anterior dan posterior dada dapat menimbulkan hilangnya
integritas struktural pada dinding dada dan terdapat sebuah segmen yang melayang
sehingga saat pasien melakukan inspirasi segmen yang melayang tertarik kedalam
13
sehingga paru tidak dapat berinflasi (pernapasan paradoxical). Hal ini dapat
pemeriksaan klinis, rontgen dada untuk melihat fraktur dan memar pada paru dan
pemeriksaan gas darah untuk mengukur hipoksia. Penanganan suportif yaitu dengan
dan ventilasi hingga luka memar dan nyeri dapat dikontrol dengan baik. Pemberian
cairan intravena perlu dibatasi untuk menghindari kelebihan cairan dan memburuknya
hipoksia 11
5. Multiple Fraktur
Fraktur Pelvis
- Stable Ring Injury : Pasien tidak mengalami syok berat namun merasakan nyeri
saat mencoba berjalan. Terdapat nyeri tekan yang terlokalisasi namun jarang
terdapat kerusakan pada organ bagian dalam dari pelvis. Foto polos pelvis dapat
memperlihatkan fraktur.
- Unstable Ring Injury : Pasien biasanya mengalami syok berat, mengalami nyeri
yang hebat dan tidak dapat berdiri. Pasien juga tidak dapat buang air kecil. Nyeri
tekan biasanya menyebar dan merasakan sangat nyeri saat bergerak. Salah satu
dari tungkai mungkin akan mengalami anastesi karena cedera nervus sciatic.
- Haemodynamic Instability : Fraktur akibat benturan keras pada pelvis merupakan
cedera yang sangat serius dan memiliki risiko kerusakan organ visceral, organ
harus diperiksa secara berulang untuk mencari tanda hilangnya darah dan
hipovolemik.
Penanganan tidak perlu menunggu diagnosis pasti, sangat penting untuk
mengatur prioritas dan bertindak sesuai informasi yang ada sambil menunggu
diagnosis pasti. Penanganan dalam konteks ini merupakan kombinasi dari diagnosis
dan pengobatan.
14
Enam pertanyaan yang harus ditanyakan dan jawabannya dapat menentukan
tindakan :
1. Apakah airway aman?
2. Apakah ventilasi paru adekuat?
3. Apakah pasien kehilangan darah?
4. Apakah terdapat cedera intraabdomen?
5. Apakah terdapat cedera pada kantong kemih atau uretra?
6. Apakah fraktur pelvis stabil atau tidak stabil?
Pasien dengan cederan berat, langkah pertama yang harus dipastikan
adalah jalan napas aman dan ventilasi tidak terganggu, resusitasi harus dimulai
diperiksa untuk mencari multiple fraktur dan jika perlu, fraktur yang terasa nyeri
harus di spalak dan x-ray pelvis harus segera dilakukan. Pada pasien dengan cedera
yang sangat berat, eksternal fiksasi secepat mungkin merupakan cara efektif untuk
pada pasien dengan fraktur batang femur. Hal ini dilakukan pada tempat terjadinya
lemak, ARDS dan kegagalan mullti organ. Risiko dari komplikasi sistemik dapat
dikurangi dengan stabilisasi fraktur segera. Konsekuensi dari pasien dengan cedera
multiple, terutama pasien dengan trauma dada berat harus dilakukan stabilisasi
fiksasi
Fraktur Tibia
15
Dalam pengaruh anestesi, dilakukan aspirasi pada sendi dan secara perlahan
posisi semula dan pada hasil x-ray terlihat bahwa fraktur berkurang. Sepanjang
lutut tetap dalam keadaan ekstensi penuh, elevasi fragmen dalam jumlah kecil
dapat diterima jika terdapat blok terhadap ekstensi penuh atau fragmen tulang
masih bergeser, operasi untuk reduksi penting untuk dilakukan. Fragmen biasanya
BAB IV
KESIMPULAN
16
Penanganan trauma umumnya bertujuan untuk menyelamatkan jiwa, mencegah
kerusakan organ yang lebih jauh, mencegah kecacatan tubuh dan menyembuhkan. Dalam
penanganan kasus pada pasien yang datang di Instalasi Gawat Darurat,terutama pada
pasien yang emergency, seharusnya langkah yang harus segera dilakukan yaitu
melakukan penilaian terhadap Primary Survey dan Secondary Survey. Dalam survei
primer, saluran napas, pernapasan, dan sirkulasi yang dinilai dan masalah yang
mengancam kehidupan harus langsung didiagnosis dan diobati. Singkatan yang mudah
disusun berdasarkan urutan prioritas penanganan. Jadi prioritas utama penanganan adalah
keadaan menjamin jalan napas terjaga adekuat. Apabila pasien sadar dan dapat berbicara
maka kita harus mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication,
Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan).
cedera apa yang dimiliki oleh pasien, terutama jika kita masih curiga ada cedera yang
DAFTAR PUSTAKA
17
2. Parahitaa,PS. 2010. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera Fraktur
Aprroach.2015
8. Dang,CV. 2015. The Polytraumatized Patient. Medscape Referece Drugs, Disease
and Prosedure
9. Griggs,W. 2001. Early Management Of The Acute Severe Trauma Patient, ADF
Helath Vol 2.
10. NN. 2016. Secondary Survey IGD
11. ATLS. 2012. Advance Trauma life Support. American College Of Surgeon.
Anaesthetists Care
13. Solomon, L. 2010. Apleys System Of Orthopedics And Fracture.
18